Skip to content

TEXT: Bahaya Syirik & Orang Musyrik Menurut Al-Qur’an

20 August 2025
tags:

(Resume Ceramah BM 11012025 – BM 10052025)

BAHAYA SYIRIK & ORANG MUSYRIK (MENURUT AL-QUR’AN)

Oleh: Ustadz Dr. Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allōh سبحانه وتعالى,

Kita masih melanjutkan rangkaian kajian yang berkaitan dengan Bab. Pemadam Iman, dan kali ini kita akan membahas tentang “Bahaya Syirik” serta siapa sajakah “Orang yang Musyrik menurut Al-Qur’an”; agar kita dapat mewaspadainya serta menghindarinya demi kebaikan kita semua di dunia maupun di Akherat kelak.

Bahaya Syirik” ini akan kita bahas dalam 10 bagian, yakni: 1) Muqoddimah dan Definisi Syirik” (Menyekutukan Allōh); 2) Menyikapi Musyrikin; 3) Menyikapi Kesyirikan; 4) Ragam Kesyirikan / Induk Kesyirikan; 5) Karakteristik dan Ciri-Ciri Sikap Hidup Musyrikin; 6) Penyebab Syirik; 7) Keyakinan Musyrikun; 8) Akibat Syirik Akbar / Syirik Besar; 9) Do’a Berlindung dari Kesyirikan.

I. MUQODDIMAH & DEFINISISYIRIK

Akar kata “syirik” (شرك) adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu: “musyarokah (مشاركة) atau “syarika” (شَرِكَ), yang maknanya secara umum adalah “berserikat” / “bersekutu” / “bersama” / “berkongsi“. Dan dalam konteks Al-Quran, maka makna “syirik” secara lebih spesifik berarti: “menyekutukan / mengadakan sekutu bagi Allōh (dalam apa yang menjadi sesuatu yang khusus bagi Allōh sebagai Tuhan Yang Maha Esa) untuk ditaati / diibadahi”; atau juga berarti: “mengadakan mitra dari kalangan makhluq-Nya lalu dianggapnya setara dengan Allōh terhadap apa-apa yang menjadi sesuatu yang khusus Allōh untuk diibadahi/ disembah oleh makhluq-Nya”.

Dengan demikian, syirik adalah mempersamakan / menyetarakan Allōh dengan makhluq-Nya; padahal selain Allōh itu semuanya adalah makhluq-Nya, yang sungguh tidak patut bila makhluq dinaikkan setara/sederajat dengan derajat Sang Pencipta / bahkan dinaikkan melebihi derajat Sang Pencipta. Sebagai contoh adalah keyakinan yang keliru dari kaum Nashroni yang menganggap Nabi ‘Isa ‘alaihissalam yang merupakan makhluq ciptaan Allōh yang diutus serta diberi-Nya tugas sebagai Rosũl, lalu disetarakan / disederajatkan ke derajat Allōh Sang Pencipta Nabi ‘Isa ‘alaihissalam itu sendiri; sehingga dalam keyakinan kita kaum Muslimin bahwa sikap menyetarakan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dengan Allōh سبحانه وتعالى adalah suatu kesyirikan. Maka kaum Muslimin, tidak akan pernah meyakini Nabi ‘Isa ‘alaihissalam itu sebagai “Tuhan” atau “anak Tuhan”; karena demikianlah aqidah mendasar Muslimin untuk tidak boleh menduakan Allōh dengan makhluq ciptaan-Nya atau apapun juga.

Adapun “tuhan-tuhan selain Allōh” yang dianut kaum Musyrikin adalah banyak sekali bentuknya; karena ada orang yang berbuat syirik dengan menuhankan Nabi, ada pula orang yang berbuat syirik dengan menuhankan keris / batu-batu jimat / pohon-pohon beringin / hewan sapi yang dikeramatkan, atau ada pula yang menuhankan para penguasa maupun menuhankan orang-orang shōlih sehingga mematuhinya sedemikian rupa padahal bertentangan dengan Kehendak/Perintah Allōh; atau ada orang-orang yang menuhankan Akal Pikiran-nya sehingga Akal Pikiran itu diikutinya terus-menerus sekalipun bertentangan dengan Wahyu (Al-Qur’an, Sunnah-Sunnah Nabi yang Shohih), lalu ada pula orang-orang yang menuhankan Syahwat dan Hawa Nafsu-nya, dan lain sebagainya, yang in sya Allōh akan kita bahas secara lebih detail dalam kajian “Pemadam Iman” kali ini.

1) KEUTAMAAN TAUHID DAN BERSIH DARI SYIRIK

Dalam Hadits berikut ini, betapa Tauhid yang Lurus dan bersih dari kesyirikan adalah merupakan kunci keberuntungan agar dapat dimasukkan kedalam surga Allōh سبحانه وتعالى:

عن أَنَسٍ قَالَ: ذُكِرَ لِي «أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِمُعَاذٍ: مَنْ ‌لَقِيَ ‌اللهَ ‌لَا ‌يُشْرِكُ ‌بِهِ ‌شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ. قَالَ: أَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: لَا، إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَّكِلُوا. رواه البخاري[1]

Dari Anas رضي الله عنه, dia berkata: “Telah diceritakan kepadaku bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Muadz: “Barangsiapa yang menemui Allōh tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, maka ia akan masuk surga.” Lalu Muadz bertanya: “Apakah aku boleh menyampaikan kabar baik ini kepada orang-orang (lain)?” Rosũlullōh menjawab: “Tidak, aku kuatir mereka akan mengandalkannya.

