TEXT: Orang Dzōlim menurut Al-Qur’ãn
(Resume Ceramah BM 12102024 – BM 14122024)
ORANG DZÕLIM (MENURUT AL-QUR’AN)
Oleh: Ustadz Dr. Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allōh سبحانه وتعالى,
Kita masih melanjutkan rangkaian kajian yang berkaitan dengan Bab. Pemadam Iman, dan kali ini kita akan membahas tentang “Bahaya Kedzōliman” serta siapa sajakah “Orang yang Dzōlim menurut Al-Qur’an”; agar kita dapat mewaspadainya serta menghindarinya demi kebaikan kita semua di dunia maupun di Akherat kelak.
“Bahaya Kedzōliman” ini akan kita bahas dalam 7 bagian, yakni: 1) Definisi “Dzulm” (Kedzōliman); 2) Kata “Dzulm” di dalam Al-Qur’an; 3) Muqoddimah Bahaya “Dzulm” (Kedzōliman); 4) Ancaman Allōh Bagi Orang-Orang yang Dzōlim; 5) Apa sajakah Perbuatan Orang-Orang Dzōlim; 6) Kiat Mengatasi Sikap “Dzulm”; 7) Bagaimana Menyikapi Orang-Orang Dzōlim.
I. DEFINISI “DZULM”
“Dzulm” ini berasal dari kata:
Dzolama (ظَلَمَ) – Yadzlimu (يَظْلِمُ) – Dzulman (ظُلْمًا)
Kemudian dalam ilmu Tashrif (ilmu yang mempelajari perubahan struktur kata dalam Bahasa Arab), menjadi:
Dzōlimun (ظَالِمٌ) – Madzlũm (مِظْلُوْمٌ) – Dzulumãt (ظُلُماَت)
“Dzulm” itu adalah “Perbuatan Kedzoliman”; sedangkan “Dzōlim” itu adalah “Pelaku (Orang yang berbuat) Kedzoliman”. Adapun “Orang yang menjadi Obyek (Korban) dari Perbuatan Kedzoliman” itu disebut: “Madzlũm”. Sedangkan “Kegelapan” (dari Kedzoliman) itu biasanya disebut “Dzulmatun”, dan jamaknya adalah: “Dzulumãt” (Kegelapan yang sangat gelap).
Ada banyak arti dari istilah “Dzulm” di dalam Bahasa Arab.
ورد الظلم في القرآن بمعني (1): الجور (2) ,ومجاوزة الحد (3) ,والميل عن القصد (4) ,وضع الشىء فى غير موضعه المختصّ به، إما بنقصان أو بزيادة، وإما بعدول عن وقته أو مكانه ، (5) ويستعمل في الذنب الكبير؛ كالشرك ، (6) والذنب الصغير؛ كصغائر الذنوب
“Dzulm” disebutkan dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’anul Karim, yang artinya antara lain adalah:
- Aniaya / Ketidakadilan (Al-Jaũr), contoh: seseorang yang seharusnya mendapatkan haknya namun ia menjadi tidak mendapatkan haknya, maka itu adalah bentuk aniaya/ketidak-adilan terhadap orang tersebut.
- Melampaui Batas;
- Melenceng dari maksud semula;
- Meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya (dengan melebih-lebihkan / mengurangi; ataupun penyimpangan dari waktu maupun tempatnya), contoh: sesuatu yang tidak ditunaikan sebagaimana mestinya sehingga merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
- Dosa besar;
- Dosa kecil.
Dengan demikian, istilah “Dzulm” ini maknanya sangat luas sekali. Nanti akan kita bahas lebih lanjut, bahwa bahkan “Kufur” pun termasuk dari “Dzulm / Perbuatan Kedzoliman”. Tidak semua Perbuatan Kedzōliman adalah suatu Kekufuran, namun Kekufuran sudah pasti termasuk “Dzulm” (Perbuatan Kedzōliman).
II. KATA “DZULM” DI DALAM AL-QUR’AN
Berikut ini, akan kita jabarkan kata “Dzulm” di dalam Al-Qur’anul Karim.
Dalam al Qur’an, kata “dzulm” dengan berbagai perubahan bentuknya, tidak kurang dari 289 kali
الفعل الماضي (ورد ٦٥ مرة) >>> قال الله تعالى :﴿ وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَٰكِنْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ﴾ هود:١٠١
الفعل المضارع (ورد 4٥ مرة) >>> قال الله تعالى :﴿ وَلَٰكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ ﴾ يونس:٤٤
المصدر (ورد ٢٠ مرة) >>> قال الله تعالى :﴿ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴾ لقمان:١٣
اسم الفاعل (ورد ١٣٥ مرة) >>> قال الله تعالى :﴿ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ ﴾ الأنبياء:٨٧
صيغة المبالغة (وردت ٧ مرات) >>> قال الله تعالى :﴿ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ ﴾ إبراهيم:٣٤
اسم المفعول (ورد مرة واحدة) >>> قال الله تعالى :﴿ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا ﴾ الإسراء:٣٣
أفعل التفضيل (ورد ١٦ مرة) >>> قال الله تعالى :﴿ إِنَّهُمْ كَانُوا هُمْ أَظْلَمَ وَأَطْغَىٰ ﴾ النجم:٥٢
Kata “Dzulm” dan berbagai bentuknya muncul dalam Al-Quran sebanyak 289 kali. Berikut ini adalah penjabarannya:
(1) Al-Fi’il Mãdhĩ / Kata kerja bentuk lampau, sebanyak 65 kali.
Sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut ini:
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَٰكِنْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ…
“Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri…”
(QS. Hũd/11: 101)
(2) Al-Fi’il Mudhōre’ / Kata kerja yang menunjukkan peristiwa di masa sekarang, sedang berlangsung, dan di masa depan, sebanyak 45 kali.
Contohnya adalah firman Allōh سبحانه وتعالى dalam ayat berikut:
… وَلَٰكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“… akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzōlim kepada diri mereka sendiri.”
(QS. Yũnus/10: 44)
(3) Mashdar / Kata kerja tak terperinci waktu, sebanyak 20 kali.
Contohnya adalah firman Allōh سبحانه وتعالى dalam ayat berikut:
…إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“… sesungguhnya mempersekutukan (Allōh) adalah benar-benar kedzōliman yang besar.”
(QS. Luqmãn/31: 13)
(4) Isim fa’il / subjek, sebanyak 135 kali.
Dalam bentuk Isim fa’il adalah paling banyak, contohnya adalah firman Allōh سبحانه وتعالى dalam ayat berikut:
…أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“… Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Anbiyã’/21: 87)
(5) Shĩghot Mubãlaghoh/ kata kerja berulang kali / sering kali, sebanyak 7 kali.
Sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut:
…إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“… Sesungguhnya manusia itu, sangat dzolim dan sangat mengingkari (nikmat Allōh).”
(QS. ‘Ibrohim/14: 34)
(6) Isim Maf’ul / obyek, sebanyak 1 kali.
Contohnya, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
…وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا …
“… Dan barangsiapa dibunuh secara dzōlim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya….”
(QS. Al-Isrō’/17: 33)
(7) Af’al tafdhil / kata sifat bermakna superlatif / komparatif, sebanyak 16 kali; yaitu: “paling dzolim”, “lebih dzolim”, “terdzolim”.
Sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut:
… إِنَّهُمْ كَانُوا هُمْ أَظْلَمَ وَأَطْغَىٰ
“… Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling dzōlim dan paling durhaka,”
(QS. An-Najm/53: 52)
Demikianlah, ada banyak sekali (289 kali) penyebutan kata “Dzulm” dalam berbagai bentuknya, di dalam Al-Qur’an; dan yang terpenting adalah kita mengetahuinya untuk kita hindari dan kita waspadai; agar janganlah termasuk orang-orang yang terkategorikan kedalamnya, yang berpotensi terkena murka Allōh سبحانه وتعالى.
III. MUQODDIMAH BAHAYA “DZULM” / KEDZÕLIMAN
1) ALLÕH HAROMKAN KEDZÕLIMAN
Dalam sebuah Hadits Qudsi dari Abu Dzar al-Ghifary رضي الله عنه, dari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, beliau meriwayatkan dari Allōh سبحانه وتعالى bahwa sesungguhnya Allōh telah berfirman:
“يا عبادي! إني حرمت الظلم على نفسي وجعلته بينكم محرما. فلا تظالموا. يا عبادي! كلكم ضال إلا من هديته. فاستهدوني أهدكم. يا عبادي! كلكم جائع إلا من أطعمته. فاستطعموني أطعمكم. يا عبادي! كلكم عار إلا من كسوته. فاستكسوني أكسكم. يا عبادي! إنكم تخطئون بالليل والنهار، وأنا أغفر الذنوب جميعا. فاستغفروني أغفر لكم. يا عبادي! إنكم لن تبلغوا ضري فتضروني. ولن تبلغوا نفعي فتنفعوني. يا عبادي! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم. كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم. ما زاد ذلك في ملكي شيئا. يا عبادي! لو أن أولكم وآخركم. وإنسكم وجنكم. كانوا على أفجر قلب رجل واحد. ما نقص ذلك من ملكي شيئا. يا عبادي! لو أن أولكم وآخركم. وإنسكم وجنكم. قاموا في صعيد واحد فسألوني. فأعطيت كل إنسان مسألته. ما نقص ذلك مما عندي إلا كما ينقص المخيط إذا أدخل البحر. يا عبادي! إنما هي أعمالكم أحصيها لكم. ثم أوفيكم إياها. فمن وجد خيرا فليحمد الله. ومن وجد غير ذلك فلا يلومن إلا نفسه“
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharomkan kedzoliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kedzoliman itu harom diantara kalian, maka janganlah kalian saling mendzolimi.Wahai hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk, maka hendaklah kalian meminta petunjuk kepada-Ku, pastilah Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kalian semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kalian meminta makan kepada-Ku, pastilah Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kalian semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kalian meminta pakaian kepada-Ku, pastilah Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa pada waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampunan kepada-Ku, pastilah Aku mengampuni kalian. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak akan dapat membinasakan-Ku dan kalian tak akan dapat memberikan manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga. Wahai hamba-Ku, jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya inilah amal perbuatan kalian. Aku catat semuanya untuk kalian, kemudian Kami akan membalasnya. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allōh dan barang siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”
(HR. Muslim, Shohĩh Muslim, (4/1944) no: 2577, dari Abu Dzar al-Ghifary رضي الله عنه)
Dalam Hadits Qudsi diatas, dapatlah diambil pelajaran bahwa: 1) Mustahil ada sedikitpun kedzoliman terkait Allōh سبحانه وتعالى, karena Allōh سبحانه وتعالى sendiri telah berfirman bahwa Allōh سبحانه وتعالى mengharomkan kedzoliman atas diri-Nya; Allōh سبحانه وتعالى itu Maha Suci dari keburukan; Allōh سبحانه وتعالى mustahil memiliki sifat cela/kurang; 2) Allōh سبحانه وتعالى pun tidak menyukai kedzoliman ada pada diri hamba-Nya; 3) Allōh سبحانه وتعالى juga melarang hamba-hamba-Nya saling berbuat dzolim diantara diri mereka; 4) Dzulm itu telah Allōh haromkan, berarti setiap perbuatan kedzoliman adalah dosa; 5) Kalaupun seluruh manusia di muka bumi dari yang terdahulu hingga yang terakhir, semuanya berkumpul untuk berbuat dzolim terhadap Hak Allōh, maka tidak akan mengurangi Kekuasaan Allōh سبحانه وتعالى barang sedikitpun jua; oleh karena itu janganlah berbuat kedzoliman dengan menentang perintah Allōh سبحانه وتعالى / mengingkari Syari’at-Nya / melawan aturan-Nya; karena pada akhirnya itu hanyalah akan merugikan diri manusia itu sendiri.
2) ALLÕH TIDAK LALAI TERHADAP ORANG DZÕLIM
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allōh lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzōlim. Sesungguhnya Allōh memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.”
(QS. ‘Ibrohim/14: 42)
Pelajaran dari ayat diatas adalah bahwa: kalau Allōh سبحانه وتعالى tidak lalai dari kedzoliman makhluq-Nya, berarti Allōh Maha Tahu dikala hamba-Nya berbuat dzolim, Allōh سبحانه وتعالى memiliki catatan atas setiap kedzoliman makhluq-Nya dan Allōh سبحانه وتعالى dapat membalas setiap kedzoliman tersebut.
Dan kalau di zaman kita hidup saat ini, ada begitu banyak kedzoliman merajalela ditengah-tengah masyarakat, baik kedzoliman terhadap Hak Allōh maupun terhadap Hak sesama manusia; maka janganlah dikira Allōh سبحانه وتعالى lalai terhadap perbuatan orang-orang dzōlim itu. Jangan dikira orang-orang yang menentang Syari’at-Nya, atau orang-orang yang menebarkan paham-paham menyimpang (sekulerisme, pluralisme, liberalisme, atheisme, komunisme, materialisme, dan aneka paham menyimpang untuk merusak aqidah ummat Islam serta menjauhkan manusia dari beriman kepada Allōh سبحانه وتعالى), atau orang-orang yang menebarkan Islamophobia, atau orang-orang memfitnah para da’i penyeru penegakan Syari’at Islam itu seakan dibiarkan menikmati kejayaan kekuasaan dan kenikmatan mereka dengan tanpa balasan Hukuman dari Allōh. Allōh سبحانه وتعالى pada hakekatnya hanyalah memberi tangguh waktu kepada mereka, apakah masih mau bertaubat ataukah tidak; kalaulah tidak mau bertaubat maka QS. ‘Ibrohim/14: 42 diatas merupakan ancaman bahwa Hukuman dari Allōh itu pasti akan tiba masanya.
3) DIANTARA GOLONGAN MANUSIA
Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa diantara golongan manusia ada yang berbuat kedzōliman:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allōh. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”
(QS. Fãthir/35: 32)
Adapun pelajaran sangat penting dari ayat diatas adalah bahwa: ketika manusia berbuat dzolim, dia mengira bahwa dia lah yang beruntung sementara orang lain lah yang merugi dan menjadi korbannya; namun QS. Fãthir/35: 32 diatas justru menegaskan keadaan sebaliknya bahwa yang dirugikan dari kedzōliman yang diperbuat seseorang itu adalah dirinya sendiri. Kalau saja manusia itu tahu akan “rumus” ini, maka ia akan sadar bahwa kedzōliman itu tidak lain hanyalah mengundang petaka bagi dirinya sendiri.
4) KEDZÕLIMAN DIANTARA WATAK MANUSIA
Dalam 2 ayat berikut ini, kita harus sadari bahwa kedzōliman itu adalah diantara watak manusia. Allōh سبحانه وتعالى sang Pencipta manusia dan alam sementa ini adalah Maha Suci, bersih dari sifat cela/kurang; justru manusia lah yang diciptakan Allōh سبحانه وتعالى dengan memiliki potensi untuk dapat terjatuh pada kedzōliman (sebagai ujian bagi keimanannya pada Allōh سبحانه وتعالى).
Manusia itu dapat memilih untuk tidak berbuat dzōlim dan dapat pula memilih untuk berbuat dzōlim; sehingga dengan kesadaran ini haruslah menjadi sarana bagi manusia itu untuk terus menerus “muhasabah” / introspeksi diri, apakah ia sudah tergolong hamba yang taat pada Allōh سبحانه وتعالى ataukah belum; dan selanjutnya perlu untuk selalu bertaubat serta memperbaiki diri.
Perhatikanlah firman Allōh سبحانه وتعالى dalam ayat berikut ini:
…إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“… Sesungguhnya manusia itu, sangat dzōlim dan sangat mengingkari / mengkufuri (nikmat Allōh).”
(QS. ‘Ibrohim/14: 34)
Terkadang, kedzōliman itu terjadi karena sikap Kufur pada Allōh (sebagaimana dalam QS. ‘Ibrohim/14: 34 diatas, kedzoliman disebandingkan dengan kekufuran); dan terkadang, kedzōliman itu terjadi akibat kebodohan (sebagaimana dalam QS. Al-Ahzãb/33: 72 dibawah ini, kedzoliman disebandingkan dengan kebodohan).
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzōlim dan amat bodoh.”
