TEXT: Romadhōn, Jalanku menuju Surga
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 001/29081446-28022025
RAIHLAH KEBERKAHAN ROMADHÕN
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «”أتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَك، فَرَضَ الله عز وجل عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أبْوَابُ السَّمَاء، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، للّه فِيهِ لَيْلَةٌ خيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ”.» رواه النسائي وأحمد
Dari Abu Hurairoh, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Telah datang kepada kalian bulan Romadhon, bulan yang penuh berkah. Alloh mewajibkan kalian shoum (berpuasa) di dalamnya. Pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan yang durhaka dibelenggu. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya, maka sungguh ia telah terhalang (dari keberkahan yang besar).”
(HR. An-Nasa’i dan Ahmad)
Dari ‘Umar rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: “Ketika bulan Romadhon tiba, beliau menyambutnya dengan berkata: ‘Selamat datang wahai bulan yang menyucikan kami! Romadhon adalah seluruhnya kebaikan: shoum (puasa) di siang harinya, sholat malam di malam harinya, dan shodaqoh di dalamnya seperti shodaqoh di jalan Alloh.”
Yahya bin Abi Katsir berkata: “Diantara doa mereka adalah: ‘Ya Alloh, sampaikanlah aku ke bulan Romadhon, selamatkanlah Romadhon untukku, dan terimalah (amalanku) di dalamnya dengan penerimaan yang baik.”
Al-Qari (wafat 1014 H) berkata: “Barangsiapa yang dihalangi dari kebaikannya” — yaitu tidak diberi taufiq untuk menghidupkannya (Lailatul Qodar), meskipun hanya dengan ketaatan di kedua ujung malamnya — “Maka, sungguh ia telah terhalang” — yaitu telah dicegah dari seluruh kebaikan. Yang dimaksud adalah terhalangnya dari pahala yang sempurna atau dari ampunan yang menyeluruh, yang diperoleh oleh orang yang menghidupkan malam tersebut dengan ibadah.“
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 002/29081446-28022025
SAMBUTLAH DENGAN KETA’ATAN
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ “» رواه الترمذي وابن ماجة
Dari Abu Hurairoh, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Apabila tiba malam pertama bulan Romadhon, syaithon-syaithon dan jin-jin yang durhaka dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup sehingga tidak ada satu pun yang dibuka, dan pintu-pintu surga dibuka sehingga tidak ada satu pun yang ditutup. Seorang penyeru pun berseru: ‘Wahai pencari kebaikan, mendekatlah! Wahai pencari kejahatan, berhentilah!’ Dan Alloh memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka pada setiap malam di bulan itu.”
(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah )
Al-Qari (wafat 1014 H) berkata: “Wahai pencari kebaikan yang berpaling dari Kami dan dari ketaatan kepada Kami, datanglah kepada Kami dan kepada ibadah kepada Kami, karena seluruh kebaikan berada di bawah kekuasaan dan kehendak Kami.” “Wahai pencari kejahatan”, yakni “wahai orang yang menginginkan maksiat.” “Aqsir”, yaitu “berhentilah dari maksiat dan kembalilah kepada Alloh Ta’ala, karena ini adalah waktu diterimanya taubat dan masa persiapan untuk mendapatkan ampunan.“
Mungkin ketaatan orang-orang yang taat, taubat orang-orang yang berdosa, dan kembalinya orang-orang yang lalai di bulan Romadhon merupakan dampak dari dua seruan ini, dan hasil dari penerimaan Alloh Ta’ala terhadap para pencari (rahmat-Nya).
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi (wafat 1388 H) berkata: “Yā bāghī al-khayr aqbil”, maknanya adalah: “Wahai pencari kebaikan, datanglah dan lakukanlah kebaikan.” “Wa yā bāghī asy-syar aqsir”, maknanya adalah: “Wahai pencari kejahatan, berhentilah dan bertaubatlah, karena ini adalah waktu diterimanya taubat.“
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 003/29081446-28022025
JELANG ROMADHÕN, DENGAN TUBUH YANG FIT
عَنْ أَبِي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ. إِلَّا رَجُلٌ كان يصوم صوما، فليصمه “. رواه مسلم
Dari Abu Hurairoh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Janganlah kalian mendahului Romadhon dengan shoum (berpuasa) satu atau dua hari sebelumnya, kecuali seseorang yang sudah terbiasa shoum (berpuasa), maka silakan ia shoum (berpuasa).“
(HR. Muslim)
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 004/29081446-28022025
MEMULAI DAN MENGAKHIRI ROMADHÕN, DENGAN RU’YATUL HILAL
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما: «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ذَكَرَ رَمَضَانَ، فَقَالَ: لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ.» متفق عليه ولمسلم: فإن أغمي
Dari ‘Abdulloh bin ‘Umar rodhiyallohu ‘anhuma: “Sesungguhnya Rosululloh ﷺ menyebut tentang (datangnya) Romadhon, lalu beliau bersabda: ‘Janganlah kalian shoum (berpuasa) hingga melihat Hilal, dan janganlah kalian berbuka (mengakhiri shoum/puasa) hingga melihatnya. Jika tertutup awan atas kalian, maka perkirakanlah (hitungan bulan tersebut).”
Dalam riwayat Muslim: “Jika tertutup (Hilal), maka perkirakanlah.”
(Hadits Muttafaq ‘Alaih – Al-Bukhory dan Muslim )
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi (wafat 1388 H) menjelaskan:
>>> “Aghmiya” berarti: Hilal tertutupi oleh awan atau kabut.
>>> “Faqdiru lahu” bisa bermakna: menyempitkan perhitungannya sesuai dengan kondisi awan; Ada juga yang menafsirkan bahwa itu berarti: memperkirakan dengan perhitungan perjalanan bulan; Dan pendapat lain menyebutkan bahwa maksudnya adalah: menyempurnakan hitungan bulan menjadi 30 hari.
عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَوْ قَالَ: قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم: «صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ.» متفق عليه ولمسلم: فإن غمي عليكم الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ وفي رواية: فَإِنْ غُمِّيَ عليكم فأكملوا العدد“
Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata: Rosululloh ﷺ atau Abu al-Qasim ﷺ bersabda: “Shoum (berpuasa) lah kalian karena melihat Hilal, dan berbukalah karena melihatnya. Jika tertutup dari kalian, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.“
(Muttafaq ‘alaih – Diriwayatkan oleh Al-Bukhory, no. 1909 dan Muslim , no. 1081).
Dalam riwayat Muslim: “Jika bulan tertutup dari kalian, maka hitunglah menjadi tiga puluh.“
Dalam riwayat lain: “Jika Hilal tertutup dari kalian, maka sempurnakanlah jumlahnya.“
عن ابن عمر رضي الله عنه، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؛ أَنَّهُ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ ” لَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ. وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ. فإن أغمي عليكم فاقدروا له”.» رواه مسلم والنسائي
Dari Ibnu ‘Umar رضي الله عنه, bahwa Nabi ﷺ menyebut bulan Romadhon, lalu beliau bersabda: “Janganlah kalian shoum (berpuasa) hingga melihat hilal, dan janganlah berbuka hingga melihatnya. Jika Hilal tertutup dari kalian, maka perkirakanlah untuknya.“
(HR. Muslim dan An-Nasa’i).
عن حذيفة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لا تقدموا الشهر حتى تروا الهلال، أو تكملوا العدة، ثم صوموا حتى تروا الهلال، أو تكملوا العدة» رواه أبو داود والنسائي فيه: أوْ تُكْمِلُوا العِدَّةَ، قَبْلَهُ“
Dari Hudzaifah رضي الله عنه, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Janganlah kalian mendahului bulan (Romadhon) hingga melihat Hilal, atau menyempurnakan hitungan. Kemudian shoum (berpuasa) lah hingga kalian melihat Hilal, atau menyempurnakan hitungan.“
(HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i dengan lafadz: ‘atau sempurnakanlah hitungan sebelumnya’).
عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “صُومُوا لِرُؤيَتهِ، وأفطِرُوا لِرُؤيَتِهِ، فَإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ، فَأكْمِلُوا العِدَّةَ ثَلاثِينَ”.» رواه النسائي
Dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Shoum (berpuasa) lah kalian karena melihat Hilal, dan berbukalah karena melihatnya. Jika Hilal tertutup dari kalian, maka sempurnakanlah hitungan menjadi tiga puluh hari.“
(HR. An-Nasa’i).
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqolani (773 – 852 H) berkata: “Beliau (Nabi ﷺ) menggantungkan hukum shoum (puasa) dan lainnya pada ru’yatul Hilal (Melihat Hilal) untuk menghilangkan kesulitan dalam perhitungan astronomi. Hukum ini tetap berlaku dalam shoum (puasa), meskipun setelahnya ada orang yang mengetahui perhitungan tersebut. Bahkan, konteks Hadits menunjukkan bahwa hukum tidak bergantung pada perhitungan astronomi sama sekali.”
Para ulama berkata: “Dibolehkan menggunakan alat observasi untuk membantu melihat hilal, tetapi tidak boleh bergantung pada ilmu falak dalam menetapkan awal bulan Romadhon atau ‘Idul Fitri. Sebab, Alloh tidak mensyari’atkan hal itu bagi kita, baik dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an) maupun dalam Sunnah Nabi-Nya ﷺ. Alloh hanya mensyari’atkan penetapan awal dan akhir Ramadhon dengan melihat Hilal bulan Romadhon untuk memulai shoum (puasa) dan melihat Hilal bulan Syawwal untuk berbuka (‘Idul Fitri), serta berkumpul untuk sholat ‘Idul Fitri. Alloh telah menjadikan Hilal sebagai penentu waktu bagi manusia dan ibadah haji. Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang Muslim menentukan waktu ibadah seperti shoum (puasa) Romadhon, Hari Raya, dan Haji dengan cara lain selain Ru’yatul Hilal.”
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdulloh bin Baz (wafat tahun 1420 H) berkata: “Perhitungan astronomi tidak dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan Hilal menurut para ‘Ulama. Bahkan, telah menjadi Ijma’ (kesepakatan) ‘Ulama yang terpercaya, bahwa perhitungan astronomi tidak menjadi acuan dalam penetapan Hilal. Yang dijadikan dasar adalah Ru’yatul Hilal dengan mata telanjang, bukan dengan perhitungan. Adapun teleskop, hanya digunakan sebagai alat bantu dalam melihat Hilal, tetapi yang utama tetap adalah (penglihatan) mata manusia. Seperti halnya seseorang naik ke menara atau tempat tinggi untuk memudahkan melihat Hilal, tetapi tetap mengandalkan penglihatan manusia.”
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 005/01091446-01032025
BERDO’A
عن بِلالِ بن يحيى بن طَلْحةَ بن عُبَيْدِ اللهِ، عن أبيهِ عن جَدِّهِ طَلْحةَ بن عُبَيْدِ اللهِ: أنَّ النبيَّ صلى الله عليه وسلم كانَ إذا رَأى الهِلالَ قال: “اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَليْنا باليُمنِ وَالإيمانِ، وَالسَّلامةِ وَالإسْلامِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللهُ”» رواه الترمذي وأحمد وحسنه الالباني في صحيح الجامع الصغير والسلسلة الصحيحة ورواه أيضا ابن حبان في صحيحه عن ابْنِ عُمَرَ
Dari Bilal bin Yahya bin Tholhah bin ‘Ubaidillah, dari ayahnya, dari kakeknya, Tholhah bin ‘Ubaidillah: Bahwa Nabi ﷺ ketika melihat Hilal (bulan sabit), beliau berdoa: “Ya Alloh, tampakkanlah Hilal ini kepada kami dengan keberkahan, keimanan, keselamatan, dan Islam. (Wahai Hilal), Tuhanku dan Tuhanmu adalah Alloh.”
(HR. At-Tirmidzi, HR. Ahmad, dan dinilai Hasan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir dan As-Silsilah Ash-Shohihah. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shohih-nya dari Ibnu ‘Umar)
Mu’alla bin Al-Fadl berkata: “Mereka (para salaf) berdoa kepada Alloh selama enam bulan, agar Alloh mempertemukan mereka dengan Romadhon; kemudian berikutnya mereka berdoa selama enam bulan agar Alloh menerima (amal ibadah) mereka.“
Dari Abu ‘Amr Al-Auza’i, ia berkata: “Yahya bin Abi Katsir biasa berdoa ketika menjelang datangnya bulan Romadhon:
اللهم سلمني لرمضان وسلم لي رمضان وتسلمه مني متقبلا
“Ya Alloh, selamatkan aku hingga sampai di bulan Romadhon, selamatkan Romadhon untukku, dan terimalah (amal ibadahku) di dalamnya dengan penerimaan yang baik.”
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 006/01091446-01032025
TUMBUHKAN RASA BAHAGIA DAN BERSYUKUR
Suatu permintaan dari ‘Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhu pada ‘A’isyah rodhiyallohu ‘anha agar dizinkan untuk dimakamkan disamping Rosululloh ﷺ maka beliau memerintahkan ‘Abdulloh bin ‘Umar: “Wahai ‘Abdulloh bin ‘Umar, pergilah ke ‘A’isyah Ummul Mukminin dan katakan kepadanya, ‘Umar mengirimkan salam kepadamu, dan jangan katakan “Amirul Mukminin” karena aku hari ini bukan lagi pemimpin kaum mukminin. Katakan kepadanya: ‘Umar bin Khoththob meminta izin untuk dimakamkan bersama kedua sahabatnya (Rosululloh ﷺ dan Abu Bakar).‘”
Lalu ‘Abdulloh bin ‘Umar pergi, mengucapkan salam, meminta izin, dan masuk menemui ‘A’isyah rodhiyallohu ‘anha.
Saat itu, ia mendapati ‘A’isyah sedang duduk sambil menangis. Ia pun berkata, “‘Umar bin Khoththob mengirimkan salam kepadamu, dan meminta izin untuk dimakamkan bersama kedua sahabatnya.“
‘A’isyah rodhiyallohu ‘anha menjawab, “Sebenarnya aku menginginkan tempat itu untuk diriku sendiri, tetapi hari ini aku akan mengutamakannya atas diriku sendiri.”
Ketika ‘Abdulloh bin ‘Umar kembali, orang-orang berkata, “‘Abdulloh bin ‘Umar telah datang.” ‘Umar pun berkata, “Angkat aku!” Lalu seseorang menyandarkannya kepadanya, dan ia bertanya, “Apa yang engkau bawa?“
‘Abdulloh bin ‘Umar menjawab, “Berita yang engkau sukai, wahai Amirul Mukminin! ‘A’isyah telah mengizinkanmu.” ‘Umar pun berkata, “Alhamdulillah, tidak ada sesuatu yang lebih penting bagiku daripada hal ini. Jika aku telah wafat, bawalah aku ke sana, lalu sampaikan salam dan katakan, ‘Umar bin Khoththob meminta izin untuk dimakamkan.’ Jika ia mengizinkan, maka masukkan aku. Namun, jika ia menolak, maka kembalikan aku ke pekuburan kaum Muslimin.”
>>> ‘Atsar di atas menunjukkan bahwa ‘Umar bin al-Khoththob rodhiyallohu ‘anhu menyikapi rasa bahagia karena permintaannya telah diperkenankan oleh ‘A’isyah rodhiyallohu ‘anha; maka bahagianya itu diungkapnya dengan bersyukur pada Alloh.
Maka demikian pulalah atas diri kita. Disaat Romadhon yang merupakan bulan yang Alloh berkahi ini tiba, maka kita sambut dengan: bersyukur, berdo’a dan ber-rencana memanfaatkannya untuk beribadah dan meningkatkan ketaqwaan pada Alloh.
Demikian pula Al Imam An-Nawawi (631 – 676 H) berkata: “Ketahuilah bahwa dianjurkan bagi seseorang yang mendapatkan nikmat yang nyata atau terhindar dari musibah yang nyata, untuk bersujud sebagai tanda syukur kepada Alloh Ta’ala, serta memuji dan menyanjung-Nya dengan apa yang pantas bagi-Nya. Banyak Hadits dan ‘Atsar yang menunjukkan hal ini dan telah masyhur di kalangan umat.“
Maka sambutlah bulan Romadhon ini dengan sukacita, dan bersyukurlah pada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 007/01091446-01032025
BERENCANA MEMADATI ROMADHON DENGAN BERBAGAI KETA’ATAN
Alloh berfirman:
طَاعَةٌ وَّقَوْلٌ مَّعْرُوْفٌۗ فَاِذَا عَزَمَ الْاَمْرُۗ فَلَوْ صَدَقُوا اللّٰهَ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْۚ
“… Padahal jika mereka benar-benar (beriman) kepada Alloh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”
(QS. Muhammad/47: 21)
Al-Sam’ani al-Tamimi al-Hanafi, kemudian al-Syafi’i (wafat 489 H) berkata: “Yakni, jika mereka memenuhi apa yang telah mereka janjikan berupa jihad, serta menyambut perintah Alloh dengan ketaatan, niscaya itu akan menjadi kebaikan bagi mereka.“
Oleh karena itu sudah sepatutnya jika setiap muslim pada bulan Romadhon ini berencana berbagai aktivitas ibadah, baik berupa: bertaubat, shoum, tarowih, tilawatil Qur’an, bershodaqoh, ber-i’tikaf, bergegas mengejar keutamaan malam Lailatul Qodar, melaksanakan umroh, menunaikan zakat fitroh, sholat ‘Idul Fitri, silaturahmi, memperbanyak doa, dzikir, sholawat, istighfar, dan lain-lain sesuai dengan tuntunan Alloh dan Rosul-Nya, dengan sebaik mungkin.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 008/02091446-02032025
SHOUM
عن أبي هريرة؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تقدم من ذنبه”.» متفق عليه
Dari Abu Hurairoh, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang mendirikan (sholat malam di bulan) Romadhon dengan iman dan mengharap pahala (dari Alloh), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“
(Muttafaqun ‘alaih – HR. Al-Bukhory, No. 37 dan HR.Muslim, no. 759)
عن أبي هريرة؛ أن رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُ: “الصلوات الخمس. والجمعة إلى الجمعة. ورمضان إلى رَمَضَانَ. مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ. إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ”.» رواه مسلم
Dari Abu Hurairoh, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Sholat lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan dari Romadhon ke Romadhon berikutnya, merupakan penghapus dosa diantara keduanya, selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.“
(HR. Muslim, no. 233)
عن عبد الله بن عمرو، أن رسول الله -صلي الله عليه وسلم -: قال: “الصيام والقرآن يشفعان للعَبد يوم القيامة، يقول الصيام: أي رَبِّ، مَنَعته الطعامَ والشهوات بالنهار، فشفِّعْني فيه، ويقول القرآن: منعته النومَ بالليل، فشَفِّعْني فيه”، قاَل: “فيشفعانِ”.» رواه أحمد والحاكم ذكره الهيثمي في المجمع المنذري في الترغيب والترهيب والسيوطي في الجامع الصغير وصححه الألباني
Dari ‘Abdulloh bin ‘Amr, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Shoum (Puasa) dan Al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi seorang hamba pada Hari Kiamat. Shoum (Puasa) berkata: ‘Wahai Robb, aku telah mencegahnya dari makanan dan syahwat di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya.’ Dan Al-Qur’an berkata: ‘Aku telah mencegahnya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya.’”