(HR. Al-Bukhōry, Shohĩh Al-Bukhōry, 1/38, no: 129)

Kemudian dalam Hadits yang lain, betapa bila seseorang wafat dalam keadaan tidak menyekutukan Allōh maka dia berhak dimasukkan kedalam surga; namun bila seseorang wafat dalam keadaan menyekutukan Allōh (tanpa pernah bertaubat hingga matinya) maka ia terancam dapat terjerumus ke dalam Neraka yang abadi. Maka betapa, kesyirikan itu adalah sangat berbahaya karena mengancam kedudukan Akherat manusia; sehingga orang yang cerdas adalah orang yang memprioritaskan hidupnya agar dapat selamat dunia akherat; dengan demikian ia tidak akanberbasa-basi dalam urusan Aqidah”, “tidak mencla-mencle dalam urusan Aqidah”; “tidak bersikap toleran dengan mengikuti berbagai propaganda kesyirikan”; atau dengan kata lain: “dalam urusan Aqidah, seorang Muslim akan bersikap tegas”, adapun sikap toleran itu adalah bila dalam perkara-perkara yang masih diperbolehkan oleh syari’at Allōh سبحانه وتعالى (contoh: toleransi dalam perbedaan pendapat antar Imam mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah). Maka meletakkan sikap toleran itu haruslah secara tepat, karena ada batasan syari’at Allōh سبحانه وتعالى yang mengaturnya.

Perhatikanlah Hadits berikut ini:

عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: “مَنْ ‌لَقِيَ ‌اللَّهَ ‌لَا ‌يُشْرِكُ ‌بِهِ ‌شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النَّارَ“. رواه مسلم[2]

Dari Jãbir bin ‘Abdillãh رضي الله عنه, dia berkata: Aku mendengar Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Barang-siapa yang bertemu dengan Allōh tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, maka dia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, maka dia akan masuk Neraka.

(HR. Muslim, Shohĩh Muslim, 1/94, no: 93)

Dengan demikian, ketika mengetahui bahwa “Tauhid adalah kunci keberuntungan, yang menghantar ke Surga” sementara “Syirik adalah berbahaya bagi urusan dunia akherat manusia, dan dapat menghantar ke Neraka”, maka semestinya bagi seorang Muslim, ia akan berprinsip: “Tauhid, Yes”, sebaliknya: “Syirik, No”.

2) KOMITMEN

Di zaman kita hidup saat ini, terdapat berbagai bentuk syubhat untuk “mengaburkan Iman seorang Muslim” dengan propaganda “toleransi kebablasan” berupa slogansemua agama sama(Pluralisme / sinkretisme agama). Kalaulah “semua agama itu sama”, maka mengapakah Allōh سبحانه وتعالى mengutus sekian banyak Nabi dan Rosũl dengan seruan Tauhid dari masa ke masa? Kalaulah “semua agama itu sama”, maka mengapakah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم beserta para shohabatnya begitu gigih bahkan berperang mati-matian demi tingginya kalimatLã Ilãha Illallōh Muhammadur Rosũlullōh”? Itu menunjukkan bahwa tidak semua agama itu sama. Bagi kita kaum Muslim, hanya Islam yang benar. Maka betapa pentingnya komitmen terhadap Tauhid, komitmen terhadap dua kalimat syahadat, komitmen untuk memperjuangkan syari’at Islam; dimana sikap “komitmen” ini sangatlah dibutuhkan di zaman serba “Asas Kepentingan Hawa Nafsu” yang didahulukan banyak manusia di masa ini.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163) قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (164)

(162) “Katakanlah: sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allōh, Tuhan semesta alam. (163) Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allōh)“. (164) Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allōh, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudhorotannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu akan kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.

(QS. Al-An’ãm/6:162-164)

Sudahkah kita sebagai hamba Allōh سبحانه وتعالى benar-benar menjadikan “sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allōh, Tuhan semesta alam”? Ataukah apa yang menjadi Kehendak Alloh, Perintah-Nya, maupun Larangan-Nya masih sering terkalahkan oleh berbagai “Asas Kepentingan” lainnya? Kepentingan Hawa Nafsu apakah masih lebih didahulukan dari Kehendak Allōh? Kepentingan Uang dan Jabatan apakah masih lebih didahulukan dari Kehendak Allōh? dan lain sebagainya, dan lain sebagainya; maka setiap diri kita hendaknya melakukan introspeksi, karena kelak kita akan dimintai pertanggunganjawab atasnya.

Seharusnya bagi seorang Muslim, “sholatku – ibadahku – hidupku – matiku adalah untuk Allōh سبحانه وتعالى”, Kalau “sholat dan ibadah” dikategorikan sebagian kalangan sebagai “ritual”, maka “hidup dan mati” itu bersifat “universal” yang berarti adalah mencakup segala aspek kehidupan; dan kesemuanya itu haruslah untuk Allōh سبحانه وتعالى. Jadi tidak ada istilahuntuk Allōh hanya ibadah ritual belaka (seperti: sholat, shoum, zakat, haji)”, lalu dalam perkara politik ikut agenda kaum Sekuler, dalam perkara ekonomi ikut agenda Kapitalisme / Ekonomi Sosialisme; sikap seperti ini adalah sangat keliru. Tidak ada pilah memilah dalam Islam. Islam itu hendaknya diyakini dan diamalkan secara menyeluruh (Kãffah) sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Bãqoroh/2: 208 dan QS. An-Nisã’/4: 150-151.