(QS. Al-Ahzãb/33: 72)
5) MANUSIA MENDZÕLIMI DIRINYA SENDIRI
Dalam berbagai ayat berikut ini, kembali kita diingatkan bahwa: a) Allōh سبحانه وتعالى tidak menganiaya manusia, akan tetapi manusia itu lah yang berpotensi untuk mendzolimi dirinya sendiri; b) Manusia tidak mampu menganiaya Allōh سبحانه وتعالى dengan kedzōlimannya, akan tetapi kedzōliman yang diperbuatnya itu sebenarnya hanya akan merugikan dirinya sendiri.
Kata “Yadzlimũn (يَظْلِمُونَ)” adalah kata yang berbentuk fi’il mudhore’ dalam Bahasa Arab, artinya: perbuatan (kedzōliman) itu dilakukan baik di masa sekarang maupun di masa mendatang, yang dengan demikian berarti manusia itu sadar bahwa ia selalu (berpotensi) berbuat dzōlim. Apabila manusia menyadari bahwa dirinya berpotensi untuk selalu terjatuh kepada kedzoliman, maka semestinya ikhtiar untuk istighfar maupun bertaubat pun hendaknya rutin ia laksanakan.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut:
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 57)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَٰذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ ۚ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allōh tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 117)
Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا ۚ وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ إِذِ اسْتَسْقَاهُ قَوْمُهُ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ ۚ وَظَلَّلْنَا عَلَيْهِمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْهِمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۚ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah dari padanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): “Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rizqikan kepadamu”. Mereka tidak menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.”
(QS. Al-A’rōf/7: 160)
Berikutnya di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَلِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan Allōh menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.”
(QS. Al-Jãtsiyah/45: 22)
6) ORANG YAHUDI MENDZÕLIMI DIRI MEREKA SENDIRI
Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang keadaan kaum Yahudi yang Allōh hukum mereka, karena mereka adalah kaum yang bergelimang kedzōliman:
وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا مَا قَصَصْنَا عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ ۖ وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haromkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. An-Nahl/16: 118)
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat diatas, adalah bahwa “manusia” (secara umum) itu memang memiliki potensi untuk berbuat dzōlim; namun manakala Allōh sebutkan secara spesifik di dalam Al-Qur’an bahwa kaum Yahudi itu tergolong orang-orang yang dzōlim; maka berarti Allōh سبحانه وتعالى memberi penegasan bahwa kaum Yahudi itulah kaum yang paling dzōlim diantara ummat manusia.
7) ALLÕH TIDAK MENDZÕLIMI APAPUN DAN SIAPAPUN
Juga dalam banyak ayat berikut ini, merupakan pengasan bahwa Allōh سبحانه وتعالى tidak mendzōlimi apapun dan siapapun.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allōh. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 281)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
فَكَيْفَ إِذَا جَمَعْنَاهُمْ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ وَوُفِّيَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di Hari (Kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan).”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 25)
Dan berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada Hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 161)
Kemudian di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shōlih, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
(QS. An-Nisã’/4: 124)
Juga berfirman:
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا
“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shōlih, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.”
(QS. Maryam/19: 60)
Dan berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَٰكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya Allōh tidak berbuat dzōlim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzōlim kepada diri mereka sendiri.”
(QS. Yũnus/10: 44)
Serta berfirman:
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
(QS. Al-An’ãm/6: 160)
Berikutnya di ayat-ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang kaum-kaum yang telah diserukan kalimat Tauhid melalui para Nabi dan Rosũl utusan Allōh, namun manakala mereka menolak seruan Tauhid itu,maka merekalah yang merugi dan menganiaya diri mereka sendiri dengan berbuat Syirik di muka bumi; dan bahkan kelak balasan yang mereka terima di Hari Akherat adalah setimpal dengan pembangkangan mereka:
أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَأَصْحَابِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ ۚ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ ۖ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Ād, Tsamud, kaum Ibrohim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rosũl-rosũl dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allōh tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. At-Taubah/9: 70)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
مِثْلَ دَأْبِ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَالَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ ۚ وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعِبَادِ
“(Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, ‘Ād, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allōh tidak menghendaki berbuat kedzōliman terhadap hamba-hamba-Nya.”
(QS. Ghōfir/40: 31)
Berikutnya, Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَٰكِنْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ۖ فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ لَمَّا جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ ۖ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allōh, di waktu adzab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.”
(QS. Hũd/11: 101)
Dan berfirman:
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ أَمْرُ رَبِّكَ ۚ كَذَٰلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhanmu. Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. Dan Allōh tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. An-Nahl/16: 33)
Serta berfirman:
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allōh sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. Al-Ankabũt/29: 40)
Kemudian dalam beberapa ayat berikut ini, dijelaskan bahwa Allōh سبحانه وتعالى itu Maha Adil, sehingga keadilan yang belum terlaksana dalam kehidupan di dunia, maka akan Allōh سبحانه وتعالى tegakkan dengan sebenar-benarnya keadilan di Hari Akherat kelak; oleh karena itu sudah merupakan jaminan dari Allōh bahwa manusia tidak akan dirugikan barang sedikitpun. Bila manusia berbuat kebaikan, maka ia akan menuai hasilnya; dan bila manusia berbuat keburukan, juga ia akan menuai hasilnya.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَسُولٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ رَسُولُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Tiap-tiap umat mempunyai rosũl; maka apabila telah datang rosũl mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.”
(QS. Yũnus/10: 47)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَلَوْ أَنَّ لِكُلِّ نَفْسٍ ظَلَمَتْ مَا فِي الْأَرْضِ لَافْتَدَتْ بِهِ ۗ وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ ۖ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ ۚ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan kalau setiap diri yang dzōlim (musyrik) itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan adzab itu. Dan telah diberi keputusan diantara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya.”
(QS. Yũnus/10: 54)
Dan berfirman:
وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاءِ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan diantara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.”
(QS. Az-Zumar/39: 69)
Lalu di ayat yang lain, dijelaskan bahwa akan betapa tepatnya timbangan yang menimbang amal kebaikan maupun amal keburukan makhluq-Nya tersebut:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”
(QS. Al-Anbiyã’/21: 47)
Dengan demikian, manusia tidak akan dirugikan barang sedikitpun, kalau ia sampai dihukum oleh Allōh, maka itu pasti akibat kesalahan diri manusia itu sendiri; atau akibat timbangan amal keburukannya yang melebihi timbangan amal kebaikannya.
Masih banyak ayat-ayat lainnya yang menjelaskan bahwa Allōh سبحانه وتعالى tidak mendzolimi apapun dan siapapun, antara lain firman-Nya dalam ayat berikut ini:
يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَنْ نَفْسِهَا وَتُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan).”
(QS. An-Nahl/16: 111)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا ۖ وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allōh mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.”
(QS. Al-Ahqōf/46: 19)
Dan berfirman:
وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنْطِقُ بِالْحَقِّ ۚ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.”
(QS. Al-Mu’minũn/23: 62)
Dan juga firman-Nya:
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا هُمُ الظَّالِمِينَ
“Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. Az-Zukhruf/43: 76)
Kemudian di ayat berikut, merupakan peringatan dari Allōh سبحانه وتعالى bahwa nanti di Hari Akherat kelak setiap ummat akan dikumpulkan bersama pemimpinnya:
يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ ۖ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَٰئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.”
(QS. Al-Isrō’/17: 71)
Oleh karena itu, ayat ini merupakan pelajaran bagi kita kaum Muslimin agar berhati-hati dengan “tipe Pemimpin” macam apa yang diikuti: Apakah Pemimpin yang menyeru untuk menegakkan Syari’at Allōh? Ataukah Pemimpin yang justru menyeru pada Kebathilan / paham-paham yang menjerumuskan pada Pemurtadan, berupa: Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme, Komunisme, Materialisme, Atheisme, atau aneka penyimpangan lainnya ?
Kalau memiliki Pemimpin Muslim yang menyeru rakyatnya untuk menegakkan Syari’at Allōh, maka ikutilah Pemimpin Muslim yang shōlih itu; akan tetapi kalau memiliki Pemimpin yang justru menjerumuskan pada Kebathilan, maka ber-Amar Ma’ruf dan ber-Nahi Munkar lah untuk meluruskan Kebathilannya.
Kemudian di ayat yang lain, merupakan peringatan dari Allōh سبحانه وتعالى agar janganlah manusia itu merasa bahwa dirinya bersih dari dosa; karena Allōh سبحانه وتعالى lah yang lebih Maha Mengetahui keadaan makhluq-Nya; dan Allōh سبحانه وتعالى membersihkan dari dosa siapa saja diantara hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Perhatikanlah firman-Nya berikut ini:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ ۚ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allōh membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.”
(QS. An-Nisã’/4: 49)
Dari ayat diatas, dapatlah diambil pelajaran bahwa janganlah ada diantara manusia yang merasa sombong dan menganggap suci dirinya sendiri, merasa dirinya paling shōlih sehingga merendahkan orang lain; janganlah demikian, karena sesungguhnya Allōh سبحانه وتعالى lebih Maha Mengetahui siapa sajakah dari kalangan hamba-Nya yang shōlih lahir bathin, yang sungguh-sungguh pasrah – tunduk – patuh – ta’at terhadap segala perintah-Nya, yang tidak mendurhakai-Nya dalam keramaian maupun dalam kesendirian. Allōh سبحانه وتعالى lah yang Maha Mengetahui kondisi lahir bathin makhluq-Nya itu, dan Dia memiliki timbangan terhadap catatan amal makhluq-Nya dengan sangat tepat. Adapun kita manusia, hanyalah bisa menilai dari apa yang dzohir / tampak dari perkataan maupun perbuatan orang lain, namun kita tidak tahu apa yang tersembunyi dalam hati paling dalam mereka. Oleh karena itu, QS. An-Nisã’/4: 49 merupakan peringatan Allōh سبحانه وتعالى agar manusia janganlah merasa dirinya yang paling suci, karena Allōh سبحانه وتعالى lah yang sesungguhnya Maha Mengetahui siapa yang benar dalam keimanan pada-Nya, lahir dan bathin.
Berikutnya, adalah merupakan jaminan dari Allōh سبحانه وتعالى, bahwa Allōh tidak berkehendak menganiaya hamba-hamba-Nya barang sedikitpun; Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۗ وَمَا اللَّهُ يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعَالَمِينَ
“Itulah ayat-ayat Allōh. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allōh berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 108)
8) MANUSIA DZÕLIM, BERANGAN DAPAT MEMBAYAR TEBUSAN
Dalam ayat-ayat berikut ini, Allōh سبحانه وتعالى mengingatkan manusia akan tibanya Hari Akherat dimana adzab akan Allōh سبحانه وتعالى berikan kepada siapa saja dari kalangan makhluq-Nya yang tidak mau beriman pada-Nya bahkan sampai titik terakhir nyawa sampai di kerongkongan, tidak mau bertaubat pada-Nya ketika hidup di dunia, padahal telah Allōh berikan peringatan-peringatan yang jelas melalui para Nabi dan Rosũl-Nya, telah Allōh turunkan Kitab-Kitab-Nya untuk memberikan penerangan kepada ummat manusia; namun manakala manusia tidak juga mau beriman pada-Nya; maka kelak di Hari Akherat tidak ada peluang sedikitpun bagi manusia untuk menebus dirinya dari adzab yang pedih, dan tidak ada peluang sedikitpun bagi manusia untuk meminta dikembalikan ke dunia guna menebus dirinya, karena sudah terlambat. Oleh karena itu, mumpung kita manusia masih diberi kesempatan hidup di dunia, hendaklah kita selalu muhasabah / introspeksi diri, selalu memperbaiki iman kita kepada Allōh سبحانه وتعالى dan banyak bertaubat kepada-Nya setiap saat; dan kalau memiliki kesalahan diantara sesama manusia, cepat-cepatlah meminta maaf dan meminta dihalalkan dari kesalahan / kedzoliman yang dilakukan agar tidak memberi dampak qishosh di Hari Akherat kelak. Karena Hukuman dunia masihlah lebih ringan daripada Adzab / Hukuman di Akherat kelak.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَوْ أَنَّ لِكُلِّ نَفْسٍ ظَلَمَتْ مَا فِي الْأَرْضِ لَافْتَدَتْ بِهِ ۗ وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ ۖ وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ ۚ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan kalau setiap diri yang dzōlim itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan adzab itu. Dan telah diberi keputusan diantara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya.”
(QS. Yũnus/10: 54)
QS. Yũnus/10: 54 dimulai dengan peringatan: “…kalau setiap diri yang dzōlim itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka menyembunyikan penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan adzab itu…”; artinya: kalau saja manusia memiliki segala kekayaan, kekuasaan, jabatan di muka bumi sekalipun dan ingin menebusnya dengan semua itu manakala menyaksikan kengerian akan adzab Akherat, maka akan sia-sialah usahanya itu. Hakim dari kalangan manusia semasa di dunia, bisa saja ada diantara mereka yang dapat disogok dengan harta; namun di Akherat kelak, Keadilan Allōh itu lah yang diterapkan. Allōh سبحانه وتعالى itu Maha Adil, tidak bisa disogok barang sedikitpun walaupun dengan seluruh kekayaan di muka bumi yang dimiliki oleh orang dzolim itu. Itulah masanya penyesalan tiada guna, penyesalan yang terlambat.
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَلَنْ يَنْفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ
“(Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di Hari (– Hari Akherat –) itu karena kamu telah menganiaya (dirimu sendiri). Sesungguhnya kamu bersekutu dalam adzab itu.”
(QS. Az-Zukhruf/43: 39)
IV. ANCAMAN BAGI ORANG-ORANG DZÕLIM
Orang-orang dzōlim itu terancam dari segala sisinya. Berikut ini, minimal ada 13 poin yang menjelaskan apa saja ancaman bagi orang-orang yang dzōlim:
1) Allōh tidak mencintai orang dzōlim
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shōlih, maka Allōh akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allōh tidak menyukai orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 57)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ ۚ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allōh membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allōh tidak menyukai orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 140)
Dan berfirman:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allōh. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Asy-Syũro’/42: 40)
3 ayat diatas menjelaskan bahwa: “Allōh tidak menyukai orang-orang yang dzōlim”, maknanya: “Allōh membenci orang-orang yang dzōlim”. Berarti, kalau di dalam hidup ini, manusia punya keinginan untuk mencari “Cinta Allōh”, maka “jangan mendekat pada kedzōliman”, “jangan punya hasrat berbuat dzōlim”; karena mustahil “keinginannya” bertolak belakang dengan “perilaku / perbuatannya”.
“Mencari Cinta Allōh” itu tidak bisa melalui kedzōliman, karena kedzōliman itu sesuatu yang Allōh benci. Hal ini harus disadari betul oleh ummat manusia, khususnya kaum Muslimin. Jangan mengaku mencari Cinta Allōh, namun pada saat bersamaan gemar berbuat kedzōliman. Dan juga harus disadari betul bahwa berbuat dzōlim itu justru malah “menutup pintu” terhadap Cinta Allōh.
2) Penyebab gelap pada Hari Kiamat
Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda:
اتقوا الظلم. فإن الظلم ظلمات يوم القيامة. واتقوا الشح فإن الشح أهلك من كان قبلكم. حملهم على أن سفكوا دماءهم واستحلوا محارمهم
“Jauhilah kedzōliman, karena sungguh kedzōliman itu adalah kegelapan pada Hari Kiamat. Jauhilah juga sifat kikir, karena kikir telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Sifat kikir telah menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan apa yang diharomkan.”
(HR. Muslim, Shohĩh Muslim, 4/1996, no: 2578, dari Jãbir bin ‘Abdillãh رضي الله عنه)
Betapa di Hari Akherat kelak, kita butuh “cahaya penerang”, kita butuh bimbingan agar selamat sampai ke Surga Allōh سبحانه وتعالى; namun kedzōliman justru menyebabkan gelap gulita. Gelap jalannya, sehingga bukannya menuju ke Surga, bahkan bisa terperosok ke Neraka. Kalau saja manusia menyadari peringatan Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم diatas, tentulah akan takut berbuat kedzoliman.