Beliau bersabda: “Maka keduanya pun memberikan syafa’at baginya.“
(HR. Ahmad, no. 6626 dan Al-Hakim, no 2036 disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Majma‘ Az-Zawa’id, no. 5081 Al-Mundhiri dalam At-Targhib wa At-Tarhib, no. 984, As-Suyuti dalam Al-Jami‘ Ash-Shoghir, no. 3882 dan dishohihkan oleh Al-Albani)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ النَّارَ مِنْ وَجْهِهِ سَبْعِينَ خَرِيفًا» رواه ابن ماجة
Dari Abu Sa‘id Al-Khudri, ia berkata bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang shoum (berpuasa) satu hari di jalan Alloh, maka dengan hari itu Alloh akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun.“
(HR. Ibnu Majah, no. 1717)
Sungguh sedemikian luar biasa tak terhingga keutamaan ibadah shoum ini. Sehingga bagi orang beriman dan yakin dengan janji Alloh, tidak akan pernah tidak bersemangat untuk melakukan shoum demi menggapai janji Alloh ini.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 009/02091446-02032025
HAKEKAT SHOUM
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa untuk bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Alloh mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima taubatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Alloh bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah shoum (puasa) sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Alloh, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertaqwa.”
(QS. Al-Baqoroh/2: 187)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.» رواه البخاري
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan dalam perbuatannya, maka Alloh tidak membutuhkan dia meninggalkan makan dan minumnya.“
(HR. Al-Bukhory, no. 1903)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ» رواه ابن ماجة
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Betapa banyak orang yang shoum (berpuasa), tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari shoum (puasanya) kecuali rasa lapar, dan betapa banyak orang yang sholat malam tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari sholatnya kecuali begadang.“
(HR. Ibnu Majah, no. 1690)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ” كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ “» رواه أحمد
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Berapa banyak orang yang shoum (berpuasa) tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari shoum (puasanya) kecuali rasa lapar, dan berapa banyak orang yang sholat malam tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari sholatnya kecuali begadang.“
(HR. Ahmad, no. 9685)
عن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ اللهُ: «كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.» متفق عليه
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Alloh berfirman: ‘Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali shoum (puasa), sesungguhnya itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Shoum (Puasa) adalah perisai. Jika salah seorang diantara kalian shoum (berpuasa), maka janganlah ia berkata kotor dan jangan ribut. Jika seseorang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia berkata: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’ Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang shoum (berpuasa) lebih harum di sisi Alloh daripada bau minyak wangi misik. Bagi orang yang shoum (berpuasa) ada dua kebahagiaan: ketika ia berbuka, ia merasa gembira, dan ketika ia bertemu dengan Robb-nya, ia gembira dengan shoum (puasa)-nya.”
(HR. Al-Bukhary, no. 1904 dan HR. Muslim, no. 1151)
Siapa, apa, dari kapan hingga kapan, untuk apa, termasuk apa yang harus dihindari oleh orang yang shoum, sudah sedemikian jelas melalui Ayat dan Hadits di atas.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 010/03091446-03032025
BERNIAT SHOUM ROMADHON DI MALAM HARI
عن حفصة زوج النبي صلى الله عليه وسلم، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من لم يجمع الصيام قبل الفجر، فلا صيام له» رواه أبو داود والترمذي والنسائي وفيه: “مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَلا صِيامَ لَهُ“.
Dari Hafshah, istri Nabi ﷺ, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang tidak menetapkan niat shoum (puasa) sebelum Fajar, maka tidak ada shoum (puasa) baginya.“
(HR. Abu Dawud, no. 2454, At-Tirmidzi, no. 730 dan An-Nasa’I, no. 2199). dengan: “Barangsiapa yang tidak membulatkan niat shoum/puasa sejak malam, maka tidak ada shoum/puasa baginya.“
قال النووي (ت 676 هـ): إذا نسي نية الصوم في رمضان حتى طلع الفجر لم يصح صومه بلا خلاف عندنا لأن شرط النية الليل ويلزمه إمساك النهار ويجب قضاؤه لأنه لم يصمه
Imam An-Nawawi (wafat tahun 676 H) berkata: “Jika seseorang lupa berniat shoum (puasa) di bulan Romadhon hingga fajar terbit, maka shoum (puasanya) tidak sah tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan kami. Sebab, syarat niat adalah harus dilakukan pada malam hari. Namun, ia tetap wajib menahan diri (dari makan dan minum) sepanjang hari, dan ia juga wajib mengqodho’nya karena ia tidak dianggap telah shoum (berpuasa).“
Berniatlah dengan jelas untuk shoum Romadhon segera sedari malam hingga sebelum fajar shodiq menyingsing.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 011/04091446-04032025
MENGAKHIRKAN BERSAHUR
عن أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «تَسَحَّرُوا، فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً.» متفق عليه
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Nabi ﷺ bersabda: “Makan sahurlah, karena dalam sahur terdapat keberkahan.“
(HR. Al-Bukhory, no. 1923 dan HR. Muslim, no. 1095)
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «بكروا بالإفطار وأخروا السحور» ذكره السيوطي في الجامع الصغير وصححه الألباني
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Segerakan berbuka dan akhirkan sahur.“
(Diriwayatkan oleh As-Suyuti dalam dalam Al-Jami’ As-Shoghir dan dinilai shohih oleh Al-Albani, no. 2835 juga terdapat dalam Silsilah Shohih-nya, no. 1773)
عَنْ عَمْرِو بن العاص؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: “فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وصيام أهل الكتاب، أكلة السحر”.» رواه مسلم
Dari Amr bin Al-‘As radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Perbedaan antara shoum (puasa) kita dan shoum (puasa) Ahli Kitab adalah makan sahur.“
(HR. Muslim, no. 1906)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ” السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ عز وجل وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ “» رواه أحمد
Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Makan sahur adalah keberkahan, maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun salah seorang dari kalian hanya minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah عز وجل dan para malaikat-Nya bersholawat kepada orang-orang yang makan sahur.“
(HR. Ahmad, no. 11986)
Ibadah shoum adalah ibadah utama, sedangkan sahurnya bukan sekedar bekal fisik, akan tetapi juga untuk mengikuti petunjuk Nabi; bahkan terdapat keberkahan dan keberuntungan sekaigus di dalamnya.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 012/04091446-04032025
MENYEGERAKAN BERBUKA
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ.» متفق عليه
Dari Sahl bin Sa’d rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”
(HR. Al-Bukhory, no. 1957 dan Muslim, no. 1098)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ، عَجِّلُوا الْفِطْرَ؛ فَإِنَّ الْيَهُودَ يُؤَخِّرُونَ» رواه ابن ماجة
Dari Abu Hurairoh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. Segeralah berbuka, karena sesungguhnya orang-orang Yahudi mengakhirkannya.”
(HR. Ibnu Majah, no. 1698)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَتَمَرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَمَرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ» رواه أحمد وأبو داود
Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh ﷺ berbuka dengan beberapa butir kurma basah sebelum melaksanakan sholat. Jika tidak ada kurma basah, maka dengan kurma kering. Jika tidak ada kurma kering, beliau meminum beberapa teguk air.“
(HR. Ahmad, no. 12676 dan Abu Dawud, no. 2356)
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (691–751 H) dalam kitabnya Zadul Ma’ad berkata: “Kurma adalah salah satu buah yang paling banyak memberikan nutrisi bagi tubuh, karena kandungan zat panas dan lembabnya. Makan kurma disaat perut kosong dapat membunuh cacing di perut, karena selain sifat panasnya, ia juga memiliki kekuatan seperti penawar racun. Jika dikonsumsi terus-menerus saat perut kosong, kurma dapat mengurangi, melemahkan, atau bahkan membunuh cacing di perut. Kurma adalah buah, makanan, obat, minuman, dan juga manisan sekaligus.”
Juga:
“Dalam kebiasaan Nabi ﷺ berbuka puasa dengan kurma basah, kurma kering, atau air, terdapat hikmah yang sangat halus. Shoum (puasa) membuat perut kosong dari makanan, sehingga hati tidak menemukan sesuatu yang dapat diserap dan disalurkan ke organ-organ tubuh. Makanan manis adalah yang paling cepat diserap oleh hati dan yang paling disukainya, terutama jika dalam bentuk kurma basah, yang sangat mudah diterima oleh hati dan bermanfaat bagi tubuh. Jika tidak ada kurma basah, maka kurma kering menjadi pilihan karena kandungan manisnya dan nutrisinya. Jika tidak ada kurma, beberapa teguk air dapat meredakan panas dalam perut akibat shoum (puasa), dan menyiapkannya untuk menerima makanan dengan nafsu yang lebih baik setelahnya.“
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 013/07091446-07032025
QIYAMU ROMADHON
عن أبي هريرة؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تقدم من ذنبه”.» متفق عليه
Dari Abu Hurairoh, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang mendirikan (sholat malam di bulan) Romadhon dengan Iman dan mengharap pahala (dari Alloh), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“
(Muttafaqun ‘alaih – HR. Al-Bukhory dan HR. Muslim)
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ؛ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ: كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضَانَ؟ قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ، وَلَا فِي غَيْرِهِ، عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً. يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ. ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ. ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ “يَا عَائِشَةُ! إن عيني تنامان ولا ينام قلبي”.» متفق عليه ومالك
Dari Abu Salamah bin ‘Abdurrohman, bahwa ia bertanya kepada ‘A’isyah: “Bagaimana sholat Rosululloh ﷺ di bulan Romadhon?“
‘A’isyah menjawab: “Rosululloh ﷺ tidak pernah menambah jumlah sholat malamnya, baik di bulan Romadhon maupun di luar Romadhon, lebih dari sebelas rakaat. Beliau sholat empat roka’at—jangan tanyakan tentang keindahan dan panjangnya. Kemudian beliau sholat empat roka’at lagi — jangan tanyakan tentang keindahan dan panjangnya. Lalu beliau sholat tiga roka’at. Aku (‘A’isyah) bertanya, ‘Wahai Rosululloh, apakah engkau tidur sebelum melakukan witir?‘ Beliau menjawab, ‘Wahai ‘A’isyah, mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.‘”
(Muttafaqun ‘alaih, HR. Al-Bukhory, HR. Muslim, dan diriwayatkan juga oleh Malik)
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، أَنَّهُ قَالَ: أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ: وَقَدْ «كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ، حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ، وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلَّا فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ»
Dari Saib bin Yazid, ia berkata: “‘Umar bin Khoththob memerintahkan Ubay bin Ka‘ab dan Tamim Ad-Dari untuk mengimami orang-orang dalam sebelas roka’at. Dulu Imam membaca surat-surat panjang, hingga kami harus bersandar pada tongkat karena lamanya berdiri, dan kami tidak selesai kecuali menjelang fajar.“
(Al-Imam Malik)
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، أَنَّ عُمَرَ جَمَعَ النَّاسَ فِي رَمَضانَ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، وَعَلَى تَمِيمٍ الدَّارِيِّ، عَلَى إِحْدَى وَعِشْرِينَ رَكْعَةً، يَقْرَءُونَ بِالْمِئِينَ وَيَنْصرِفُونَ عِنْدَ فُرُوعِ الْفَجْرِ.
Dari Sa’ib bin Yazid, bahwa ‘Umar mengumpulkan orang-orang di bulan Romadhon untuk sholat berjama’ah di bawah pimpinan ‘Ubay bin Ka‘ab dan Tamim Ad-Dari dalam dua puluh satu roka’at. Mereka membaca surat-surat panjang hingga selesai menjelang waktu fajar.
عَنْ مَالِكٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: «كُنَّا نَنْصَرِفُ فِي رَمَضَانَ، فَنَسْتَعْجِلُ الْخَدَمَ بِالطَّعَامِ مَخَافَةَ الْفَجْرِ»
Dari Malik, dari ‘Abdulloh bin Abu Bakar, ia berkata:
“Aku mendengar ayahku berkata: ‘Kami selesai sholat malam di bulan Romadhon, lalu kami menyuruh para pelayan menyiapkan makanan dengan cepat, karena takut masuk waktu fajar.‘”
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ قَالَ: أَمَرَ عُمَرُ بِثَلَاثَةِ قُرَّاءٍ يَقْرَءُونَ فِي رَمَضَانَ، فَأَمَرَ أَسْرَعَهُمْ أَنْ يَقْرَأَ بِثَلَاثِينَ آيَةً، وَأَمَرَ أَوْسَطَهُمْ أَنْ يَقْرَأَ بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ، وَأَمَرَ أَدْنَاهُمْ أَنْ يَقْرَأَ بِعِشْرِينَ
Dari Abu ‘Utsman, ia berkata:
“‘Umar memerintahkan tiga Qori’ untuk mengimami sholat di bulan Romadhon. Ia memerintahkan yang paling cepat membaca, untuk membaca tiga puluh ayat per roka’at, yang sedang untuk membaca dua puluh lima ayat, dan yang paling lambat untuk membaca dua puluh ayat.“
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ، قَالَ: مَا أَدْرَكْتُ النَّاسَ إِلَّا وَهُمْ يَلْعَنُونَ الْكَفَرَةَ فِي شَهْرِ رَمَضانَ قَالَ: فَكَانَ الْقُرَّاءُ يَقُومُونَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي ثَمَانِ رَكَعَاتٍ، فَإِذَا قَامَ بِهَا الْقُرَّاءُ فِي ثِنْتَي عَشْرَةَ رَكْعَةً رَأَى النَّاسُ أَنَّهُ قَدْ خُفِّفَ عَنْهُمْ
Dari ‘Abdurrohman bin Hurmuz, ia berkata:
“Aku tidak mendapati manusia kecuali mereka melaknat orang-orang kafir di bulan Romadhon. Para Qori’ membaca surat Al-Baqoroh dalam delapan roka’at. Jika mereka membacanya dalam dua belas roka’at, orang-orang menganggapnya sudah ringan.“
عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ” أَنَّهُ كَانَ يَقُومُ فِي بَيْتِهِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَإِذَا انْصَرَفَ النَّاسُ مِنَ الْمَسْجِدِ أَخَذَ إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ، ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى مَسْجِدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ لَا يَخْرُجُ مِنْهُ حَتَّى يُصَلِّيَ فِيهِ الصُّبْحَ ”
Dari Nafi’, dari ‘Abdulloh bin ‘Umar, bahwa:
“Ia biasa mendirikan sholat malam di rumahnya pada bulan Romadhon. Ketika orang-orang sudah meninggalkan masjid, ia mengambil wadah berisi air, lalu keluar menuju Masjid Rosululloh ﷺ, dan ia tidak keluar dari sana sampai ia menunaikan sholat Shubuh.“
قال الذهبي كان أبو محمد اللبان .أدرك رمضان سنة سبع وعشرين وأربعمائة ببغداد، فصلَّى بالنّاس التّراويح في جميع الشّهر، فكان إذا فَرَغَها لا يزال يُصلّي في المسجد إلى الفجر، فإذا صلَّى درَّس أصحابه .وسمعته يقول: لم أضع جنبي للنّوم في هذا الشّهر ليلًا ولا نهارًا. وكان ورده لنفسه سبعًا مُرَتّلًا
Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Abu Muhammad Al-Laban:
“Ia mendapati bulan Romadhon pada tahun 427 H di Baghdad. Ia mengimami sholat tarawih sepanjang bulan. Setelah selesai, ia tetap berada di masjid dan terus sholat hingga fajar. Setelah sholat Shubuh, ia mengajar murid-muridnya. Aku mendengar dia berkata: ‘Aku tidak pernah membaringkan tubuhku untuk tidur di bulan ini, baik malam maupun siang.’ Wirid pribadinya adalah menyelesaikan Al-Qur’an dalam tujuh hari dengan tartil.”
قال ابن أبي مليكة: كنت أقوم بالناس في شهر رمضان فاقرأ في الركعة {الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ} ونحوها وما يبلغني أن أحدا يستقل ذلك
Ibnu Abi Mula’ikah berkata:
“Aku biasa mengimami orang-orang di bulan Romadhon, dan aku membaca dalam satu roka’at ayat seperti {الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ} (QS. Fathir: 1) dan ayat-ayat sejenisnya. Aku tidak pernah mendengar ada orang yang menganggap bacaanku terlalu sedikit.“
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَمَضَانَ، فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْهُ، حَتَّى بَقِيَ سَبْعُ لَيَالٍ، فَقَامَ بِنَا لَيْلَةَ السَّابِعَةِ حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ، ثُمَّ كَانَتِ اللَّيْلَةُ السَّادِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا، فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ الْخَامِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا، ثُمَّ قَامَ بِنَا حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ. فَقَالَ: «إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ» ثُمَّ كَانَتِ الرَّابِعَةُ الَّتِي تَلِيهَا، فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ الثَّالِثَةُ الَّتِي تَلِيهَا، قَالَ: فَجَمَعَ نِسَاءَهُ وَأَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ النَّاسُ، قَالَ: فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ، قِيلَ: وَمَا الْفَلَاحُ؟ قَالَ: السُّحُورُ، قَالَ: ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ بَقِيَّةِ الشَّهْرِ (رواه أبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجة وأحمد
Dari Abu Dzar, ia berkata: “Kami shoum (berpuasa) bersama Rosululloh ﷺ pada bulan Romadhon, namun beliau tidak mengimami kami dalam sholat malam sedikit pun darinya, hingga tersisa tujuh malam terakhir. Maka pada malam ketujuh, beliau mengimami kami hingga berlalu sekitar sepertiga malam. Kemudian pada malam keenam berikutnya, beliau tidak mengimami kami. Hingga pada malam kelima yang mengikutinya, beliau mengimami kami hingga berlalu sekitar separuh malam. Aku pun berkata: ‘Wahai Rosululloh, alangkah baiknya jika Engkau lanjutkan sholat untuk kami sepanjang sisa malam ini.’ Maka beliau bersabda: ‘Sesungguhnya, siapa yang sholat malam bersama imam hingga selesai, maka akan dicatat baginya pahala sholat sepanjang malam.‘ Kemudian pada malam keempat berikutnya, beliau tidak mengimami kami. Hingga pada malam ketiga berikutnya, beliau mengumpulkan istri-istrinya dan keluarganya, lalu orang-orang pun berkumpul. Maka beliau mengimami kami hingga kami khawatir kehilangan al-Falah.“
Dikatakan: “Apa itu al-Falah?” Beliau menjawab: “Sahur.” Kemudian, beliau tidak lagi mengimami kami di sisa bulan itu.“
(HR. Abu Dawud, HR. At-Tirmidzi , An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad)
Para ‘Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah roka’at sholat malam di bulan Romadhon. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa sholat tersebut dilakukan sebanyak empat puluh satu roka’at termasuk witir. Ini adalah pendapat penduduk Madinah, dan di sana mereka mengamalkan pendapat ini.