Dengan demikian, sikap Muslim itu semestinya:

Sholat untuk Allōh

Ibadah untuk Allōh ….

Hidup untuk Allōh

Mati untuk Allōh ….

(Kepentingan) Dunia untuk Allōh

(Kepentingan) Akherat untuk Allōh….

dan seterusnya.

Jadi tidak ada dikotomi antara kepentingan dunia dan akherat, tidak ada dikotomi antara ibadah ritual yang bersifat pribadi dengan ibadah sosial yang mencakup politik, ekonomi, ketatanegaraan; semuanya haruslah untuk Allōh سبحانه وتعالى.

Manakala kaum Sekuler menjadikan “Hawa-Hawa Nafsu mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allōh” maka dikuatirkan mereka itu dapat terjerumus kedalam kesyirikan; apalagi manakala mereka berkeyakinan bahwa: “Allōh hanya disembah/diibadahi di masjid-masjid belaka, lalu di luar masjid, di pasar-pasar, di pemerintahan, di lembaga-lembaga hukum dan perpolitikan, mereka berkeyakinan bebas-bebas saja membuang Syari’at Allōh; seakan-akan Allōh tidak berhak mengatur perekonomian, perpolitikan, maupun ketatanegaraan)”. Dengan demikian, sangat jelas betapa sangat berbeda sikap seorang Muslim dengan sikap kaum Sekuler dalam menerapkan QS. Al-An’ãm/6:162 diatas.

3) SYIRIK BUKAN AJARAN ALLÕH

Dalam 3 ayat berikut ini, Allōh سبحانه وتعالى menegaskan bahwa Syirik itu bukanlah ajaran Allōh سبحانه وتعالى, dan Allōh melarang makhluq-Nya mempersekutukan-Nya dan mengada-adakan terhadap Allōh سبحانه وتعالى apa-apa yang Allōh sama sekali tidak pernah menurunkan hujjah atas hal itu.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا ۖ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ ۚ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ

Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang Kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allōh dengan sesuatu yang Allōh sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang dzōlim.”

(QS. Āli ‘Imrōn/3: 151)

Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Tuhanku (Allōh) hanya mengharomkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharomkan) mempersekutukan Allōh dengan sesuatu yang Allōh tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharomkan) mengada-adakan terhadap Allōh apa yang tidak kamu ketahui”.

(QS. Al-A’rōf/7: 33)

Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

Dan mereka menyembah selain Allōh, apa yang Allōh tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang dzōlim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun.

(QS. Al-Hajj/22: 71)

4) LEBIH DARI SATU TUHAN, HANYA AKAN MENIMBULKAN KERUSAKAN

Yang dijadikan sebagai “Tuhan” itu haruslah memiliki Kekuasaan yang Absolut; yang dijadikan sebagai “Tuhan” itu haruslah Tunggal / Esa; karena apabila yang dijadikan sebagai “Tuhan” itu berbilang maka satu sama lainnya akan saling mengalahkan sehingga akan rusak binasalah akibatnya.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allōh, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allōh yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.

(QS. Al-Anbiyã’/21: 22)

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَٰهٍ ۚ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ

Allōh sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluq yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allōh dari apa yang mereka sifatkan itu.

(QS. Al-Mu’minũn/23: 91)

5)TUHAN, TAPI TAK BERDAYA

Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut ini menjelaskan betapa berhala-berhala yang disembah manusia itu adalah “tuhan-tuhan yang tak berdaya”, bahkan tidak mampu menciptakan seekor lalat sekalipun; maka alangkah jahilnya menyembah berhala yang lemah nan tak berdaya? Mengapa tidak beribadah dan berdoa meminta kepada Allōh Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ ۖ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ (73) مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ (74)

(73) “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allōh sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (74) Mereka tidak mengenal Allōh dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allōh benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

(QS, Al-Hajj/22: 73-74)

Maka alangkah jauhnya manusia dari Kebenaran, manakala ada dari kalangan ummat manusia yang memahat patung-patung (berhala) lalu dijadikannya patung-patung (berhala) itu sebagai tuhan-tuhan yang disembahnya dan dimintai pertolongan? Padahal, dia sendirilah yang memahat patung itu. Maka, Allōh سبحانه وتعالى nyatakan dalam ayat diatas, betapa yang menyembah dan disembah adalah sama-sama lemahnya.

Orang-orang Kafir maupun Musyrikin selalu menginginkan agarTuhan itu bisa dilihat dengan mata kepala mereka di dunia”, sehingga mereka gemar membuat patung-patung berhala yang Allōh سبحانه وتعالى tak pernah menurunkan hujjah terhadap perbuatan seperti itu.

