TEXT: ‘Ashiyũn / Pelaku Maksiat (menurut Al-Qur’ãn)
(Resume Ceramah BM 28092024)
‘ASHIYŪN / PELAKU MAKSIAT (MENURUT AL-QUR’AN)
Oleh: Ustadz Dr. Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allōh سبحانه وتعالى,
Kali ini kita masih meneruskan rangkaian kajian yang berkaitan dengan Bab. Pemadam Iman, dan sebagaimana di pertemuan lalu, maka telah dijelaskan bagan tentang “Orientasi Hidup Manusia (– Manusia dan Akibat dari Pilihan Hidupnya –)”. Sedikit kita ulang penjelasan bagan tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar #1 – “Orientasi Hidup (Pilihan Manusia dan Akibatnya)”
Pada bagian tengah Gambar #1, maka kita (Manusia) adalah berstatus sebagai: ‘Abdun (Hamba) Allōh سبحانه وتعالى yang Tugas Hidup kita adalah Tunduk – Patuh – Taat – Pasrah dalam ber-hamba serta beribadah pada Allōh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku (Allōh) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzãriyat/51: 56)
Apabila sang Manusia sadar (memperoleh Hidãyah) untuk apa dirinya diciptakan, lalu ia pun berjuang dan ber-Amal Shōlih sesuai tuntunan Pencipta dirinya; sehingga selama di dunia ia pun memilih pilihan-pilihan hidupnya untuk selalu berusaha menjadi golongan Hamba yang Taat (bagian kanan Gambar #1), maka dengan “mahar” berupa: 1) Imãn, 2) Ihsãn, 3) Sholãh (Sholat), 4) Ibãdah, 5) Thō’ah (Taat pada Allōh dan Rosũl-Nya), serta 6) Taqwa; maka sebagai balasannya ia di Akherat kelak berhak atas: 1) Falãh / Fauz (orang yang menikmati Surga), 2) Sa’ãdah (bahagia abadi), dan 3) Jannah (Surga).
Namun sebaliknya, apabila sang Manusia Tersesat (Ghiwãyah) akibat lalai dari tujuan untuk apa dirinya diciptakan, lalu ia pun berbuat sesuka Hawa Nafunya sendiri didalam memilih pilihan-pilihan hidupnya di dunia dengan menjadi Hamba yang Tidak Taat pada Penciptanya (bagian kiri Gambar #1), maka akibat “pilihan” berupa: 1) Ishyãn (Perbuatan Durhaka/Maksiat pada Allōh), 2) Fusũq (Kefasikan), 3) Dzulm (Kedzoliman), 4) Nifãq (Kemunafikan), 5) Fujũr (Tenggelam dalam Keburukan / Perbuatan Dosa), 6) Dholãl / Buthlan (Kesesatan), 7) Jarĩmah (Perbuatan Dosa), 8) Bid’ah (Perkara Agama yang Diada-adakan), 9) Riddah (Murtad), 10) Kufur (Kekufuran); maka sebagai balasannya ia di Akherat kelak terancam berhak atas: 1) Khosãroh / Khoibah (orang yang sengsara di Neraka), 2) Syaqōwah (sengsara), dan 3) Jahannam (Neraka).
Adapun ancaman “Kekal di Neraka” ataukah “Tidak Kekal di Neraka” maka itu tentunya tergantung Kehendak Allōh سبحانه وتعالى dan tergantung pada kadar besar kecilnya dosa yang dilakukan (dan hal ini telah kita bahas pada kajian terdahulu, silahkan dilihat kembali bagan “10 golongan diancam menjadi penghuni Neraka” pada link berikut ini:
Gambar #2 – “10 golongan diancam menjadi penghuni Neraka”
Pada Bab Pemadam Iman kali ini, akan kita bahas istilah “Al-‘Ishyãn”/“Al-Ma’shiyah” (Maksiat) yang sering pula ditemui istilah ini di Al-Qur’ãnul Karĩm.
Kita akan membahas “Al-‘Ishyãn” (yang pelakunya disebut “’Ashiyũn”) ini dalam 6 bagian: 1) Definisi Al-‘Ishyãn; 2) Kata “Al-‘Ishyãn”/“Al-Ma’shiyah” di dalam Al-Qur’an; 3) Siapakah contoh tokoh ’Ashiyũn (pelaku Maksiat / orang durhaka pada Allōh) di dalam Al-Qur’an); 4) Akibat “Al-‘Ishyãn”/Maksiat; 5) Penyebab terperosok pada Maksiat; dan 6) Langkah menghindari Maksiat.
I. DEFINISI “AL-‘ISHYĀN”
Ibnu Manzũr (wafat tahun 711 H) dalam “Lisãn al-‘Arob” (15/67), memberikan penjelasan tentang “Al-‘Ishyãn” / Maksiat adalah sebagai berikut; beliau berkata:
والعِصيانُ: خِلافُ الطَّاعَة. عَصى العبدُ رَبَّهُ إِذا خالَف أَمْرَه، وَعَصَى فُلَانٌ أَميرَه يَعْصِيه عَصْياً وعِصْياناً ومَعْصِيَةً إِذا لَمْ يُطِعْهُ، فَهُوَ عاصٍ وعَصِيٌّ
“Al-‘Ishyãn / Maksiat adalah “menyelisihi ketaatan” (– ketidaktaatan/kurang taat – pent.); seorang hamba durhaka kepada Allōh (Robbnya) jika ia tidak mentaati Allōh, serta tidak mentaati Rosũl-Nya.”
Kemudian ‘Ulama yang lain yang bernama Al-Jurjãni (wafat tahun 816 H) dalam Kitab “At-Ta’rifãt” (hal. 151), memberikan penjelasan “Al-‘Ishyãn” / Maksiat dengan berkata sebagai berikut:
العصيان: هو ترك الانقياد
“Al-‘Ishyãn / Maksiat adalah meninggalkan kepatuhan (kepada Allōh dan Rosũl-Nya – pent.).”
Dari dua definisi penjelasan ‘Ulama diatas, maka Maksiat pada intinya adalah sikap tidak taat dan tidak patuh pada Allōh dan Rosũl-Nya.
JANJI NABI MUSA PADA KHIDHIR
Sebagai contoh, dalam QS. Al-Kahfi/18: 69, kita dapati bahwa Nabi Musa ‘alaihissalam berjanji kepada Khidir ‘alaihissalam; dimana dalam ayat tersebut menggunakan kata: اَعْصِيْ / “…aku (Musa) tidak akan menentangmu/ menyelisihimu…”. Perhatikanlah ayat berikut ini:
قَالَ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ صَابِرًا وَّلَآ اَعْصِيْ لَكَ اَمْرًا
“Dia (Musa) berkata, “In-syã Allōh akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu/ menyelisihimu dalam urusan apa pun.”