Namun, mayoritas ‘Ulama berpegang pada riwayat dari ‘Umar, ‘Ali, dan shohabat lainnya, bahwa jumlah roka’atnya adalah dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat Ats-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak, dan Asy-Syafi’i.
Imam Asy-Syafi’i berkata: “Demikianlah yang aku dapati di negeri kami, di Makkah, mereka sholat sebanyak dua puluh rakaat.”
Imam Ahmad berkata: “Dalam hal ini terdapat berbagai riwayat, dan tidak ada ketetapan yang pasti mengenainya.“
Sedangkan Ishaq berkata: “Kami lebih memilih empat puluh satu roka’at sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Ubay bin Ka’ab.“
Ibnu Al-Mubarok, Ahmad, dan ‘Ishaq lebih memilih sholat bersama Imam sepanjang bulan Romadhon, sedangkan Asy-Syafi’i memilih agar seseorang sholat sendirian jika ia adalah seorang yang pandai membaca (Al-Qur’an).
>>> Saya berpendapat: Selama semua pihak dari umat Islam berdalil shohih dalam hal ini, maka janganlah hendaknya ada sikap saling menghujat, akan tetapi berusahalah toleran; hal itu yang semestinya dilakukan kaum Muslimin; dibandingkan dengan sebagian orang yang justru menyeru sikap toleran terhadap banyaknya kekufuran dan kemungkaran yang justru tidak semestinya ini dilakukan.
Berupayalah untuk sebaik mungkin pelaksanaan Qiyamul Lail ini ditunaikan, baik dari sisi kwantitas maupun dari sisi kualitasnya sedapat mungkin.
Jadi bagi mereka yang melaksanakan Qiyamu Romadhon dengan 11 roka’at, maka bacaan setiap roka’atnya lebih dipanjangkan; dan bagi yang melaksanakan lebih dari itu, maka tetap jagalah kekhusyu’an sholatnya.
Kalau saja pelaksanaan Nabi dalam Qiyamu Romadhon ini dulu hingga mendekati waktu sahur, toh tidak sedikit umat Islam yang belum siap dan belum mampu mengikutinya.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 014/08091446-08032025
WITIR
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : «أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ عليه السلام: صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى». متفق عليه
Dari Ibnu ‘Umar: “Seorang laki-laki bertanya kepada Rosululloh ﷺ tentang sholat malam, maka Rosululloh ﷺ bersabda: ‘Sholat malam itu dua roka’at-dua rok’aat. Jika salah seorang diantara kalian khawatir akan masuk waktu Shubuh, maka hendaklah ia sholat satu roka’at sebagai Witir untuk menutup sholatnya yang telah ia lakukan.’”
(Muttafaq ‘alaih; HR. Al-Bukhory, dan HR. Muslim)
عن ابن عمر؛ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “الْوِتْرُ رَكْعَةٌ مِنْ آخر الليل”.» رواه مسلم
Dari Ibnu ‘Umar, Rosululloh ﷺ bersabda: “Witir adalah satu roka’at di akhir malam.”
(HR. Muslim)
عن أَبي سَعِيدٍ قال: أَنَّهُمْ سَأَلُوا النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْوِتْرِ؟ فَقَالَ “أَوْتِرُوا قَبْلَ الصُّبْحِ”.» رواه مسلم
Dari Abu Sa’id: “Mereka bertanya kepada Nabi ﷺ tentang Witir. Beliau bersabda: ‘Lakukanlah Witir sebelum Shubuh.’”
(HR. Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بن عمر عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا». متفق عليه
Dari ‘Abdulloh bin ‘Umar, dari Nabi ﷺ: “Jadikanlah akhir sholat malam kalian sebagai Witir.“
(Muttafaq ‘alaih; HR. Al-Bukhory dan HR. Muslim)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؛ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ (وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ) إِلَى الْفَجْرِ، إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً. يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ. وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ. فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ، وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ، وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ. حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلإِقَامَةِ.» رواه مسلم
Dari ‘A’isyah, istri Nabi ﷺ, ia berkata: “Rosululloh ﷺ biasa sholat diantara selesai sholat Isya’ (yang oleh orang-orang disebut al-‘Atamah) hingga waktu Fajar sebanyak sebelas roka’at. Beliau mengucapkan salam setiap dua roka’at dan ber-Witir satu roka’at. Ketika mu’adzin telah selesai dari adzan Shubuh, dan jelas baginya waktu Fajar, serta mu’adzin mendatanginya, beliau sholat dua roka’at ringan, lalu berbaring di sisi kanannya hingga mu’adzin datang untuk iqomah.”
(HR. Muslim)
عن عائشة؛ قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي من الليل. حَتَّى يَكُونَ آخِرَ صَلَاتِهِ الْوِتْرُ.» رواه مسلم
Dari ‘A’isyah, ia berkata: “Rosululloh ﷺ biasa sholat malam, dan menjadikan Witir sebagai akhir sholatnya.”
(HR. Muslim)
عن عبد العزيز بن جريج، قال: سألت عائشة أم المؤمنين، بأي شيء كان يوتر رسول الله صلى الله عليه وسلم، فذكر معناه، قال: وفي الثالثة بقل هو الله أحد، والمعوذتين» رواه أبو داود
Dari ‘Abdul ‘Aziz bin Jurayj, ia berkata: “Aku bertanya kepada ‘A’isyah, Ummul Mukminin: ‘Dengan apakah Rosululloh ﷺ melakukan Witir?’ Maka ia menyebutkan maknanya, dan berkata: ‘Pada roka’at ketiga, beliau membaca (Qul Huwa Allohu Ahad) dan Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas).’“
(HR. Abu Dawud)
عن أبي بن كعب، قال: ” كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يوتر بسبح اسم ربك الأعلى، و {قل للذين كفروا} [آل عمران: 12]، والله الواحد الصمد “،» رواه أبو داود
Dari ‘Ubay bin Ka’ab, ia berkata: “Rosululloh ﷺ biasa membaca dalam sholat Witir: ‘Sabbihisma Robbikal A’la’ (Al-A’la), ‘Qul Ya Ayyuhal Kafirun’ (Al-Kafirun), dan ‘Qul Huwa Allohu Ahad’ (Al-Ikhlas).“
(HR. Abu Dawud)
عن أُبي بن كَعب قال: كان رسول اللّه صلى الله عليه وسلم، يقرأ في الوتر بـ {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى} و {قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ} و {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} فإذا سلم قال: “سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوس” ثلاث مرات.» والنسائي وأحمد
Dari ‘Ubay bin Ka’ab, ia berkata: “Rosululloh ﷺ membaca dalam sholat Witir: ‘Sabbihisma Robbikal A’la’ (Al-A’la), ‘Qul Ya Ayyuhal Kafirun’ (Al-Kafirun), dan ‘Qul Huwa Allohu Ahad’ (Al-Ikhlas). Setelah salam, beliau mengucapkan ‘Subhanal Malikil Quddus’ tiga kali.“
(HR. An-Nasa’i dan HR. Ahmad)
عن عبد الرحمن بن أبزى: أن رسول اللّه صلى الله عليه وسلم، كان يقرأ في الوتر بـ {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى} و {قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ} و {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} ثم يقول إذا سلم: “سُبْحَانَ المَلِك القُدُّوس” ويرفع بسبحان الملك القدوس، صوته بالثالثة.» رواه النسائي وابن ماجة وأحمد
Dari ‘Abdurrohman bin ‘Abza: “Rosululloh ﷺ biasa membaca dalam Witir: ‘Sabbihisma Robbikal A’la’ (Al-A’la), ‘Qul Ya Ayyuhal Kafirun’ (Al-Kafirun), dan ‘Qul Huwa Allohu Ahad’ (Al-Ikhlas). Setelah salam, beliau mengucapkan ‘Subhanal Malikil Quddus’ dan pada pengucapan ketiga, beliau mengangkat suaranya.”
(HR. An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: ” كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي الوِتْرِ: بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى، وَقُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ فِي رَكْعَةٍ رَكْعَةٍ “» رواه الترمذي وابن ماجة
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Nabi ﷺ biasa membaca dalam sholat Witir: ‘Sabbihisma Robbikal A’la’ (Al-A’la), ‘Qul Ya Ayyuhal Kafirun’ (Al-Kafirun), dan ‘Qul Huwa Allohu Ahad’ (Al-Ikhlas), masing-masing dalam satu roka’at.”
(HR. At-Tirmidzi , dan HR. Ibnu Majah)
عَنْ عَبْدِ العَزِيزِ بْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: سَأَلْنَا عَائِشَةَ، بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يُوتِرُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم؟ قَالَتْ: ” كَانَ يَقْرَأُ فِي الأُولَى: بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى، وَفِي الثَّانِيَةِ بِقُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ، وَفِي الثَّالِثَةِ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، وَالمُعَوِّذَتَيْنِ ” رواه أبو داود والترمذي
Dari ‘Abdul ‘Aziz bin Jurayj, ia berkata: “Kami bertanya kepada ‘A’isyah, dengan apa Rosululloh ﷺ melakukan Witir? Ia menjawab: ‘Pada roka’at pertama, beliau membaca ‘Sabbihisma Robbikal A’la’ (Al-A’la), pada roka’at kedua ‘Qul Ya Ayyuhal Kafirun’ (Al-Kafirun), dan pada roka’at ketiga ‘Qul Huwa Allohu Ahad’ (Al-Ikhlas) serta Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas).’”
(HR. Abu Dawud dan HR. At-Tirmidzi)
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 015/09091446-09032025
BERTAUBAT
“… وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“… Dan bertaubatlah kamu semua kepada Alloh, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
(QS. An-Nur/24: 31)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “من تاب قبل أن تطلع الشمس من مغربها، تاب الله عليه”. رواه مسلم
Dari Abu Hurairoh, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, maka Alloh akan menerima taubatnya.”
(HR. Muslim)
عَنْ أَبِي مُوسَى، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ “إِنَّ اللَّهَ عز وجل يبسط يده بالليل، ليتوب مسيء النهار. ويبسط يده بالنهار، ليتوب مسيء الليل. حتى تطلع الشمس من مغربها” رواه مسلم
Dari Abu Hurairoh, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari arah Barat, maka Alloh akan menerima taubatnya.”
(HR. Muslim)
عن ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: “يا أيها الناس! توبوا إلى الله. فإني أتوب، في اليوم، إليه مائة مرة”. رواه مسلم
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Alloh. Sungguh, aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.“
(HR. Muslim)
عن بِلَالِ بْنَ يَسَارِ بْنِ زَيْدٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، سَمِعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، يَقُولُ: «مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الحَيَّ القَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ، غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ» رواه الترمذي
Dari Bilal bin Yasar bin Zaid, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku dari kakekku, bahwa ia mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan: ‘Astaghfirulloh, alladzi la ilaha illa huwa al-hayyu al-qoyyumu wa atubu ilayh’ (Aku memohon ampun kepada Alloh yang tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya), maka dosanya akan diampuni, meskipun ia pernah melarikan diri dari medan perang.“
(HR. At-Tirmidzi)
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 016/10091446-10032025
TILAWATIL QUR’AN
عن عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيِنَ قَالَتْ: «إِنَّا كُنَّا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عِنْدَهُ جَمِيعًا لَمْ تُغَادَرْ مِنَّا وَاحِدَةٌ، فَأَقْبَلَتْ فَاطِمَةُ عليها السلام تَمْشِي، لَا وَاللهِ مَا تَخْفَى مِشْيَتُهَا مِنْ مِشْيَةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَلَمَّا رَآهَا رَحَّبَ قَالَ: مَرْحَبًا بِابْنَتِي، ثُمَّ أَجْلَسَهَا عَنْ يَمِينِهِ أَوْ عَنْ شِمَالِهِ، ثُمَّ سَارَّهَا فَبَكَتْ بُكَاءً شَدِيدًا، فَلَمَّا رَأَى حُزْنَهَا سَارَّهَا الثَّانِيَةَ، إِذَا هِيَ تَضْحَكُ، فَقُلْتُ لَهَا أَنَا مِنْ بَيْنِ نِسَائِهِ: خَصَّكِ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِالسِّرِّ مِنْ بَيْنِنَا ثُمَّ أَنْتِ تَبْكِينَ، فَلَمَّا قَامَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم سَأَلْتُهَا عَمَّا سَارَّكِ، قَالَتْ: مَا كُنْتُ لِأُفْشِيَ عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم سِرَّهُ، فَلَمَّا تُوُفِّيَ قُلْتُ لَهَا: عَزَمْتُ عَلَيْكِ بِمَا لِي عَلَيْكِ مِنَ الْحَقِّ لَمَّا أَخْبَرْتِنِي، قَالَتْ: أَمَّا الْآنَ فَنَعَمْ، فَأَخْبَرَتْنِي قَالَتْ: أَمَّا حِينَ سَارَّنِي فِي الْأَمْرِ الْأَوَّلِ فَإِنَّهُ أَخْبَرَنِي: أَنَّ جِبْرِيلَ كَانَ يُعَارِضُهُ بِالْقُرْآنِ كُلَّ سَنَةٍ مَرَّةً وَإِنَّهُ قَدْ عَارَضَنِي بِهِ الْعَامَ مَرَّتَيْنِ، وَلَا أَرَى الْأَجَلَ إِلَّا قَدِ اقْتَرَبَ، فَاتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِي، فَإِنِّي نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ. قَالَتْ: فَبَكَيْتُ بُكَائِي الَّذِي رَأَيْتِ، فَلَمَّا رَأَى جَزَعِي سَارَّنِي الثَّانِيَةَ قَالَ: يَا فَاطِمَةُ، أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُونِي سَيِّدَةَ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ، أَوْ سَيِّدَةَ نِسَاءِ هَذِهِ الْأُمَّةِ.» متفق عليه واللفظ للبخاري
Dari ‘A’isyah, Ummul Mukminin, ia berkata: “Kami, istri-istri Nabi ﷺ, sedang berkumpul bersama beliau, tidak ada seorang pun dari kami yang absen. Kemudian datanglah Fatimah ﷺ berjalan mendekat. Demi Alloh, cara berjalannya tidak berbeda dari cara berjalan Rosululloh ﷺ. Ketika beliau melihatnya, beliau menyambutnya dengan penuh kehangatan, seraya berkata: ‘Selamat datang, wahai putriku.’ Lalu beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau sebelah kirinya. Kemudian beliau membisikkan sesuatu kepadanya, sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang begitu dalam. Ketika beliau melihat kesedihannya, beliau kembali membisikkan sesuatu kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah pun tersenyum. Aku pun berkata kepadanya diantara istri-istri beliau: ‘Rosululloh ﷺ mengkhususkanmu dengan sebuah rahasia di antara kami, namun engkau menangis?’ Ketika Rosululloh ﷺ telah pergi, aku bertanya kepadanya tentang apa yang telah beliau bisikkan. Fatimah menjawab: ‘Aku tidak akan mengungkapkan rahasia Rosululloh ﷺ.’ Namun setelah Rosululloh ﷺ wafat, aku berkata kepadanya, ‘Aku bersumpah atas hakku atasmu, beritahukanlah kepadaku.’ Maka Fatimah berkata: ‘Sekarang, iya. Saat pertama kali beliau membisikkan sesuatu kepadaku, beliau mengabarkan bahwa Jibril dahulu memperdengarkan Al-Qur’an kepadanya setiap tahun sekali, namun tahun ini ia telah memperdengarkannya dua kali. Aku pun tidak melihatnya kecuali sebagai pertanda bahwa ajalnya telah dekat. Maka bertaqwalah kepada Alloh dan bersabarlah, sesungguhnya aku adalah sebaik-baik pendahulu bagimu.’ Maka aku pun menangis seperti yang engkau lihat tadi. Ketika beliau melihat kesedihanku, beliau kembali membisikkan sesuatu kepadaku seraya berkata: ‘Wahai Fatimah, tidakkah engkau ridho menjadi pemimpin wanita-wanita mukmin atau pemimpin wanita-wanita umat ini?’”
(HR. Al-Bukhory dan HR. Muslim, dan ini dari lafadz Al-Bukhory)
عن ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ عليه السلام يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْقُرْآنَ: فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عليه السلام، كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ.» رواه البخاري
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما, ia berkata: “Nabi ﷺ adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan, dan beliau menjadi lebih dermawan lagi di bulan Romadhon ketika Jibril menemuinya. Jibril عليه السلام menemui beliau setiap malam di bulan Romadhon hingga bulan itu berakhir, dan Nabi ﷺ memperdengarkan Al-Qur’an kepadanya. Maka, ketika Jibril عليه السلام menemuinya, beliau lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.”
(HR. Al-Bukhory)
Ibnu ‘Abdul Hakam berkata: “Ketika bulan Romadhon tiba, Imam Malik menjauhi pembacaan Hadits dan meninggalkan majelis para ‘Ulama, lalu ia mengkhususkan diri untuk membaca Al-Qur’an dari mushaf.“
Sufyan Ats-Tsauri, apabila Romadhon datang, ia meninggalkan segala bentuk ibadah lainnya dan hanya fokus pada membaca Al-Qur’an.
Dari ‘Ibrohim, ia berkata: “Al-Aswad bin Yazid menyelesaikan (khatam) Al-Qur’an setiap dua malam di bulan Romadhon. Ia tidur antara waktu Maghrib dan Isya, sedangkan di luar Romadhon, ia mengkhatamkan Al-Qur’an setiap enam malam.“
Abu ‘Abbas Al-Walid bin ‘Abdul Malik mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tiga hari dan membaca tujuh belas khataman di bulan Romadhon.
Dari Said bin Jubair, dikatakan bahwa ia mengkhatamkan Al-Qur’an setiap dua malam.
Abu Awanah berkata: “Aku menyaksikan Qotadah mengajarkan Al-Qur’an di bulan Romadhon.“
Salam bin Abi Muti’ berkata: “Qotadah biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tujuh hari. Jika Romadhon tiba, ia mengkhatamkan dalam tiga hari. Namun, ketika memasuki sepuluh hari terakhir Romadhon, ia mengkhatamkan setiap malam.”
Diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’i bahwa ia mengkhatamkan Al-Qur’an enam puluh kali dalam bulan Romadhon, di luar bacaan yang ia lakukan dalam sholat. Jumlah terbanyak yang mampu ia selesaikan adalah lima puluh sembilan khataman, sedangkan di luar Romadhon, ia mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak tiga puluh kali.