Adapun kita kaum Muslimin, meyakini bahwa Allōh سبحانه وتعالى tidak bisa dilihat dengan mata telanjang di dunia (sebagimana kisah Nabi Musa ‘alaihissalam dalam QS. Al-A’rōf/7: 143); namun Allōh سبحانه وتعالى bisa dilihat di Akherat kelak oleh orang-orang beriman yang dikehendaki-Nya (QS. Al-Qiyãmah/75: 22-23)

6) SYIRIK ADALAH DOSA YANG BESAR DISISI ALLÕH

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allōh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allōh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

(QS, An-Nisã’/4: 48)

7) SYIRIK ADALAH DOSA BESAR YANG PALING BESAR

Dalam Hadits berikut ini, bahkan Syirik disabdakan oleh Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم sebagai dosa (besar) yang paling besar disisi Allōh سبحانه وتعالى:

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ؟ قَالَ “أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا ‌وَهُوَ ‌خَلَقَكَ” قَالَ قُلْتُ لَهُ: إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ. قَالَ قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: “ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ” قَالَ قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ “ثُمَّ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جارك“» متفق عليه[3] والرواية لمسلم

Dari ‘Amr bin Syurohbĩl, bahwa ‘Abdullōh berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم: “Dosa apakah yang paling besar di sisi Allōh?” Rosũl pun bersabda: “Engkau mengadakan tandingan bagi Allōh (menyekutukan-Nya), padahal Dia lah yang telah menciptakanmu.” Aku berkata: “Sungguh, itu adalah dosa yang sangat besar.” Lalu aku bertanya lagi: “Kemudian apa?” Rosũl menjawab: “Engkau membunuh anakmu sendiri karena khawatir dia akan ikut makan bersamamu.” Aku bertanya lagi: “Kemudian apa?” Rosũl menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.

(HR. Al-Bukhōry, Shohĩh Al-Bukhōry (6/18), no: 447 dan HR. Muslim, Shohĩh Muslim (1/90), no: 86)

8) SYIRIK ADALAH BENTUK KESESATAN

Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa Syirik itu adalah bentuk kesesatan yang sangat jauh, sejauh-jauhnya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

Sesungguhnya Allōh tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allōh, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.

(QS, An-Nisã’/4: 116)

II. MENYIKAPI MUSYRIKIN

1) TIDAK ADA KETAATAN DALAM KESYIRIKAN

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

(QS. Luqmãn/31: 15)

Pelajaran yang dapat diambil dari QS. Luqmãn/31: 15 diatas adalah bahwa: Jangankan orang lain, bahkan jika orangtua memaksa anaknya untuk mempersekutukan Allōh سبحانه وتعالى, maka Allōh سبحانه وتعالى memerintahkan agar sang anak tak perlu mentaati orangtua yang menyuruh perbuatan Syirik tersebut. Jadi dalam perkara Aqidah, seseorang haruslah bersikap tegas menjaga Tauhid / keimanan dirinya, dan perintah menjaga Tauhid itu adalah langsung dari Allōh سبحانه وتعالى. Kalau orangtua itu menyuruh anaknya berbuat Syirik / menyekutukan Allōh, maka tidak perlu ada rasa “sungkan”, tidak perlu ada rasa “takut durhaka jika orangtua marah tidak dituruti kemauannya”; karena sebelum kedudukan kedua orangtua maka seseorang itu haruslah mengetahui bahwa ia terlebih dahulu adalah berstatus/berkedudukan sebagai “Hamba Allōh سبحانه وتعالى” yang dicipta Allōh سبحانه وتعالى, dan diperintah oleh Allōh سبحانه وتعالى untuk tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun juga. Kedudukan Allōh سبحانه وتعالى haruslah ditempatkan paling tinggi di hati setiap makhluq-Nya. Karena walaupun orangtua adalah yang melahirkan, namun Allōh سبحانه وتعالى adalah Yang Mencipta.

Tatkala sang anak bersikap tegas menjaga ‘Aqidah / keimanan dirinya; bukan berarti ia dengan semena-mena bersikap aniaya/kasar kepada orangtuanya; tentulah tidak demikian. Namun dalam hal ini, dituntut Adab / Akhlaq sang anak untuk bersikap Hikmah, ia menolak perintah berbuat Syirik dari orangtuanya tersebut hendaknya dengan Adab/ Akhlaq yang baik dan bijaksana.

Di era penuh Fitnah Akhir Zaman saat ini, maka seringkali dilontarkan aneka syubhat dari sebagian kalangan untuk bersikap “Toleran terhadap Kesyirikan”, terutama hal ini terjadi di Akhir-Akhir Tahun Masehi / Awal Tahun Masehi yang diselenggarakan oleh agama lain diluar Islam (seperti: perayaan Natal dan Tahun Baru); namun mengherankannya, terhadap kaum Muslimin dilontarkan syubhat agar bersikap toleran terhadap acara-acara tersebut; padahal Allōh سبحانه وتعالى telah memerintahkan kaum Muslimin agar tegas dalam menjaga Aqidah, dan sikap Toleran yang diperintahkan oleh Allōh سبحانه وتعالى adalah justru sebagaimana dalam QS. Al-Kãfirun/109: 1-6 dengan “ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (Lakum dĩnukum waliya dĩn / “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”):

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

Katakanlah, “Hai orang-orang yang kafir, (2) aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. (3) Dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (4) Dan aku tidak pernah men]adi penyembah apa yang kalian sembah, (5) dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (6) Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku.

Sikap tegas dalam menjaga Aqidah ini adalah komitmen penting yang harus ditetapi oleh setiap Muslim, terutama di era Fitnah dimana Sinkretisme Agama (percampur-adukan / penggabungan berbagai ajaran, kepercayaan / praktik keagamaan dari berbagai sumber, ke dalam satu sistem kepercayaan atau praktik ajaran baru, yang sama sekali tidak ada tuntunannya dari Allōh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم; yang dikenal dengan sebutan: Pluralisme Agama) marak disebarkan, terutama di berbagai negeri yang mengabaikan Syari’at Islam serta condong menganut paham Sekulerisme – Pluralisme – Liberalisme; maka aneka syubhat seperti ini terjadi. Oleh karena itu, seorang Muslim haruslah memiliki komitmen keimanan yang teguh; jangankan terhadap orang lain, bahkan terhadap orangtua yang memaksa anaknya berbuat Syirik maka Allōh سبحانه وتعالى dengan tegas melarang mentaati orangtua yang demikian. Tidak boleh mencampur-adukkan ajaran Islam dengan ajaran agama-agama diluar Islam; karena seyogyanya itu “bukanlah Toleransi, tetapi justru agenda Pemurtadan terselubung”.