(QS. Al-Kahfi/18: 69)
Dengan demikian “Al-‘Ishyãn” (العصيان) / “Ma’shiyah” (معصية) artinya secara umum adalah “ketidak-taatan/kedurhakaan (pada Allōh & Rosũl-Nya)”, sedangkan pelakunya atau “orang yang tidak-taat/durhaka” itu disebut sebagai: “’Āshin” (عاص) dan orang-orang yang durhaka/tidak-taatnya itu sudah menjadi karakter kesehariannya, maka disebut sebagai: “’ Āshiyũn” (عصي).
II. KATA ‘ISHYĀN & MA’SHIYAT ( DALAM AL-QUR’ĀN)
Kata “Al-‘Ishyãn” (العصيان) dan “Ma’shiyah” (معصية) dalam Al-Qur’an terulang tidak kurang dari sebanyak 32 kali:
a) Dalam bentuk kata kerja lampau / “Fi’il Mãdhĩ” (الفعل الماضي) sebanyak 21 kali
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
… وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ …
“… Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa ...”
(QS. An-Nisã’/4: 46)
b) Dalam bentuk kata kerja sekarang / sedang berlangsung / “Fi’il Mudhōre’” (الفعل المضارع) sebanyak 6 kali
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allōh dan Rosũl-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allōh memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”
(QS. An-Nisã’/4: 14)
c) Dalam bentuk kata kerja tak terperinci waktu / “Mashdar” (مصدر) sebanyak 1 kali
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
…وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ …
“… serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan …”
(QS. Al-Hujurōt/49: 7)
d) Dalam bentuk kata kerja berulang kali / sering kali / “shĩghot mubãlaghoh” (صيغة مبالغة) sebanyak 2 kali
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا
“dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.”
(QS. Maryam/19: 14)
e) Dalam bentuk kata benda / “Al- Isim” (الأسم) sebanyak 2 kali
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
… وَيَتَنَاجَوْنَ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ …
“… dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rosũl …”
(QS. Al-Mujãdillah/58: 8)
Berikutnya, perlu diketahui dan disadari bahwa Maksiat itu ada yang nyata dan ada yang tersembunyi.
المعاصي إلى قسمين:
أ – المعاصي القلبية (هي كل ما في القلب من أمراض مثل الفخر، والخُيلاء، والحسد، والكبر، والرياء ونحو ذلك . ومثال على ذلك )
ب – المعاصي الفعلية (هي كل ما يرتكب بالجوارح مثل الزنا والسرقة، وعقوق الوالدين ونحو ذلك)
Maksiat / “Al-‘Ishyãn” terbagi menjadi 2 (dua) bagian:
a) Maksiat yang tersembunyi / Maksiat yang tidak terlihat berupa “Maksiat Hati” yakni: segala bentuk penyakit hati, seperti: keyakinan yang syirik, kufur nikmat, tidak ikhlas, iri hati, dengki, ujub, riya’, tamak, takabur, cinta dunia dan takut mati, khianat, kemunafikan, kikir, bakhil, taklid buta tanpa petunjuk wahyu / fanatik tercela, ta’ashub, sum’ah, buruk sangka, kultus individu, ghuluw, lalai, panjang angan-angan, ambisius jabatan, mengikuti hawa nafsu, malas menuntut ilmu dĩn, malas ibadah, tidak tawakkul pada Allōh, pendendam, pesimis dan mudah putus asa dari rahmat Allōh, dan lain sebagainya.
b) Maksiat yang tampak / nyata dalam ucapan / perkataan lisan maupun perbuatan anggota badan, seperti: ucapan / perbuatan syirik dan kufur, zina, membunuh, mencuri, perkataan dan perbuatan durhaka pada Allōh dan Rosũl-Nya, perkataan dan perbuatan durhaka pada orangtua, ucapan dan perbuatan mencela dan mengolok-olok Islam, liwath / homosex / lgbt, perbuatan curang dalam menakar menimbang, membuat hukum dan undang-undang yang bertentangan dengan Hukum Allōh, menghukumi (menjadi hakim atas) perkara diantara manusia secara tidak adil, menyebar berita bohong / hoax, menyebar fitnah, namimah, dan lain sebagainya.
III. TOKOH DURHAKA / ‘ĀSHIYŪN
1) JALAN HIDUP FIR’AUN DAN KAUMNYA
Contoh tokoh-tokoh durhaka / ‘Āshiyũn itu adalah Fir’aun dan para pengikutnya, sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman menjelaskan hal tersebut dalam ayat berikut ini:
فَعَصٰى فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ فَاَخَذْنٰهُ اَخْذًا وَّبِيْلًاۚ
“Namun Fir‘aun mendurhakai Rosũl itu, maka Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.”
(QS. Al-Muzzammil/73: 16)
Dan di ayat lainnya:
فَكَذَّبَ وَعَصٰىۖ
“Tetapi dia (Fir‘aun) mendustakan dan mendurhakai.”
(QS. An-Nãzi’at/79: 21)
Juga di ayat berikut ini, Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa Fir’aun itu mendurhakai utusan Allōh / Rosũl-Nya:
فَعَصَوْا رَسُوْلَ رَبِّهِمْ فَاَخَذَهُمْ اَخْذَةً رَّابِيَةً
“Maka mereka mendurhakai utusan Tuhannya, Allōh menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras.”