Ibnu Rojab رحمه الله berkata: “Larangan membaca Al-Qur’an kurang dari tiga hari secara terus-menerus hanya berlaku di luar waktu-waktu tertentu. Namun, dalam waktu-waktu yang utama, seperti bulan Romadhon—terutama pada malam-malam yang diharapkan sebagai malam Lailatul Qodar—atau di tempat-tempat yang utama, seperti Makkah bagi orang yang datang dari luar kota, maka dianjurkan untuk memperbanyak Tilawah Al-Qur’an, demi memanfaatkan keutamaan waktu dan tempat tersebut. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan para imam lainnya.”
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 017/11091446-11032025
SHODAQOH
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Alloh Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
(QS. At-Taubah/9: 103)
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الجُهَنِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا» رواه الترمذي وابن ماجة وأحمد واللفظ للترمذي
Dari Za’id bin Kholid Al-Juhani, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang shoum (berpuasa), maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang shoum (berpuasa) tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang shoum (berpuasa) itu.“
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan lafadz dari At-Tirmidzi)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ. قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ. وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ. إِنَّ جِبْرِيلَ عليه السلام كَانَ يَلْقَاهُ، فِي كُلِّ سَنَةٍ، فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ. فَيَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْقُرْآنَ. فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ.» متفق عليه الرواية لمسلم
“Rosululloh ﷺ adalah manusia yang paling dermawan dalam kebaikan. Dan beliau paling dermawan di bulan Romadhon. Sesungguhnya Jibril عليه السلام menemui beliau setiap tahun di bulan Romadhon hingga selesai. Maka Rosululloh ﷺ memperdengarkan Al-Qur’an kepadanya. Ketika Jibril menemuinya, Rosululloh ﷺ lebih dermawan dalam kebaikan dibanding angin yang bertiup kencang (dalam menyebarkan manfaatnya).“
(Muttafaq ‘alaih, dan riwayat ini dari Muslim)
قال الحافظ ابن حجر العسقلاني (773 – 852 هـ): فيعم خيره وبره من هو بصفة الفقر والحاجة ومن هو بصفة الغنى والكفاية أكثر مما يعم الغيث الناشئة عن الريح المرسلة صلى الله عليه وسلم
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani (773 – 852 H) berkata:
“Maka kebaikan dan kemurahannya mencakup, baik mereka yang berada dalam keadaan fakir dan membutuhkan, maupun mereka yang dalam keadaan kaya dan berkecukupan; lebih luas daripada manfaat hujan yang berasal dari angin yang berhembus. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepadanya (Rosululloh ﷺ).”
قال الشافعي : فأحب للرجل الزيادة بالجود في شهر رمضان اقتداء برسول الله صلى الله عليه وسلم، ولحاجة الناس فيه إلى مصالحهم، ولتشاغل كثير منهم بالصوم والصلاة عن مكاسبهم.»
Imam Asy-Syafi’i berkata:
“Aku menyukai seseorang untuk menambah kedermawanannya di bulan Romadhon sebagai bentuk meneladani Rosululloh ﷺ, juga karena kebutuhan orang-orang terhadap berbagai kepentingan mereka, serta karena banyak dari mereka yang disibukkan dengan shoum (puasa) dan sholat, sehingga terhalang dari usaha mencari penghidupan.”
قال يونسَ بنَ يزيد: كان ابنُ شهابٍ إذا دخل رمضانُ فإنّما هو تلاوةُ القرآنِ وإطعامُ الطعام، وكان ابنُ شهاب أكرمَ الناس.
Yunus bin Yazid berkata:
“Ketika Ibnu Syihab memasuki bulan Romadhon, beliau hanya fokus pada membaca Al-Qur’an dan memberi makan orang lain. Dan beliau (Ibnu Syihab) adalah orang yang paling dermawan.”
كَانَ حَمَّادُ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ يَفطِّرُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ خَمْسَ مِائَةِ إِنْسَانٍ، فَإِذَا كَانَ لَيْلَةُ الْفِطْرِ ، كَسَاهُمْ ثَوْبًا ثَوْبًا ، وَأَعْطَاهُمْ مِائَةً مِائَةً.
Dikisahkan bahwa Hammād bin Abī Sulaimān:
“Setiap malam di bulan Romadhon, beliau memberi makanan berbuka shoum (puasa) kepada lima ratus orang. Kemudian, ketika tiba malam ‘Idul Fitri, beliau memberikan masing-masing dari mereka satu pakaian dan seratus dirham.”
قال الذهبي (673 – 748 هـ): وبلغنا أن حمادا كان ذا دنيا متسعة، وأنه كان يُفَطِّر في شهر رمضان خمس مائة إنسان، وأنه كان يعطيهم بعد العيد لكل واحد مائة درهم.
Imam Adz-Dzahabi (673 – 748 H) berkata:
“Telah sampai kepada kami bahwa Hammād adalah seorang yang memiliki kekayaan luas. Beliau memberi makanan berbuka kepada lima ratus orang selama bulan Romadhon dan setelah ‘Idul Fitri, beliau memberikan kepada masing-masing dari mereka seratus dirham.“
قال ابن قيم الجوزية (659 – 751):
والجود عشر مراتبَ :إحداها: الجود بالنّفس، الثّانية: الجود بالرِّئاسة، الثّالثة: الجود براحته ورفاهيتِه وإجمامِ نفسه، الرّابعة: الجود بالعلم وبذْله، الخامسة: الجود بالنّفع بالجاه، السّادسة: الجود بنفع البدن ,السّابعة: الجود بالعِرض، الثّامنة: الجود بالصّبر والاحتمالِ والإغضاءِ. التّاسعة: الجود بالخُلُق والبِشْر والبَسْطة، العاشرة: الجود بتَرْفيهِ ما في أيدي النّاس عليهم.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah (659 – 751 H) berkata:
“Kedermawanan memiliki 10 (sepuluh) tingkatan:_
1. Kedermawanan dengan nyawa (mengorbankan diri),
2. Kedermawanan dengan kepemimpinan (– yang baik –),
3. Kedermawanan dengan kenyamanan, kemewahan, dan kesenangan diri,
4. Kedermawanan dengan ilmu dan menyebarkannya,
5. Kedermawanan dengan memberikan manfaat melalui kedudukan,
6. Kedermawanan dengan tenaga dan bantuan fisik,
7. Kedermawanan dengan kehormatan,
8. Kedermawanan dengan kesabaran, ketahanan, dan toleransi,
9. Kedermawanan dengan akhlaq yang baik, keramahan, dan keceriaan,
10. Kedermawanan dengan menyenangkan hati orang lain dan memberikan apa yang mereka butuhkan.”
>>> Dari dalil dan penyelasan para ‘Ulama di atas, maka patutlah kiranya bagi muslim yang ingin mencontoh Nabi ﷺ untuk dapat memulai dan atau meningkatkan shodaqoh dari Romadhon kali ini.
Bulan yang seluruhnya adalah keberkahan; jika tuntunan shodaqoh ini diwujudkan, maka kemuliaan dan keberuntungan terbentang menjadi peluang untuk diperolehnya keberkahan itu.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebanyak apapun peninggalan harta seseorang, jika sumber pemasukannya tidak berasal dari sumber yang Halal/Baik (sumber yang menimbulkan masalah), dan penggunaannya juga tidak tepat sasaran, apalagi jika sasarannya pada hal-hal yang merugikan; maka pastilah penyesalan dan penderitaan yang akan menyertai kekekalan akheratnya.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 018/12091446-12032025
SILATURROHIM
Alloh berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Robb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (‘Adam), dan (Alloh) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Alloh yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasimu.”
(QS. An-Nisa/4: 1)
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Sesungguhnya Alloh menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
(QS. An-Nahl/16: 90)
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin, dibandingkan diri mereka sendiri; dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Alloh daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Alloh).”
(QS. Al-Ahzab/33: 6)
عَنْ عَائِشَةَ. قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “الرحم معلقة بالعرش تقول: من وصلني وصله الله. ومن قطعني قطعه الله”.» رواه مسلم
Dari ‘A’isyah rodhiyallohu ‘anha: Rosululloh ﷺ bersabda: *”Rahim (hubungan kekerabatan) tergantung di ‘Arasy, ia berkata: ‘Siapa yang menyambungku, maka Alloh akan menyambungnya. Dan siapa yang memutuskanku, maka Alloh akan memutuskannya.‘”
(HR. Muslim, no. 2555)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا.» رواه البخاري
Dari ‘Abdulloh bin ‘Amr rodhiyallohu ‘anhuma: Nabi ﷺ bersabda: “Orang yang menyambung silaturrohim, bukanlah sekedar orang yang membalas kebaikan, tetapi (orang) yang benar-benar menyambung silaturrohim adalah orang yang tetap menyambungnya meskipun diputus oleh kerabatnya.“
(HR. Al-Bukhory, no. 5991)
عن سلمان بن عامر، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى المِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وَعَلَى ذِي الرَّحمِ اثْنَتَانِ، صَدَقَةٌ، وَصِلَةٌ”.» رواه النسائي وابن ماجة
Dari Salman bin ‘Amir, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Sesungguhnya shodaqoh kepada orang miskin adalah (hanya) shodaqoh; sedangkan (shodaqoh) kepada kerabat (mendapat) dua pahala, yaitu pahala shodaqoh dan pahala menyambung silaturrohim.“
(HR. An-Nasa’i dan HR. Ibnu Majah)
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «مَا مِنْ ذِي رَحِمٍ يَأْتِي رَحِمَهُ، فَيَسْأَلُهُ فَضْلًا أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ فَيَبْخَلُ عَلَيْهِ إِلَّا أُخْرِجَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ جَهَنَّمَ حَيَّةٌ يُقَالُ لَهَا شُجَاعٌ يَتَلَمَّظُ فَيُطَوَّقُ بِهِ» رواه الطبراني في الكبير والأوسط قال المنذري: رواه الطبراني في “الأوسط”، و”الكبير” بإسناد جيد. وقال الألباني في صحيح الترغيب والترهيب: حسن صحيح
Dari Jarir bin ‘Abdulloh, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Tidaklah seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan datang kepada kerabatnya lalu meminta kelebihan rizqi yang Alloh berikan kepadanya, tetapi dia enggan memberikannya, kecuali pada Hari Kiamat akan dikeluarkan untuknya dari Neraka Jahannam seekor ular besar yang disebut Syuja’—dengan mulutnya yang menjulur—lalu ia akan melilitnya.”
(HR. Ath-Thobroni dalam _Al-Kabir_ dan _Al-Awsath_; Al-Mundziri berkata: “Diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dalam Al-Awsath dan Al-Kabir dengan sanad yang baik.” Al-Albany dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib menilainya sebagai Hadits Hasan Shohih)
>>> Pada zaman ketika digitalisasi mulai menguasai segala sisi kehidupan seperti saat ini, tidak susah bagi orang yang ingin melakukan dan menyambung silaturrohim ini.
Memang idealnya, silaturrohim itu melalui kunjungan fisik, sehingga bisa bertatap muka langsung, bisa duduk bersanding berkomunukasi langsung di darat, dan seterusnya; namun sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, silaturrohim bahkan sudah dapat dilakukan melalui Handphone dengan media “Video Call” atau media sosial lainnya yang mendekatkan jarak diantara mereka. Bahkan sangat ekonomis, sehingga nyaris tidak ada alasan yang patut bagi seseorang untuk dikatakan tidak mampu melakukan silaturrohim.Silaturrohim yang dapat dirasakan pada musim Romadhon adalah melalui seringnya berjumpa disaat sholat Tarowih bersama, yang tentu intensitasnya menjadi lebih, bukan sekedar rutin tetapi juga adalah dalam kurun waktu 1 bulan lamanya; sehingga diharapkan kalau hal ini dimanfaatkan secara efektif maka akan dapatlah dirasakan betapa harapan agar silaturrohim diantara keluarga menjadi lebih erat, diantara anggota masyarakat juga lebih harmonis, bahkan diantara ummat Islam menjadi terjalin /terajut dengan kokoh; sehingga persaudaraan dan persatuan ummat Islam seharusnya memungkinkan untuk dapat terwujud. Dengan demikian, silaturrohim ini dapat berfungsi dari berbagai sisi, bukan dari sisi spiritual dan ibadah saja, akan tetapi juga dari sisi sosial, bahkan mungkin saja bisa meluas pada sisi ekonomi dan yang lainnya.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 019/13091446-13032025
MENGHINDARI PERKARA TAK BERGUNA
عن أبي (المتوكل) أن أبا هريرة وأصحابه كانوا إذا صاموا جلسوا في المسجد
Dari Abu (Al-Mutawakkil):
“Bahwa Abu Hurairoh dan para sahabatnya, jika mereka shoum (berpuasa), mereka duduk di dalam masjid.“
قال أَبو هُرَيْرَةَ: إِذَا كُنْتَ صَائِمًا فَلَا تَجْهَلْ، وَلَا تُسَابَّ، وَإِنْ جُهِلَ عَلَيْكَ، فَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ
Abu Hurairoh berkata:
“Jika engkau sedang shoum (berpuasa), maka janganlah berbuat kebodohan dan jangan bertengkar. Jika ada orang yang bersikap bodoh kepadamu, katakanlah: ‘Sesungguhnya aku sedang shoum (berpuasa).’”
قال جابر بن عبد الله: إذا صمت فليصم سمعك بصرك ولسانك عن الكذب والمحارم ودع أذى الخاصة وليكن عليك وقار وسكينة يوم صيامك ولا تجعل يوم فطرك وصومك سوءا
Jabir bin ‘Abdulloh berkata:
“Jika engkau shoum (berpuasa), maka hendaklah pendengaran, penglihatan, dan lisanmu juga ikut shoum (berpuasa) dari dusta dan hal-hal harom. Janganlah menyakiti orang lain. Hendaklah pada hari shoum (puasa)mu, engkau memiliki ketenangan dan kewibawaan, dan jangan jadikan hari berbukamu dan hari shoum (puasa)mu sama buruknya.“
قال أبو ذر: إذا صمت فتحفظ ما استطعت، (وكان) طليق إذا كان يوم صومه دخل فلم يخرج إلا لصلاة
Abu Dzar berkata:
“Jika engkau shoum (berpuasa), maka jagalah dirimu sebisa mungkin (dari keburukan). Dan (disebutkan bahwa) Thaliq, jika sedang shoum (berpuasa), masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk sholat.“
عن مجاهد قال: خصلتان من حفظهما سلم له صومه: الغيبةُ والكذبُ
Mujahid berkata:
“Ada dua perkara, siapa yang menjaganya maka shoum (puasa)nya akan selamat: ghibah (menggunjing) dan dusta.“
عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ قَالَ: الصَّائِمُ فِي عِبَادَةٍ مَا لَمْ يَغْتَبْ أَحَدًا
Abu Al-‘Aliyah berkata:
“Seorang yang shoum (berpuasa) tetap berada dalam ibadah selama ia tidak menggunjing siapa pun.“
قال ابن قيم الجوزية (691 – 751 هـ): وَكَانَ مِنْ هَدْيِهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ الْإِكْثَارُ مِنْ أَنْوَاعِ الْعِبَادَاتِ، فَكَانَ جِبْرِيلُ يُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فِي رَمَضَانَ، وَكَانَ إِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ ( «وَكَانَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَأَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ» ) يُكْثِرُ فِيهِ مِنَ الصَّدَقَةِ وَالْإِحْسَانِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ وَالصَّلَاةِ وَالذِّكْرِ وَالِاعْتِكَافِ
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (691 – 751 H) berkata:
“Termasuk kebiasaan Rosululloh ﷺ di bulan Romadhon adalah memperbanyak berbagai jenis ibadah. Jibril ‘alaihissalam biasa mengajarkan Al-Qur’an kepadanya di bulan Romadhon, dan ketika bertemu dengan Jibril, beliau menjadi lebih dermawan dalam kebaikan dibandingkan angin yang berhembus (Dan beliau adalah manusia paling dermawan, dan paling dermawan di bulan Romadhon). Beliau memperbanyak shodaqoh, kebaikan, tilawah Al-Qur’an, sholat, dzikir, dan i’tikaf.”
>>> Jadi orang-orang yang mengerti, betapa dunia ini adalah menjadi jembatan menuju akhirat; mereka berpikir dunia ini adalah harus menjadi penghantar pada sesuatu yang tidak sekedar perut dan kemaluan atau sekedar canda dan tawa; melainkan berusaha untuk lebih berisi.
Orang-orang sholih terdahulu mengetahui betul bahwa Romadhon adalah momentum yang sangat penting dalam hidupnya sehingga mereka penuhi seluruhnya untuk beribadah kepada Alloh, memperbanyak taubat, istighfar, dzikir, tilawah Al-Qur’an, i’tikaf, dan yang lainnya yang dapat menyibukkan diri padahal hal-hal yang bermanfaat; bukan sebaliknya yaitu untuk lalai atau banyak tidur, apalagi berselancar di sosial media, baik melalui handphone atau sejenisnya yang justru akan membawa pada kesia-siaan.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 020/14091446-14032025
SEDIKIT MAKAN
قال أبو العباس هاشم بن القاسم: كنت عند المهتدي عشية في رمضان فقمت لأنصرف فقال: اجلس فجلست فصلى بنا ودعا بالطعام فأحضر طبق خلاف عليه أرغفة وآنية فيها ملح وزيت وخل فدعاني إلى الأكل فأكلت أكل من ينتظر الطبيخ فقال: ألم تكن صائماً؟ قلت: بلى قال: فكل واستوف فليس هنا غير ما ترى؟! فعجبت ثم قلت: ولم يا أمير المؤمنين وقد أنعم الله عليك؟ قال: إني فكرت أنه كان في بني أمية عمر بن عبد العزيز فغرت على بني هاشم وأخذت نفسي بما رأيت
Abu al-‘Abbas Hasyim bin Al-Qosim berkata: “Aku pernah berada di sisi Al-Muhtadi (Kholifah ‘Abbasiyah) pada suatu sore di bulan Romadhon. Ketika aku hendak beranjak pergi, ia berkata: ‘Duduklah.’ Maka aku pun duduk. Ia lalu sholat bersama kami, kemudian meminta makanan untuk dihidangkan. Lalu dihadirkan sebuah nampan berisi roti serta bejana-bejana berisi garam, minyak, dan cuka. Ia mengajakku makan, dan aku pun makan dengan sikap seseorang yang sedang menunggu hidangan utama. Maka ia berkata:‘Bukankah engkau berpuasa?’ Aku menjawab: ‘Benar.’ Ia berkata: ‘Makanlah dengan puas, karena tidak ada makanan lain di sini selain apa yang kau lihat.’ Aku pun merasa heran, lalu bertanya: ‘Mengapa demikian, wahai ‘Amirul Mu’minin, padahal Alloh telah melimpahkan nikmat kepadamu?’ Ia menjawab: ‘Aku merenungkan bahwa di Bani ‘Umayyah pernah ada seorang yang bernama ‘Umar bin Abdul ‘Aziz, lalu aku merasa cemburu terhadap Bani Hasyim, maka aku pun mengambil sikap seperti yang kau lihat ini.’”