2) MENYIKAPI TEGAS TERHADAP MUSYRIKIN

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Apabila sudah habis bulan-bulan Harom itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allōh Maha Pengampun lagi maha Penyayang.

(QS. At-Taubah/9: 5)

Di zaman kita hidup saat ini, bukankah kita saksikan betapa peperangan antara para Mujahidin di Gaza, Palestina melawan orang-orang Zionis yang hendak merebut dan meruntuhkan Masjidil Aqsho adalah peperangan antara Haq dan Bathil, peperangan antara Iman dan Kufur, peperangan antara Mu’minin melawan Musyrikin (– karena orang-orang Zionis yang saat ini memerangi Gaza Palestina adalah berpedomankan bukan lagi kepada Kitab Taurat, akan tetapi mereka berpedomankan pada Kitab Talmud tulisan para Rabi-Rabi Zionis mereka – pen.), maka peperangan yang terjadi di Gaza Palestina adalah peperangan dimana para Mujahidin berjuang mempertahankan Aqidah Islamiyyah mereka; dan Allōh سبحانه وتعالى telah memberi perintah sebagaimana dalam QS. At-Taubah/9: 5 untuk bersikap tegas terhadap kaum Musyrikin yang hendak memadamkan Kalimatullōh.

III. MENYIKAPI KESYIRIKAN

1) BERBEBAS DIRI DARI SYIRIK

Tidak kurang dari 8 ayat berikut ini yang memerintahkan kaum Muslimin untuk berbebas diri dari Kesyirikan, maupun berbebas diri dari pelaku Kesyirikan (Musyrikin); dan Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam adalah merupakan suri tauladan yang Allōh سبحانه وتعالى kisahkan di dalam Al-Qur’an dimana beliau ‘alaihissalam, Allōh سبحانه وتعالى tegaskan sebagai “Bukan Yahudi”, “Bukan Nashroni” dan “Bukan Musyrik”, akan tetapi Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam adalah “seorang Muslim (yang lurus dan berserah diri kepada Allōh)”.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Ibrohim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nashroni, akan tetapi dia adalah seorang (Muslim) yang lurus lagi berserah diri (kepada Allōh) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.

(QS. Āli ‘Imrōn/3: 67)

Ayat QS. Āli ‘Imrōn/3: 67 diatas merupakan bantahan telak bagi kaum penganut Sinkretisme Agama (Pluralisme Agama); yang berusaha menebar syubhat mereka dengan menyama-nyamakan antara Islam yang dibangun diatas Tauhid yang lurus dengan kekufuran Ahlul Kitab Yahudi dan Nashroni serta kesyirikan orang-orang Musyrikin.

Bantahan lainnya adalah terdapat dalam QS. Al-Bayyinah, Allōh سبحانه وتعالى secara jelas membedakan dan membagi ummat manusia kedalam 3 kelompok: a) Orang-orang Kafir dari kalangan Ahlul Kitab (Yahudi, Nashroni), b) Orang-orang Kafir dari kalangan Musyrikin (dari selain Ahlul Kitab) sebagaimana dalam QS. Al-Bayyinah/98:1 dan QS. Al-Bayyinah/98: 6; dan c) Orang-orang Mu’min (QS. Al-Bayyinah/98: 7-8). Tentulah terhadap 3 kelompok itu, Allōh سبحانه وتعالى persiapkan balasan Akherat yang berbeda bagi mereka.

Pelajaran lainnya adalah bahwa sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Bayyinah/98: 6, maka: Kesyirikan itu adalah Bagian dari Kekufuran, karena Allōh سبحانه وتعالى menyatakannya sebagai “Orang-orang Kafir yakni Ahlul Kitab dan orang-orang musyrik”:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluq.”

(QS. Al-Bayyinah/98: 6)

Oleh karenanya, jangan menganggap sepele perkara Bahaya Syirik ini; karena urusan Aqidah itu sifatnya “hitam >< putih”, tidak ada Toleransi dalam urusan Aqidah, karena tidak boleh bagi seorang Muslim bersikap toleran terhadap Kekufuran maupun Kesyirikan; karena demikianlah “Konsekwensi dari Dua Kalimat Syahadat (Lã Ilãha Illallōh Muhammadur Rosũlullōh)” yang telah diikrarkan.

Bahkan setiap Nabi dan Rosũl utusan Allōh سبحانه وتعالى, pastilah selalu menyampaikan seruan Tauhid kepada ummat manusia, sebagaimana dalam berbagai ayat berikut.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهُ ۚ فَإِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allōh dan Rosũl-Nya kepada umat manusia pada hari Haji Akbar bahwa sesungguhnya Allōh dan Rosũl-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allōh. Dan beritakanlah kepada orang-orang kãfir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.

(QS. At-Taubah/9: 3)

Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:

قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً ۖ قُلِ اللَّهُ ۖ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ ۚ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَٰذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ ۚ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آلِهَةً أُخْرَىٰ ۚ قُلْ لَا أَشْهَدُ ۚ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allōh”. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qur’ãn ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’ãn (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allōh?Katakanlah: “Aku tidak mengakui“. Katakanlah:Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allōh).