(QS. Al-Haqqoh/69: 10)
Bahkan Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat berikut ini bahwa jasad Fir’aun itu Allōh سبحانه وتعالى biarkan tetap ada (bahkan hingga sekarang) sebagai peringatan bagi kaum sesudahnya bahwa itulah balasan bagi orang yang mendurhakai Allōh dan Rosũl-Nya; dimana kedurhakaan Fir’aun bahkan sampai tahapan menganggap dirinya sebagai Tuhan selain Allōh (sekutu bagi Allōh):
آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (91) فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)
(91) “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (92) Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
(QS. Yũnus/10: 91-92)
Fir’aun ini adalah gambaran manusia yang sombong dan angkuh dengan jabatan dan kekuasaan yang dimilikinya, sehingga ia berlaku durhaka terhadap Allōh سبحانه وتعالى dan Rosũl utusan-Nya. Namun jangan dikira bahwa kisah Fir’aun dan para perngikutnya yang diberitakan di dalam Al-Qur’anul Karim hanyalah ada di masa Nabi Musa ‘alaihissalam. Bahkan kalau saja kaum Muslimin mau melakukan introspeksi terhadap kondisi keagamaan mereka saat ini; maka hendaknya mereka waspada terhadap karakter-karakter manusia yang “mengaku dirinya Muslim di suatu negara yang dihuni mayoritas Muslimin”, akan tetapi ketika disodorkan Syari’at Islam maka sebagian kalangan ada yang enggan menerimanya, bahkan menuduh para da’i yang memperingatkan bahaya kekuasaan yang tidak dilandasi Hukum-Hukum Allōh sebagai landasan kebijakan dalam memutuskan berbagai perkara diantara ummat manusia (baik perselisihan diantara penguasa versus rakyat, atau rakyat versus rakyat) dengan tuduhan radikal, fundamentalis, teroris dan berbagai tuduhan lainnya yang semestinya tidak dilontarkan terhadap para da’i penyeru Syari’at Allōh (yang mana para da’i ini sebenarnya justru hanyalah sekedar menasehati dan mengingatkan mereka, karena menginginkan perubahan kearah perbaikan demi keselamatan masyarakat tersebut, baik di dunia maupun di akherat kelak).
Karena Agama adalah Nasehat, dan Nasehat itu bukan cuma untuk rakyat belaka, tetapi Nasehat berlaku untuk semua kalangan, termasuk juga untuk para penguasa yang mengemban amanah jabatan, yang justru amanah jabatan itu jika tidak dilaksanakan dengan semestinya sebagaimana yang Allōh kehendaki maka dapat berakibat fatal; karena peraturan-peraturan yang diterapkan para penguasa itu pastilah akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat luas di negeri tersebut.
Di dalam Syari’at Allōh terdapat keadilan yang hakiki, karena keadilan itu hanya bisa tercipta bila sesuai dengan kehendak dan petunjuk sang Pencipta manusia. Akan tetapi barangsiapa berpaling dari Syari’at Allōh, berpaling dari petunjuk Allōh dan Rosũl-Nya; maka dijamin kekacauan, carut marut, pasti akan dirasakan oleh mereka.
Kalau suatu kaum yang “mengaku dirinya Muslim”, akan tetapi mereka lebih suka mengadopsi Hukum-Hukum yang berasal negara-negara orang-orang Kafir baik dari Barat maupun Timur, dan mereka meninggalkan Syari’at Allōh; maka kerusakan yang dialami oleh orang-orang-orang Kafir di Barat maupun Timur itu pastilah akan beralih, diserap dan juga dialami oleh kaum yang mengaku dirinya Muslim itu. Kerusakan bukanlah diukur dari tingginya gedung-gedung pencakar langit yang mereka bangun, tetapi kerusakan yang paling dahsyat adalah kerusakan ‘Aqidah serta kerusakan moralitas manusianya.
Gambar #3 – “Tidak Berhukum dengan Kitabullōh (Syari’at Islam) adalah Sumber Kecekcokan”
Kerusakan ‘Aqidah terjadi bila berbagai paham Sekulerisme – Pluralisme – Liberalisme – Atheisme – Kapitalisme – Komunisme – Materialisme, dan aneka isme buatan manusia justru diserap oleh “kaum yang mengaku dirinya Muslim” itu, yang sedikit demi sedikit akan memupus ‘Aqidah Islam mereka dan pada akhirnya dapat berujung pada Maksiat terbesar yang berupa Kekufuran dan Kemurtadan. Sedangkan kerusakan moral terjadi manakala kehancuran moral di negara-negara orang-orang Kafir di Barat maupun di Timur, beralih menyebar ke negeri-negeri wilayah kaum Muslimin; sehingga merebaklah perzinahan/seks bebas, liwath (LGBT), perjudian, peredaran narkoba, terjeratnya Muslim dalam dunia perekonomian ribawi, dan aneka kerusakan moral lainnya.
Hendaknya kaum Muslimin mewaspadai hal ini. Apakah sebanding Kebahagiaan Akherat yang bersifat Abadi (yang dijanjikan Allōh bila sang Muslim taat dan mengikuti petunjuk Allōh dan Rosũl-Nya) itu ditukar dengan Kenikmatan Dunia yang Fana (akibat mengikuti ideologi, hawa nafsu dan jalan hidup orang-orang Kafir)?!
2) IBLIS / SYAITHÕN
Tokoh Maksiat itu adalah Iblis / Syaithōn, sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat berikut:
يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا
“Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaithōn. Sesungguhnya syaithōn itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.”
(QS. Maryam/19: 44)
Keberadaan iblis / syaithōn, makhluq yang karakternya gemar bermaksiat pada Allōh سبحانه وتعالى tersebut; sebenarnya adalah justru untuk menguji keteguhan iman kaum Muslimin. Apakah kaum Muslimin tetap teguh dalam imannya ataukah justru terpedaya oleh bujuk rayu syaithōn?!
3) JALAN HIDUP BANI ISRÕ’IL
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نَصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَىٰ بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ ۚ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allōh. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allōh dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 61)
Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat yang lain sebagai berikut:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا ۖ قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۚ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengar tetapi tidak mentaati“. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurot).”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 93)
Dan Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allōh dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allōh dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allōh dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 112)
Kemudian di ayat lainnya juga berfirman:
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Isrō’ĩl dengan lisan Daud dan ‘Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”
(QS. Al-Mã’idah/5: 78)
Jalan hidup Bani Isro’il yang diberitakan Allōh سبحانه وتعالى di ayat-ayat diatas, hendaknya menjadi pelajaran bagi kita kaum Muslimin, agar janganlah berlaku durhaka dengan meninggalkan ketaatan pada Allōh dan Rosũl-Nya; yang sebagaimana di QS. Al-Bãqoroh/2: 93 kaum Bani Isro’il bahkan berkata:“Kami mendengar tetapi tidak mentaati“. Lalu apa bedanya sikap kaum Bani Isro’il tersebut dengan sikap sebagian kalangan dari suatu kaum yang mengaku dirinya sebagai Muslim, akan tetapi manakala dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an, disampaikan Hadits-Hadits Shohĩh dari Rosũlulloh صلى الله عليه وسلم, disodorkan Syari’at Allōh terhadap diri mereka, namun mereka sikapnya persis seperti sikap kaum Bani Isro’il yang diabadikan dalam ayat diatas: “Kami mendengar tetapi kami tidak mau mentaati“?!