عن ابْنِ الْمُبَارَكِ قَالَ: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ قَالَ: كَانَ يُقَالُ: إِيَّاكُمْ وَالْبِطْنَةَ، فَإِنَّهَا تُقَسِّي الْقَلْبَ، وَاكْظِمُوا الْعِلْمَ، وَلَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ، فَتَمَجَّهُ الْقُلُوبُ
Dari Ibnu Al-Mubarok, ia berkata: “Telah mengabarkan kepada kami Sufyan, ia berkata: ‘Dulu dikatakan: Jauhilah kekenyangan, karena ia akan membuat hati menjadi keras. Simpanlah ilmu dengan baik, dan jangan terlalu banyak tertawa, karena itu akan membuat hati menjadi enggan menerima nasehat.’“
Dalam suatu hasil penelitian ilmiyyah: Salah satu alternatif makanan pembuka yang digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa darah adalah buah kurma, sebagaimana hasil pengukuran kadar glukosa darah pada mahasiswa kedokteran 2017 Universitas Muslim Indonesia Makassar yang melakukan puasa selam 10 jam, memiliki rata-rata kadar glukosa darah 86,02+7,211 mg/dl. Setelah berbuka puasa dengan 3 biji kurma, kemudian setelah 15 menit dilakukan pengukuran glukosa darah kembali ke seluruh responden, maka didapatkan kenaikan kadar glukosa darah pada seluruh responden dengan rata-rata 121,24+6,314 mg/dl.
Setidaknya terdapat 7 khasiat kurma dalam melindungi kesehatan, berdasarkan penelitian ilmiah, sebagaimana dilansir oleh “Health“: yaitu: 1) Kaya Nutrisi; 2) Memiliki Beragam Antioksidan; 3) Mendukung Kesehatan Pencernaan; 4) Manis Alami dan Tidak Mengandung Gula Tambahan; 5) Melindungi Kesehatan Jantung dan Regulasi Gula Darah; 6) Membantu Meringankan Persalinan Alami; dan terakhir 7) Menawarkan Perlindungan Otak.
Dapat ditambahkan pula bahwa Senyawa pelindung dalam kurma juga diduga membantu menjaga otak.
Sebuah makalah yang diterbitkan dalam “Jurnal Neural Regeneration Research” menyatakan bahwa: Kurma memiliki potensi terapeutik yang menjanjikan melawan penyakit Alzheimer, karena kemampuannya untuk memerangi peradangan dan stress oksidatif di otak.
>>> Romadhon adalah bulan ibadah; bukan merupakan bulan untuk balas dendam dalam makan dan minum; karena sedari pagi dan siang dia lapar dan haus, sehingga mulai berbuka hingga sahur dia bersibuk untuk menikmati berbagai hidangan atau mungkin pesta kuliner.
Melalui kisah Al-Muhtadi di atas, bahkan kita dapati bahwa pejabat yang bertanggung jawab mengurusi umat dan atau publik, justru kalau dia mau, dia bisa saja tinggal bertitah agar semua kemauannya dapat dihadirkan dan dinikmatinya; namun kesholihan dan pemahaman yang benar tentang Romadhon dan umur, menyebabkan ia justru menjadikan Romadhon adalah benar-benar bukan untuk memenuhi syahwat perut dan kemaluannya; melainkan untuk memperpadat dan memperbanyak aktivitas hidup dalam beribadah kepada Alloh.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 021/15091446-15032025
UMROH
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: «لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ، قَالَ لِأُمِّ سِنَانٍ الْأَنْصَارِيَّةِ: مَا مَنَعَكِ مِنَ الْحَجِّ، قَالَتْ: أَبُو فُلَانٍ، تَعْنِي زَوْجَهَا، كَانَ لَهُ نَاضِحَانِ حَجَّ عَلَى أَحَدِهِمَا، وَالْآخَرُ يَسْقِي أَرْضًا لَنَا. قَالَ: فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً مَعِي» متفق عليه والرواية للبخاري
Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, ia berkata: “Ketika Nabi ﷺ kembali dari haji, beliau berkata kepada Ummu Sinan Al-Anshoriyyah: ‘Apa yang menghalangimu untuk berhaji?’ Ia menjawab: ‘Abu Fulan (suamiku) memiliki dua ekor unta. Salah satunya ia gunakan untuk berhaji, sementara yang lain digunakan untuk mengairi tanah kami.’ Maka Nabi ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya umroh di bulan Romadhon sebanding dengan haji bersamaku.’”
(Muttafaqun ‘alaih, dan lafadznya menurut Al-Bukhory)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما، قَالَ: أَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْحَجَّ فَقَالَتِ امْرَأَةٌ لِزَوْجِهَا: حُجَّ بِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: مَا عِنْدِي مَا أُحِجُّكِ عَلَيْهِ، قَالَتْ: فَحَجَّ بِي عَلَى نَاضِحِكَ، فَقَالَ: ذَاكَ نَعْتَقِبُهُ أَنَا وَوَلَدُكِ، قَالَتْ: فَحُجَّ بِي عَلَى جَمَلِكَ فُلَانٍ، قَالَ: ذَلِكَ حَبِيسٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَتْ: فَبِعْ تَمْرَ رِقِّكَ، قَالَ: ذَاكَ قُوتِي وَقُوتُكِ، قَالَ: فَلَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَكَّةَ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِ زَوْجَهَا فَقَالَتْ: أقْرِئْ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنِّي السَّلَامَ، وَسَلْهُ مَا يَعْدِلُ حَجَّةً مَعَكَ؟ فَأَتَى زَوْجُهَا النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَتِي تُقْرِئُكَ السَّلَامَ وَرَحْمَةَ اللَّهِ، وَإِنَّهَا قَالَتْ أَنَّ أَحُجَّ بِهَا مَعَكَ، فَقُلْتُ لَهَا: لَيْسَ عِنْدِي، قَالَتْ: فَحَجَّ بِي عَلَى جَمَلِي فُلَانٍ فَقُلْتُ لَهَا: ذَلِكَ حَبِيسٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «أَمَا إِنَّكِ لَوْ كُنْتِ حَجَجْتِ بِهَا كَانَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ» ، فَقَالَ: فَضَحِكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم تَعَجُّبًا مِنْ حِرْصِهَا عَلَى الْحَجِّ، قَالَ: وَإِنَّهَا أَمَرْتَنِي أَنْ أَسْأَلَكَ مَا تَعْدِلُ حَجَّةً مَعَكَ؟ قَالَ: «أقْرِئهَا مِنِّي السَّلَامَ وَرَحْمَةَ اللَّهِ، وَأَخْبِرْهَا أَنَّهَا تَعْدِلُ حَجَّةً مَعِي عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ» رواه الحاكم
Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, ia berkata: “Rosululloh ﷺ hendak berhaji. Seorang wanita berkata kepada suaminya: ‘Berhajilah bersamaku dengan Rosululloh ﷺ.’ Suaminya menjawab: ‘Aku tidak memiliki sesuatu untuk membiayaimu.’ Wanita itu berkata: ‘Gunakan untamu untuk membawaku berhaji.’ Suaminya menjawab: ‘Kami menggunakan unta itu bergantian, aku dan anak-anakmu.’ Wanita itu berkata: ‘Gunakanlah untamu yang lain.’ Suaminya berkata: ‘Itu sudah diwakafkan di jalan Alloh.’ Wanita itu berkata: ‘Jual saja kurma milik budakmu.’ Suaminya menjawab: ‘Itu adalah makanan kita.’ Ketika Nabi ﷺ kembali dari Makkah, wanita itu mengutus suaminya untuk bertanya: ‘Sampaikan salamku kepada Rosululloh ﷺ dan tanyakan apa yang setara dengan haji bersamanya?’Maka suaminya pun bertanya kepada Nabi ﷺ. Rosululloh ﷺ tersenyum karena kagum dengan keinginan kuat wanita itu untuk berhaji, lalu beliau bersabda: ‘Sampaikan salamku kepadanya dan kabarkan bahwa umroh di bulan Romadhon setara dengan haji bersamaku.’”
(Diriwayatkan oleh Al-Hakim)
عَنْ ابْنِ أُمِّ مَعْقِلٍ، عَنْ أُمِّ مَعْقِلٍ، عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: «عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً» رواه الترمذي
Dari Ibnu Umm Ma’qil, dari Umm Ma’qil, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Umroh di bulan Romadhon setara dengan haji.“
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)
عَنْ أَبِي مَعْقِلٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ، تَعْدِلُ حَجَّةً» رواه ابن ماجة
Dari Abu Ma’qil, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Umroh di bulan Romadhon setara dengan haji.“
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
عَنْ وَهْبِ بْنِ خَنْبَشٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ، تَعْدِلُ حَجَّةً» رواه ابن ماجة
Dari Wahb bin Khonbash, ia berkata, Rosululloh ﷺ bersabda: “Umroh di bulan Romadhon setara dengan haji.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
عَنْ هَرِمِ بْنِ خَنْبَشٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ، تَعْدِلُ حَجَّةً» رواه ابن ماجة
Dari Haram bin Khonbash, ia berkata, Rosululloh ﷺ bersabda: “Umroh di bulan Romadhon setara dengan haji.“
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ، تَعْدِلُ حَجَّةً» رواه ابن ماجة
Dari Jabir, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Umroh di bulan Romadhon setara dengan haji.“
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
>>> Hadits dan khobar di atas, memberi kesan kepada kita bahwa sedemikian masyhurnya di kalangan para Shohabat Rosululloh ﷺ yang langsung mendapatkan informasi dan pengajaran dari Rosululloh ﷺ bahwa: Beribadah yang satu ini, yaitu: Umroh pada bulan Romadhon, adalah setara dengan ibadah Haji.
Bagi orang kaya dan cerdas, tidak mustahil dia berpikir bahwa 11 bulan cukuplah kiranya untuk menumpuk dan menambah harta kekayaan dan finansial yang selama ini dia geluti; sehingga dia bisa hidup sebulan di Makkah yang dipenuhi dengan beribadah kepada Alloh; yang bisa jadi bagi dia hal tersebut tidaklah mengurangi harta kekayaannya yang sudah melimpah itu.
Namun, meskipun demikian, mungkin bisa jadi dia dengan melalui “remote”-nya dari jarak jauh, masih mampu untuk mengatur dan me-“manage” perusahaannya di tanah air, walaupun secara teknis keberadaannya adalah di Makkah al-Mukaromah atau di Al-Madinah; karena bagi dirinya, yang dia cari adalah keberuntungan di akhirat.
Kalau saja 5 juta per hari, sehingga 30 hari adalah 150 juta misalkan, tidak mustahil banyak orang-orang kaya yang mampu melakukannya,; jika dia kaya dalam finansial dan kaya juga dalam hati dan imannya.
Namun, berapa banyak pula orang yang justru pas-pasan hidupnya, tetapi mereka benar-benar berjuang untuk mengejar keutamaan disisi Alloh, sehingga dia pada akhirnya mampu ber-Umroh. Maka Umroh di bulan Romadhon, memiliki keutamaan sebagaimana diberitakan dalam Hadits diatas.
Semoga Hadits-Hadits di atas, mampu mengetuk keimanan kita untuk berkemauan sungguh-sungguh dalam menunaikan Umroh di tahun yang akan datang.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 022/17091446-17032025
JIHAD
Peristiwa Penting dalam Sejarah Islam yang terjadi di bulan Romadhon:
1) Perang Badar; terjadi pada tanggal 17 Romadhon tahun ke-2 Hijriyah.
>> Penaklukan Mekah; terjadi pada tanggal 10 Romadhon tahun ke-8 Hijriyah.
>> Kepulangan Nabi Muhammad ﷺ dari Perang Tabuk, yang terjadi pada tahun ke-9 Hijriyah. Nabi ﷺ berangkat ke Tabuk pada bulan Rojab, dan perang ini berlangsung selama 50 hari. Beliau menetap di Tabuk selama 20 hari, sedangkan sisanya digunakan untuk perjalanan pergi dan pulang.
>> Pertempuran Al-Qodisiyyah; terjadi pada Romadhon tahun ke-15 Hijriyah dibawah kepemimpinan Sa’ad bin Abi Waqqos.
2) Penaklukan Andalusia; terjadi pada Romadhon tahun 92 Hijriyah di bawah kepemimpinan Thoriq bin Ziyad.
3) Penaklukan Amorium (Amuriyyah): terjadi pada tahun 223 Hijriyah.
>> Ibnu al-Atsir mencatat bahwa penaklukan ini dipicu oleh tindakan raja Romawi terhadap wilayah Islam. Ketika seorang wanita dari Bani Hasyim ditawan oleh Romawi dan meminta pertolongan dengan teriakan “Wa Mu’tasimah!“, Kholifah Al-Mu’tashim segera merespons dengan mengerahkan pasukan besar.
>> Pertempuran Zallaqah; Terjadi pada tahun 479 Hijriyah di wilayah selatan Spanyol modern.
>> Penaklukan Benteng Harim; sebagaimana disebutkan oleh Yaqut al-Hamawi menyebutkan bahwa Harim adalah sebuah benteng kuat di dekat Antiokia. Pada tahun 559 Hijriyah, Nuruddin Zanki memanfaatkan kondisi yang menguntungkan dan menyerang pasukan Salib di Harim.
>> Pertempuran ‘Ain Jalut; Terjadi pada tahun 685 Hijriyah di bawah pimpinan Sultan Qutuz dan Panglima Baibars.
Ibnu Taghri Bardi mencatat bahwa pasukan Muslim bertemu dengan pasukan Mongol pada tanggal 25 Romadhon dan bertempur dengan sengit hingga kemenangan diraih oleh pasukan Muslim.
>> Pertempuran Hattin, terjadi pada tahun 584 Hijriyah di bawah kepemimpinan Solahuddin al-Ayyubi.
4) Perang Romadhon 1973 (Perang Oktober)
>> Terjadi pada Romadhon tahun 1393 Hijriyah. Pasukan Muslim berhasil menyeberangi Terusan Suez dan menghancurkan pertahanan Israel, termasuk tembok Bar Lev yang diklaim tidak dapat ditembus.
>> Pertempuran Syaqhab; terjadi pada Romadhon tahun 702 Hijriyah antara pasukan Muslim dan Mongol. Ibnu Katsir mencatat bahwa Ibnu Taimiyah memberikan fatwa bahwa berbuka puasa lebih utama bagi para prajurit untuk memperkuat mereka dalam pertempuran. Kemenangan besar diraih oleh kaum Muslim, dan pasukan Mongol mengalami kekalahan telak.
>>>>> Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa bulan Romadhon tidak hanya menjadi bulan ibadah, tetapi juga bulan kemenangan dan perjuangan dalam sejarah Islam.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 023/19091446-19032025
I’TIKAF
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari shoum/puasa untuk bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Alloh mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima taubatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Alloh bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu Fajar. Kemudian sempurnakanlah shoum (puasa) sampai (datang) malam. Tetapi janganlah kamu campuri mereka, ketika kamu ber-i’tikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Alloh, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertaqwa.”
(QS. Al-Baqoroh/2: 187)
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم «كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.» متفق عليه
Dari ‘A’isyah رضي الله عنها, istri Nabi صلى الله عليه وسلم: “Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم biasa ber-i’tikaf pada 10 (sepuluh) hari terakhir bulan Romadhon hingga Alloh mewafatkan beliau. Kemudian, istri-istrinya ber-i’tikaf setelah beliau wafat.“
(Muttafaq ‘alaih)
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها. قَالَتْ: كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم، إذا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ، صَلَّى الْفَجْرَ. ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ. وَإِنَّهُ أَمَرَ بِخِبَائِهِ فَضُرِبَ. أَرَادَ الِاعْتِكَافَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ. فَأَمَرَتْ زَيْنَبُ بِخِبَائِهَا فَضُرِبَ. وَأَمَرَ غَيْرُهَا مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِخِبَائِهِ فَضُرِبَ. فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْفَجْرَ، نَظَرَ فَإِذَا الْأَخْبِيَةُ. فَقَالَ ” آلْبِرَّ تُرِدْنَ؟ ” فَأَمَرَ بِخِبَائِهِ فَقُوِّضَ. وَتَرَكَ الِاعْتِكَافَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ حَتَّى اعْتَكَفَ فِي الْعَشْرِ الْأَوَّلِ مِنْ شوال.» متفق عليه والرواية للبخاري
Dari ‘A’isyah رضي الله عنها, ia berkata: “Ketika Rosululloh صلى الله عليه وسلم ingin ber-i’tikaf, beliau menunaikan sholat Shubuh, lalu masuk ke tempat i’tikafnya. Suatu ketika, beliau memerintahkan untuk didirikan tenda kecil, karena ingin ber-i’tikaf pada 10 (sepuluh) hari terakhir Romadhon. Kemudian, Zainab juga memerintahkan agar dibuatkan tenda, begitu pula istri-istri Nabi صلى الله عليه وسلم lainnya. Ketika Rosululloh صلى الله عليه وسلم selesai sholat Shubuh dan melihat banyaknya tenda, beliau bersabda: ‘Apakah kalian menginginkan kebaikan (dengan cara ini)?’ Lalu, beliau memerintahkan agar tenda kecilnya dibongkar dan meninggalkan i’tikaf di bulan Romadhon hingga akhirnya beliau ber-i’tikaf pada 10 (sepuluh) hari pertama bulan Syawwal.“
(Muttafaq ‘alaih, riwayat Al-Bukhory)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُجَاوِرُ فِي رَمَضَانَ الْعَشْرَ الَّتِي فِي وَسَطِ الشَّهْرِ، فَإِذَا كَانَ حِينَ يُمْسِي مِنْ عِشْرِينَ لَيْلَةً تَمْضِي وَيَسْتَقْبِلُ إِحْدَى وَعِشْرِينَ، رَجَعَ إِلَى مَسْكَنِهِ، وَرَجَعَ مَنْ كَانَ يُجَاوِرُ مَعَهُ، وَأَنَّهُ أَقَامَ فِي شَهْرٍ جَاوَرَ فِيهِ اللَّيْلَةَ الَّتِي كَانَ يَرْجِعُ فِيهَا، فَخَطَبَ النَّاسَ، فَأَمَرَهُمْ مَا شَاءَ اللهُ، ثُمَّ قَالَ: كُنْتُ أُجَاوِرُ هَذِهِ الْعَشْرَ، ثُمَّ قَدْ بَدَا لِي أَنْ أُجَاوِرَ هَذِهِ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ، فَمَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَثْبُتْ فِي مُعْتَكَفِهِ، وَقَدْ أُرِيتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ، ثُمَّ أُنْسِيتُهَا، فَابْتَغُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ، وَابْتَغُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ، وَقَدْ رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ فَاسْتَهَلَّتِ السَّمَاءُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ فَأَمْطَرَتْ، فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ فِي مُصَلَّى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ، فَبَصُرَتْ عَيْنِي نَظَرْتُ إِلَيْهِ انْصَرَفَ مِنَ الصُّبْحِ وَوَجْهُهُ مُمْتَلِئٌ طِينًا وَمَاءً.» متفق عليه والرواية للبخاري
Dari Abu Sa’id Al-Khudry رضي الله عنه: “Rosululloh صلى الله عليه وسلم dahulu ber-i’tikaf di pertengahan bulan Romadhon. Ketika malam ke-20 berlalu dan malam ke-21 tiba, beliau kembali ke tempat tinggalnya, begitu juga orang-orang yang ber-i’tikaf bersamanya. Namun, di salah satu bulan ketika beliau ber-i’tikaf, beliau tetap tinggal pada malam dimana biasanya beliau pulang. Beliau kemudian berkhutbah kepada manusia dan menyampaikan apa yang Alloh kehendaki. Lalu beliau bersabda: ‘Dulu aku ber-i’tikaf pada sepuluh hari pertengahan bulan, lalu aku memilih untuk ber-i’tikaf pada sepuluh hari terakhir. Maka, siapa yang ber-i’tikaf bersamaku, tetaplah dalam tempat i’tikafnya. Aku diperlihatkan malam itu (Lailatul Qodar), namun aku dibuat lupa, maka carilah ia pada 10 (sepuluh) malam terakhir, terutama di malam-malam ganjil. Aku bermimpi seolah-olah aku sujud di atas air dan tanah berlumpur.‘ Lalu pada malam itu turun hujan hingga air merembes ke dalam masjid yang digunakan Rosululloh صلى الله عليه وسلم untuk sholat. Pada pagi hari, aku melihat wajah beliau penuh dengan tanah dan air.“
(Muttafaq ‘alaih, riwayat Al-Bukhory)
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.» متفق عليه واللفظ للبخاري
Dari ‘A’isyah رضي الله عنها, ia berkata: “Ketika memasuki 10 (sepuluh) malam terakhir (Romadhon), Nabi صلى الله عليه وسلم mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.“
(Muttafaq ‘alaih, riwayat Al-Bukhory)
عن أَبي وَائِلٍ، يَقُولُ: قَالَ حُذَيْفَةُ لِعَبْدِ اللهِ: قَوْمٌ عُكُوفٌ بَيْنَ دَارِكَ، وَدَارِ أَبِي مُوسَى أَلَا تَنْهَاهُمْ؟ فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللهِ: «فَلَعَلَّهُمْ أَصَابُوا وَأَخْطَأْتَ، وَحَفِظُوا وَنَسِيتَ» ، فَقَالَ حُذَيْفَةُ: ” لَا اعْتِكَافَ إِلَّا فِي هَذِهِ الْمَسَاجِدِ الثَّلَاثَةِ: مَسْجِدِ الْمَدِينَةِ، وَمَسْجِدِ مَكَّةَ، وَمَسْجِدِ إِيلِيَا ” رواه الطبراني في الكبير قال الهيثمي: وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ .
Dari Abu Wa’il, ia berkata: Hudzaifah bertanya kepada ‘Abdulloh: “Ada sekelompok orang yang sedang ber-i’tikaf diantara rumahmu dan rumah Abu Musa. Mengapa engkau tidak melarang mereka?” Maka ‘Abdulloh menjawab: “Mungkin mereka benar dan engkau yang salah. Mungkin mereka mengingat, sedangkan engkau lupa.” Lalu Hudzaifah berkata: “Tidak ada i’tikaf, kecuali di tiga masjid ini: Masjid Nabawi (Madinah), Masjidil Harom (Makkah), dan Masjid al-Aqsa (Baitul Maqdis).“
(Diriwayatkan oleh Ath-Thobrony dalam Al-Kabir. Al-Haitsami berkata: ‘Perowi-perowinya adalah perowi Hadits shohih‘)
>>> Pada hakekatnya ibadah I’tikaf ini adalah: Upaya yang dilakukan oleh seorang muslim untuk meninggalkan sejenak segala hiruk pikuk dunia selama setidaknya 10 hari dan malam terakhir dari bulan Romadhon di Masjid Jami’ (masjid yang disana diselenggarakan sholat Jum’at, utamanya di tiga masjid yaitu: Al-Masjidul Harom, Al-Masjidun Nabawi dan atau Al-Masjidul Aqsho), untuk menyibukkan diri dengan ibadah dan perkara keakheratan, terutama mengejar keutamaan malam Lailatul Qodar di malam-malam ganjil.
Mu’takif (orang yang ber-i’tikaf) benar-benar menyibukkan diri dengan ibadah dan munajat pada Alloh yang Maha Kuasa, melalui tentu shoum di siang hari, qiyamu Romadhon di malam hari, dan pada setiap saatnya adalah berusaha menyibukkan diri dengan Sholat sunnah, Sholawat atas Nabi, Do’a, Dzikir, Tilawatil Qur’an (– mudahnya disingkat: S2D2T — pen.); penuh ber-munajat (pengaduan) terhadap Alloh Robbul ‘Alamin agar kekurangan di masa lalu tergantikan. Saat itu hendaknya benar-benar dipenuhi dengan ibadah, bertaubat beristighfar, bermuhasabah (introspeksi diri), serta bertekad meningkatkan kwalitas hidupnya baik dalam keluarganya, masyarakatnya, dan atau yang lebih besar lagi; sehingga keselamatan dan kebahagiaan lahir maupun bathin, dunia maupun akherat diharapkan dirinya berpeluang untuk menjadi peraihnya.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 024/20091446-20032025
AKHLAQ ROMADHON
Tidak sedikit umat Islam yang masih tidak tahu bahwa Romadhon adalah “madrosah”, masa training dan atau pesantren yang efekfif untuk seseorang benar-benar berpeluang untuk diselamatkan oleh Alloh dari siksa adzab Jahannam dan dimasukkan oleh Alloh ke dalam surga yang di dalamnya penuh dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan tiada tara dan selama-lamanya tanpa beban.
Tidak sedikit orang yang mengetahui itu sadar….
Tidak sedikit orang yang sadar pun itu mampu dan sempat…
Tidak semua orang yang mampu dan sempat pun memperoleh taufiq dari Alloh untuk mewujudkannya dalam aktifitas dan sikap hidup nyata dari hakikat makna dari ibadah Romadhon sebulan penuh ini….
Selain ibadah yang sering dikesankan ritual yang penuh pada bulan Romadhon ini, baik di siang hari dengan berlapar dan berhaus, sedang di malam hari dengan ber-ruku’ dan bersujud, dan ibadah lainnya seperti Tilawatil Qur’an, shodaqoh dll; pada hakekatnya kalau sesorang mendapat Taufiq dari Alloh, niscaya Romadhon ini sarat dengan Pendidikan, Pengajaran dan habitasi akhlaq mulia….
Diantara Akhlaq mulia yang seharusnya tumbuh berkembang melalui bulan Romadhon ini adalah antara lain:
1) Ikhlash
2) Muroqobah (hidup penuh rasa dikontrol oleh Alloh)
3) Sabar
4) Qona’ah
5) Mujahadah (bersungguh-sungguh)
6) Pengendalian syahwat
7) Pengendalian emosi, terutama menahan amarah
8) Meningkatkan ibadah, baik secara kuantitas maupun kualitas
9) Mengikis bakhil, melalui pintu terutama zakat dan shodaqoh_
10) Meningkatkan sikap peduli dan empati
11) Mengagungkan syi’ar Islam
12) Kebiasaan berpola hidup sehat
13) Mempererat persatuan dan kesatuan, baik di lingkungan rumah, masyarakat, terlebih umat dan bangsa
14) Menumbuhkan sikap ta’awun ‘alal birri wat taqwa (bertolong-tolongan dalam kebajikan dan taqwa), juga gotong royong
15) Mengejar akherat dengan lebih banyak dan fokus
16) Memerankan kholwat, dalam rangka menjernihkan fikir dan mengasah ketajaman hati
17) Menunaikan amanah, antara lain menunaikan zakat, baik zakat fithroh, mapun zakat mal
18) Manajemen usia; antara lain bahwa: selama 11 bulan bergelimang dalam aktivitas ma’isyah, sementara selama satu bulan Romadhon ini adalah lebih fokus pada ibadah, dan keakheratan hendaknya lebih ditekankan
19) Mendahulukan Alloh dan Rosul-Nya; bukan lagi urusan perut dan kemaluan, atau syahwat melulu
20) Mengejar keberkahan, karena Romadhon sebagaimana Rosululloh ﷺ sebutkan, adalah berstatus bulan keberkahan
21) Disiplin; karena berbuka dan bersahur harus sesuai prosedur Nabi ﷺ, bukan sekedar menurut selera pribadi atau kebiasaan diri
22) Harmonisasi pribadi dengan Wahyu; karena bulan Romadhon adalah bulan Wahyu dan Al-Qur’an. Dimana pada saat Rosululloh ﷺ masih hidup, bahkan diperiksanya Al-Qur’an pada beliau sebanyak dua kali oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam.
23) Pembangunan dan pengembangan peradaban; bagaimana Romadhon merangsang manusia cerdas untuk me-“manage” usianya pada perkara yang bermanfaat, mencarikan solusi untuk berbagai masalah misalnya: jalur produksi, distribusi, maupun konsumsi atas segala kebutuhan orang yang shoum dalam satu bulan ini, adalah menjadi hal yang menyenangkan dan mensejahterakan
24) Metode Pendidikan Nabawi (shoum, bi’ah sholihah, tikror, kholwat, targhib dan tarhib)
25) Kesehatan; karena terbukti Romadhon dan shoum adalah obat dan terapi mujarab bagi berbagai penyakit, yaitu antara lain:
a) Detoksifikasi Tubuh: Shoum (puasa) membantu membersihkan racun dan zat-zat yang menumpuk di saluran pencernaan, ginjal, dan organ tubuh lainnya, akibat bahan pengawet, pewarna, pemanis buatan, dan zat karsinogenik penyebab kanker.
Dengan shoum (berpuasa), tubuh memiliki kesempatan untuk menetralkan dan mengeliminasi racun tersebut.
b) Peningkatan Sistem Kekebalan Tubuh: Shoum (puasa) dapat meningkatkan jumlah limfosit, yaitu sel darah putih yang berperan penting dalam melawan infeksi. Peningkatan ini membantu tubuh lebih efektif dalam menghadapi berbagai penyakit.
c) Pengendalian Berat Badan dan Kesehatan Metabolik: Selama shoum (puasa), tubuh beralih menggunakan lemak sebagai sumber energi utama, yang dapat membantu mengurangi lemak tubuh sambil menjaga massa otot. Proses ini juga berkontribusi pada peningkatan kesehatan metabolik secara keseluruhan.
d) Perlindungan Terhadap Penyakit Tidak Menular: Shoum (puasa) memiliki potensi dalam mencegah risiko penyakit tidak menular seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan penyakit jantung.
Sebuah tinjauan pustaka menunjukkan bahwa: Shoum (puasa) dapat memberikan manfaat signifikan dalam pencegahan penyakit-penyakit tersebut.
e) Peningkatan Fungsi Otak: Shoum (puasa) dapat meningkatkan produksi neurotropik, yang berperan dalam pembentukan sel otak baru, sehingga berkontribusi pada peningkatan kinerja otak, termasuk kemampuan berpikir dan berkonsentrasi.
>>> Sedemikian kayanya Romadhon menyumbang pada manusia dan kemanusiaan, bahkan pada alam dan lingkungan. Subhanalloh…
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 025/22091446-22032025
MALAM LAILATUL QODAR
Alloh berfirman:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada 1000 (seribu) bulan.”
(QS. Al-Qodar/97: 3)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ: ” قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ “» رواه أحمد والنسائي
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ memberi kabar gembira kepada para sahabatnya: “Telah datang kepada kalian bulan Romadhon, bulan yang penuh berkah. Alloh telah mewajibkan kalian untuk shoum (berpuasa) di dalamnya. Pada bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaithon-syaithon dibelenggu. Di dalamnya terdapat 1 (satu) malam yang lebih baik dari 1000 (seribu) bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya, maka sungguh ia telah terhalang (dari keberuntungan besar).”
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa’i)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُجَاوِرُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَيَقُولُ: «تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ، مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.» متفق عليه واللفظ للبخاري
Dari ‘A’isyah rodhiyallohu ‘anha, ia berkata: “Rosululloh ﷺ ber-i’tikaf di 10 (sepuluh) malam terakhir bulan Romadhon dan bersabda: ‘Carilah Lailatul Qodar pada malam-malam ganjil di 10 (sepuluh) malam terakhir bulan Romadhon.’”
(_Muttafaq ‘alaih,_ lafadz Hadits dari Al-Bukhory)
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ» رواه مالك
Dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Carilah Lailatul Qodar di 10 (sepuluh) malam terakhir bulan Romadhon.“
(Diriwayatkan oleh Malik)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ» رواه مالك ومسلم
Dari ‘Abdulloh bin ‘Umar rodhiyallohu ‘anhuma, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Carilah Lailatul Qodar di 7 (tujuh) malam terakhir bulan Romadhon.“
(Diriwayatkan oleh Malik dan Muslim)
عن أَبي هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُمْ؛ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال: “من صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذنبه”.» متفق عليه
Dari Abu Hurairoh rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: “Barangsiapa shoum (berpuasa) di bulan Romadhon dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Alloh, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qodar dengan keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(Muttafaq ‘alaih)
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: ” قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي “. رواه الترمذي
Dari ‘A’isyah رضي الله عنها, ia berkata: “Aku bertanya, ‘Wahai Rosululloh, jika aku mengetahui malam apakah yang merupakan Lailatul Qodar, apa yang sebaiknya aku ucapkan di dalamnya?‘ Beliau menjawab, ‘Ucapkanlah: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي (Allohumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni / Ya Alloh, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku).‘”
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)
عن أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ قال: هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِقِيَامِهَا. هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ. وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صبيحة يومها بيضاء لا شعاع لها.» رواه مسلم
Dari ‘Ubay bin Ka‘ab rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata: “Lailatul Qodar adalah malam yang diperintahkan oleh Rosululloh ﷺ kepada kami untuk menghidupkannya dengan ibadah. Malam itu adalah malam ke-27. Tanda-tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya dalam keadaan putih tanpa sinar yang menyilaukan.”
(Diriwayatkan oleh Muslim)
>>> Betapa banyak dan kayanya, bahkan tak terhingga kebaikan dan keutamaan malam Lailatul Qodar ini….
Dan betapa beruntungnya seseorang yang berhasil meraihnya….
Paling 11 jam lamanya satu malam itu, namun betapapun demikian, seseorang berpeluang memperoleh lebih nilainya dari beribadah selama 720.000 jam; bisa dipastikan mustahil seseorang mampu beribadah efektif selama 83,33 tahun.
Maka manfaatkanlah kesempatan untuk beramal demi meraih “Keutamaan Malam Lailatul Qodar”, yang sarat dengan melimpahnya kebaikan dari Alloh Ta’ala.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 026/24091446-24032025
TAQWA
Romadhon adalah “Syahrut Taqwa” (Bulan ber-Taqwa); sebagaimana Alloh berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu shoum (berpuasa) sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”
(QS. Al-Baqoroh/2: 183)
Berbagai keberuntungan bulan Romadhon adalah antara lain:
1) “Taqwa” menghantarkan muslim pada sikap “Syukur“
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ بِبَدْرٍ وَّاَنْتُمْ اَذِلَّةٌ ۚ فَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan sungguh, Alloh telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertaqwalah kepada Alloh, agar kamu mensyukuri-Nya.”
(QS. Ali ‘Imron/3: 123)
2) Taqwa menghantarkan muslim pada surga
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.”
(QS. Ali ‘Imron/3: 133)
3) Taqwa menghantarkan muslim pada keberhakkan merima rohmat Alloh
قَالَ يٰقَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُوْنَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِۚ لَوْلَا تَسْتَغْفِرُوْنَ اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dia (Sholih) berkata, “Wahai kaumku! Mengapa kamu meminta disegerakan keburukan sebelum (kamu meminta) kebaikan? Mengapa kamu tidak memohon ampunan kepada Alloh, agar kamu mendapat rahmat?”
(QS. An-Naml/27: 46)
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Alloh agar kamu mendapat rahmat.”
(QS. Al-Hujurot/49: 10)
4) Taqwa menghantarkan muslim pada keberuntungan
۞ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertaqwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertaqwalah kepada Alloh agar kamu beruntung.”
(QS. Al-Baqoroh/2: 189)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Alloh agar kamu beruntung.”
(QS. Ali ‘Imron/3: 130)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Alloh agar kamu beruntung.”
(QS. Ali ‘Imron/3: 200)
اَوَعَجِبْتُمْ اَنْ جَاۤءَكُمْ ذِكْرٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَلٰى رَجُلٍ مِّنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْۗ وَاذْكُرُوْٓا اِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاۤءَ مِنْۢ بَعْدِ قَوْمِ نُوْحٍ وَّزَادَكُمْ فِى الْخَلْقِ بَصْۣطَةً ۚفَاذْكُرُوْٓا اٰلَاۤءَ اللّٰهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Dan herankah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu? Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu sebagai kholifah-kholifah setelah kaum Nuh, dan Dia lebihkan kamu dalam kekuatan tubuh dan perawakan. Maka ingatlah akan nikmat-nikmat Alloh agar kamu beruntung.”
(QS. Al-A’rof/7: 69)
5) Disertai Alloh
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sungguh, Alloh beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. An-Nahl/16: 128)
6) Selamat
وَيُنَجِّى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْۖ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوْۤءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Dan Alloh menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa karena kemenangan mereka. Mereka tidak disentuh oleh adzab dan tidak bersedih hati.”
(QS. Az-Zumar/39: 61)
7) Diberi jalan keluar
…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“… Barangsiapa bertaqwa kepada Alloh niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”
(QS. Ath-Tholaq/65: 2)
8) Dipermudah dalam segala urusan
…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“… Dan barangsiapa bertaqwa kepada Alloh, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.”
(QS. Ath-Tholaq/65: 4)
9) Dihapus kesalahannya dan dilipatgandakan pahala kebajikannya
…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
“Itulah perintah Alloh yang diturunkan-Nya kepada kamu; barangsiapa bertaqwa kepada Alloh, niscaya Alloh akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.”