3) Orang dzōlim tidak akan mempunyai penolong
Dalam beberapa ayat berikut, Allōh سبحانه وتعالى menjelaskan bahwa: “kedzōliman” itu justru dapat “menutup pintu pertolongan dari Allōh”; padahal bukankah kita manusia ini adalah makhluq yang lemah yang senantiasa butuh pertolongan Allōh? Bagaimana kalau pintu pertolongan itu justru malah tertutup, bukankah itu merupakan hal yang sangat tidak kita harapkan?
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allōh mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat dzōlim tidak ada seorang penolongpun baginya.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 270)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzōlim seorang penolongpun.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 192)
Dan dalam ayat berikut, Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa di Akherat kelak, Allōh tidak akan menolong orang-orang dzōlim yang berbuat syirik (menyekutukan Allōh) sebagaimana kaum Nashroni yang menuhankan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, padahal Nabi ‘Isa ‘alaihissalam berlepas diri dari kekufuran mereka; dan kedzōliman berupa kesyirikan itu akan menjadikan pintu Surga justru tertutup bagi mereka yang menyekutukan Allōh سبحانه وتعالى (kafir kepada-Nya) dan tidak bertaubat bahkan hingga mati pun dalam kesyirikan itu. Renungkanlah ayat berikut ini:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allōh ialah Al-Masih putra Maryam“, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Isro’il, sembahlah Allōh Tuhanku dan Tuhanmu“. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allōh, maka pasti Allōh mengharomkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzōlim itu seorang penolongpun.”
(QS. Al-Mã’idah/5: 72)
Lalu berfirman di ayat yang lain:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
“Dan mereka menyembah selain Allōh, apa yang Allōh tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang dzōlim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun.”
(QS. Al-Hajj/22: 71)
4) Orang dzōlim berhak atas kutukan Allōh
Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut tentang percakapan antara penghuni Surga dengan penghuni Neraka di Akherat kelak; bahwa penghuni Neraka akan memperoleh adzab yang dijanjikan; dan bahwa kutukan Allōh itu hanyalah menimpa orang-orang yang dzōlim:
وَنَادَىٰ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابَ النَّارِ أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا ۖ قَالُوا نَعَمْ ۚ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): “Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (adzab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?” Mereka (penduduk neraka) menjawab: “Betul”. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: “Kutukan Allōh ditimpakan kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-A’rōf/7: 44)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain, bahwa orang-orang yang berdusta terhadap-Nya itu akan dihadirkan saksi-saksinya kelak di Akherat, dan diberitakan pada mereka bahwa kutukan Allōh akan ditimpakan akibat kedustaan mereka itu:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا ۚ أُولَٰئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allōh? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: “Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka“. Ingatlah, kutukan Allōh (ditimpakan) atas orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Hũd/11: 18)
Kalau di zaman sekarang, bukankah dapat kita saksikan bahwa manusia dengan ringannya mengada-adakan dusta terhadap Allōh? Betapa ringannya manusia menyebarkan paham kekufuran seperti Sekulerisme – Pluralisme – Liberalisme, lalu “mengatasnamakan itu sebagai Islam” / “moderasi agama” / “Islam Nusantara” atau istilah-istilah lainnya yang hanya berbeda nama belaka, namun hakekatnya adalah sama yakni merubah-ubah Syari’at Allōh yang telah Allōh nyatakan sempurna? (Renungkanlah QS. Al-Mã’idah/5: 3 dan QS. Ali ‘Imron/3: 19) Alangkah dustanya manusia terhadap Allōh سبحانه وتعالى, seakan-akan memiliki hak untuk merubah-ubah dĩnul (agama) Islam sesuka Hawa Nafsunya sendiri, seakan-akan Syari’at-Nya boleh diganti dan dirubah-rubah atau diotak-atik dengan semau keinginan Nafsu manusia itu sendiri? Na’ũdzu billãhi min dzãlik.
Dengan demikian, kedzōliman berupa “membuat-buat dusta terhadap Allōh” itu dapat mengundang kutukan Allōh, dan berarti juga justru malah menutup pintu kasih sayang Allōh pada pelaku kedzōliman itu.
5) Orang dzōlim pasti akan merasakan adzab Allōh
Dalam 6 ayat berikut ini, Allōh سبحانه وتعالى menyatakan bahwa orang dzōlim (– yang tidak mau bertaubat –) itu pasti akan merasakan adzab dari-Nya:
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
أَفَمَنْ يَتَّقِي بِوَجْهِهِ سُوءَ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ وَقِيلَ لِلظَّالِمِينَ ذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ
“Maka apakah orang-orang yang menoleh dengan mukanya menghindari adzab yang buruk pada Hari Kiamat (sama dengan orang mukmin yang tidak kena adzab)? Dan dikatakan kepada orang-orang yang dzōlim: “Rasakanlah olehmu balasan apa yang telah kamu kerjakan“.”
(QS. Az-Zumar/39: 24)
Lalu Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat berikut bahwa “Neraka telah Allōh sediakan bagi orang dzōlim”; itu adalah kata dalam Bahasa Arab yang berbentuk “Al-Fi’il Mãdhĩ / Kata kerja bentuk lampau”; artinya: Neraka itu sekarang sudah ada dan sudah Allōh siapkan bagi siapa saja yang berbuat dzōlim:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
“Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang dzōlim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
(QS. Al-Kahfi/18: 29)
Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat yang lain, bahwa adzab disediakan bagi kaum yang mendustakan Rosũl-Rosũl utusan Allōh:
وَقَوْمَ نُوحٍ لَمَّا كَذَّبُوا الرُّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنَّاسِ آيَةً ۖ وَأَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rosũl-rosũl. Kami tenggelamkan mereka dan kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang dzōlim adzab yang pedih.”
(QS. Al-Furqōn/25: 37)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dzōlim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa haq. Mereka itu mendapat adzab yang pedih.”
(QS. Asy-Syũro’/42: 42)
Lalu Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat berikut, tentang ancaman adzab bagi orang yang berbuat dzōlim dengan memakan harta sesama manusia secara bathil:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30)
(29) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allōh adalah Maha Penyayang kepadamu. (30) Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar haq dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allōh.”
(QS. An-Nisã’/4: 29-30)
Oleh karena itu berhati-hatilah dalam berniaga / berjual beli diantara sesama manusia, jauhilah riba dan perkara-perkara Harom lainnya yang Allōh سبحانه وتعالى larang; dan perkara ini hendaknya dibahas lebih lanjut secara terperinci dalam Bab berkaitan perkara mu’amalah hukum / syari’at jual beli antar sesama manusia.
Kemudian di ayat berikut, Allōh سبحانه وتعالى menjelaskan bahwa balasan atas suatu kejahatan itu adalah kejahatan yang serupa; namun barangsiapa memaafkan maka berarti ia telah berbuat baik dan pahala-Nya adalah atas tanggungan Allōh. Renungkanlah ayat berikut ini:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ (40) وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ (41) إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (42)
(40) “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allōh. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dzōlim. (41) Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. (42) Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dzōlim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa haq. Mereka itu mendapat adzab yang pedih.”
(QS. Asy-Syũro’/42: 40-42)
6) Penderitaan sejak saat dicabut nyawa
Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa penderitaan orang dzōlim itu dimulai sejak dicabut nyawanya:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۗ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allōh atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allōh”. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzōlim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu“. Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allōh (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”
(QS. Al-An’ãm/6: 93)
Hendaknya kita senantiasa berlindung kepada Allōh سبحانه وتعالى dari su’ul khotimah (kematian yang buruk); dan banyak-banyaklah kita berdo’a memohon pada Allōh سبحانه وتعالى agar hidup kita diakhiri dengan kematian yang baik (husnul khotimah), dalam keadaan Iman pada-Nya, atau dalam keadaan Ibadah pada-Nya.
7) Orang dzōlim tidak berhak keberuntungan
Dalam 5 ayat berikut ini, Allōh سبحانه وتعالى mengkhobarkan bahwa orang-orang yang dzōlim itu tidak akan beruntung.
Sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allōh, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang dzōlim / aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.”
(QS. Al-An’ãm/6: 21)
Perhatikanlah pada akhir ayat, pernyataan ( إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ ) / “Sesungguhnya orang-orang yang dzōlim / aniaya itu tidak mendapat keberuntungan”; maka kata “yuflihu (يُفْلِحُ)” dalam Bahasa Arab berbentuk “Al-Fi’il Mudhōre’ / Kata kerja yang menunjukkan peristiwa di masa sekarang, sedang berlangsung, dan di masa depan, berarti: sekarang, besok, lusa, di dunia, maupun di Akherat, selama-lamanya pasti tidak akan beruntung.
Kemudian Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat yang lain:
قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَىٰ مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ ۖ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Katakanlah: “Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (diantara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang dzōlim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”
(QS. Al-An’ãm/6: 135)
Dan berfirman:
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini”. Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allōh, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”. Sesungguhnya orang-orang yang dzōlim tiada akan beruntung.”
(QS. Yũsuf/12: 23)
Juga berfirman:
وَقَالَ مُوسَىٰ رَبِّي أَعْلَمُ بِمَنْ جَاءَ بِالْهُدَىٰ مِنْ عِنْدِهِ وَمَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Musa menjawab: “Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang dzōlim “.”
(QS. Al-Qoshosh/28: 37)
Serta berfirman:
وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ ۖ وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا
“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kedzōliman.”
(QS. Thōha/20: 111)
8) Orang dzōlim tertutup baginya pintu hidayah
Pada dasarnya Hidayah itu ada 2 macam, yakni:
a) Hidayah “Dilãlah wal Irsyad” (Hidayah yang Memberikan Bimbingan, Petunjuk dan Penjelasan bagi orang yang mukallaf / orang yang dikenai beban Syari’at) dimana Hidayah jenis ini disampaikan oleh para Nabi dan Rosũl Allōh سبحانه وتعالى, serta setiap da’i yang mengikutinya yang menyeru pada perbaikan ummat berupa petunjuk / bimbingan Syari’at (perhatikan QS. Ar-Ra’d/13: 7 dan QS. Asy-Syuro’/42: 52-53); bahwa ini adalah yang benar dan ini yang salah, ini jalan yang lurus dan ini jalan yang menyimpang, dan seterusnya); kalau Hidayah jenis ini tertutup maka “gelap gulita” lah bagi Manusia tersebut, tidak tahu mana yang Halal dan mana yang Harom, tidak tahu mana yang terpuji dan mana yang tercela, tidak tahu mana yang maslahat bagi dirinya dan mana yang mudhorot baginya, dan seterusnya. Sungguh musibah besar, manakala hal seperti ini tidak dipahami oleh manusia tersebut. Kalau ada orang yang dinasehati, bukannya mau membuka diri untuk menerima nasehat, namun alih-alih dia justru menjadi semakin sombong dan membangkang, maka dikuatirkan Hidayah jenis ini tertutup dari orang tersebut;
b) Hidayah “Taufiq wal Ilham” (Hidayah yang merupakan Hak prerogatif Allōh سبحانه وتعالى untuk memberikannya kepada hati manusia yang Allōh kehendaki untuk diberi-Nya petunjuk, dan pengaruhnya adalah manusia tersebut menjadi mudah menerima petunjuk Allōh serta mengamalkan petunjuk-Nya); dimana contohnya Hidayah jenis ini adalah tidak diberikan kepada paman Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم (yakni: Abu Tholib), sekalipun betapa besar Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم menginginkan pamannya tersebut masuk Islam (Renungkan QS. Al-Qoshosh/28: 56, QS. Al-Bãqoroh/2: 272 dan QS. Yusuf/12: 103).
Dalam 11 ayat berikut ini, Allōh سبحانه وتعالى menjelaskan bahwa orang-orang dzōlim itu tertututp baginya pintu hidayah; kecuali kalau ia mau bertaubat. Kalau ada orang yang sulit diberi nasehat, suka “ngeyel” / berdebat bahkan marah bila diberitahu Kebenaran Islam, sulit dibimbing / diajak pada Syari’at Allōh; maka kuatirlah jangan-jangan ada perbuatan kedzōliman yang pernah dilakukannya yang menghalanginya dari pintu Hidayah.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrohim tentang Tuhannya (Allōh) karena Allōh telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrohim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrohim berkata: “Sesungguhnya Allōh menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 258)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَىٰ إِلَى الْإِسْلَامِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allōh sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzōlim.”
(QS. Ash-Shoff/61: 7)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain tentang suatu kaum yang kafir setelah beriman, atau artinya murtad:
كَيْفَ يَهْدِي اللَّهُ قَوْمًا كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ وَشَهِدُوا أَنَّ الرَّسُولَ حَقٌّ وَجَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Bagaimana Allōh akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rosũl itu (Muhammad) benar-benar rosũl, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allōh tidak menunjuki orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Āli ‘Imrōn/3: 86)
Lalu di ayat berikut ini, adalah peringatan bagi kaum Muslimin agar tidak menjadikan orang-orang Yahudi maupun Nashroni sebagi pemimpin-pemimpin bagi diri mereka; dan Allōh سبحانه وتعالى mengancam bahwa siapa yang berbuat demikian maka ia adalah menjadi termasuk golongan mereka (– golongan kaum Yahudi dan Nashroni – pen.) itu. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Ma’idah/5: 51)
Kemudian di ayat lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمِنَ الْإِبِلِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْبَقَرِ اثْنَيْنِ ۗ قُلْ آلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنْثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ الْأُنْثَيَيْنِ ۖ أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ وَصَّاكُمُ اللَّهُ بِهَٰذَا ۚ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: “Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allōh menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih dzōlim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allōh untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-An’ãm/6: 144)
Dan berfirman:
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Harom kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allōh dan Hari Kemudian serta bejihad di jalan Allōh? Mereka tidak sama di sisi Allōh; dan Allōh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang dzōlim.”
(QS. At-Taubah/9: 19)
Dan juga berfirman:
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allōh dan keridho’an-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allōh tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. At-Taubah/9: 109)
Serta berfirman:
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allōh sedikitpun. Sesungguhnya Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Qoshosh/28: 50)
Berikutnya, Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang keadaan dari orang-orang yang menyombongkan diri manakala diserukan Kebenaran dari Al-Qur’an, maka hal itu dapat menyebabkan pintu Hidayah menjadi tertutup baginya:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كَانَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَكَفَرْتُمْ بِهِ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ مِثْلِهِ فَآمَنَ وَاسْتَكْبَرْتُمْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al-Qur’an itu datang dari sisi Allōh, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Isro’il mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang tersebut dalam) Al-Qur’an lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allōh tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim“.”
(QS. Al-Ahqof/46: 10)
Bahkan dalam ayat berikut, orang-orang yang diberi Kitab Allōh سبحانه وتعالى namun mereka tidak mengamalkannya, maka diibaratkan bagaikan “keledai memanggul kitab-kitab yang tebal” akibat mereka mendustakan ayat-ayat Allōh. Perhatikanlah firman-Nya sebagai berikut:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurot, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allōh itu. Dan Allōh tiada memberi petunjuk kepada kaum yang dzōlim.”
(QS. Al-Jumu’ah/62: 5)
Di zaman kita sekarang, kita kaum Muslimin pun perlu kiranya untuk banyak ber-muhasabah / introspeksi diri, mengapakah Muslim di negeri kita ini “dikatakan mayoritas”, namun manakala diseru untuk menjadikan Syari’at Islam sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, sungguh mengherankan bahwa bahkan di kalangan yang “mengaku Muslim” pun ada yang bersikap enggan untuk melaksanakannya? Jangan-jangan kuatirlah kalau masih menjadi termasuk jenis kaum yang dinyatakan dalam QS. Al-Jumu’ah/62: 5 diatas, yakni bagaikan “keledai yang memanggul Al-Qur’an” akibat dalam prakteknya justru mendustakan ayat-ayat Allōh سبحانه وتعالى karena tidak mau mengamalkannya sebagai pedoman kehidupan sehari-hari. Allōhul musta’ãn.
Kemudian di ayat berikut, terdapat pula contoh dari kaum Nabi Musa ‘alaihissalam yang justru tidak mau mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam untuk men-Tauhid-kan Allōh, namun mereka bahkan tetap saja menyembah berhala, maka Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang kaum yang seperti itu sebagai berikut:
وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَىٰ مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ ۚ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلَا يَهْدِيهِمْ سَبِيلًا ۘ اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ
“Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-A’rōf/7: 148)
9) Kedzōliman menyebabkan manusia merugi
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
“Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.”