Kemudian di QS. Āli ‘Imrōn/3: 112, kaum Bani Isro’il itu Allōh سبحانه وتعالى gambarkan sebagai kaum yang bahkan melakukan Maksiat terbesar berupa kafir kepada ayat-ayat Allōh dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar; maka perlu direnungkan bahwa “membunuh para Nabi utusan Allōh” itu tidak hanya berupa membunuh nyawa utusan Alloh, tetapi bisa pula bermakna: “membunuh karakter para da’i penyeru Syari’at Allōh dengan memberi cap-cap tuduhan buruk seperti: teroris / radikalis / fundamentalis dengan tujuan menjauhkan manusia dari Syari’at Allōh yang diserukan da’i tersebut” atau bisa pula bermakna “membunuh keberadaan para da’i penyeru Syari’at Allōh ditengah-tengah manusia dengan cara memenjarakan para da’i tersebut sehingga manusia terjauhkan dari Syari’at Allōh yang diserukan da’i tersebut”. Ini semua bisa terkategorikan masuk kedalam kata “membunuh utusan Allōh” dalam makna yang lebih luas.
4) KAUM NABI NUH
Nabi Nuh ‘alaihissalam adalah Nabi utusan Allōh سبحانه وتعالى yang panjang masa hidupnya (sekitar 950 tahun) dan dari sekian lama kesabarannya menyerukan dakwah Tauhid terhadap kaumnya, maka dalam ayat berikut Allōh سبحانه وتعالى mengisahkan bahwa kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam (termasuk istri dan anak Nabi Nuh ‘alaihissalam) ditenggelamkan Allōh karena mereka telah durhaka terhadap seruan Nabi Nuh; bahkan pada akhirnya yang selamat hanyalah tersisa 1 buah perahu saja yang terdiri dari orang-orang yang beriman pada dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam:
قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.”
(QS. Nũh/71: 21)
Tokoh durhaka yakni kaum Nabi Nuh ini justru janganlah kita contoh perilaku mereka, namun kisah ini hendaknya dijadikan sebagai pelajaran bahwa: hendaknya kita ummat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pun tidak sepatutnya berlaku ibarat orang yang durhaka manakala disodorkan Syari’at Islam,karena itulah Syari’at paripurna yang diridhoi Allōh yang telah disampaikan oleh “Nabi Penutup dari rangkaian para Nabi utusan Allōh”, yakni Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
5) KAUM ‘ĀD
Tokoh durhaka lainnya adalah kaum ‘Ād, sebagaimana firman Allōh سبحانه وتعالى dalam ayat berikut:
وَتِلْكَ عَادٌ ۖ جَحَدُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَعَصَوْا رُسُلَهُ وَاتَّبَعُوا أَمْرَ كُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ
“Dan itulah (kisah) kaum ‘Ād yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rosũl-rosũl Allōh dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran).”
(QS. Hũd/11: 59)
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat diatas (QS. Hũd/11: 59) adalah bahwa kaum ‘Ād dinyatakan Allōh سبحانه وتعالى sebagai contoh kaum yang durhaka karena mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allōh, mendurhakai rosũl-rosũl Allōh, juga menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang kebenaran.
Betapa dalam kisah kaum ‘Ād tersebut justru mengingatkan kita kaum Muslimin bahwa bahkan di zaman sekarang sekalipun, apabila ada para penguasa yang bersikap sewenang-wenang dan membuat peraturan-peraturan yang bertentangan dengan Kebenaran dari Allōh سبحانه وتعالى, bertentangan dengan Syari’at Allōh dan Rosũl-Nya; maka justru kaum itu terancam menjadi kaum yang durhaka apabila kaum itu dengan sukarela selalu menuruti seluruh perintah para penguasa merekaserta mengabaikan Kebenaran dari Allōh, mengabaikan Syari’at Allōh tanpa mau beramar ma’ruf dan bernahi munkar. Karena ketaatan pada Allōh dan Rosũl-Nyaصلى الله عليه وسلم adalah absolut, sementara ketaatan pada para penguasa itu tidaklah mutlak; namun para penguasa yang ditaati adalah para penguasa dari kalangan orang-orang beriman yang menjunjung Syari’at Allōh serta menjadikannya sebagai landasan panduan dalam memimpin rakyatnya.
Dengan demikian, apabila di suatu negeri justru hal-hal yang bertentangan dengan Syari’at Allōh lah yang dilaksanakan dan berkembang luas di masyarakat, maka hendaknya rakyat pun turut berpartisipasi dalam melakukan kontrol berupa dakwah menuju perbaikan ummat, memberikan nasehat, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, agar janganlah mereka semua tergolong menjadi kaum yang durhaka disisi Allōh سبحانه وتعالى.
6) KAUM MUSYRIKIN
Tokoh durhaka (‘Āshiyũn) lainnya adalah kaum Musryikin, sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Kemudian jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab (berbebas diri) terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Asy-Syu’arō/26: 216)
Seharusnya kaum Muslimin itu menjadikan tali agama Allōh sebagai ikatan yang kokoh bagi mereka untuk berpegang teguh bersama, dan berikutnya membangun Ukhuwwah Islamiyyah diantara sesama Muslim. Mengutamakan Tauhid sebagai landasan mereka berpijak dan membuat keputusan untuk mengatasi aneka problematika kehidupan. Karena bagaimanapun, bukankah mereka memiliki Tuhan yang sama yakni Allōh سبحانه وتعالى, memiliki Nabi dan Rosũl yang sama yang harus dijadikan Panutan/Tauladan yakni Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, berkiblat pada Ka’bah yang sama, dan memiliki panduan yang sama berupa Kitabullōh (Al-Qur’an) dan Hadits-Hadits Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم yang shohĩhah (As-Sunnah); maka seharusnya mengutamakan Ukhuwwah Islamiyyah itu adalah esensial/sangat penting; jangan mudah diadu domba diantara sesama Muslim.
Dan bukan justru bersikap sebaliknya. Tak jarang di zaman sekarang, bahkan ada sebagian kalangan yang “mengaku diri mereka sebagai Muslim”; namun justru “membangun loyalitas terhadap kaum Musyrikin”, sembari kurang memiliki komitmen ber-Ukhuwwah Islamiyyah yang baik terhadap sesama saudara Muslim. Mengapa perkara ini dapat menjadi terbolak-balik? Hal tersebut adalah akibat kurang memahami konsekuensi Tauhid dan juga akibat keliru dalam menempatkan sikap Wala’ dan Baro’.