(QS. Ath-Tholaq/65: 5)
>>> Agar kita dapat bertaqwa dengan baik, maka perhatikanlah pernyataan para ‘Ulama berikut:
قال طلق بن حبيب: “إذا وقعت الفتنة فاطفئوها بالتقوى ” قالوا: وما التقوى؟ قال: ” أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجوا ثواب الله وأن تترك معصية الله على نور من الله تخاف عقاب الله “
Tholq bin Habib berkata: “Jika terjadi fitnah (kekacauan), maka padamkanlah dengan Taqwa.” Mereka bertanya: “Apa itu Taqwa?” Ia menjawab: “Taqwa adalah engkau beramal dengan ketaatan kepada Alloh, berdasarkan cahaya dari Alloh, dengan mengharap pahala dari-Nya. Dan engkau meninggalkan maksiat kepada Alloh, berdasarkan cahaya dari Alloh, karena takut akan adzab-Nya.“
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بن مسعود فِي هَذِهِ الْآيَةِ: {اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ} [آل عمران: 102]، قَالَ: «حَقَّ تُقَاتِهِ أَنْ يُطَاعَ فَلَا يُعْصَى، وَأَنْ يُشْكَرَ فَلَا يُكْفَرَ، وَأَنْ يُذْكَرَ فَلَا يُنْسَى»
‘Abdulloh bin Mas’ud berkata tentang ayat: “Bertaqwalah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya.” (QS. Ali Imron: 102) Beliau menjelaskan: “Taqwa yang sebenar-benarnya adalah: 1) Mentaati-Nya dan tidak mendurhakai-Nya; 2) Bersyukur kepada-Nya dan tidak mengingkari-Nya, serta 3) Mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya.”
>>> Jadi betapa bulan Romadhon mengkondisikan Muslim untuk ber-Taqwa…
Dan dengan TAQWA, dia berhak memperoleh berbagai keutamaan di atas.
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 027/01101446-30032025
TAKBIR MALAM ‘IEDUL FITHRI
قال الشافعي :قال الله تبارك وتعالى: في شهر رمضان {ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم} قال فسمعت من أرضى من أهل العلم بالقرآن أن يقول لتكملوا العدة عدة صوم شهر رمضان وتكبروا الله عند إكماله على ما هداكم، وإكماله مغيب الشمس من آخر يوم من أيام شهر رمضان
Imam Syafi’i berkata:
“Alloh Ta’ala berfirman dalam ayat tentang bulan Romadhon: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Alloh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (QS. Al-Baqoroh/2: 185). Aku mendengar dari orang yang aku percayai dalam ilmu Al-Qur’an, bahwa makna: “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya” adalah menyempurnakan shoum (puasa) bulan Romadhon, dan “hendaklah kamu mengagungkan Alloh” adalah bertakbir ketika telah menyempurnakannya, yaitu ketika matahari terbenam di akhir hari bulan Romadhon.”
وقال : فإذا رأوا هلال شوال أحببت أن يكبر الناس جماعة، وفرادى في المسجد والأسواق، والطرق، والمنازل، ومسافرين، ومقيمين في كل حال، وأين كانوا، وأن يظهروا التكبير، ولا يزالون يكبرون حتى يغدوا إلى المصلى، وبعد الغدو حتى يخرج الإمام للصلاة ثم يدعوا التكبير،»
Kemudian beliau berkata:
“Jika mereka melihat hilal bulan Syawwal, aku menyukai agar manusia ber-Takbir baik secara berjama’ah maupun sendiri-sendiri, di masjid, di pasar, di jalan-jalan, di rumah, baik dalam keadaan bepergian maupun mukim, dalam segala kondisi dan di mana pun mereka berada. Hendaknya mereka menampakkan Takbir dan terus ber-Takbir hingga mereka pergi ke tempat sholat (sholat ‘Ied), lalu tetap ber-Takbir hingga Imam keluar untuk sholat, kemudian setelah itu mereka berhenti dari ber-Takbir.“
قال الشافعي: أخبرنا إبراهيم قال حدثني عبيد الله عن نافع عن ابن عمر أنه كان يغدو إلى المصلى يوم الفطر إذا طلعت الشمس فيكبر حتى يأتي المصلى يوم العيد ثم يكبر بالمصلى حتى إذا جلس الإمام ترك التكبير»
Imam Syafi’i juga berkata:
“Ibrohim mengabarkan kepada kami, ia berkata: ‘Ubaidulloh menceritakan kepadaku dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, bahwa beliau pergi ke tempat sholat pada hari ‘Iedul Fithri ketika matahari terbit, lalu beliau ber-Takbir hingga tiba di tempat sholat. Setelah sampai di tempat sholat, beliau tetap ber-Takbir hingga Imam duduk (untuk memulai sholat).”
قال الشافعي: يكبر الناس في الفطر حين تغيب الشمس ليلة الفطر فرادى، وجماعة في كل حال حتى يخرج الإمام لصلاة العيد ثم يقطعون التكبير (قال): وأحب أن يكون الإمام يكبر خلف صلاة المغرب والعشاء والصبح وبين ذلك، وغاديا حتى ينتهي إلى المصلى ثم يقطع التكبير، وإنما أحببت ذلك للإمام أنه كالناس فيما أحب لهم، وإن تركه الإمام كبر الناس.»
Lalu Imam Syafi’i berkata lagi: “Orang-orang ber-Takbir pada malam ‘Iedul Fithri sejak matahari terbenam, baik secara sendiri-sendiri maupun berjama’ah, dalam segala kondisi, hingga Imam keluar untuk sholat ‘Ied, kemudian mereka berhenti ber-Takbir. Aku menyukai jika Imam juga be-Takbir setelah sholat Maghrib, ‘Isya, Shubuh, dan diantara waktu-waktu tersebut, hingga ia tiba di tempat sholat, lalu ia berhenti dari ber-Takbir. Aku menyukai hal ini untuk Imam, sebagaimana aku menyukainya untuk ummat Islam. Namun, jika Imam tidak ber-Takbir, maka orang-orang tetap ber-Takbir.“
قال الشافعي: والتكبير كما كبر رسول الله صلى الله عليه وسلم في الصلاة ” الله أكبر ” فيبدأ الإمام فيقول: ” الله أكبر الله أكبر الله أكبر ” حتى يقولها ثلاثا، وإن زاد تكبيرا فحسن، وإن زاد فقال: الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا الله أكبر، ولا نعبد إلا الله مخلصين له الدين، ولو كره الكافرون لا إله إلا الله وحده صدق وعده، ونصر عبده، وهزم الأحزاب وحده لا إله إلا الله، والله أكبر ” فحسن وما زاد مع هذا من ذكر الله أحببته، غير أني أحب أن يبدأ بثلاث تكبيرات نسقا، وإن اقتصر على واحدة أجزأته، وإن بدأ بشيء من الذكر قبل التكبير أو لم يأت بالتكبير فلا كفارة عليه»
Imam Syafi’i juga berkata: “Takbir dilakukan sebagaimana Rosululloh ﷺ ber-Takbir dalam sholat, yaitu “Allohu Akbar“. Imam memulai dengan mengucapkan: “Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar” sebanyak tiga kali. Jika ia menambahkan lebih banyak Takbir, itu baik. Jika ia menambahkan dengan ucapan: “Allohu Akbar kabiron, walhamdu lillahi katsiron, wa subhanallohi bukratan wa asila. Allohu Akbar, wa laa na’budu illa Alloh mukhlisina lahud-din, wa law karihal kafirun. Laa ilaha illa Alloh wahdah, sadaqa wa’dah, wa nashoro ‘abdah, wa hazamal ahzaba wahdah. Laa ilaha illa Alloh, wa Allohu Akbar.” Maka itu juga baik. Dan apa pun tambahan dzikir kepada Alloh setelah ini, aku menyukainya. Hanya saja, aku menyukai jika dimulai dengan tiga Takbir berturut-turut. Jika seseorang hanya mengucapkan satu kali Takbir, itu sudah cukup. Namun, jika ia memulai dengan dzikir lain sebelum Takbir atau tidak ber-Takbir sama sekali, maka tidak ada kewajiban kafaroh (penebus kesalahan) baginya.”
صيغة التكبير المعروفة:
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر،
لا إله إلا الله، الله أكبر،
الله أكبر، ولله الحمد،
الله أكبر كبيرًا، والحمد لله كثيرًا، وسبحان الله بكرة وأصيلا،
لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعز جنده، وهزم الأحزاب وحده،
لا إله إلا الله، ولا نعبد إلا إيَّاهُ، مُخْلِصِين له الدين ولو كره الكافرون،
اللهم صل على سيدنا محمد، وعلى آل سيدنا محمد، وعلى أصحاب سيدنا محمد، وعلى أنصار سيدنا محمد، وعلى أزواج سيدنا محمد، وعلى ذرية سيدنا محمد وسلم تسليمًا كثيرًا،
رب اغفر لي ولوالدي رب ارحمهما كما ربياني صغيرًا”
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 028/01101446-30032025
SHOLAT ‘IEDUL FITHRI
1) Tidak ada adzan maupun iqomah
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ؛ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ سلم الْعِيدَيْنِ. غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ. بِغَيْرِ أَذَانٍ ولا إقامة.» رواه مسلم
Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata: “Aku pernah sholat bersama Rosululloh ﷺ pada dua hari raya (‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha), lebih dari sekali atau dua kali, tanpa ada adzan dan tanpa iqomah.“
(Diriwayatkan oleh Muslim)
عَنْ مَالِكٍ، أَنَّهُ ” سَمِعَ غَيْرَ وَاحِدٍ مِنْ عُلَمَائِهِمْ يَقُولُ: لَمْ يَكُنْ فِي عِيدِ الْفِطْرِ وَلَا فِي الْأَضْحَى، نِدَاءٌ، وَلَا إِقَامَةٌ، مُنْذُ زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى الْيَوْمِ، قَالَ مَالِكٌ وَتِلْكَ السُّنَّةُ الَّتِي لَا اخْتِلَافَ فِيهَا عِنْدَنَا “» رواه مالك
Dari Malik, bahwa ia berkata: “Aku mendengar lebih dari satu orang dari kalangan Ulama mereka berkata: ‘Tidak ada seruan (adzan) maupun iqomah dalam sholat ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul ‘Adha sejak zaman Rosululloh ﷺ hingga hari ini.‘”
Imam Malik berkata: “Itulah sunnah yang tidak ada perbedaan pendapat diantara kami tentangnya.”
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
2) Mandi sebelum pergi sholat
عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ «يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى» رواه مالك
Dari Malik, dari Nafi’, bahwa: “‘Abdulloh bin ‘Umar biasa mandi pada hari ‘Iedul Fithri sebelum berangkat ke tempat sholat.”
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
3) Sholat ‘Ied sebelum Khuthbah
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رضي الله عنهما يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ». متفق عليه
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata: “Rosululloh ﷺ, Abu Bakar, dan ‘Umar رضي الله عنهما melaksanakan sholat ‘Iedain sebelum Khutbah.“
(Muttafaq ‘alaih – (Al-Bukhory dan Muslim)
عَنْ مَالِكٍ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ «يُصَلِّي يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى قَبْلَ الْخُطْبَةِ» رواه مالك
Dari Malik, dari Ibnu Syihab, bahwa: Rosululloh ﷺ melaksanakan sholat pada hari ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul ‘Adha sebelum Khutbah.“
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
عَنْ مَالِكٍ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ، قَالَ: شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَصَلَّى، ثُمَّ انْصَرَفَ فَخَطَبَ النَّاسَ، فَقَالَ: ” إِنَّ هَذَيْنِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِهِمَا: يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ، وَالْآخَرُ يَوْمٌ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ ”
Dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Abu ‘Ubaid, mantan budak Ibnu Azhar, ia berkata: “Aku menghadiri sholat ‘Ied bersama ‘Umar bin Khoththob, lalu beliau sholat dan setelah itu berkhutbah kepada manusia_, seraya berkata: ‘Sesungguhnya dua hari ini adalah hari yang Rosululloh ﷺ melarang shoum (berpuasa) pada keduanya: Hari ‘Iedul Fithri kalian setelah shoum (berpuasa); dan hari lainnya adalah hari dimana kalian makan dari hewan qurban kalian.‘”
عن أَبي عُبَيْدٍ مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ «أَنَّهُ شَهِدَ الْعِيدَ يَوْمَ الْأَضْحَى مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ،» ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَدْ نَهَاكُمْ عَنْ صِيَامِ هَذَيْنِ الْعِيدَيْنِ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَيَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَيَوْمٌ تَأْكُلُونَ نُسُكَكُمْ. رواه البخاري ومالك وزاد: قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ. فَجَاءَ فَصَلَّى، ثُمَّ انْصَرَفَ فَخَطَبَ. وَقَالَ: إِنَّهُ قَدِ «اجْتَمَعَ لَكُمْ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ. فَمَنْ أَحَبَّ مِنْ أَهْلِ الْعَالِيَةِ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ فَلْيَنْتَظِرْهَا، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ، فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ»
Dari Abu ‘Ubaid, ia berkata: “Aku menghadiri sholat ‘Iedul ‘Adha bersama ‘Umar bin Khoththob رضي الله عنه, beliau sholat sebelum Khutbah, lalu berkhutbah kepada manusia_ dan berkata: ‘Wahai manusia, sesungguhnya Rosululloh ﷺ telah melarang kalian shoum (berpuasa) pada dua hari raya ini. Yang pertama adalah hari ‘Iedul Fithri kalian setelah shoum (berpuasa), dan yang kedua adalah hari dimana kalian makan dari hewan qurban kalian.'”
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Malik)
Tambahan dari riwayat Malik dan Al-Bukhori: Abu ‘Ubaid berkata: “Kemudian aku menghadiri sholat ‘Ied bersama ‘Utsman bin Affan, beliau datang, melaksanakan sholat, lalu berkhutbah dan berkata: ‘Hari ini telah berkumpul dua hari raya bagi kalian. Maka, siapa yang ingin menunggu sholat Jum’at, silakan menunggu, dan siapa yang ingin pulang, aku telah memberinya izin.'”
عن ابْنِ عَبَّاسٍ. قَالَ: شَهِدْتُ صَلَاةَ الْفِطْرِ مَعَ نَبِيِّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ. فَكُلُّهُمْ يُصَلِّيهَا قَبْلَ الْخُطْبَةِ. ثُمَّ يَخْطُبُ. قَالَ فَنَزَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ حِينَ يُجَلِّسُ الرِّجَالَ بِيَدِهِ. ثُمَّ أَقْبَلَ يَشُقُّهُمْ. حَتَّى جاء النساء ومعه بلال. فقال: {يا أيها النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لا يشركن بالله شيئا} [60/ الممتحنة/ الآية 12] فَتَلَا هَذِهِ الْآيَةَ حَتَّى فَرَغَ مِنْهَا. ثُمَّ قَالَ، حِينَ فَرَغَ مِنْهَا: “أَنْتُنَّ عَلَى ذَلِكِ؟ ” فَقَالَتِ امْرَأَةٌ وَاحِدَةٌ، لَمْ يُجِبْهُ غَيْرُهَا مِنْهُنَّ: نَعَمْ. يَا نَبِيَّ اللَّهِ! لَا يُدْرَى حِينَئِذٍ مَنْ هِيَ. قَالَ: “فَتَصَدَّقْنَ” فَبَسَطَ بِلَالٌ ثَوْبَهُ. ثُمَّ قَالَ: هَلُمَّ! فِدًى لَكُنَّ أَبِي وَأُمِّي! فَجَعَلْنَ يُلْقِينَ الْفَتَخَ وَالْخَوَاتِمَ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ.» رواه مسلم
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Aku menghadiri sholat ‘Iedul Fithri bersama Nabi ﷺ, Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman, semuanya melaksanakan sholat sebelum Khutbah, lalu berkhutbah. Aku melihat Nabi ﷺ turun seakan-akan aku masih melihat beliau saat mendudukkan kaum laki-laki dengan tangannya, lalu berjalan membelah mereka hingga sampai kepada kaum wanita bersama Bilal. Kemudian beliau membaca ayat: ‘Wahai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk berbai’at kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Alloh dengan sesuatu apa pun…‘ (QS. Al-Mumtahanah: 12) Beliau membacakan ayat ini sampai selesai, lalu berkata kepada para wanita: ‘Apakah kalian tetap berpegang teguh pada janji ini?‘ Seorang wanita menjawab (tidak diketahui siapa dia): ‘Ya, wahai Nabi Alloh!‘ Lalu Nabi ﷺ berkata: ‘Bershodaqoh lah kalian!‘ Bilal kemudian menghamparkan pakaiannya dan berkata: ‘Ayo, demi ayah dan ibuku untuk kalian!‘ Maka para wanita mulai melemparkan perhiasan mereka, seperti cincin dan gelang, ke dalam pakaian Bilal.”
(Diriwayatkan oleh Muslim)
4) Sarapan sebelum pergi sholat ‘Iedul Fithri
عَنْ مَالِكٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ كَانَ «يَأْكُلُ يَوْمَ عِيدِ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ» رواه مالك
Dari Malik, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, bahwa ia biasa makan pada hari ‘Iedul Fithri sebelum pergi ke tempat sholat.
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
عَنْ مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ، أَنَّ النَّاسَ كَانُوا «يُؤْمَرُونَ بِالْأَكْلِ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ الْغُدُوِّ» قَالَ مَالِكٌ: «وَلَا أَرَى ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ فِي الْأَضْحَى» رواه مالك
Dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin Al-Musayyib, bahwa ia memberitahu, bahwa orang-orang diperintahkan untuk makan pada hari ‘Iedul Fithri sebelum berangkat ke tempat sholat. Malik berkata: “Namun, aku tidak melihat hal itu berlaku bagi orang-orang pada hari ‘Iedul ‘Adha.“
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
5) Cara sholat ‘Ied
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سَأَلَ أَبَا وَاقِدٍ اللَّيْثِيَّ، مَا كَانَ يَقْرَأُ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ؟ فَقَالَ: كَانَ «يَقْرَأُ بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ، وَاقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ» رواه مسلم ومالك
‘Umar bin Khoththob bertanya kepada Abu Waqid Al-Laitsi, “Apa yang dibaca Rosululloh ﷺ dalam sholat ‘Iedul ‘Adha dan ‘Iedul Fithri?” Maka ia menjawab: “Beliau membaca surah Qof. Wal-Qur’ānil-Majīd (Surah Qof/50: 1) dan Iqtarobatis-sā‘atu-wanshaqqol-qomar (Surah Al-Qomar/54: 1).”
(Diriwayatkan oleh Muslim dan Malik)
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ؛ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ، فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ، بسبح اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ. قَالَ: وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ، فِي يَوْمٍ واحد، يقرأ بهما أيضا في الصلاتين.» رواه مسلم
Dari Nu‘man bin Basyir, ia berkata: “Rosululloh ﷺ biasa membaca dalam sholat ‘Iedul Fithri, ‘Iedul ‘Adha, dan sholat Jum’at: “Sabbiḥisma Rabbikal-A‘lā” (Surah Al-A‘lā/87: 1) dan “Hal atāka ḥadīṡul-gosyiyah (Surah Al-Gosyiyah/88: 1).” Ia berkata: “Jika hari raya dan Jum’at berkumpul dalam satu hari, maka beliau juga membaca surah tersebut dalam kedua sholat itu.”