(QS. Al-A’rōf/7: 9)
Berarti, “orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allōh”, menurut Allōh سبحانه وتعالى, mereka itu pasti akan merugikan diri mereka sendiri.
Ayat-ayat Allōh سبحانه وتعالى itu sendiri ada 2 macam:
a) Ayat Kauniyyah, berupa: Alam semesta dan makhluq-Nyayang merupakan bukti Kebesaran Allōh sang Penciptanya (Renungkanlah QS. Ali ‘Imrōn/3: 190-191, QS. Fushshilat/41: 37, QS. Ibrōhim/14: 32, dan QS. Ar-Rũm/30: 20). Kedzōliman yang dilakukan dalam hal ini adalah dengan merusak alam semesta, merusak tetumbuhan, merusak hewan-hewan maupun merusak manusia makhluq milik Allōh سبحانه وتعالى;
b) Ayat Syar’iyyah, berupa: Al-Qur’anul Karim (Renungkanlah QS. Thōhã/20: 1-5, QS. Al-Isrō’/17: 9, QS. Al-A’rōf/7: 52, dan QS. Al-Hijr/15: 9). Kedzōliman yang dilakukan dalam hal ini antara lain adalah dengan mengkufurinya, mengingkarinya, malas membacanya, enggan meng-amalkannya, mendustakannya, memeranginya, bahkan merendahkan serta mengolok-oloknya seperti contohnya: orang-orang penganut paham Liberal yang menyimpang yang menganggap bahwa“ayat-ayat Al-Qur’an ada yang tidak relevan / tidak sesuai zaman, sehingga harus dirubah untuk menyesuaikan/mengikuti zaman”, dan aneka bentuk kedzoliman lainnya.
10) Kedzōliman mengundang petaka
Ayat-ayat berikut ini memberikan penjelasan bahwa betapa orang yang berbuat kedzōliman itu akan mengundang petaka, tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga bagi orang lain.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allōh sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
(QS. Al-Ankabũt/29: 40)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا ۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَىٰ إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ
“Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rosũl yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kedzōliman.”
(QS. Al-Qoshosh/28: 59)
Dan berfirman:
وَلَقَدْ أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَمَّا ظَلَمُوا ۙ وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ وَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka berbuat kedzōliman, padahal rosũl-rosũl mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa.”
(QS. Yũnus/10: 13)
Lalu di ayat yang lain, juga berfirman:
وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا
“Dan (penduduk) negeri telah Kami binasakan ketika mereka berbuat dzōlim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.”
(QS. Al-Kahfi/18: 59)
Manusia bersusah payah berupaya membangun peradaban, membangun materi duniawi kehidupan mereka, namun manakala mereka membangun peradaban tersebut dengan tidak berpedoman pada petunjuk Allōh سبحانه وتعالى, melupakan Syari’at-Nya, mengganti Islam agama yang diridhoi-Nya dengan paham materialisme maupun aneka paham kekufuran lainnya, mengganti Tauhid dengan Syirik, mengganti Iman dengan Kufur; maka bukannya menjadi baik, namun justru kedzōliman itulah yang dapat mengundang murka dan petaka hukuman dari Allōh سبحانه وتعالى; yang dalam sekejap dapat meruntuhkan peradaban manusia tersebut.
Allōh سبحانه وتعالى dapat mengutus makhluq-Nya berupa air dalam bentuk banjir dan tsunami, makhluq-Nya berupa angin dalam bentuk tornado, makhluq-Nya berupa batu kerikil dalam bentuk hujan batu, makhluq-Nya berupa petir – guntur – halilintar dalam bentuk angin topan, dan lain sebagainya; yang dalam sekejap dapat meruntuhkan kesombongan manusia serta menghancurkan luluh lantakkan peradaban yang mereka bangga-banggakan. Itu sangat mudah bagi Allōh سبحانه وتعالى. Analisis berdasarkan “kacamata/pandangan Iman” seperti inilah yang tidak dipahami oleh orang-orang yang (berpaham) materialisme.
Orang-orang (berpaham) materialisme hanya memandang tornado, angin topan, hujan batu, tsunami dengan “kacamata/pandangan materialistis” belaka, sehingga argumentasi dan analisa mereka hanyalah sebatas bahwa bencana alam itu terjadi akibat perubahan cuaca, akibat pergeseran lempeng tanah, dan analisa-analisa materialistis seperti demikian belaka; mereka lupa / tidak menyadari bahwa angin, batu, air, petir, guntur, halilintar maka itu semua adalah makhluq Allōh سبحانه وتعالى yang bekerja berdasarkan perintah Allōh Tuhannya. Maka hanya orang-orang berimanlah yang memiliki pandangan (berdasarkan keimanannya), bahwa bencana alam / petaka bisa sangat terkait dengan kedzōliman manusia itu sendiri; oleh karena itu hanya orang-orang berimanlah yang sangat takut untuk berbuat kedzōliman dengan mendurhakai Allōh Pemilik alam semesta ini; sementara orang-orang materialisme hanya memandang dari “kacamata” terjadinya perubahan cuaca, pergeseran lempeng tanah, dll belaka. Itulah BEDA antara orang beriman dan orang (berpaham) materialisme !!
Di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ كَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَأَثَارُوا الْأَرْضَ وَعَمَرُوهَا أَكْثَرَ مِمَّا عَمَرُوهَا وَجَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ ۖ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rosũl-rosũl mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allōh sekali-kali tidak berlaku dzōlim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku dzōlim kepada diri sendiri.”
(QS. Ar-Rũm/30: 9)
Dan berfirman:
وَكَمْ قَصَمْنَا مِنْ قَرْيَةٍ كَانَتْ ظَالِمَةً وَأَنْشَأْنَا بَعْدَهَا قَوْمًا آخَرِينَ
“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang dzōlim yang teIah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya).”
(QS. Al-Anbiyã’/21: 11)
Lalu, Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat berikut ini bahwa bahkan Raja/Pemimpin yang angkuh, sombong serta durhaka seperti Fir’aun dengan mudah dapat Allōh tenggelamkan ke dasar lautan; dan ayat ini sekaligus merupakan peringatan bahwa diatas para Raja/Pemimpin yang menggunakan kekuasaan mereka dengan kedzōliman di seluruh jagad raya ini, masih ada Sang Maha Raja (Allōh سبحانه وتعالى) Yang Memiliki Alam Semesta ini dan dengan Kekuasaan-Nya akan Allōh سبحانه وتعالى tundukkan para Raja/Pemimpin dzōlim itu pada masa yang Allōh tentukan keruntuhan bagi keangkuhan mereka:
وَقَالَ مُوسَى رَبِّي أَعْلَمُ بِمَنْ جَاءَ بِالْهُدَى مِنْ عِنْدِهِ وَمَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (37) وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ (38) وَاسْتَكْبَرَ هُوَ وَجُنُودُهُ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ إِلَيْنَا لَا يُرْجَعُونَ (39) فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ (40)
(37) “Musa menjawab: “Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang dzōlim“. (38) Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”. (39) dan berlaku angkuhlah Fir’aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami. (40) Maka Kami hukumlah Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Qoshosh/28: 37-40)
11) Tidak ada permakluman di Hari Akherat
Allōh سبحانه وتعالى memperingatkan bahwa kelak di Hari Akherat adalah sudah terlambat dan sudah tidak diberi lagi kesempatan bagi manusia yang dzōlim untuk bertaubat, serta meminta udzur atas kedzōliman yang dilakukan manakala hidup di dunia:
فَيَوْمَئِذٍ لَا يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ
“Maka pada hari itu (– Hari Akherat – pen.) tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang dzōlim permintaan udzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertaubat lagi.”
(QS. Ar-Rũm/30: 57)
12) Terancam do’a orang terdzōlimi
Beberapa Hadits berikut ini, menjelaskan bahwa orang-orang yang berbuat kedzōliman itu terancam do’a orang-orang yang didzōliminya; dan tidak ada pembatas (tidak ada penghalang) antara do’a orang terdzōlimi dengan Allōh سبحانه وتعالى. Betapa mengerikannya hal ini, kalau saja disadari oleh orang-orang yang dzōlim itu !
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: «قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ: إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَإِنْ هُمْ طَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ طَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْكُمْ صَدَقَةً، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ، فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ طَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ
Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallōhu ‘anhuma berkata: “Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Mu’adz bin Jabal rodhiyallōhu ‘anhu saat mengutusnya ke negeri Yaman, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahlil Kitab; maka jika engkau mendatangi mereka, hendaknya engkau seru mereka agar mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang benar dan berhak untuk diibadahi kecuali Allōh, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allōh”; jika mereka taat kepadamu tentang hal itu maka kabari mereka bahwa Allōh telah mewajibkan atas mereka sholat lima waktu sehari semalam; dan jika mereka telah taat padamu tentang itu maka kabari mereka bahwa Allōh telah mewajibkan atas mereka shodaqoh yang diambil dari orang kaya mereka dan disalurkan kepada orang-orang faqir dari mereka; dan jika mereka taati engkau tentang itu maka berhati-hatilah engkau dengan harta-harta berharga mereka; dan waspadalah dari doa orang yang terdzolimi, sebab tidak ada perantara antara dia dengan Allōh (– doa orang terdzolimi itu mustajab – pen.).”
(HR. Al-Bukhōry, Shohĩh Al-Bukhōry, (2/119) no: 1458, dan Shohĩh Al-Bukhōry, (5/162) no: 4347; dan HR. Muslim, Shohĩh Muslim, (1/51) no: 19)
Kemudian di Hadits yang lain, diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dari bapaknya: “Bahwa ‘Umar bin al-Khoththōb رضي الله عنه mengangkat seorang budak miliknya yang bernama Hunain sebagai penjaga wilayah Hima. ‘Umar رضي الله عنه berkata:
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ ، عَنْ أَبِيهِ : أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه اسْتَعْمَلَ مَوْلًى لَهُ يُدْعَى هُنَيًّا عَلَى الْحِمَى، فَقَالَ: يَا هُنَيُّ اضْمُمْ جَنَاحَكَ عَنِ الْمُسْلِمِينَ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ، وَأَدْخِلْ رَبَّ الصُّرَيْمَةِ، وَرَبَّ الْغُنَيْمَةِ، وَإِيَّايَ وَنَعَمَ ابْنِ عَوْفٍ وَنَعَمَ ابْنِ عَفَّانَ، فَإِنَّهُمَا إِنْ تَهْلِكْ مَاشِيَتُهُمَا يَرْجِعَا إِلَى نَخْلٍ وَزَرْعٍ، وَإِنَّ رَبَّ الصُّرَيْمَةِ وَرَبَّ الْغُنَيْمَةِ: إِنْ تَهْلِكْ مَاشِيَتُهُمَا، يَأْتِنِي بِبَنِيهِ فَيَقُولُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ؟ أَفَتَارِكُهُمْ أَنَا لَا أَبَا لَكَ، فَالْمَاءُ وَالْكَلَأُ أَيْسَرُ عَلَيَّ مِنَ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَايْمُ اللهِ إِنَّهُمْ لَيَرَوْنَ أَنِّي قَدْ ظَلَمْتُهُمْ، إِنَّهَا لَبِلَادُهُمْ فَقَاتَلُوا عَلَيْهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَأَسْلَمُوا عَلَيْهَا فِي الْإِسْلَامِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْلَا الْمَالُ الَّذِي أَحْمِلُ عَلَيْهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، مَا حَمَيْتُ عَلَيْهِمْ مِنْ بِلَادِهِمْ شِبْرًا
“Wahai Hunain, lindungilah rakyat Muslim dari segala hal yang membahayakan mereka, dan takutlah akan doa orang yang terdzolimi, karena doa orang yang terdzolimi itu mustajab (dikabulkan Allōh). Masukkanlah juga orang yang memiliki ternak kecil dan kambing kecil, dan hindarilah ternak-ternak milik Ibnu ‘Auf dan Ibnu ‘Affan, karena jika ternak-ternak mereka musnah, mereka masih bisa kembali ke pohon kurma dan ladang mereka. Sementara, orang yang memiliki ternak kecil dan kambing kecil, jika ternak mereka musnah, maka mereka akan datang kepadaku bersama anak-anak mereka, dan akan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau akan membiarkan mereka?” Tidak, demi Allōh, air dan rumput lebih mudah bagiku daripada emas dan perak, dan demi Allōh, mereka akan melihat bahwa aku telah mendzōlimi mereka. Itu adalah tanah mereka, mereka berperang untuk mempertahankannya di masa jahiliyyah, lalu mereka masuk Islam karenanya. Demi Yang Jiwaku berada di Tangan-Nya, jika bukan karena harta mereka itu yang aku gunakan untuk berjihad di jalan Allōh, maka aku tidak melindungi (mereka) satu jengkalpun dari tanah mereka.”
(HR. Bukhōry, Shohĩh Al-Bukhōry, 4/71, no: 3059)
13) Terancam bangkrut di Hari Akherat
Orang yang dzōlim pun terancam “bangkrut” di Hari Akherat; “bangkrut” seperti apakah yang dimaksud ? Mari simak Hadits berikut ini.
Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم pernah bertanya:
أَتَدْرُونَ ما المُفْلِسُ؟ قالوا: المُفْلِسُ فِينا مَن لا دِرْهَمَ له ولا مَتاعَ، فقالَ: إنَّ المُفْلِسَ مِن أُمَّتي يَأْتي يَومَ القِيامَةِ بصَلاةٍ، وصِيامٍ، وزَكاةٍ، ويَأْتي قدْ شَتَمَ هذا، وقَذَفَ هذا، وأَكَلَ مالَ هذا، وسَفَكَ دَمَ هذا، وضَرَبَ هذا، فيُعْطَى هذا مِن حَسَناتِهِ، وهذا مِن حَسَناتِهِ، فإنْ فَنِيَتْ حَسَناتُهُ قَبْلَ أنْ يُقْضَى ما عليه أُخِذَ مِن خَطاياهُمْ فَطُرِحَتْ عليه، ثُمَّ طُرِحَ في النَّارِ.
“Tahukah kalian, siapakah yang disebut sebagai “orang yang bangkrut (muflis)”?” Para Shohabat menjawab, “Menurut kami, “orang yang bangkrut” adalah yang tidak memiliki uang atau harta benda.” Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya orang yang benar-benar bangkrut dari kalangan ummatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa pahala sholat, shoum (puasa), dan zakat. Namun, namun pada saat yang sama, mereka juga membawa dosa karena pernah mencela, menuduh tanpa bukti, memakan harta orang lain, menumpahkan darah, dan memukul sesama. Maka kelak, kebaikan-kebaikan yang dimilikinya akan diberikan kepada orang-orang yang pernah ia dzōlimi. Jika seluruh amal kebaikannya telah habis, sedangkan dosa kedzōlimannya belum terbayar, maka dosa-dosa orang yang terdzōlimi itu akan dipindahkan pada dirinya. Sehingga pada akhirnya, dia pun akan dilempar ke dalam neraka.”
(HR. Muslim, no: 2581 dan HR. At-Turmudzy, Sunnan At-Turmudzy, 4/613, no: 2418, di-shohĩhkan oleh Al-Albãny)
Berarti, yang dimaksud “orang yang bangkrut” menurut Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم adalah “orang yang pahala amalnya banyak; namun ia justru dimasukkan kedalam Neraka akibat pahala kebaikannya itu habis “ditransfer” ke orang-orang yang didzōliminya semasa ia hidup di dunia”.
Demikianlah 13 poin yang merupakan “Ancaman bagi orang-orang yang dzōlim”. Berikut ini, ringkasannya dalam bentuk Bagan.