Padahal dalam QS. Asy-Syu’aro/26: 216 diatas, telah terdapat panduan yang sangat jelas bahwa Allōh سبحانه وتعالى memerintahkan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk memiliki sikap tegas, menyatakan berbebas diri (baro’) terhadap apa yang kaum Musyrikin kerjakan dari perkara-perkara mereka yang menyelisihi perintah Allōh dan Rosũl-Nya; maka sungguh merupakan suatu fitnah / musibah manakala ada yang “mengaku Muslim, namun sikap hidupnya justru mengidolakan tokoh-tokoh Musyrikin, merasa bangga mengimport budaya kaum Musyrikin tanpa sikap selektif”. Allōhul Musta’ãn.
7) YAHUDI & MUNĀFIQŪN
Dan tokoh durhaka (‘Āshiyũn) lainnya adalah kaum Yahudi dan Munafiqũn, sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نُهُوا عَنِ النَّجْوَى ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَيَتَنَاجَوْنَ بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ بِمَا نَقُولُ حَسْبُهُمْ جَهَنَّمُ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمَصِيرُ (8) يَا أَيُّهَا الَّذِينَءَامَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلا تَتَنَاجَوْا بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (9)
(8) “Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rosũl. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allōh untukmu. Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: “Mengapa Allōh tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (9) Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada Rosũl. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allōh yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”
(QS. Al-Mujãdilah/58: 8-9)
Tokoh Āshiyũn dari kalangan kaum Yahudi telah dibahas diatas di poin no: 3 (“Jalan hidup Bani Isro’il”); adapun berikutnya adalah tokoh Āshiyũn kalangan kaum Munafiqũn maka “penampilannya bisa jadi bagaikan muslim yang shōlih, akan tetapi ia berpenyakit hati karena kecondongan hatinya adalah kepada kekufuran, dan keberpihakannya adalah justru kepada orang-orang yang memusuhi Islam, memusuhi Allōh dan Rosũl-Nya. Kaum Munafiqũn ini justru ia akan berdiri membela orang-orang kafir / musyrikin itu, menjadi “bumper / tameng” bagi orang-orang kafir / musyrikin itu, sembari pada saat yang sama ia berburuk sangka pada kaum Muslimin, berburuk sangka pada Syari’at Allōh. Dianggapnya “seakan-akan Syari’at Allōh itu kuno, tidak mengikuti zaman modern”; sehingga ia lontarkan perkataan-perkataan yang buruk terhadap Syari’at Allōh, lalu berikutnya ia menganggap dirinya boleh mengganti-ganti sesuka hatinya Syari’at tersebut.
Maka dalam QS. Al-Mujãdilah/58: 8-9 diatas, Allōh سبحانه وتعالى memperingatkan akan adanya kalangan kaum Munafiqun yang “mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rosũl”; maka hingga zaman sekarang pun kaum Munafiqũn ini tetap ada/eksis. Mereka “mengaku dirinya Muslim” tapi “sikapnya, keberpihakannya justru berseberangan dengan konsekuensi Tauhid (wala’nya justru terhadap orang-orang kafir/musyrikin, baro’nya justru terhadap kaum Muslimin)”.
Kaum Munafiqũn ini akan duduk bersama orang-orang kafir/musyrikin, lalu mengadakan berbagai perundingan/kerjasama dengan orang-orang kafir/musyrikin itu, yang mana hasil perundingan dan kerjasama itu justru untuk melemahkan Islam, melemahkan kaum Muslimin, meruntuhkan Syari’at Allōh, menjadikan daerah / wilayah kaum Muslimin semakin terjajah oleh kolonialisme orang-orang kafir/musyrikin.
Kaum Munafiqũn itu adalah ibarat musuh dalam selimut. Berdiri di barisan Muslim, mengaku Muslim, tapi berjuang justru untuk kejayaan orang-orang kafir/musyrikin sembari berpaling dari kaum Muslimin.
Apabila ditemui karakter-karakter seperti yang diberitakan dalam ayat diatas di tengah-tengah masyarakat, maka waspadailah tokoh-tokoh Āshiyũn dari 2 kelompok ini: dari kalangan kaum Yahudi maupun dari kalangan kaum Munafiqũn.
IV. AKIBAT MAKSIYAT
Berikut ini dijelaskan bahwa minimal ada 7 Akibat dari Maksyiat, yakni sebagai berikut:
1) TURUNNYA BALA
Berbagai musibah/bencana yang dialami manusia, maka itu akibat perbuatan tangan manusia itu sendiri; sehingga bencana/musibah tersebut bisa jadi merupakan adzab Allōh di muka bumi dengan tujuan agar manusia tersebut tersadarkan serta mau bertaubat dan kembali kepada Allōh. Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (31)
(30) “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allōh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (31) Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari adzab Allōh) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allōh.”
(QS. Asy-Syu’arō/26: 30-31)
Sebagai contoh adalah terjadinya penggundulan/penebangan hutan secara serampangan dengan tidak mempertimbangkan pelestarian hutan / lingkungan, yang diakibatkan keserakahan/ ketamakan segelintir orang, maka mengakibatkan suatu daerah menjadi terancam banjir, longsor, dan rusak/punahnya ekosistem tetumbuhan maupun hewan. Maka bukankah musibah itu diakibatkan oleh tangan manusia itu sendiri?
Kemudian contoh lainnya adalah penggunaan teknologi(baik teknologi di bidang medis, di bidang cuaca, di bidang militer, di bidang pertanian/ peternakan, di bidang media sosial atau IT/Artificial Inteligence/AI, dan lain sebagainya) yang apabila tidak dilandaskan diatas Iman dan Taqwa pada Allōh سبحانه وتعالى, maka berakibat justru bukannya membawa kebaikan namun malah dapat berdampak buruk pada manusia itu sendiri. Pada dasarnya, teknologi itu sendiri hanyalah sarana/alat belaka, namun pengguna teknologi itulah yang menentukan; di tangan orang shōlih maka teknologi dapat digunakan untuk membawa kebaikan bagi ummat manusia, sedangkan di tangan tokoh ãshiyũn (pelaku maksiat) maka teknologi justru dapat menyebabkan kerusakan di muka bumi.
Dan di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلا قَلِيلا وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ (58) وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ (59)
(58) “Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada didiami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil. Dan Kami adalah Pewaris(nya). (59) Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang Rosũl yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kedzoliman.”