(Diriwayatkan oleh Muslim)
عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ، مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ: شَهِدْتُ الْأَضْحَى وَالْفِطْرَ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ «فَكَبَّرَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى سَبْعَ تَكْبِيرَاتٍ قَبْلَ الْقِرَاءَةِ، وَفِي الْآخِرَةِ خَمْسَ تَكْبِيرَاتٍ قَبْلَ الْقِرَاءَةِ» قَالَ مَالِكٌ: «وَهُوَ الْأَمْرُ عِنْدَنَا» قَالَ مَالِكٌ: فِي رَجُلٍ وَجَدَ النَّاسَ قَدِ انْصَرَفُوا مِنَ الصَّلَاةِ يَوْمَ الْعِيدِ: «إِنَّهُ لَا يَرَى عَلَيْهِ صَلَاةً فِي الْمُصَلَّى، وَلَا فِي بَيْتِهِ، وَإِنَّهُ إِنْ صَلَّى فِي الْمُصَلَّى، أَوْ فِي بَيْتِهِ لَمْ أَرَ بِذَلِكَ بَأْسًا، وَيُكَبِّرُ سَبْعًا فِي الْأُولَى قَبْلَ الْقِرَاءَةِ، وَخَمْسًا فِي الثَّانِيَةِ قَبْلَ الْقِرَاءَةِ» رواه مالك
Dari Malik, dari Nafi‘, mantan budak ‘Abdulloh bin ‘Umar, bahwa ia berkata: “Aku menghadiri sholat ‘Iedul ‘Adha dan ‘Iedul Fithri bersama Abu Hurairoh, maka ia bertakbir dalam roka’at pertama 7X (tujuh kali), sebelum membaca (Al-Fatihah); dan dalam roka’at kedua 5X (lima kali) sebelum membaca (Al-Fatihah).” Malik berkata: “Inilah yang berlaku di tempat kami.”
Malik berkata mengenai seseorang yang datang setelah orang-orang telah selesai sholat ‘Ied: “Ia tidak diwajibkan untuk mengulang sholat di tempat sholat (mushollla) maupun di rumahnya. Namun, jika ia ingin sholat baik di musholla maupun di rumahnya, maka tidak mengapa. Hendaknya ia bertakbir 7X (tujuh kali) dalam roka’at pertama, sebelum membaca (Al-Fatihah); dan 5X (lima kali) dalam roka’at kedua sebelum membaca (Al-Fatihah).“
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
6) Tak ada sholat sunnah qobliyyah maupun ba’diyyah pada sholat ‘Ied
عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ «لَمْ يَكُنْ يُصَلِّي يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَلَا بَعْدَهَا» رواه مالك
Dari Malik, dari Nafi‘, bahwa: “‘Abdulloh bin ‘Umar tidak melaksanakan sholat pada hari ‘Iedul Fithri; baik sebelum, maupun sesudah sholat ‘Ied.“
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
7) Sebelum matahari terbit, sudah menuju lapangan sholat
أَنَّ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ كَانَ «يَغْدُو إِلَى الْمُصَلَّى، بَعْدَ أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ، قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ» رواه مالك
Bahwa: “Sa‘id bin al-Musayyib berangkat ke tempat sholat (musholla), setelah melaksanakan sholat Shubuh, sebelum matahari terbit.”
(Diriwayatkan oleh Imam Malik)
8) Sholat sunnah di rumah sebelum pergi sholat ‘Iedul Fithri
عَنْ مَالِكٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ أَنَّ أَبَاهُ الْقَاسِمَ كَانَ: «يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ»
Dari Malik, dari ‘Abdurrohman bin al-Qosim, bahwa “Ayahnya, Al-Qosim, biasa mengerjakan sholat empat roka’at sebelum berangkat ke tempat sholat (musholla).”
9) Sholat sunnah sebelum sholat ‘Iedul Fithri di masjid
عَنْ مَالِكٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ كَانَ «يُصَلِّي يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فِي الْمَسْجِدِ» رواه مالك
Dari Malik, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, bahwa: “Ia biasa mengerjakan sholat pada hari ‘Iedul Fithri, sebelum sholat (‘Ied) di dalam masjid.”
(Diriwayatkan oleh Malik)
10) Tidak bubar sebelum Imam berpaling
قَالَ مَالِكٌ: «مَضَتِ السُّنَّةُ الَّتِي لَا اخْتِلَافَ فِيهَا عِنْدَنَا، فِي وَقْتِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى، أَنَّ الْإِمَامَ يَخْرُجُ مِنْ مَنْزِلِهِ قَدْرَ مَا يَبْلُغُ مُصَلَّاهُ، وَقَدْ حَلَّتِ الصَّلَاةُ» قَالَ يَحْيَى: وَسُئِلَ مَالِكٌ عَنْ رَجُلٍ صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ، هَلْ لَهُ أَنْ يَنْصَرِفَ قَبْلَ أَنْ يَسْمَعَ الْخُطْبَةَ؟ فَقَالَ: «لَا يَنْصَرِفُ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ»
Malik berkata: “Telah berlaku sunnah yang tidak ada perbedaan di antara kami mengenai waktu (sholat) ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul ‘Adha, yaitu bahwa Imam keluar dari rumahnya dalam waktu yang cukup untuk sampai ke tempat sholatnya, dan saat itu waktu sholat sudah masuk.” Yahya berkata: “Malik ditanya tentang seseorang yang telah sholat bersama Imam, apakah ia boleh pergi sebelum mendengarkan khutbah?” Maka ia menjawab: “Ia tidak boleh pergi hingga Imam selesai (dan meninggalkan tempat).“
11) Kehadiran Wanita dalam sholat ‘Ied
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: «أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ، وَذَوَاتِ الْخُدُورِ، فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ، قَالَتِ امْرَأَةٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ؟ قَالَ: لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا.» رواه البخاري وعند مسلم: أَمَرَنَا (تَعْنِي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نُخْرِجَ، فِي الْعِيدَيْنِ، الْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ. وَأَمَرَ الحيض أن يعتزلن مصلى المسلمين.» وفي رواية: قَالَتْ: كُنَّا نُؤْمَرُ بِالْخُرُوجِ فِي الْعِيدَيْنِ. وَالْمُخَبَّأَةُ وَالْبِكْرُ. قَالَتْ: الْحُيَّضُ يَخْرُجْنَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ. يُكَبِّرْنَ مَعَ النَّاسِ.»
Dari Ummu ‘Atiyyah, ia berkata: “Kami diperintahkan untuk keluar (pada hari) ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul ‘Adha, termasuk para wanita haid dan para gadis yang dipingit. Mereka menyaksikan jama’ah kaum muslimin dan doa mereka, tetapi wanita yang haid menjauh dari tempat sholat mereka.” Seorang wanita bertanya: “Wahai Rosululloh, bagaimana jika salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?” Beliau bersabda: “Hendaklah temannya memakaikan jilbab dari miliknya untuknya.”
(HR. Al-Bukhory)
Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Beliau (maksudnya Nabi ﷺ) memerintahkan kami untuk mengajak keluar para gadis remaja dan wanita yang dipingit pada hari raya, dan beliau memerintahkan wanita haid agar menjauhi tempat sholat kaum muslimin.”
Dalam riwayat lain: “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya, baik wanita yang dipingit maupun gadis yang belum menikah. Wanita haid juga ikut keluar, tetapi mereka berada di belakang kaum muslimin dan ikut bertakbir bersama mereka.”
12) Bersuka cita pada hari ‘Ied
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ أَبُو بَكْرٍ، وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ بِهِ الْأَنْصَارُ فِي يَوْمِ بُعَاثٍ، قَالَتْ: وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: أَبِمَزْمُورِ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؟ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدِ الْفِطْرِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَهَذَا عِيدُنَا» رواه ابن ماجة
Dari ‘A’isyah rodhiyallohu ‘anha, ia berkata: “Abu Bakar masuk ke rumahku, sementara di sisiku ada dua orang gadis dari kaum Anshor yang sedang bernyanyi dengan syair yang dahulu dinyanyikan oleh orang-orang Anshor pada hari Perang Bu’ats.” ‘A’isyah berkata: “Keduanya bukanlah penyanyi profesional.” Lalu Abu Bakar berkata: “Apakah alat musik syaithon dimainkan di rumah Rosululloh ﷺ?” Padahal saat itu adalah hari ‘Iedul Fithri. Maka Rosululloh ﷺ bersabda: “Wahai Abu Bakar, setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.”
(HR. Ibnu Majah)
*******o0o*******
Seri: ROMADHÕN, JALANKU MENUJU SURGA
Oleh:
Dr. Achmad Rofi’i, Lc., M.M.Pd.
Edisi: 029/01101446-30032025
ZAKATUL FITHR
Alloh berfirman:
۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Alloh, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Alloh. Alloh Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. At Taubah/9: 60)
عن ابن عمر؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ. صَاعًا مِنْ تَمْرٍ. أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ. عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ. ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى. مِنَ الْمُسْلِمِينَ.» متفق عليه
Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rosululloh ﷺ mewajibkan Zakat Fitroh pada bulan Romadhon kepada ummat Islam, sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, atas setiap orang merdeka maupun hamba sahaya, laki-laki maupun perempuan dari kalangan Muslimin.
(Muttafaqun ‘alaih – Al-Bukhory dan Muslim)
عن أبي سعيد الْخُدْرِيَّ رضي الله عنه قال: «كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ، صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.» متفق عليه
Dari Abu Sa’id Al-Khudry رضي الله عنه, ia berkata: “Dahulu kami mengeluarkan Zakat Fitroh sebanyak satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ keju kering, atau satu sha’ kismis.”
(Muttafaqun ‘alaih – (Al-Bukhory dan Muslim)
عن ابن عمر؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ، أَنْ تُؤَدَّى، قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ.» رواه مسلم
Dari Ibnu ‘Umar رضي الله عنه, bahwa Rosululloh ﷺ memerintahkan agar Zakat Fitroh ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk sholat Id.
(Diriwayatkan oleh Muslim)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ» رواه أبو داود وابن ماجة
Dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه, ia berkata: “Rosululloh ﷺ mewajibkan Zakat Fitroh sebagai penyucian bagi orang yang shoum (berpuasa) dari perkataan sia-sia dan kotor, serta sebagai makanan bagi orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat Id, maka itu adalah Zakat yang diterima. Namun, jika dikeluarkan setelah sholat Id, maka itu hanya dihitung sebagai shodaqoh biasa.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah)
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ، قَالَتْ: كُنَّا نُؤَدِّي زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مُدَّيْنِ مِنْ قَمْحٍ، بِالْمُدِّ الَّذِي تَقْتَاتُونَ بِهِ» رواه أحمد
Dari Asma’ binti Abu Bakar رضي الله عنها, ia berkata: “Kami membayar Zakat Fitroh pada masa Rosululloh ﷺ sebanyak dua mud dari gandum, dengan mud yang biasa kalian gunakan untuk makan.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad)
عن ابن عمر، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «الوزن وزن أهل مكة، والمكيال مكيال أهل المدينة» رواه أبو داود
Dari Ibnu ‘Umar رضي الله عنه, ia berkata: “Timbangan adalah timbangan penduduk Mekah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: «كَانَ الصَّاعُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مُدًّا وَثُلُثًا بِمُدِّكُمُ الْيَوْمَ، فَزِيدَ فِيهِ فِي زَمَنِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ. رواه البخاري
Dari Sa’ib bin Yazid رضي الله عنه, ia berkata: “Sha’ pada zaman Nabi ﷺ setara dengan satu mud dan sepertiga berdasarkan mud kalian sekarang. Kemudian ukuran itu ditambah pada masa Kholifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.”
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhory)
عن الْحُسَيْنِ بْنِ الْوَلِيدِ، قَالَ: قَدِمَ عَلَيْنَا أَبُو يُوسُفَ مِنَ الْحَجِّ، فَأَتَيْنَاهُ، فَقَالَ: ” إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَفْتَحَ عَلَيْكُمْ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ هَمَّنِي، تَفَحَّصْتُ عَنْهُ فَقَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَسَأَلْتُ عَنِ الصَّاعِ، فَقَالُوا: صَاعُنَا هَذَا صَاعُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، قُلْتُ لَهُمْ: مَا حُجَّتُكُمْ فِي ذَلِكَ؟ فَقَالُوا: نَأْتِيكَ بِالْحُجَّةِ غَدًا، فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَانِي نَحْوٌ مِنْ خَمْسِينَ شَيْخًا مِنْ أَبْنَاءِ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ، مَعَ كُلِّ رَجُلٍ مِنْهُمُ الصَّاعُ تَحْتَ رِدَائِهِ، كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ يُخْبِرُ عَنْ أَبِيهِ أَوْ أَهْلِ بَيْتِهِ أَنَّ هَذَا صَاعُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَنَظَرْتُ فَإِذَا هِيَ سَوَاءٌ، قَالَ: فَعَايَرْتُهُ فَإِذَا هُوَ خَمْسَةُ أَرْطَالٍ وَثُلُثٌ بِنُقْصَانٍ مَعَهُ يَسِيرٍ، فَرَأَيْتُ أَمْرًا قَوِيًّا فَقَدْ تَرَكْتُ قَوْلَ أَبِي حَنِيفَةَ فِي الصَّاعِ، وَأَخَذْتُ بِقَوْلِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ” قَالَ الْحُسَيْنُ: فَحَجَجْتُ مِنْ عَامِي ذَلِكَ فَلَقِيتُ مَالِكَ بْنَ أَنَسٍ، فَسَأَلْتُهُ عَنِ الصَّاعِ، فَقَالَ: صَاعُنَا هَذَا صَاعُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَقُلْتُ: كَمْ رِطْلًا هُوَ؟ قَالَ: إِنَّ الْمِكْيَالَ لَا يُرْطَلُ، هُوَ هَذَا. قَالَ الْحُسَيْنُ: فَلَقِيتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، فَقَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي أَنَّ هَذَا صَاعُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ» رواه البيهقي
Dari Al-Husain bin Al-Walid, ia berkata: “Ada seorang Ulama bernama Abu Yusuf yang datang kepada kami sepulang dari Haji. Kami pun mendatanginya, lalu ia berkata: “Aku ingin membukakan kepada kalian suatu pembahasan ilmu yang sangat menarik perhatianku. Aku telah meneliti masalah ini, maka aku pergi ke Madinah dan bertanya tentang ukuran sha’ (takaran makanan yang digunakan dalam Zakat Fitroh).” Mereka menjawab: ‘Sha’ kami ini adalah sha’ Rosululloh ﷺ.’ Aku bertanya kepada mereka: ‘Apa bukti kalian atas hal ini?’ Mereka menjawab: ‘Kami akan mendatangkan bukti besok.’ Keesokan harinya, datang kepadaku sekitar 50 orang syekh dari kalangan anak-anak Muhajirin dan Anshor, masing-masing membawa sha’ di bawah selendangnya. Setiap orang diantara mereka menyatakan bahwa mereka mendapatkan ukuran tersebut dari ayahnya atau keluarganya, dan mereka mengatakan, ‘Inilah sha’ Rosululloh ﷺ.’ Aku pun memperhatikannya dan ternyata ukurannya sama. Aku pun menimbangnya, dan ternyata beratnya lima rithl dan sepertiga, dengan sedikit pengurangan. Maka aku melihat bahwa dalil ini sangat kuat. Oleh karena itu, aku meninggalkan pendapat Abu Hanifah mengenai ukuran sha’ dan mengambil pendapat penduduk Madinah.”
Al-Husain berkata: “Pada tahun yang sama, aku menunaikan Haji dan bertemu Imam Malik bin ‘Anas. Aku pun bertanya kepadanya tentang sha’. Maka ia menjawab: ‘Sha’ kami ini adalah sha’ Rosululloh ﷺ.’ Aku bertanya lagi: ‘Berapa rithl beratnya?’ Imam Malik menjawab: ‘Timbangan tidak bisa diterapkan pada takaran. Inilah ukurannya.'”
Al-Husain berkata: “Kemudian aku bertemu ‘Abdulloh bin Zaid bin Aslam. Ia berkata kepadaku: ‘Ayahku menceritakan kepadaku dari kakekku bahwa ini adalah sha’ yang digunakan pada masa Kholifah ‘Umar bin Khoththob رضي الله عنه.’”
(Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi)
قال الشافعي: وإن اقتات قوم ذرة، أو دخنا، أو سلتا، أو أرزا، أو أي حبة ما كانت مما فيه الزكاة فلهم إخراج الزكاة منها؛ لأن رسول الله صلى الله عليه وسلم إذ فرض زكاة الفطر من الطعام وسمى شعيرا وتمرا، فقد عقلنا عنه أنه أراد من القوت فكان ما سمى من القوت ما فيه الزكاة، فإذا اقتاتوا طعاما فيه الزكاة فأخرجوا منه أجزأ عنهم إن شاء الله تعالى، وأحب إلي في هذا أن يخرجوا حنطة إلا أن يقتاتوا تمرا، أو شعيرا فيخرجوا أيهما اقتاتوا
Imam Asy-Syafi’i berkata: “Jika suatu kaum menjadikan jagung, jewawut, gandum hitam, beras, atau biji-bijian lain sebagai makanan pokoknya, maka mereka boleh mengeluarkan Zakat Fitroh dari makanan tersebut. Rosululloh ﷺ mewajibkan Zakat Fitroh dalam bentuk makanan pokok dan menyebutkan gandum serta kurma, yang menunjukkan bahwa beliau menghendaki makanan pokok sebagai bentuk Zakat. Jika mereka mengkonsumsi makanan pokok lain yang termasuk dalam kategori makanan yang terkena kewajiban Zakat, maka mengeluarkan Zakat dari makanan itu sudah mencukupi, in-sya Allah. Namun, lebih utama mengeluarkan Zakat Fitroh dalam bentuk gandum, kecuali jika mereka memang mengkonsumsi kurma atau gandum sebagai makanan pokok, maka lebih baik mengeluarkan dari makanan pokok yang mereka makan.”
قال النووي :قال أصحابنا يشترط في المخرج من الفطرة أن يكون من الأقوات التي يجب فيها العشر فلا يجزئ شئ من غيرها إلا الأقط والجبن واللبن
Imam An-Nawawi berkata: “Para Ulama mazhab Syafi’i mensyaratkan bahwa Zakat Fitroh harus berupa makanan pokok yang terkena kewajiban Zakat Pertanian, sehingga tidak sah mengeluarkannya dari selain makanan tersebut, kecuali keju kering, susu, dan produk turunannya.”
*******o0o*******