Gambar #1 – “Ancaman Bagi Orang-Orang Dzōlim”
V. PERBUATAN ORANG DZÕLIM
Pada bab ke-5 ini, kita akan membahas apa sajakah sikap maupun perbuatan yang tergolong kedzōliman. Ada 29 poin sebagaimana berikut:
1) Mengganti firman Allōh
Allōh سبحانه وتعالى lah yang memiliki Hak sebagai Pencipta, Penguasa dan Pemelihara alam semesta beserta seluruh isinya ini, untuk menurunkan Aturan-Aturan, Hukum maupun Syari’at sesuai yang dikehendaki-Nya kepada makhluq-Nya. Namun, ada diantara makhluq-Nya itu yang justru berlaku dzōlim dengan semena-mena dan semaunya sendiri mengganti-ganti Wahyu Allōh, mengganti-ganti firman Allōh, memutarbalikkan aturan Allōh yang sudah ditetapkan-Nya; demi kepuasan Hawa Nafsu orang yang dzōlim itu. Sehingga dampaknya, yang Benar dikatakan Bathil, dan yang Bathil menjadi dibenarkan; akibat perbuatan dzōlim mengganti-ganti firman Allōh tersebut.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَظْلِمُونَ
“Maka orang-orang yang dzōlim diantara mereka itu mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak dikatakan kepada mereka, maka Kami timpakan kepada mereka adzab dari langit disebabkan kedzōliman mereka.”
(QS. Al-A’rōf/7: 162)
Renungkanlah, kalau di zaman kita sekarang ini, bukankah orang-orang yang “mengaku Muslim”, akan tetapi sebenarnya mereka itu terpapar syubhat paham kekufuran seperti “Sekulerisme – Pluralisme – Liberalisme”, dan aneka isme lainnya; terancam oleh ayat QS. Al-A’rōf/7: 162 ini ??
Sebagai contoh, Allōh سبحانه وتعالى memberikan aturan agar orang yang mencuri dipotong tangannya (QS. Al-Ma’idah/5: 38); namun dalam realitas kehidupan saat ini, aturan Allōh سبحانه وتعالى itu diganti menjadi “hukum penjara”; padahal terdapat perbedaan jauh diantara kedua hukuman tersebut. Apabila menjalankan Hukum Allōh dalam QS. Al-Ma’idah/5: 38;disamping sebagai Ibadah melaksanakan Syari’at-Nya, juga harus disadari bahwa Hukum Allōh itu sangatlah adil, karena yang dihukum hanyalah sang koruptor / pencurinya saja yang mendapat hukuman atas kedzōlimannya. Berbeda dengan “hukum penjara”. “Hukum penjara” bagi koruptor ini sebenarnya bahkan masih memberi kerugian bagi rakyat – bangsa dan negara, karena rakyat dan bangsa yang tidak bersalah, malah justru menjadi terbebani oleh biaya makan si pencuri / koruptor tersebut selama dipenjara (– yang umumnya biaya makan pencuri/koruptor selama di penjara itu diambil dari dana APBN / Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; berarti membebani orang / rakyat yang tidak bersalah; dan ini pada hakekatnya suatu “kedzōliman”juga, karena “menempatkan sesuatu yang tidak pada tempatnya” – pen.). Belum lagi kalau si pencuri / koruptor tersebut kemudian mendapat “remisi” / pengurangan hukuman, misal korupsi hanya diberi hukuman 10 tahun penjara, lalu mendapat remisi pengurangan hukuman sehingga hanya dihukum 6 tahun penjara saja; tentulah hal seperti ini tidak memberi efek jera pada pencuri / koruptor akibat hukuman yang diberikan adalah yang tidak semestinya.
Bayangkan, merugikan rakyat – bangsa – negara trilyunan, hanya dihukum beberapa tahun penjara, dan selama di penjara diberi makan dari uang rakyat – bangsa – negara yang dikorupsinya; bukankah ini suatu ketidak-adilan ?? Bandingkan dengan Keadilan Hukum Allōh, yang benar-benar hukuman itu hanya dirasakan oleh sang koruptor yang dzōlim itu saja. Maka inilah diantara contoh bentuk mengganti-ganti firman Allōh سبحانه وتعالى.
Belum lagi dalam berbagai bidang lainnya, dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang pendidikan, dan seluruh segmen kehidupan Masyarakat, mengapakah tidak mengacu kepada banyak aturan / Syari’at Allōh سبحانه وتعالى, padahal negeri ini dikatakan penghuninya adalah“mayoritas muslim”??
Islam itu agama yang sempurna, bukan hanya sebatas mengatur perkara ibadah di dalam masjid saja (seperti: tilawah Al-Qur’an, sholat, dzikir, dan semisalnya); bukan cuma itu saja !! Islam itu agama yang lengkap, paripurna yang mengatur seluruh segmen kehidupan manusia; yang ajaran maupun syari’at-Nya telah disampaikan dan dituntunkan oleh Nabi dan Rosũl penutup dari seluruh rangkaian Nabi dan Rosũl utusan Allōh (yakni: Muhammad Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم); sehingga agama Islam beserta panduan syari’at itulah yang diridhoi-Nya bagi seluruh ummat manusia di muka bumi. Yang menjadi “masalah besar” adalah mengapa tidak dipakai aturan Islam itu tatkala berbicara perkara hukum, politik, ekonomi, dan lain sebagainya, yang seharusnya aturan Allōh itu dihadirkan. Yang dituntut dari muslim itu sikap tunduk – patuh – ta’at – pasrah padaAllōh سبحانه وتعالى agar mau menerapkan Islam dalam segala segmen kehidupannya, baik secara pribadi maupun bermasyarakat, secara kaffah.
2) Maksiat pada syari’at Allōh
3 ayat berikut ini menjelaskan tentang bahaya bermaksiat pada syari’at Allōh سبحانه وتعالى; yang dapat menyebabkan menjadi tergolong orang yang dzōlim.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 35)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain:
وَيَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
“(Dan Allōh berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang dzōlim“.”
(QS. Al-A’rōf/7: 19)
Lalu Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A’rōf/7: 23)
Ketika Allōh سبحانه وتعالى memberikan suatu perintah berupa aturan / syari’at (seperti contoh perintah-Nya agar: janganlah mempersekutukan Allōh / berbuat kesyirikan, jangan memakan riba, jangan memakan harta anak yatim, jangan memakan makanan yang Harom, jangan berzina, jangan membunuh secara tidak benar, jangan bersumpah palsu, jangan durhaka pada kedua orangtua, dan lain sebagainya); maka bermaksiat dengan melanggar aturan / perintah / syari’at Allōh itu dapat menyebabkan terjatuh pada kedzoliman.
3) Syirik
Setiap Syirik adalah kedzōliman, namun tidak setiap kedzōliman adalah kesyirikan; jadi Syirik adalah bagian dari kedzōliman.
Syirik itu adalah menjadikan ada sesuatu selain Allōh sebagai sekutu Allōh atau disetarakan seperti Allōh, contoh dalam perkara Ibadah, seseorang seharusnya hanya beribadah pada Allōh سبحانه وتعالى saja; namun manakala ia selain beribadah pada Allōh namun ia juga beribadah pada selain Allōh, maka itu pada hakekatnya berbuat kesyirikan. Sebagai contoh: ada orang yang “mengaku dirinya Muslim”, ia sholat tapi pada saat bersamaan ia juga percaya pada dukun, atau ia memberi sesajen pada Nyi Roro Kidul yang diyakininya sebagai penjaga lautan; maka pada hakekatnya sholat orang itu tidak berarti karena pada dirinya masih ada kesyirikan; ia belum memahami dan belum meyakini Hakekat kalimat Syahadat yang konsekwensi dari kalimat Syahadat itu adalah men-Tauhid-kan Allōh سبحانه وتعالى.
Syirik adalah merupakan kedzōliman yang paling besar; dan dalam ayat-ayat berikut, Allōh سبحانه وتعالى melarang hamba-Nya untuk mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allōh, sesungguhnya mempersekutukan (Allōh) adalah benar-benar kedzōliman yang besar“.”
(QS. Luqmãn/31: 13)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat berikut, mengisahkan keadaan kaum Nabi Musa ‘alaihissalam yang menjadikan anak lembu sebagai sesembahan:
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allōh akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 54)
Dan di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَٰكِنْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ۖ فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ لَمَّا جَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ ۖ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allōh, di waktu adzab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.”
(QS. Hũd/11: 101)
Lalu Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ
“Dan mereka menyembah selain Allōh, apa yang Allōh tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang dzōlim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun.”
(QS. Al-Hajj/22: 71)
4) Kufur
Seharusnya seorang hamba itu menempatkan Iman di dalam Hatinya pada Allōh سبحانه وتعالى, namun manakala tidak memilih Iman tetapi justru yang dipilihnya adalah kufur pada Allōh, maka ia dapat menjadi tergolong orang yang dzōlim, sebagaimana firman-Nya dalam ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allōh) sebagian dari rizqi yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dzōlim”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 254)
Setiap Kekufuran adalah kedzōliman, namun tidak setiap kedzōliman adalah kekekufuran; jadi Kekufuran adalah bagian dari kedzōliman.
Lalu di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman menegaskan bahwa orang-orang dzōlim itu lah yang menghendaki / memilih kekufuran:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ قَادِرٌ عَلَىٰ أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ وَجَعَلَ لَهُمْ أَجَلًا لَا رَيْبَ فِيهِ فَأَبَى الظَّالِمُونَ إِلَّا كُفُورًا
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allōh yang menciptakan langit dan bumi adalah kuasa (pula) menciptakan yang serupa dengan mereka, dan telah menetapkan waktu yang tertentu bagi mereka yang tidak ada keraguan padanya? Maka orang-orang dzōlim itu tidak menghendaki kecuali kekafiran.”
(QS. Al-Isrō’/17: 99)
5) Sesat dari Jalan yang Lurus
Sepanjang masa, seluruh Nabi dan Rosũl utusan Allōh سبحانه وتعالى selalu menyerukan Tauhid; karena men-Tauhidkan Allōh, beribadah hanya pada Allōh maka itulah jalan yang Lurus yang diridhoi-Nya. Sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (36) فَاخْتَلَفَ الْأَحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ ۖ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيمٍ (37) أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا ۖ لَٰكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (38)
(36) “Sesungguhnya Allōh adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka ibadahilah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus. (37) Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar (– Hari Akherat – pen.). (38) Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang dzōlim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata.”
(QS. Maryam/19: 36-38)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ۖ وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ ۚ وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيمٍ (10) هَٰذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ ۚ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ(11)
(10) “Dia (Allōh) menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (11) Inilah ciptaan Allōh, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allōh. Sebenarnya orang-orang yang dzōlim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.”
(QS. Luqmãn/31: 10-11)
Dengan demikian, orang-orang yang tidak men-Tauhidkan Allōh, pada hakekatnya berada dalam kesesatan yang nyata. Di zaman sekarang, banyak orang maunya “menjalani kehidupan seenak Hawa Nafsu dirinya sendiri” sembari pada saat yang sama ia “tidak suka” mendengar kata “sesat”, padahal bukankah Allōh سبحانه وتعالى sudah menentukan siapakah yang dikategorikan “sesat menurut Allōh” itu.
6) Tidak bertaubat
Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa orang-orang yang tidak bertaubat itu tergolong dzōlim:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Hujurōt/49: 11)
Oleh karena itu, setiap kali berbuat dosa / salah, bersegeralah bertaubat pada Allōh سبحانه وتعالى; dan tidak hanya dosa yang terkait Hak Allōh سبحانه وتعالى namun juga dosa yang berkaitan dengan mu’amalah terhadap sesama manusia (sebagaimana contohnya dalam QS. Al-Hujurōt/49: 11 diatas) yakni: merendahkan / menghina orang lain, mencela serta memberi gelaran-gelaran buruk pada orang lain yang itu semua tergolong kedzōliman.
7) Tidak berhukum dengan Hukum Allōh & Melampaui Batasan Hukum Allōh
Menetapkan Hukum / Syari’at itu hanyalah Hak Allōh سبحانه وتعالى (QS. Al-An’ãm/6: 57); manakala manusia tidak ber-Hukum dengan Hukum Allōh سبحانه وتعالى maka ia juga tergolong orang yang dzōlim. Perhatikanlah ayat berikut ini, bahwa Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
…وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“… Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allōh, maka mereka itulah orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Mã’idah/5: 45)
Kalau seseorang “mengaku dirinya Muslim”, namun ia tidak berhukum dengan Hukum Allōh karena misalnya tidak tahu, maka ia harus belajar Islam dengan benar. Kalau ia sudah tahu, namun tidak melaksanakan maka bahkan bisa terancam Kekufuran. Karena tidak berHukum dengan Hukum Allōh سبحانه وتعالى itu bisa pula sampai pada tahapan Kãfir (renungkanlah QS. Al-Ma’idah/5: 44), apabila benar-benar menolak / mengingkari Hukum Allōh سبحانه وتعالى. Dan kalau ia berkeyakinan bahwa ada Hukum Buatan Manusia yang setara / sepadan atau lebih baik dibandingkan dengan Hukum Allōh سبحانه وتعالى maka bisa pula terancam dosa syirik akibat menyekutukan (Hak) Allōh سبحانه وتعالى dalam perkara Hukum. Jadi dosanya bertingkat-tingkat; namun pada hakekatnya tetap tergolong orang yang dzōlim.
Bahkan “Hukum selain Hukum Allōh”, Allōh سبحانه وتعالى nyatakan sebagai “Hukum Jahiliyyah” (renungkanlah QS. Al-Ma’idah/5: 50); dan dalam realita kehidupan di zaman ini, “Hukum selain Hukum Allōh” ini bisa diberi nama bermacam-macam, entah dikatakan sebagai “Hukum demokrasi” atau entah dikatakan sebagai “Hukum Romawi” / “Hukum Pidana Belanda” / “Hukum Perdata Perancis (Code Napoleon)” dan lain sebagainya; pada prinsipnya kalau Hukum-Hukum itu tidak berasal dari Allōh سبحانه وتعالى maka itulah “Hukum Jahiliyyah”.
Perhatikanlah juga firman Allōh سبحانه وتعالى berikut ini:
وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ (48) وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ (49) أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ ۚ بَلْ أُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (50)
(48) “Dan apabila mereka dipanggil kepada Allōh dan Rosũl-Nya, agar Rosũl menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. (49) Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rosũl dengan patuh. (50) Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allōh dan rosũl -Nya berlaku dzōlim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang dzōlim.”
(QS. An-Nũr/24: 48-50)
Lalu di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى juga melarang hamba-Nya untuk melanggar batasan Hukum-Hukum-Nya agar tidak tergolong orang yang dzōlim:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allōh. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allōh, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allōh, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allōh mereka itulah orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 229)
Dan juga berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allōh Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allōh dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allōh, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzōlim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allōh mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.”
(QS. Ath-Tholaq/65: 1)
Isi Syari’at Allōh سبحانه وتعالى itu diantaranya adalah Perintahdan Larangan, ada pula batasan-batasan mana yang Halal dan mana yang Harom; oleh karena itu fungsi daripada menuntut Ilmu / mengaji itu adalah juga untuk menjadikan diri kita semakin berhati-hati pada batasan-batasan Hukum Allōh سبحانه وتعالى, agar jangan sampai kita kaum Muslimin terperosok pada kedzōliman akibat melanggar batasan-batasan Hukum-Nya tersebut. Sangat disarankan agar di pengajian-pengajian itu diajarkan Kitab “Syu’ãbul Imãn (Cabang-Cabang Iman)” karya Al-Imam al-Baihaqi rohimahullōh dan Kitab “Al-Kabã’ir (Dosa-Dosa Besar)” karya Al-Imam Adz-Dzahabi rohimahullōh sehingga ummat paham mana Kebenaran yang diperintahkan Allōh; dan perkara-perkara apa yang dilarang Allōh berupa Dosa-Dosa Besar; dan kalau mau sekaligus mengkaji Dosa-Dosa Kecil maka dapat pula mempelajari Kitab “Tanbihul Ghōfilĩn” karya Al-Imam Abu Laits as-Samarqondi rohimahullōh. Berikutnya, selain Perintah dan Larangan Allōh; maka di dalam Al-Qur’an juga terdapat Khobar / berita-berita masa lalu maupun berita-berita masa mendatang yang harus diimani oleh kaum Muslimin, dan tidak boleh didustakan. Oleh karena itu, kaum Muslimin hendaknya senantiasa menuntut Ilmu (dĩn), untuk membebaskan dirinya dari kejahilan / kebodohan terhadap Syari’at Allōh سبحانه وتعالى.