(QS. Al-Qoshosh/28: 58-59)
Dalam QS. Al-Qoshosh/28: 58-59, terdapat pelajaran bahwa bila ayat-ayat Allōh سبحانه وتعالى telah diserukan oleh para da’i (penerus para Nabi utusan Allōh) disuatu negeri, namun penduduk negeri itu mengabaikan peringatannya, bahkan semakin merebak kedzoliman ditengah-tengah mereka; maka kuatirlah bila Allōh سبحانه وتعالى timpakan bala di negeri tersebut, bahkan bisa pula Allōh binasakan negeri itu. Dan kuatirlah bila para da’i penyeru Syari’at Islam justru ditolak dakwahnya ditengah-tengah masyarakat; karena yang mereka tolak dan mereka buat murka pada dasarnya adalah sang Pemilik Syari’at itu sendiri, yakni: Allōh سبحانه وتعالى.
2) KERUSAKAN DI MUKA BUMI
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allōh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rũm/30: 41)
Pelajaran dari QS. Ar-Rũm/30: 41 diatas adalah bahwa kerusakan di muka bumi (baik di darat maupun di lautan) adalah akibat dari perbuatan tangan manusia dan kalau saja manusia itu mau mengambil ibroh/pelajaran daripadanya, maka niscaya mereka akan kembali ke jalan yang lurus, kembali mentaati perintah Allōh dan Rosũl-Nya; karena yakinlah bahwa pada dasarnya Syari’at Islam itu pastilah Allōh سبحانه وتعالى ciptakan untuk kebaikan serta keseimbangan bagi kehidupan makhluq-Nya. Seorang Muslim itu haruslah terhujam keyakinan di hatinya: “Apa yang Allōh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم perintahkan pastilah baik, dan apa yang Allōh dan Rosũl-Nya larang pastilah ada mudhorot/ bahaya/ keburukan didalamnya”.
3) TERGOLONG ORANG SESAT / MENUJU KESESATAN
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allōh dan Rosũl-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allōh dan Rosũl-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
(QS. Al-Ahzãb/33: 36)
Dan di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ
“Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurot mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah ‘Adam kepada Tuhannya dan sesatlah ia.”
(QS. Thōha/20: 121)
Kemudian juga firman-Nya:
اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (17) فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى (18) وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى (19) فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَى (20) فَكَذَّبَ وَعَصَى (21) ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى (22) فَحَشَرَ فَنَادَى (23) فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (24) فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَى (25) إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى (26)
(17) ““Pergilah kamu kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, (18) dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)“. (19) Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?” (20) Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. (21) Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. (22) Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). (23) Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (24) (Seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi”. (25) Maka Allōh mengadzabnya dengan adzab di akhirat dan adzab di dunia. (26) Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya).”
(QS. An-Nãzi’at/79: 17-26)
Kadar Maksiat itu memang bertingkat-tingkat / tidak satu level, namun khawatirlah bahwa semakin besar kadar Maksiat pada Allōh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم, maka dapat berujung pada kesesatan.
4) MENJERUMUSKAN PELAKU MAKSIAT PADA ADZAB ALLÕH
Pelaku Maksiat terancam berpotensi terkena adzab Allōh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allōh dan Rosũl-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allōh memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya adzab (siksa) yang menghinakan.”
(QS. An-Nisã’/4: 14)
5) TERANCAM MENJADI PENGHUNI JAHANNAM / ANCAMAN ADZAB JAHANNAM
Dan yang lebih mengerikan lagi adalah bahwa Pelaku Maksiat terancam berpotensi menjadi penghuni Neraka Jahannam, sebagaimanaAllōh سبحانه وتعالى berfirman:
إِلَّا بَلَاغًا مِنَ اللَّهِ وَرِسَالَاتِهِ ۚ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
“Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allōh dan risalah-Nya. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allōh dan Rosũl-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.”
(QS. Al-Jinn/72: 23)
Dan di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (15) مَنْ يُصْرَفْ عَنْهُ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمَهُ وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْمُبِينُ (16)
(15) “Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan adzab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku“. (16) Barangsiapa yang dijauhkan adzab dari padanya pada hari itu, maka sungguh Allōh telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata.”
(QS. Al-An’ãm/6: 15-16)
Kemudian juga firman-Nya:
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan adzab (siksaan) hari yang besar (hari Kiamat) jika aku durhaka kepada Tuhanku“.”
(QS. Az-Zumar/39: 13)
Dan masih banyak peringatan yang semisal itu, antara lain juga di dua ayat berikut ini. Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا ائْتِ بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَذَا أَوْ بَدِّلْهُ قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِنْ تِلْقَاءِ نَفْسِي إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (15) قُلْ لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ وَلا أَدْرَاكُمْ بِهِ فَقَدْ لَبِثْتُ فِيكُمْ عُمُرًا مِنْ قَبْلِهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ (16)
(15) “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: “Datangkanlah Al-Qur’an yang lain dari ini atau gantilah dia”. Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada adzab (siksa) hari yang besar (kiamat)“. (16) Katakanlah: “Jikalau Allōh menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allōh tidak (pula) memberitahukannya kepadamu”. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya?”
(QS. Yũnus/10: 15-16)
Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allōh dan Rosũl-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allōh memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya adzab (siksa) yang menghinakan.”