(QS. Al-An’ãm/6: 19)

Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman mengisahkan tentang Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam yang berbebas diri dari menuhankan benda-benda langit (bintang-bintang, atau bulan ataupun matahari) sebagaimana dalam ayat berikut:

فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَا أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ

Kemudian tatkala ia (‘Ibrohim) melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

(QS. Al-An’ãm/6: 78)

Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat yang lain:

بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allōh dan Rosũl-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka).”

(QS. At-Taubah/9: 1)

Kemudian Allōh سبحانه وتعالى dalam ayat berikut, mengkisahkan tentang Nabi Hũd ‘alaihissalam yang juga sama saja sikapnya, yakni menyatakan berbebas diri dari kesyirikan:

إِنْ نَقُولُ إِلَّا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ ۗ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ

Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu”. Hũd menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allōh dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

(QS. Hũd/11: 54)

Dan Allōh سبحانه وتعالى menjelaskan bahwa Tauhid itu adalah seruan setiap Nabi utusan Allōh سبحانه وتعالى dari zaman ke zaman:

وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ ۚ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ

Dan aku pengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrohim, Ishaq dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allōh. Yang demikian itu adalah dari karunia Allōh kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Nya).”

(QS. Yũsuf/11: 38)

Dan firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۖ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada ‘Ibrohim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allōh, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allōh saja. Kecuali perkataan Ibrohim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allōh”. (Ibrohim berkata): “Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.

(QS. Al-Mumtahanah/60: 4)

QS. Al-Mumtahanah/60:4 ini menjelaskan bahwa hendak-nya kaum Muslimin mengambil ibroh dari kisah Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam diatas, serta meneladani sikap Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam yang berbebas diri dari 2 perkara sekaligus: a) Berbebas diri dari Kesyirikan (bersikap Baro’/ membenci apa-apa saja yang disembah/diibadahi selain Allōh سبحانه وتعالى); dan b) Berbebas diri dari kaum Musyrikin / para Pelaku Kesyirikan (bersikap Baro’ dengan tidak memberikan rasa cinta ataupun loyalitas terhadap orang-orang Musyrik tersebut).

Dua hal ini harus ada pada saat yang bersamaan di dalam diri seorang Muslim.

Mana mungkin seseorang mengaku beriman, sementara disisi lain ia menolong orang-orang Kafir untuk memerangi dan menyakiti saudara Muslimnya sendiri? Berarti ia belum menerapkan sikap Baro’ / berbebas diri dari orang-orang Kafir dan orang-orang Musyrikin.

Mana mungkin seseorang mengaku beriman, sementara disisi lain lisannya memberikan ucapanSelamatatasKelahiran Anak Tuhan dalam ritual upacara penganut agama lain”? Berarti ia belum menerapkan sikap Baro’ / berbebas diri dari Kesyirikan Lisannya manakala menganggap seakan-akan Allōh سبحانه وتعالى memiliki anak / sekutu (padahal telah jelas firman-Nya dalam QS. Al-Ikhlash/112: 1-4)

Dan masih banyak contoh-contoh kasus lain semisalnya, yang dapat ditemukan dalam kehidupan ummat manusia saat ini, yang haruslah diwaspadai jangan sampai diri kita terjerumus kedalamnya.

2) SERUAN MENINGGALKAN SYIRIK

Di zaman ini, dimana Iman digoncang dari segala penjuru, maka di kalangan “orang-orang yang mengaku dirinya Muslim” sekalipun, tak jarang dijumpai ada diantara mereka yang terjerumus ikut berpesta pora dalam ritual peribadatan agama-agama diluar Islam, bahkan sampai mengucapkan “Selamat” terhadap keyakinan yang Syirik dan Kufur dari kaum Ahlul Kitab (Yahudi maupun Nashroni) dan Musyrikun.

Semestinya, seseorang yang telah menyatakan dirinya ber-Islam dan telah berikrar Dua Kalimat Syahadat itu menghujamkan kemurnian Tauhid kedalam hatinya terlebih dahulu, bahwa Allōh سبحانه وتعالى itu tidak patut dipersekutukan dengan sesuatu apapun; sehingga dengan demikian lisannya tidak akan mengucapkan kata “Selamat” terhadap “Kelahiran Anak Tuhan” (yang dilontarkannya terhadap orang-orang Nashroni di acara peribadatan mereka di akhir Tahun Masehi); bukankah lisan yang telah ber-Syahadat tidak semestinya menjadi lisan yang berdusta terhadap Allōh سبحانه وتعالى dengan menyatakan seakan-akan Allōh سبحانه وتعالى punya anak dan punya sekutu? Dalam urusan Aqidah, jangan berbasa-basi; seharusnya ucapkanlah sebagaimana yang Allōh سبحانه وتعالى ajarkan dalam firman-Nya berikut ini:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allōh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allōh“. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allōh).

(QS. Āli ‘Imrōn/3: 64)

Setiap Nabi dan Rosũl Allōh سبحانه وتعالى telah sedari awal selalu menyerukan dan mengajarkan seruan Tauhid kepada ummat manusia dari zaman ke zaman; maka suatu kalimat (ketetapan) yang seyogyanya tidak ada perselisihannya antara kita dengan Ahlul Kitab adalah: “ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ  (… Tidak kita sembah kecuali Allōh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allōh)”. Namun, manakala mereka berpaling dari Kalimat Tauhid ini, maka katakan saja kepada mereka bahwa kita kaum Muslimin memilih untuk berserah diri kepada Allōh سبحانه وتعالى, kita memilih untuk teguh men-Tauhidkan-Nya sebagaimana sebenarnya perkataan inilah yang diajarkan oleh setiap Nabi dan Rosũl utusan Allōh سبحانه وتعالى, bahkan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam dan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam sekalipun.