8) Menghalangi manusia dari jalan Allōh
“Menghalangi manusia dari jalan Allōh” ini banyak contohnya, seperti: menghalangi Adzan berkumandang, menghalangi orang-orang pergi ke masjid agar mereka menjadi tidak mengingat Allōh, mencela / mengolok-olok seruan Adzan, atau bahkan merobohkan dan membumi-hanguskan masjid–masjid sebagaimana yang terjadi di Gaza Palestina, dan lain sebagainya. Itu semua termasuk kedzōliman.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا ۚ أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allōh dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allōh), kecuali dengan rasa takut (kepada Allōh). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 114)
9) Membangkang peringatan Allōh / Tidak mau berpedoman pada petunjuk Allōh
Menentang, membangkang peringatan Allōh سبحانه وتعالى atau Tidak mau berpedoman pada petunjuk Allōh سبحانه وتعالى itu adalah merupakan kedzōliman; sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا
“Dan siapakah yang lebih dzōlim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.”
(QS. Al-Kahfi/18: 57)
Di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا ۚ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.”
(QS. As-Sajdah/32: 22)
10) Menjadikan Orang Kafir & Orang yang Cenderung pada Kekufuran sebagai Wali / Pemimpin
Dalam ayat-ayat berikut ini, agar tidak tergolong orang-orang dzōlim maka secara jelas Allōh سبحانه وتعالى melarang orang beriman menjadikan orang Kafir maupun orang yang cenderung pada Kekufuran / orang yang cinta pada Kekufuran sebagai pelindung / pemimpin / penolong, bahkan sekalipun itu dari kalangan bapak ataupun saudaranya, apalagi yang selainnya; hal ini sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
۞ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Mã’idah/5: 51)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali-(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa diantara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang dzōlim.”
(QS. At-Taubah/9: 23)
Kalau keadaan seperti ini masih banyak terjadi di kalangan masyarakat negeri ini yang “katanya mayoritas Muslim”, maka jangan-jangan Al-Qur’an itu tidak dibaca, tidak dihayati, apalagi diamalkan; karena jelas sekali perintah Allōh سبحانه وتعالى dalam QS. Al-Mã’idah/5: 51 dan QS. At-Taubah/9: 23 agar tidak menjadikan orang Kafir maupun orang yang cenderung kepada Kekufuran itu sebagai Wali / Pemimpin / Penolong bagi orang yang beriman. Hal ini sebenarnya berkaitan dengan urusan “Loyalitas”; apakah orang yang beriman itu lebih loyal kepada saudara Muslim / Mukmin-nya ataukah ia malah lebih condong loyal kepada orang Kafir? Dan kalau berbicara berkaitan dengan “Menjadikan orang Kafir / orang yang condong kepada Kekufuran itu sebagai Penolong”, maka “Penolong” itu bisa dalam banyak hal; apakah misalnya dalam urusan bidang Perekonomian / Bisnis, ataukah dalam urusan bidang Kesehatan, ataukah dalam urusan bidang Pertahanan Keamanan / Militer Negeri, ataukah dalam urusan bidang Keagamaan maupun Pendidikan, dan dalam berbagai bidang lainnya; namun mengapakah malah justru mencari “Penolong” dari kalangan orang-orang yang Cinta Kekufuran?
Kalau saja kaum Muslimin paham ayat ini, maka akan teguhlah loyalitasnya pada saudara sesama Muslim / Mukmin, dan akan teguh serta kokoh pulalah pembelaan / loyalitasnya pada Islam dan Syari’at Islam. Kaum Muslimin seharusnya punya keyakinan bahwa mereka akan Berjaya bila ditolong Allōh سبحانه وتعالى dengan menjalankan Syari’at-Nya. Jangan pernah punya keyakinan bahwa “Hidup itu akan berkah ditolong Kekufuran”; jelas tidak mungkin !!!
11) Berzina
Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut bahwa berzina adalah perbuatan kedzōliman dan pelakunya tidak akan beruntung:
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yũsuf tinggal di rumahnya menggoda Yũsuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini”. Yũsuf berkata: “Aku berlindung kepada Allōh, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”. Sesungguhnya orang-orang yang dzōlim tiada akan beruntung.”
(QS. Yũsuf/12: 23)
12) Berdusta atas nama Allōh & Mendustakan Ayat Allōh / Islam / Syari’at Islam
Terdapat PERBEDAAN antara “Berdusta atas nama Allōh” dengan “Mendustakan Ayat Allōh”.
Yang pertama yakni: “Berdusta atas nama Allōh” adalah sikap: Berbohong kepada ummat manusia dengan mengatakan bahwa sesuatu itu berasal dari Wahyu Allōh, padahal sama sekali Allōh tidak pernah menurunkan keterangan yang demikian itu. Ini contohnya seperti sikap kaum Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme yang menyatakan bahwa “Ini adalah ajaran Islam, padahal Allōh dan Rosũl-Nya tidak pernah mengajarkan paham Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme”; atau seperti sikap kaum Yahudi maupun Nashroniyang menyatakan “Allōh mempunyai anak” padahal “Nabi ‘Isa ‘alaihissalam sendiri tidak pernah mengatakan bahwa dirinya Tuhan dan tidak pernah pula mengajarkan kepada kaum Bani Isro’il bahwa Allōh memiliki anak” (Renungkan QS. Maryam/19: 88-91, QS. An-Nisã’/4: 171, QS. At-Taubah/9: 31, dan QS. Al-Mã’idah/5: 116-
117). Maka “Berdusta atas nama Allōh” itu sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam ayat berikut ini:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۗ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allōh atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepadaku“, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allōh“. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzōlim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allōh (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”
(QS. Al-An’ãm/6: 93)
Juga firman-Nya di ayat yang lain:
هَٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
“Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih dzōlim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allōh?”
(QS. Al-Kahfi/18: 15)
Sedangkan, yang kedua yakni “Mendustakan Ayat Allōh”; adalah sikap: Menolak, Mengingkari ketika disampaikan padanya Wahyu Allōh adalah seperti ini di dalam Al-Qur’an, maka ia justru mengatakan bahwa ayat-ayat Allōh itulah yang tidak benar”. Juga termasuk dalam hal ini adalah sikap “Menolak, Mengingkari Syari’at Allōh manakala Syari’at Islam itu disodorkan kepadanya”.
Banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan betapa “Berdusta atas nama Allōh” dan “Mendustakan ayat Allōh” itu termasuk perbuatan kedzōliman yang sangat dimurkai Allōh سبحانه وتعالى:
(a) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ ۗ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allōh, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.”
(QS. Al-An’ãm/6: 21)
(b) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَىٰ إِلَى الْإِسْلَامِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allōh sedang dia diajak kepada Islam? Dan Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzōlim.”
(QS. Ash-Shoff/61: 7)
(c) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمِنَ الْإِبِلِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْبَقَرِ اثْنَيْنِ ۗ قُلْ آلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنْثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ الْأُنْثَيَيْنِ ۖ أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ وَصَّاكُمُ اللَّهُ بِهَٰذَا ۚ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: “Apakah dua yang jantan yang diharomkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allōh menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih dzōlim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allōh untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-An’ãm/6: 144)
(d) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ ۚ أُولَٰئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُوا أَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ قَالُوا ضَلُّوا عَنَّا وَشَهِدُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ
“Maka siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allōh atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: “Dimana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allōh?” Orang-orang musyrik itu menjawab: “Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami,” dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.”
(QS. Al-A’rōf/7: 37)
(e) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْمُجْرِمُونَ
“Maka siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allōh atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa.”
(QS. Yũnus/10: 17)
(f) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا ۚ أُولَٰئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allōh? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: “Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka”. Ingatlah, kutukan Allōh (ditimpakan) atas orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Hũd/11: 18)
(g) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allōh atau mendustakan yang haq tatkala yang haq itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?”
(QS. Al-Ankabũt/29: 68)
(h) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
“Maka siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allōh dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?”
(QS. Az-Zumar/39: 32)
(i) Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
أَوْ تَقُولُوا لَوْ أَنَّا أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْكِتَابُ لَكُنَّا أَهْدَىٰ مِنْهُمْ ۚ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ ۚ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَّبَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَصَدَفَ عَنْهَا ۗ سَنَجْزِي الَّذِينَ يَصْدِفُونَ عَنْ آيَاتِنَا سُوءَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يَصْدِفُونَ
“Atau agar kamu (tidak) mengatakan: “Sesungguhnya jikalau kitab ini diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka”. Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allōh dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksa yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling.”
(QS. Al-An’ãm/6: 157)
Kalau di negeri yang katanya penduduknya “mayoritas Muslim”, namun justru tidak diterapkan Syari’at Islam dalam banyak perkaranya; maka kuatirlah kita kaum Muslimin terkena pasal-pasal ancaman Allōh سبحانه وتعالى sebagaimana pada ayat-ayat diatas.
13) Menyesatkan Manusia dari Jalan yang Lurus
Upaya-upaya untuk “Menyesatkan Manusia dari Jalan yang Lurus” ini banyak sekali, antara lain: Menyesatkan / memalingkan manusia dari Iman kepada Kufur, dari Tauhid kepada Syirik / Atheisme / Politheisme / Isme-isme yang bertentangan dengan Islam, dari Sunnah kepada Bid’ah, dari Haq kepada Bathil, dari Kebajikan yang diperintah Allōh kepada Ma’shiyat yang dilarang Allōh, dari yang Halal kepada yang Harom, dari Ibadah maupun Ingat kepada Allōh (sholat dan berdzikir kepada-Nya) menjadi Lalai, dari mendekatkan manusia pada Syari’at-Nya menjadi menjauhkan manusia dari Syari’at-Nya, dan lain sebagainya; itu semua adalah termasuk kedzōliman yang dilakukandengan tujuan untuk “menyesatkan manusia tanpa ilmu”.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَمِنَ الْإِبِلِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْبَقَرِ اثْنَيْنِ ۗ قُلْ آلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنْثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ الْأُنْثَيَيْنِ ۖ أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ وَصَّاكُمُ اللَّهُ بِهَٰذَا ۚ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: “Apakah dua yang jantan yang diharomkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allōh menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih dzōlim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allōhuntuk menyesatkan manusia tanpa ilmu?” Sesungguhnya Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-An’ãm/6: 144)
Kata “li-yudhillannãs (لِيُضِلَّ النَّاسَ) dalam QS. Al-An’ãm/6: 144 diatas adalah kata kerja aktif, jadi aktif untuk menyesatkan manusia. Bahkan terdapat Hadits bahwa hendaknya kita kaum Muslimin berhati-hati akan banyaknya para da’i di Akhir Zaman ini yang justru menyeru manusia ke pintu api neraka Jahannam berarti maknanya menggiring manusia kepada kesesatan, bukankah hal seperti ini harus sangat diwaspadai? Perhatikanlah Hadits berikut ini:
عن حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ يَقُولُ «كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ متفق عليه
Dari Hudzaifah bin al-Yaman rodhiyallōhu ‘anhu berkata: “Orang-orang bertanya kepada Rosũlullōh shollallōhu ‘alaihi wasallam tentang kebaikan, tetapi aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir aku mengalaminya, maka aku berkata: “Wahai Rosũlullōh, sesungguhnya kami dulu berada dalam masa jahiliyyah dan keburukan, lalu Allōh datangkan kepada kami kebaikan (Islam) ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?”; beliau menjawab: “Ya”; aku berkata lagi: “Apakah setelah keburukan itu, akan kembali kepada kebaikan?”; beliau menjawab: “Ya, tetapi ada asap di dalamnya”; aku berkata lagi: “Apakah yang dimaksud dengan asap itu?”; beliau menjawab: “Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenali mereka dan engkau ingkari mereka”; aku bertanya lagi: “Apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi keburukan?”; beliau bersabda: “Ya, yaitu para (da’i) penyeru ke pintu-pintu Jahannam, barangsiapa yang mengikuti (seruan) mereka itu, maka mereka akan turut mencampakkannya ke dalam jahannam tersebut”; aku bertanya lagi: “Ya Rosũlullōh, berikanlah gambaran tentang mereka kepada kami”; maka beliau menjawab: “Mereka adalah dari bangsa kita, berbahasa dengan bahasa kita”; aku bertanya: “Apakah yang engkau perintahkan padaku, jika aku mengalaminya?”; beliau menjawab: “Hendaknya engkau berpegang teguh dengan jama’ah Muslimin dan pemimpin mereka”; aku bertanya lagi: “Jika tidak ada jama’ah dan atau imamnya?”; beliau menjawab: “Maka menghindarlah dari seluruh kelompok-kelompok itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon (sekalipun), sehingga kamu mati dalam keadaan seperti itu.”
(HR. Al-Bukhōry, Shohĩh Al-Bukhory, (4/199) no: 3606 dan (9/51) no: 7084, dan HR. Muslim, Shohĩh Muslim, (3/1475) no: 1847)
Bukankah yang disabdakan Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits diatas benar-benar terjadi di zaman kita hidup saat ini? Betapa banyak orang yang “mengaku Muslim” lalu mengatakan tentang Sekulerisme – Pluralisme – Liberalisme bahwa “Ini adalah Islam” sembari membelokkan ajaran Islam yang merupakan agama Tauhid itu menjadi paham Pluralisme ?? Atau membelokkan Islam menjadi Liberalisme ?? Atau membelokkan Islam menjadi Sekulerisme ?? Jadi yang dibelokkan ituadalah: Pemahaman yang Benar terhadap Islam itu. Bahkan diantara mereka (kaum penganut Sekulerisme – Pluralisme – Liberalisme) itu ada yang membawa-bawa dalil, namun disalahgunakan Konteks Penempatan / Penggunaan Dalil-nya yang ujung-ujungnya adalah untuk kepentingan Hawa Nafsu mereka; jadi dalil itu tidak dipahami sebagaimana Rosũl & para Shohabat memahami dalil tersebut !!
Oleh karena itu, di dalam Hadits diatas, bahkan sampai dijelaskan oleh Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم gambaran tentang “para da’i penyeru di pintu api neraka Jahannam” itu adalah “mereka berbicara dengan bahasa kita (– bisa saja membawa-bawa dalil – pen.); namun sampai dikatakan Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bahwa “engkau mengenali mereka, tapi engkau mengingkari mereka”, artinya: Walau membawa dalil berupa Ayat maupun Hadits, akan tetapi bila Penempatan / Penggunaan Dalil Ayat dan Hadits itu justru bukan sesuai Konteks yang Allōh Kehendaki, yakni untuk menegakkan Tauhid dan untuk Kemuliaan Islam; maka waspadailah orang yang menyalahgunakan dalil demi kepentingan Hawa Nafsu-nya.
Atau contoh lain dari sikap “Menyesatkan manusia dari Jalan yang Lurus” itu: keberadaan suatu kaum yang pekerjaannya Memalsukan Hadits-Hadits Nabi, lalu menyebarkan Hadits-Hadits Palsu sembari mengatakan itu dari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dengan tujuan agar manusia mengikuti pedoman yang keliru yang bukan berasal dari ajaran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم; yang seperti ini pun termasuk kedzōliman juga.
14) Sombong terhadap Ayat Allōh
Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang kedzoliman akibat sombong terhadap Ayat-Ayat Allōh:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۗ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan siapakah yang lebih dzōlim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allōh atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allōh”. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzōlim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karenakamu selalu mengatakan terhadap Allōh (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”
(QS. Al-An’ãm/6: 93)
Di awal ayat QS. Al-An’ãm/6: 93 diatas, Allōh سبحانه وتعالى beritakan tentang: “siapakah yang lebih dzōlim / paling dzōlim / أَظْلَمُ ….”, lalu di akhir ayat tersebut berkaitan dengan sikap: “orang-orang yang selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”.
Oleh karena itu, waspadailah bentuk-bentuk pernyataan sebagian kaum penganut Liberalisme di zaman sekarang yang mengatakan “Syari’at Islam sudah tidak relevan untuk dipakai di negeri mayoritas Muslim saat ini, dan harus ditafsirkan ulang ayat-ayatnya agar sesuai kondisi zaman…”, berarti ia menganggap bahwa Islam dan Syari’at Islam belum sempurna sehingga harus ditafsir ulang karena dianggapnya belum sesuai zaman? Pernyataan seperti itu jelas bertolak belakang dengan firman Allōh سبحانه وتعالى dalam QS. Al-Mã’idah/5: 3, karena Allōh سبحانه وتعالى sendiri yang menyatakan bahwa “Islam itu sudah sempurna”, namun kesempurnaan Islam masih saja dibantah oleh kaum penganut Liberalisme tersebut.