(QS. An-Nisã’/4: 14)
6) BERHAK ATAS KUTUKAN ALLÕH
Bahkan Pelaku Maksiat yang kadar maksiatnya sampai pada tahap kekufuran maka diancam mendapatkan kutukan Allōh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya dalam ayat berikut ini:
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Isro’il dengan lisan Daud dan ‘Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”
(QS. Al-Mã’idah/5: 78)
7) PENYEBAB KEGAGALAN
Tidak sedikit di kalangan sebagian orang yang mengaku Muslim, namun manakala disampaikan padanya Syari’at Islam, atau disampaikan padanya dalil-dalil yang jelas berupa ayat-ayat Allōh سبحانه وتعالى, hadits-hadits Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم yang shohĩhah, serta disampaikan pula padanya bagaimana para Pendahulu Ummat (Shohabat Rosũl, Tãbi’ĩn dan Tãbi’ut Tabi’ĩn) memahami ayat maupun hadits tersebut dengan pemahaman yang benar/lurus; maka bukannya tunduk dan patuh pada Kebenaran yang ditampakkan ayat dan hadits tersebut; ia justru mengedepankan akal pikirannya sendiri, mengedepankan Hawa Nafsunya, mengedepankan sikap fanatik buta dan ta’ashub pada kelompok/ afiliasinya, lalu sibuk berbantah-bantahan diatasnya; maka hal itu lah diantara penyebab kegagalan dan kelemahan ummat Islam di zaman sekarang ini. Padahal Allōh سبحانه وتعالى telah berfirman:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (46) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَاللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (47)
(46) “Dan taatlah kepada Allōh dan Rosũl-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (47) Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allōh. Dan (ilmu) Allōh meliputi apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Al-Anfal/8: 46-47)
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (wafat tahun751 H) di dalam Kitabnya “Ad-Dawa’ wad Dawa’” menjelaskan Akibat dari Maksiat / “Al-‘Ishyãn” adalah sebagai berikut:
قال ابن قيم الجوزية (ت 751هـ)، في الداء والدواء:
وَلِلْمَعَاصِي مِنَ الْآثَارِ الْقَبِيحَةِ الْمَذْمُومَةِ، الْمُضِرَّةِ بِالْقَلْبِ وَالْبَدَنِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ:
- حِرْمَانُ الْعِلْمِ
- حِرْمَانُ الرِّزْقِ،
- وَحْشَةٌ يَجِدُهَا الْعَاصِي فِي قَلْبِهِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ لَا تُوَازِنُهَا وَلَا تُقَارِنُهَا لَذَّةٌ أَصْلًا، وَلَوِ اجْتَمَعَتْ لَهُ لَذَّاتُ الدُّنْيَا بِأَسْرِهَا لَمْ تَفِ بِتِلْكَ الْوَحْشَةِ،
- الْوَحْشَةُ الَّتِي تَحْصُلُ لَهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ
- ظُلْمَةٌ يَجِدُهَا فِي قَلْبِهِ حَقِيقَةً يَحِسُّ بِهَا كَمَا يَحِسُّ بِظُلْمَةِ اللَّيْلِ الْبَهِيمِ إِذَا ادْلَهَمَّ، فَتَصِيرُ ظُلْمَةُ الْمَعْصِيَةِ لِقَلْبِهِ كَالظُّلْمَةِ الْحِسِّيَّةِ لِبَصَرِهِ، فَإِنَّ الطَّاعَةَ نُورٌ، وَالْمَعْصِيَةَ ظُلْمَةٌ،
- أَنَّ الْمَعَاصِيَ تُوهِنُ الْقَلْبَ وَالْبَدَنَ،
- حِرْمَانُ الطَّاعَةِ، فَيَنْقَطِعُ عَلَيْهِ بِالذَّنْبِ طَاعَاتٌ كَثِيرَةٌ،
- أَنَّ الْمَعَاصِيَ تُقَصِّرُ الْعُمُرَ وَتَمْحَقُ بَرَكَتَهُ وَلَا بُدَّ، فَإِنَّ الْبِرَّ كَمَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ، فَالْفُجُورُ يُقَصِّرُ الْعُمُرَ
“Dan Maksiat mempunyai akibat yang tercela serta merugikan bagi hati maupun fisik/tubuh, baik di dunia dan di akhirat: (1) Sulit memahami ilmu (din/agama – pent.); (2) Sulitnya rizqi; (3) “Rasa jauh/kesepian di dalam hati antara dirinya dengan Allōh Tuhannya”, yang dirasakan oleh orang yang bermaksiat itu, yang mana hal tersebut tidak dapat dibandingkan dengan kesenangan apa pun, bahkan jika kesenangan seluruh dunia digabungkan sekalipun; (4) Kesenjangan yang terjadi antara dirinya dan orang lain; (5) “Kegelapan” yang ia temukan di dalam hatinya sebagai suatu kenyataan yang ia rasakan akibat maksiatnya; sebagaimana gelap gulitanya malam, maka kegelapan kemaksiatan itu menjelma menjadi kegelapan pula di dalam hatinya. Dan juga menjadi kegelapan bagi mata hatinya, karena ketaatan adalah cahaya, dan kemaksiatan adalah kegelapan; (6) Maksiat melemahkan serta membuat rapuh baik hati maupun tubuh; (7) Kurangnya ketaatan, akibat begitu banyak ketaatan yang terputus darinya disebabkan oleh maksiat; (8) Maksiat itu berdampak memperpendek umur dan menghilangkan nikmatnya, maka tidak bisa dihindari bahwa sebagaimana keshōlihan itu menambah umur, maka maksiat itu memperpendek umur.”
Gambar #4 – “Akibat Maksiat”
V. PENYEBAB TERPEROSOK PADA MAKSIAT:
Beberapa penyebab seseorang dapat terjerumus pada Maksiat adalah sebagai berikut:
1) KURANG ILMU
Kurangnya ilmu (dĩn/agama) menyebabkan seseorang tidak memahami tujuan hidupnya, ia tidak paham untuk apa dirinya diciptakan Allōh سبحانه وتعالى; sehingga ia berlaku “semaunya sendiri”, tidak memperhatikan mana Halal dan mana Harom, tidak memperhatikan rambu-rambu tuntunan Allōh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nyaصلى الله عليه وسلم, sehingga mudah terjerumus kedalam Maksiat akibat kurang punya rasa takut pada Allōh سبحانه وتعالى bahwa Allōh dapat menghukumnya atas segala maksiat yang dilakukannya. Maka Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat berikut, bahwa hanya ‘Ulama (orang paham ‘ilmu din/agama) lah yang punya rasa takut pada-Nya:
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allōh diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ‘Ulama. Sesungguhnya Allōh Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
(QS. Fathir/35: 28)
2) LEMAH IMAN
Lemah Iman juga dapat menjadi penyebab seseorang terjerumus Maksiat, sebagaimana firman-Nya di ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ (20) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ (21) إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ (22)
(20) “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allōh dan Rosũl-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), (21) dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafiq) vang berkata “Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan.(22) Sesungguhnya binatang (makhluq) yang seburuk-buruknya pada sisi Allōh ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.”
(QS. Al-Anfal/8: 20-22)
3) LALAI
Kelalaian juga dapat menjadi penyebab seseorang terjerumus Maksiat; sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allōh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allōh? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
(QS. Āli ‘Imrōn /3: 135)
4) IBADAH MANDUL
Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat berikut bahwa Sholat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, apabila Sholat itu ditegakkan dengan khusyu’ dan benar. Namun manakala Sholat itu tidak ditegakkan secara khusyu’ dan benar, maka Sholatnya hanyalah ibarat sekedar ritual belaka bagi orang tersebut sehingga kurang dapat membawa dampak positif berupa kemampuan kontrol diri dari perbuatan keji dan munkar, atau dengan kata lain ibarat ibadahnya adalah “mandul”:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allōh (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allōh mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Ankabũt /29: 45)
5) TERTIPU SYAITHÕN
Tertipu oleh syaithōn juga penyebab seseorang dapat terjerumus Maksiat; sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Syaithon menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allōh menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allōh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.”