Kemudian, belum lagi di zaman kegoncangan Iman disebarkan seperti zaman sekarang ini, tak sedikit dijumpai berbagai kasus bahwa hanya demi kekuasaan dan jabatan, seseorang sampai rela mengucapkan “Salam Lintas Agama”; seakan-akan tuhan-tuhan selain Allōh yang orang Kafir dan orang Musyrik sembah itu dianggap sama saja / sederajat dengan Allōh سبحانه وتعالى yang tak patut dipersekutukan barang sedikitpun? Tidakkah seseorang itu takut bahwa kelak lisannya itu akan dihisab dan dimintai pertanggungjawaban oleh Allōh سبحانه وتعالى di Hari Akherat kelak? Padahal Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Ibadahilah Allōh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allōh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,

(QS. An-Nisã’/4: 36)

Seorang Muslim itu haruslah memiliki komitmen yang tegas di dalam menjaga Tauhid dan memiliki sikap istiqomah manakala berhadapan dengan orang-orang Kafir ataupun Musyrikin, dan Allōh سبحانه وتعالى telah mengajarkan untuk bersikap sebagaimana berikut ini:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Katakanlah:Marilah kubacakan apa yang diharomkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rizqi kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharomkan Allōh (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

(QS. Al-An’ãm/6: 151)

Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat-ayat yang lainnya, mengajarkan agar seorang Muslim mengatakan perkataan yang benar dan lugas dalam urusan Aqidah, sebagaimana berikut:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharomkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharomkan) mempersekutukan Allōh dengan sesuatu yang Allōh tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharomkan) mengada-adakan terhadap Allōh apa yang tidak kamu ketahui.

(QS. Al-A’rōf/7: 33)

Dan firman-Nya:

وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَفْرَحُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ ۖ وَمِنَ الْأَحْزَابِ مَنْ يُنْكِرُ بَعْضَهُ ۚ قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا أُشْرِكَ بِهِ ۚ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآبِ

Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan diantara golongan-golongan (Yahudi dan Nashroni) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah “Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allōh dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali”.”

(QS. Ar-Ra’d/13: 36)

Dan firman-Nya:

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada ‘Ibrohim di tempat Baitullōh (dengan mengatakan): “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thowaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.”

(QS. Al-Hajj/22: 26)

Juga firman-Nya:

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizqi untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allōh, padahal kamu mengetahui.

(QS. Al-Bãqoroh/2: 22)

3) PENDIDIKAN TAUHID

Kaum Muslimin itu seharusnya mempelajari materi kajian berkaitanTauhid” ini dengan mendalam terlebih dahulu, sebelum mempelajari materi-materi kajian lainnya; karena kalaulah keliru dalam memahami dan mengamalkan “Tauhid” maka amalannya akan berujung sia-sia (terhapuslah seluruh amalan yang dilakukan seumur hidupnya, bila mati diatas Syirik Akbar) dan berpotensi dapat terjerumus kedalam api neraka Jahannam yang kekal apabila melakukan pembatal-pembatal keImanan (Syirik Akbar) dan tidak pernah bertaubat (taubatan nasuha) hingga matinya, sebagaimana nanti akan kita bahas ayat QS. Az-Zumar/39: 65-66 dan QS. Al-Bayyinah/98: 6. Adapun bila melakukan Syirik Asghor (Syirik Kecil, contoh: Riya’) maka hanya amalan yang dilakukan karena Riya’ itulah yang terhapus, tidak mendapat pahala disisi Allōh سبحانه وتعالى; sebagaimana Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda:

قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

Allōh Tabãroka wa Ta’ãlã berfirman,Aku adalah Yang paling tidak memerlukan sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan dengan menyekutukan-Ku dengan selain Aku, niscaya Aku meninggalkannya dan sekutunya itu’.” (HR. Muslim no. 2985)

Bahkan Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم memerintahkan Shohabatnya Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه untuk mendakwahkan Tauhid pertama kali, sebelum memerintahkan hal lainnya; perhatikan lah Hadits berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ مُعَاذًا قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. قال: “إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ. فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ. فأعلمنهم أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لذلك. فأعلمنهم أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ. فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ. فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ. وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ“.» متفق عليه واللفظ لمسلم وفي رواية فيهما: فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ عز وجل وفي رواية البخاري: أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ تَعَالَى

Dari Ibnu ‘Abbas, dari Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه, Abu Bakar berkata: Terkadang Waki’ mengatakan bahwa Hadits ini dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Mu’adz berkata: Rosũlullōhmengutusku (ke Yaman), lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang berhak disembah selain Allōh, dan bahwa aku adalah utusan Allōh. Jika mereka mentaati hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allōh telah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin diantara mereka. Jika mereka mentaati hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allōh telah mewajibkan atas mereka lima sholat dalam sehari semalam. Jika mereka mentaati hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allōh telah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka mentaati hal itu, maka berhati-hatilah terhadap harta terbaik mereka (jangan mengambilnya secara dzolim). Dan waspadalah terhadap doa orang yang terdzolimi, karena tidak ada penghalang antara doa tersebut dengan Allōh.”