Atau waspadai pula perkataan-perkataan seperti: “Syari’at Islam belum layak berlaku di negeri ini, karena penduduknya tidak semuanya beragama Islam…”; bukankah pernyataan seperti itu yang keluar dari orang yang “mengaku dirinya Muslim” justru sangatlah mengherankan, karena dalam kenyataannya justru penduduk negeri ini mayoritas Muslim lalu mengapakah yang mayoritas Muslim ini justru dihalang-halangi dari melaksanakan Syari’at Islam secara Kãffah?
Bisa jadi, sikap-sikap demikian muncul akibat kesombongan terhadap ayat-ayat Allōh سبحانه وتعالى.
15) Membunuh
Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang kedzōliman akibat membunuh dengan alasan dan cara yang tidak benar:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharomkan Allōh (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara dzōlim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
(QS. Al-Isrō’/17: 33)
Jadi membunuh itu hukum asalnya terlarang; namun membunuh menjadi diperbolehkan manakala ada alasan yang benar yang memang sesuai dengan yang disyari’atkan Allōh سبحانه وتعالى, contoh kasus: seseorang dirampok rumahnya oleh para perampok / begal, lalu hartanya dirampas dan keluarganya dibunuh dalam aksi perampokan tersebut. Dalam kondisi seperti itu, ia secara Syari’at diperbolehkan untuk membela diri dan melawan aksi pembegalan / perampokan itu, bahkan kalaupun sampai ia membunuh si pembegal ketika sedang melawan kejahatan mereka, maka ia tidak dipersalahkan, karena si pembegal itu memang telah terlebih dahulu membunuh keluarganya.
Berikutnya, Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30)
(29) “Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allōh adalah Maha Penyayang kepadamu. (30) Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allōh.”
(QS. An-Nisã’/4: 29-30)
“Membunuh dengan alasan dan cara yang tidak benar” ini banyak ragamnya di zaman sekarang, contohnya: ada orang yang membunuh dirinya dan anaknya karena stress akibat himpitan masalah ekonomi yang dirasakannya sehingga ia menjadi hilang akal dan kurang iman lalu mengambil jalan pintas yang keliru dengan bunuh diri; atau contoh lainnya: aborsi yang dilakukan oleh orang-orang yang berzina, atau contoh lainnya misalnya: para majikan dzōlim yang menahan gaji buruh pekerjanya sampai berbulan-bulan lamanya tidak diberikan gajinya, sehingga sang buruh miskin yang semestinya mendapat haknya dan pertolongan, lalu menjadi tidak mendapatkan haknya dan tidak pula mendapat pertolongan, lalu akibatnya dia menjadi sakit parah dan akhirnya mati; maka ini pun menjadi membunuh juga pada akhirnya, karena melanggar hak dan aniaya; dan masih banyak contoh lainnya dalam kehidupan nyata saat ini.
16) Memakan Harta Anak Yatim / Memakan Harta Orang Lain dengan Cara Tidak Halal
Anak yatim adalah kaum yang lemah yang tidak bisa membela dirinya sendiri, oleh karena itu secara spesifik Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut tentang larangan berbuat kedzōliman dengan memakan harta anak yatim (– atau memakan harta kaum yang lemah – pen.):
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzōlim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
(QS. An-Nisã’/4: 10)
Kemudian di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى melarang memakan harta sesama manusia dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara mereka, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30)
(29) “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allōh adalah Maha Penyayang kepadamu. (30) Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allōh.”
(QS. An-Nisã’/4: 29-30)
“Memakan harta sesama manusia secara bathil” ini contohnya: mencuri, korupsi, berjudi, menjalankan sistem perekonomian ribawi, berniaga secara ghoror (jual beli yang ada unsur penipuan didalamnya), menerapkan sistem perpajakan yang memberatkan kaum Muslimin, ghosob (mengambil harta orang lain tanpa izinnya), dan lain sebagainya.
Dalam suatu Hadits, Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bahkan bersabda:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال: “من اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ، فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ” فَقَالَ له رجل: وإن كان شيئا يسير، يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أراك”
“Barangsiapa mengurangi hak seorang Muslim dengan sumpahnya, maka Allōh mewajibkan dia masuk neraka dan mengharomkan surga baginya.” Seseorang bertanya kepada beliau صلى الله عليه وسلم, “Walaupun itu (perkara hak) yang kecil / sedikit, wahai Rosũlullōh?” Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, “Walaupun sebatang siwak.”
(HR. Muslim, Shohĩh Muslim, (1/122), no: 137, dari Abu Umãmah رضي الله عنه)
Tentu saja “diwajibkan masuk kedalam Neraka dan diharomkan masuk Surga” yang dimaksud dalam Hadits diatas, bukanlah untuk selama-lamanya; namun disesuaikan dengan kadar maksiat yang dilakukannya.
17) Menolak Kebenaran
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
“Dan mereka mengingkarinya karena kedzōliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.”
(QS. An-Naml/27: 14)
Dan juga berfirman:
بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ ۚ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ
“Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Ankabut/29: 49)
Jadi, walaupun di dalam hati mengakui Kebenaran yang datang dari Allōh سبحانه وتعالى, namun jika sikap hidupnya menolak / mengingkari; maka bisa termasuk kedzōliman yang dijelaskan dalam ayat diatas.
18) Menghardik Orang yang Beribadah pada Allōh
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِمْ مِنْ شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya (Allōh) di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridho’an-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang dzōlim).”
(QS. Al-An’ãm/6: 52)
“Mengusir orang-orang yang menyeru Allōh di pagi dan petang hari, sedangkan mereka menghendaki keridho’an-Nya / Menghardik orang-orang yang beribadah pada Allōh” itu bisa berbagai macam bentuknya, contoh: mencibir orang yang mau ke Masjid sehingga orang yang mau ke Masjid itu menjadi batal pergi, atau dengan menyebar seruan Islamophobia, atau bahkan bisa sampai seperti yang dilakukan kaum Yahudi Zionis di Gaza, Palestina dengan menghancurkan Masjid-Masjid milik kaum Muslimin disana. Semua itu termasuk kedzōliman yang diberitakan di ayat diatas.
19) Menuduh Bathil pada Pelaku Perubahan Perbaikan Ummat
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَسْتَمِعُونَ بِهِ إِذْ يَسْتَمِعُونَ إِلَيْكَ وَإِذْ هُمْ نَجْوَىٰ إِذْ يَقُولُ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا
“Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik (yaitu) ketika orang-orang dzōlim itu berkata: “Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir”.”
(QS. Al-Isrō’/17: 47)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain:
وَقَالُوا مَالِ هَٰذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ ۙ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا (7) أَوْ يُلْقَىٰ إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا ۚ وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَسْحُورًا (8)
(7) Dan mereka berkata: “Mengapa rosũl itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? (8) atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?” Dan orang-orang yang dzōlim itu berkata:“Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir”.”
(QS. Al-Furqōn/25: 7-8)
Zaman dahulu, bahkan sampai para Nabi dan Rosũl utusan Allōh سبحانه وتعالى pun mengalami ujian dituduh sebagai: “orang yang terkena sihir”. Itulah upaya “Tasywih” (upaya menjauhkan ummat manusia maupun kaum Muslimin dari Kebenaran yang berasal dari Allōh سبحانه وتعالى, dengan cara mencoreng nama / menjelekkan karakter / memfitnah para Nabi dan Rosũl utusan-Nya, serta para da’i yang mengikuti jalan dakwahnya para Nabi dan Rosũl utusan-Nya tersebut); atau “Tasywih” dengan kata lain juga adalah: “Upaya pengaburan Islam, melalui memfitnah / memberi gambaran buruk terhadap Islam untuk menghilangkan kebanggaan kaum Muslimin terhadap Islam, diantaranya dengan merusak karakter baik para da’i penyeru Islam yang Lurus itu”.
Jadi kalau di zaman sekarang, ada kaum Syi’ah Rōfidhoh yang memfitnah bahkan sampai mengkafirkan para Shohabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, atau ada orang-orang yang sangat memusuhi dakwah Tauhid dengan memfitnah para da’i penyeru penegakan Syari’at Islam dengan tuduhan “radikal / teroris / fundamentalis” dan aneka tuduhan lainnya, maka jangan heran bahwa sikap seperti itu ternyata sudah ada contoh bibit kedzōlimannya sejak zaman dulu, sebagaimana yang diberitakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an diatas.
20) Berakhlaq Tercela & Merendahkan Orang Lain
Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut bahwa Akhlaq yang Tercela adalah merupakan suatu kedzōliman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Al-Hujurōt/49: 11)
Lalu Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain, mengkhobarkan kisah tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam yang menegur kaumnya sebagai berikut:
وَيَا قَوْمِ مَنْ يَنْصُرُنِي مِنَ اللَّهِ إِنْ طَرَدْتُهُمْ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (30) وَلَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ إِنِّي مَلَكٌ وَلَا أَقُولُ لِلَّذِينَ تَزْدَرِي أَعْيُنُكُمْ لَنْ يُؤْتِيَهُمُ اللَّهُ خَيْرًا ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا فِي أَنْفُسِهِمْ ۖ إِنِّي إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ (31)
(30) “Dan (Nuh berkata): “Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (adzab) Allōh jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran? (31) Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): “Aku mempunyai gudang-gudang rizqi dan kekayaan dari Allōh, dan aku tiada mengetahui yang ghoib”, dan tidak (pula) aku mengatakan: “Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat”, dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: “Sekali-kali Allōh tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka”. Allōh lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang dzōlim.”
(QS. Hũd/11: 30-31)
Dengan demikian, merupakan suatu akhlaq yang tercela sikap-sikap seperti merendahkan orang lain, mencela serta mentertawakan orang / kelompok lain dengan memberi mereka julukan-julukan yang buruk; yang pada hakekatnya itu semua merupakan kedzōliman. Dan intrik-intrik untuk menjatuhkan kehormatan orang lain itu, bibitnya bermula dari kesombongan (merasa diri lebih baik dari orang lain yang dicemoohnya), atau bisa juga berasal dari sikap “rasis” / “ashobiyyah” (fanatik buta terhadap orang / kelompok yang dipujanya) yang sikap itu semua tidak dibangun diatas Fakta – Data yang Lengkap maupun Timbangan Syari’at sebagai Tolok Ukur Kebenaran dalam Menilai berbagai perkara.
21) Tidak beriman pada Al-Qur’an
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ نُؤْمِنَ بِهَٰذَا الْقُرْآنِ وَلَا بِالَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ ۗ وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ مَوْقُوفُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ الْقَوْلَ يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلَا أَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ
“Dan orang-orang kafir berkata: “Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al-Quran ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya”. Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang dzōlim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebahagian dari mereka mengembalikan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”.”
(QS. Saba’/34: 31)
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa “ia tidak beriman pada Al-Qur’an”, atau “ia tidak membenarkan Al-Qur’an; baik seluruh Al-Qur’an, maupun sebagian Al-Qur’an, maupun 1 huruf sekalipun dari Al-Qur’an”; maka sebagaimana dalam QS. Saba’/34: 31 diatas, itulah contoh sikap orang Kafir; dan Allōh سبحانه وتعالى mengingatkan bagaimana keadaan mereka kalau nanti mereka disidang Allōh سبحانه وتعالى kelak di Hari Akherat; mereka akan saling salah-menyalahkan, sampai orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong dari kalangan mereka: “Kalau saja tidaklah karena kamu, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”; namun sayangnya saat itu sudah terlambat. Mumpung masih hidup di dunia, maka kalau ada kaum yang menolak Kebenaran Al-Qur’an hendaknya bersegeralah bertaubat.
22) Berjanji / Bersumpah Palsu
Dua ayat berikut, menjelaskan bahwa Berjanji / Bersumpah Palsu untuk melakukan tipu daya, juga merupakan kedzōliman.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
قُلْ أَرَأَيْتُمْ شُرَكَاءَكُمُ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَرُونِي مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْأَرْضِ أَمْ لَهُمْ شِرْكٌ فِي السَّمَاوَاتِ أَمْ آتَيْنَاهُمْ كِتَابًا فَهُمْ عَلَىٰ بَيِّنَتٍ مِنْهُ ۚ بَلْ إِنْ يَعِدُ الظَّالِمُونَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا إِلَّا غُرُورًا
“Katakanlah: “Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allōh. Perlihatkanlah kepada-Ku (bahagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau adakah Kami memberi kepada mereka sebuah Kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas daripadanya? Sebenarnya orang-orang yang dzōlim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka“.”
(QS. Fãthir/35: 40)
Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:
فَإِنْ عُثِرَ عَلَىٰ أَنَّهُمَا اسْتَحَقَّا إِثْمًا فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
“Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) membuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allōh: “Sesungguhnya persaksian kami labih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang menganiaya diri sendiri”.”
(QS. Al-Mã’idah/5: 107)
23) Menentang Dakwah
Menentang Dakwah menurut Allōh سبحانه وتعالى adalah merupakan kedzōliman, sebagaimana firman-Nya:
فَلَمَّا جَاءَهُمْ مُوسَىٰ بِآيَاتِنَا بَيِّنَاتٍ قَالُوا مَا هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ مُفْتَرًى وَمَا سَمِعْنَا بِهَٰذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ (36) وَقَالَ مُوسَىٰ رَبِّي أَعْلَمُ بِمَنْ جَاءَ بِالْهُدَىٰ مِنْ عِنْدِهِ وَمَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ (37)
(36) Maka tatkala Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat-mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat dan kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu”. (37) Musa menjawab: “Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang dzōlim”.”
(QS. Al-Qoshosh/28: 36-37)
24) Menyembunyikan Persaksian
Menyembunyikan Persaksian juga merupakan Kedzōliman, sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ ۗ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrohim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allōh, dan siapakah yang lebih dzōlim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allōh yang ada padanya?” Dan Allōh sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Bãqoroh/2: 140)
25) Bekerjasama dalam Kedzōliman
Bekerjasama dalam Kedzōliman juga merupakan Kedzōliman; sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۚ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۖ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allōh. Dan Sesungguhnya orang-orang yang dzōlim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allōh adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa.”
(QS. Al-Jãtsiyah/45: 19)
Seharusnya yang benar, bekerjasama itu adalah dalam Kebajikan dan Taqwa; sehingga kalau ada orang yang justru malah tolong menolong dalam kedzōliman secara sukarela (tanpa ada pengingkaran barang sedikitpun dari diri orang yang terlibat Keburukan / Maksiat / Dosa) maka ia dapat terjatuh pada kedzōliman juga.
26) Memerangi Mukmin
Memerangi Mukmin jelas merupakan kedzōliman. Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allōh, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, ”
(QS. Al-Hajj/22: 39)
Kaum Mukmin yang diperangi, diizinkan oleh Allōh سبحانه وتعالى untuk berperang membela diri; karena pada hakekatnya mereka telah dianiaya oleh pihak yang memerangi itu. Mengapa mereka diperangi (yuqōtalũna / يُقَاتَلُونَ ) ? Mereka dianiaya, dan diperangi, hanya semata-mata karena mereka beriman pada Allōh سبحانه وتعالى.
27) Mengusir Mukmin
Merupakan suatu kedzōliman, perilaku mengusir orang-orang yang berhijrah karena Allōh سبحانه وتعالى; hal ini sebagaimana firman-Nya:
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً ۖ وَلَأَجْرُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allōh sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui.”
(QS. An-Nahl/16: 41)
28) Merampas Tanah Orang
Merampas Tanah Orang dengan cara yang Bathil juga merupakan kedzōliman, perhatikanlah 2 Hadits berikut ini.
Rosũlullōh shollallōhu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ ظَلَمَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barangsiapa mengambil tanah orang lain secara dzōlim meskipun hanya sejengkal, niscaya (pada Hari Kiamat) Allōh akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada dirinya.”