(QS. Al-Bãqoroh /2: 268)
Gambar #5 – “Penyebab Terperosok Maksiat”
VI. LANGKAH MENGHINDARI MAKSIAT
Beberapa Langkah yang dapat ditempuh agar dapat terhindar dari Maksiat adalah sebagai berikut:
1) MENUMBUHKAN RASA TAKUT PADA ALLÕH
Sangatlah penting untuk menumbuhkan rasa takut pada Allōh سبحانه وتعالى agar seseorang menyadari bahwa Allōh berkuasa untuk menghukumnya sehingga ia pun menjadi memiliki filter/kontrol di dalam dirinya yang mencegahnya untuk terperosok pada Maksiat; sebagaimana firman-Nya:
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ كَانُوا مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوا هُمْ أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَآثَارًا فِي الأرْضِ فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ (21) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانَتْ تَأْتِيهِمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَكَفَرُوا فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ إِنَّهُ قَوِيٌّ شَدِيدُ الْعِقَابِ (22) وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُبِينٍ (23)
(21) “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka Allōh mengadzab mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allōh. (22) Yang demiklan itu adalah karena telah datang kepada mereka rosũl-rosũl mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata lalu mereka kafir; maka Allōh mengadzab mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Keras hukuman-Nya. (23) Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata.”
(QS. Ghofir/40: 21-23)
2) SEGERA KEMBALI PADA ALLÕH
Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut bahwa apabila seseorang terperosok pada Maksiat, maka bersegeralah kembali pada Allōh سبحانه وتعالى dengan bertaubat pada-Nya dan memohon ampunan-Nya serta tidak melanjutkan Maksiatnya:
وَالَّذِينَ إِذا فَعَلُوا فاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135) أُولئِكَ جَزاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خالِدِينَ فِيها وَنِعْمَ أَجْرُ الْعامِلِينَ (136) قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كانَ عاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (137)
(135) “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allōh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allōh? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (136) Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (137) Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allōh; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rosũl-rosũl).”
(QS. Āli ‘Imrōn /3: 135-137)
3) MENYIBUKKAN DIRI DALAM KETAATAN PADA ALLOH
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridho’an) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allōh benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Ankabũt /29: 69)
4) HINDARI TEMAN & LINGKUNGAN YANG TIDAK KONDUSIF
Dari Abu Musa رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إنما مثل الجليس الصالح والجليس السوء، كحامل المسك ونافخ الكير. فحامل المسك، إما أن يحذيك، وإما أن تبتاع منه، وإما أن تجد منه ريحا طيبة. ونافخ الكير، إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد ريحا خبيثة
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti (berteman dengan) pembawa (minyak wangi) kesturi/misk dan (berteman dengan) tukang besi. (Adapun berteman dengan pembawa minyak wangi), jika engkau tidak dihadiahi minyak kesturi olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal mendapatkan bau wanginya. Sedangkan berteman dengan tukang besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, maka minimal engkau akan mendapatkan baunya yang tidak sedap.”
(HR. Al-Bukhōry no: 2101 dan HR. Muslim no: 2628, dari Abu Mũsa رضي الله عنه)
Dalam Hadits diatas, dapat diambil pelajaran bahwa teman dan lingkungan yang tidak kondusif, dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat terjerumus pada Maksiat; oleh karena itu carilah lingkungan teman dari kalangan orang-orang yang shōlih yang dapat selalu saling mengingatkan untuk istiqomah diatas Iman dan Taqwa pada Allōh سبحانه وتعالى.
5) HIDUPKAN AMAR MA’RUF & NAHI MUNKAR
Dari Hudzaifah bin al-Yamãn رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ المُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran atau (– kalau kalian tidak lakukan, maka pasti –) Allōh akan menurunkan siksa kepada kalian, hingga kalian berdoa kepada-Nya, tetapi tidak dikabulkan.”
(HR. At-Turmudzy no: 2169, dari Hudzaifah bin al-Yamãn رضي الله عنه, menurut Nashiruddĩn al-Albãny Hadits ini Hasan)
Meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar dapat menyebabkan seseorang dihukum Allōh سبحانه وتعالى berupa doanya menjadi tidak dikabulkan Allōh. Oleh karenanya, bersemangatlah menjadi agen perubahan perbaikan ummat; jangan hanya mau shōlih sendiri akan tetapi tidak peduli terhadap kemunkaran yang merajalela di masyarakat sekitar. Berusahalah menjadi orang yang shōlih, lalu tularkan kebaikan dan keshōlihan itu kepada keluarga dan masyarakat sekitar, karena bukankah kita menginginkan agar banyak orang yang selamat dunia akherat serta dapat masuk ke Surga-Nya kelak?
6) BERDO’A AGAR BERKEMAMPUAN UNTUK TIDAK MENDEKATI MAKSIAT
Janganlah lupa untuk senantiasa berdoa pada Allōh سبحانه وتعالى agar diberi kemampuan untuk tidak mendekati Maksiat; dan semoga dapat tergolong orang yang diberitakan dalam firman-Nya berikut ini:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ (7) فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (8)
(7) “Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rosũlullōh. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allōh menjadikan kamu “cinta” kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasiqan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, (8) sebagai karunia dan nikmat dari Allōh. Dan Allōh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Al-Hujurōt /49: 7-8)
7) BERBAI’AT UNTUK TIDAK BERMAKSIAT
Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut, mengisahkan tentang janji setia/bai’at yang dilakukan orang-orang shōlih terdahulu agar tidak bermaksiat pada-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَىٰ أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ ۙ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (12) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ قَدْ يَئِسُوا مِنَ الآخِرَةِ كَمَا يَئِسَ الْكُفَّارُ مِنْ أَصْحَابِ الْقُبُورِ (13)
(12) “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allōh, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allōh untuk mereka. Sesungguhnya Allōh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (13) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allōh. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kãfir yang telah berada dalam kubur berputus asa.”
(QS. Al-Mumtahanah /60: 12-13)
Gambar #6 – “Langkah Menghindari Maksiat”
Sekian dulu bahasan pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan Allōh سبحانه وتعالى selalu melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk istiqomah sampai akhir hayat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Sabtu shubuh, 24 Rabi’ul Awwal 1446 H / 28 September 2024 M.
*****o0o*****
Silahkan download PDF: https://archive.org/download/ashiyun-pelaku-maksiat-menurut-al-qur-an-fnle/ASHIYUN%20PELAKU%20MAKSIAT%20MENURUT%20AL-QUR%27AN%20FNLE.pdf