(HR. Al-Bukhōry no: 2452, HR. Muslim no: 1610, dari Sa’ad bin Zaid rodhiyallōhu ‘anhu)
Rosũlullōh shollallōhu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
مَنْ أَخَذَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barangsiapa yang mengambil tanah walau sedikit dengan cara yang tidak dibenarkan, maka ia dibenamkan ke dalam tanah tersebut pada hari Kiamat hingga tujuh lapis bumi.”
(HR. Al-Bukhōry no: 2454, dari Salim rodhiyallōhu ‘anhu)
29) Menyepelekan Orang Miskin
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْءٍ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِمْ مِنْ شَيْءٍ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ الظَّالِمِينَ (52) وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَٰؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا ۗ أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ (53)
(52) “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridho’an-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang dzōlim).(53) Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah diantara kita yang diberi anugerah Allōh kepada mereka?” (Allōh berfirman): “Tidakkah Allōh lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?”
(QS. Al-An’ãm/6: 52-53)
Demikianlah 29 poin yang menjelaskan perbuatan apa saja yang termasuk kedzōliman; yang dirangkum dalam Bagan berikut ini.
Gambar #2 – “Perbuatan Orang-Orang Dzōlim”
VI. KIAT MENGATASI SIKAP “DZULM” / KEDZÕLIMAN
Berikut ini terdapat berbagai Kiat mengatasi sikap kedzōliman:
1) Membentengi diri dengan Ilmu dan Iman / Taqwa
2) Rutin melaksanakan Tilawah Al-Qur’an dan atau Ruqyah
3) Pendidikan yang baik sejak dini (terutama sejak dalam kehidupan Keluarga)
4) Pergaulan yang terkontrol baik
5) Hukuman dan Sanksi Tegas dan Terukur terhadap pelaku kedzoliman, dengan tujuan menyadarkannya dari kedzōlimannya serta memberi efek jera
6) Psikoterapi
7) Do’a memohon perlindungan Allōh سبحانه وتعالى
8) Segera Melakukan Tahallul / Memohon maaf pada orang yang didzōlimi
Dalam Hadits berikut ini, orang yang berbuat dzōlim terhadap saudaranya, hendaknya meminta maaf serta meminta dihalalkan atas kedzōlimannya tersebut, agar urusannya tidak berkepanjangan / tidak terbawa hingga di Hari Akherat:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, dia berkata, “Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa berbuat dzōlim pada saudaranya, berkaitan dengan kehormatan atau (perkara) yang lainnya, hendaklah dia meminta dihalalkan atasnya pada hari ini, sebelum (datang Hari Kiamat) yang tidak berguna lagi dinar dan dirham. Jika dia memiliki amal shōlih maka akan diambil dari (pahala amalnya) itu seukuran kedzōlimannya. Jika dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, maka akan diambilkanlah kesalahan-kesalahan orang yang didzōlimi itu lalu ditimpakanlah padanya (orang yang berbuat dzōlim).”
(HR. Al-Bukhōry, Shohĩh al-Bukhōry, 8/111, no: 6534)
Dalam Kitab “Adab Ad-Dunya wad Dĩn” hal. 134, Al-Imam al-Mawardi rohimahullōh (wafat 450 H), seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah telah menjelaskan tentang perlunya memiliki kontrol diri yang kuat agar mencegah diri dari memberi kerugian / berbuat dzōlim pada orang lain, apalagi disaat terjadi perselisihan / perdebatan dalam berbagai perkara:
فِي طِبَاعِ النَّاسِ مِنْ حُبِّ الْمُغَالَبَةِ عَلَى مَا آثَرُوهُ وَالْقَهْرِ لِمَنْ عَانَدُوهُ، مَا لَا يَنْكَفُّونَ عَنْهُ إلَّا بِمَانِعٍ قَوِيٍّ، وَرَادِعٍ مَلِيٍّ
“Merupakan fitrah manusia, bahwa terdapat rasa suka menguasai perkara apa saja yang disukainya dan menindas orang-orang yang menentangnya, yang tidaklah hal ini dapat mereka hindari, kecuali dengan rintangan yang kuat dan pencegahan diri yang kokoh.”
(Al-Imam al-Mawardi [wafat 450 H], Adab Ad-Dunya wad Dĩn, hal. 134)
Kemudian beliau juga menjelaskan sebagai berikut:
الْعِلَّةُ الْمَانِعَةُ مِنْ الظُّلْمِ لَا تَخْلُو مِنْ أَحَدِ أَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ: إمَّا عَقْلٌ زَاجِرٌ، أَوْ دِينٌ حَاجِرٌ، أَوْ سُلْطَانٌ رَادِعٌ، أَوْ عَجْزٌ صَادٌّ. فَإِذَا تَأَمَّلْتهَا لَمْ تَجِدْ خَامِسًا يَقْتَرِنُ بِهَا وَرَهْبَةُ السُّلْطَانِ أَبْلَغُهَا؛ لِأَنَّ الْعَقْلَ وَالدِّينَ رُبَّمَا كَانَا مَضْعُوفَيْنِ، أَوْ بِدَوَاعِي الْهَوَى مَغْلُوبَيْنِ. فَتَكُونُ رَهْبَةُ السُّلْطَانِ أَشَدَّ زَجْرًا وَأَقْوَى رَدْعًا
“Alasan tercegahnya kedzoliman adalah tidak terlepas dari salah satu dari 4 hal berikut ini: 1) Pikiran baik yang menjadi pencegah; 2) Agama yang melarangnya; 3) penguasa yang menjerakan; 4) Ketidakmampuan yang sangat. Kalau direnungkan, maka tidak akan ditemukan alasan yang kelima; adapun rasa takut pada penguasa paling menonjol, manakala akal dan agamanya yang terlemahkan, atau Hawa Nafsu yang tertaklukkan. Maka ketakutan terhadap Penguasa sangat menjerakan, lebih kuat dalam pencegahan.”
(Al-Imam al-Mawardi [wafat 450 H], Adab Ad-Dunya wad Dĩn, hal. 134)
9) ‘Adam dan Hawwa Bertaubat
Bahkan Nabi ‘Adam ‘alaihissalam dan Hawwa yang pernah melakukan kesalahan melanggar perintah Allōh سبحانه وتعالى pun juga bertaubat, sebagaimana firman-Nya:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A’rōf/7: 23)
Lalu bagaimanakah dengan diri kita kaum Muslimin yang hidup di zaman sekarang ini (apalagi kalau diteropong dengan kacamata Syari’at), yang bisa jadi lebih banyak terjerumus dalam kekeliruan dan dosa, tidakkah kita senantiasa patut untuk bertaubat pada Allōh سبحانه وتعالى?
10) Segera Menyadari Kedzōliman
Langkah awal sebelum bertaubat, adalah dimulai dengan introspeksi diri / muhasabah, menimbang diri sendiri dengan timbangan Syari’at Allōh; sehingga kita dapat menyadari kesalahan / kedzōliman apa saja yang sekiranya pernah dilakukan; barulah sesudahnya bertaubat dan memperbaiki diri, serta mengganti keburukan / kesalahan dengan kebaikan / amal shōlih.
Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الصَّرْحَ ۖ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَنْ سَاقَيْهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُمَرَّدٌ مِنْ قَوَارِيرَ ۗ قَالَتْ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat dzōlim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allōh, Tuhan semesta alam“.”
(QS. An-Naml/27: 44)
11) Bertaubat dari Kedzōliman (Dzulm)
Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut, mengajarkan doa yang pernah dipanjatkan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam manakala berbuat kekeliruan:
قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Musa berdoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku“. Maka Allōh mengampuninya, sesungguhnya Allōh Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Qoshosh/28: 16)
Kalau para Nabi dan Rosũl utusan Allōh saja masih selalu bertaubat kepada Allōh سبحانه وتعالى, lalu bagaimana lagikah dengan diri-diri kita kaum Muslimin selainnya, yang lemah serta faqir, senantiasa butuh akan ampunan-Nya?
VII. BAGAIMANA MENYIKAPI ORANG-ORANG DZÕLIM
Menyikapi orang dzōlim itu adalah dengan sikap: Tidak cenderung pada mereka (orang-orang yang dzōlim). Hal ini adalah sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzōlim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allōh, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.”
(QS. Hũd/11: 113)
Dalam Kitab “Adab Ad-Dunya wad Dĩn” hal. 135, Al-Imam al-Mawardi rohimahullōh (wafat 450 H), seorang ‘Ulama Ahlus Sunnah telah menjelaskan tentang betapa pentingnya memiliki penguasa yang adil, yang tunduk pada Syari’at Allōh سبحانه وتعالى, yang bekerja untuk menerapkan Syari’at-Nya terhadap rakyatnya di negeri-negeri milik Allōh سبحانه وتعالى; karena Keadilan itu baru bisa tegak apabila Hukum / Syari’at Allōh (Pemilik langit dan bumi beserta seluruh makhluq-Nya) itulah yang digunakan serta dilaksanakan sebagai Pedoman Hidup keselamatan dunia akherat. Dan sungguh, apabila seorang Pemimpin / Sulthōn / Kholĩfah itu adil, maka ia akan lebih takut kepada Allōh سبحانه وتعالى, dan takut akan pertanggungjawabannya sebagai Pemimpin di Hari Akherat kelak, sehingga ia akan mengontrol Hawa Nafsunya, ia akan berusaha tegak diatas Syari’at-Nya; dan kalau rakyat suatu negeri memiliki Pemimpin dengan karakter yang takut pada Allōh seperti ini, maka in-sya Allōh orang-orang dzōlim tidak akan berani berkutik dibawah kepemimpinannya sehingga kedzōliman akan terbendung.
Berikut ini ulasan Al-Imam al-Mawardi rohimahullōh dalam Kitabnya “Adab Ad-Dunya wad Dĩn” hal. 135:
السُّلْطَانُ ظِلُّ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ يَأْوِي إلَيْهِ كُلُّ مَظْلُومٍ . وَرُوِيَ عَنْهُ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إنَّ اللَّهَ لَيَزَعُ بِالسُّلْطَانِ أَكْثَرَ مِمَّا يَزَعُ بِالْقُرْآنِ . وَرُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إنَّ لِلَّهِ حُرَّاسًا فِي السَّمَاءِ وَحُرَّاسًا فِي الْأَرْضِ، فَحُرَّاسُهُ فِي السَّمَاءِ الْمَلَائِكَةُ، وَحُرَّاسُهُ فِي الْأَرْضِ الَّذِينَ يَقْبِضُونَ أَرْزَاقَهُمْ يَذُبُّونَ عَنْ النَّاسِ … وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رضي الله عنه: سُبَّتْ الْعَجَمُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَهَى عَنْ ذَلِكَ وَقَالَ: لَا تَسُبُّوهَا فَإِنَّهَا عَمَّرَتْ بِلَادَ اللَّهِ تَعَالَى فَعَاشَ فِيهَا عِبَادُ اللَّهِ تَعَالَى . وَقَالَ بَعْضُ الْبُلَغَاءِ: السُّلْطَانُ فِي نَفْسِهِ إمَامٌ مَتْبُوعٌ، وَفِي سِيرَتِهِ دِينٌ مَشْرُوعٌ، فَإِنْ ظَلَمَ لَمْ يَعْدِلْ أَحَدٌ فِي حُكْمٍ، وَإِنْ عَدَلَ لَمْ يَجْسُرْ أَحَدٌ عَلَى ظُلْمٍ.
“Sulthōn (Kholĩfah) adalah bayangan Allōh di bumi, tempat berlindung bagi setiap orang yang terdzolimi.”
Diriwayatkan bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya Allōh menegakkan dengan kekuasaan lebih banyak daripada yang ditegakkan dengan Al-Qur’an.”
Juga diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allōh memiliki penjaga di langit dan di bumi. Penjaga-Nya di langit adalah Malaikat, sedangkan penjaga-Nya di bumi adalah mereka yang mendapatkan rizqi serta (berupaya / bekerja) melindungi ummat manusia …”
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata, “Bangsa ‘Ajam (bukan Arab) dicela dihadapan Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم, lalu beliau melarangnya dan bersabda, “Janganlah mencela mereka, karena mereka telah memakmurkan negeri-negeri Allōh سبحانه وتعالى dan disana hamba-hamba Allōh سبحانه وتعالى hidup.”
Kemudian salah seorang Ahli Bahasa berkata, “Sulthōn (Kholĩfah) itu (seyogyanya jika di dalam dirinya) adalah (memiliki karakter sebagai) Imam yang diikuti, dan di dalam perilakunya adalah (berpanduan pada) agama (Islam) yang telah ditetapkan. (Karena) jika dia dzōlim, maka tidak ada seorangpun yang (akan bersikap) adil dalam hukum (– dibawah kepemimpinannya – pen.); dan jika dia berlaku adil, maka sungguh tidak ada seorang pun yang berani berbuat dzōlim (– dibawah kepemimpinannya – pen.)”
(Al-Imam al-Mawardi [wafat 450 H], Adab Ad-Dunya wad Dĩn, hal. 135)
Apabila Pemimpin yang ada di suatu negeri memiliki karakter tunduk – patuh – taat pada Allōh سبحانه وتعالى, tunduk pada Hukum / Syari’at-Nya, memiliki rasa takut pada-Nya; maka Alhamdulillah, rakyat negeri itu patut bersyukur memiliki pemimpin berkarakter demikian. Namun manakala yang demikian itu belum ada, bahkan yang ada adalah pemimpin yang justru berkarakter dzolim serta bekerja bukan mengikuti tuntunan Allōh سبحانه وتعالى, namun justru mengikuti Hawa Nafsu-nya, sebagaimana yang telah dikhobarkan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم tentang keberadaan para Mulkan Jabriyyah di fase ke-4 periode ummat Islam; maka yang perlu dilakukan adalah jangan condong kepada kedzōlimannya, dan lakukanlah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, serta berjuanglah agar Syari’at Allōh سبحانه وتعالى dapat dilaksanakan di negeri-negeri kaum Muslimin. Karena kuatirlah, bila berlarut-larut, dapat membuat Allōh menurunkan Kemurkaan-Nya. Perhatikanlah Hadits berikut ini.
Dari Abu Mūsa رضي الله عنه, bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِنَّ اللهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ، حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، قَالَ: ثُمَّ قَرَأَ: {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}
“Sungguh Allōh menangguhkan orang-orang yang dzōlim, tetapi apabila Allōh telah menghukumnya, Dia tidak akan melepaskannya.” Kemudian beliau membacakan ayat: “Begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia meng-adzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dzōlim. Sesungguhnya adzab-Nya itu sangat pedih, lagi keras [QS. Hūd/11: 102].”
(HR. Al-Bukhōry, Shohĩh Al-Bukhōry, 6/74, no: 4686)
Ibnu Hajar al-Asqolany dalam Kitabnya“Fathul Bãrĩ” (8/355) menjelaskan hal diatas, bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda memberi peringatan agar ummat manusia tidaklah larut melakukan kedzōliman dengan berbuat kemaksiatan, kesyirikan ataupun mendzōlimi hak-hak orang lain. Allōh سبحانه وتعالى terkadang menangguhkan hukuman orang yang berbuat dzōlim, dengan memberinya kelebihan umur maupun harta, dan tidak serta-merta segera menyiksanya, tujuannya adalah agar manusia itu mau bertaubat. Akan tetapi, jika ia tidak juga mau bertaubat, maka Allōh سبحانه وتعالى akan menurunkan hukuman/ siksaan-Nya, dan tidak akan melepaskannya barang sedikitpun; dan tidak akan membiarkannya lantaran begitu banyaknya kedzōlimannya. Kemudian Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم pun membacakan QS. Hūd/11: 102.
Serta senantiasa berdo’alah agar Allōh سبحانه وتعالى mengaruniakan kepada bangsa dan negeri kita, sosok pemimpin yang adil dan takut pada Allōh سبحانه وتعالى.
Sekian dulu bahasan pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan Allōh سبحانه وتعالى selalu melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk istiqomah sampai akhir hayat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Sabtu shubuh, 9 Rabi’ul Akhir 1446 H / 12 Oktober 2024 M. – 12 Jumadil Akhir 1446 H / 14 Desember 2024 M.
*******o0o*******
Silahkan Download PDF: https://archive.org/download/orang-dzolim-menurut-al-qur-an-fnle/ORANG%20DZOLIM%20MENURUT%20AL-QUR%27AN%20FNLE.pdf