(Hadits Muttafaqun ‘alaih, (HR. Al-Bukhōry no: 1458 dan no: 7372, dan HR. Muslim no: 19, dan lafadz ini dari Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: Hendaklah hal pertama yang engkau serukan kepada mereka adalah ibadah kepada Allōh ‘Azza wa Jalla. Sedangkan dalam riwayat Al-Bukhōry: Hendaklah mereka men-Tauhidkan Allōh Ta’ala.)

Adapun dakwah yang utama terhadap keluarga adalah sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman mengisahkan tentang Luqmanul Hakim yang merupakan tauladan bagi para orangtua agar hendaknya memprioritaskan mendidik Tauhid pada anak-anaknya dan memahamkan pada mereka tentang bahayanya mempersekutukan Allōh سبحانه وتعالى:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allōh, sesungguhnya mempersekutukan (Allōh) adalah benar-benar kedzōliman yang besar”.”

(QS. Luqmãn/31: 13)

Atau, sebagaimana wasiat Nabi Ya’qub ‘alaihissalam kepada anak-anaknya sebelum wafatnya, yang dikisahkan dalam ayat berikut:

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, ‘Ibrohim, Isma’il dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

(QS. Al-Bãqoroh/2: 133)

Kemudian di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman memperingatkan tentang bahayanya kultus individu terhadap para rahib-rahib / orang-orang alim dimana mereka dijadikan sebagai tuhan-tuhan selain Allōh” oleh manusia, sebagaimana yang dilakukan terhadap Nabi ‘Isa ‘alaihissalam oleh Ahlul Kitab, padahal Nabi ‘Isa ‘alaihissalam sendiri tidak pernah mengajarkan demikian kepada ummatnya:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allōh dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allōh dari apa yang mereka persekutukan.

(QS. At-Taubah/9: 31)

Adapun Nabi ‘Isa ‘alaihissalam tidak pernah berpaling dari Tauhid, karena inilah yang sesungguhnya diajarkan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam terhadap ummatnya:

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (117)

(116) “Dan (ingatlah) ketika Allōh berfirman, “Hai ‘Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allōh’? ‘Isa menjawab, “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala perkara yang ghoib. (117) Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)-nya, yaitu, ‘Sembahlah Allōh, Tuhanku dan Tuhan kalian,’ dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku. Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.

(QS. Al-Mã’idah/5: 116-117)

Dan di ayat lain:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ ۚ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَىٰ مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۖ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ ۚ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ ۚ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ ۘ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَكِيلًا

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allōh kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, ‘Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allōh dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allōh dan rosũl-rosũl-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allōh Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allōh dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allōh menjadi Pemelihara.

(QS. An-Nisã’/4:  171)

IV. RAGAM SYIRIK / INDUK SYIRIK

Untuk meninjau perkara ‘Aqidah, maka dapat kita kaji dari berbagai perspektif, sebagaimana pada Bagan-1 berikut ini:

Bagan-1: Tinjauan Perkara ‘Aqidah dari Beberapa Perspektif

a) Kelompok I:

Berdasarkan Pembagian Tauhid, maka dapat dibagi kedalam 3 hal: Tauhid Rububiyyah, Tauhid Asma wa Shifat dan Tauhid Uluhiyyah.

Tauhid Rububiyyah” adalah meng-Esakan Allōh سبحانه وتعالى dalam hal Perbuatan-Nya, seperti: Mencipta seluruh makhluq-Nya, Memberi rizqi seluruh makhluq-Nya, Menghidupkan, Mematikan, Membangkitkan kembali makhluq-Nya, Mendatangkan bahaya, Memberi manfaat, dan lain sebagainya; yang tidak bisa dilakukan oleh seluruh makhluq-Nya / siapapun juga.

Tauhid Uluhiyyah” adalah meng-Esakan Allōh سبحانه وتعالى dalam berbagai Ibadah yang telah di-Syari’atkan-Nya, contoh: shoum, sholat, haji, zakat, doa, nadzar, sembelihan, dan lain sebagainya.

Tauhid Asma wa Shifat” adalah menetapkan Nama-Nama dan Shifat-Shifat bagi Allōh سبحانه وتعالى sebagaimana yang telah ditetapkan Allōh سبحانه وتعالى sendiri untuk diri-Nya dal kitabNya dan sebagaimana yang Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم dalam sunnahnya yang shohihah); tanpa mentakwil (ta’wil), tanpa memisalkan (tamtsil), tanpa menanyakan bagaimananya (takyif), tanpa meniadakan (ta’thil) dari Nama-Nama dan Shifat-Shifat-Nya dan dengan meniadakan segala kekurangan / aib yang telah Allōh سبحانه وتعالى tetapkan bagi diri-Nya maupun telah ditiadakan oleh Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم

b) Kelompok II:

Berdasarkan Nampak / Tidak Nampak, maka ada Amal Dzohir (Nampak) dan ada Amal Bathin (Tidak Nampak).

c) Kelompok III:

Berdasar Konsekuensi ‘Aqidah, maka ada Amal terkait Perkataan (Aqwal) dan ada Amal terkait Perbuatan (Af’al)

d) Kelompok IV:

Berdasar Bobot Pelanggaran ‘Aqidah berupa Syirik, maka ada Syirik Akbar (Syirik Besar) dan ada Syirik Asghor (Syirik Kecil).

1) SYIRIK RUBUBIYYAH

Seorang hamba Allōh سبحانه وتعالى hendaknya memiliki “Ma’rifatullōh”, yakni: Mengenal Allōh سبحانه وتعالى, Pencipta dirinya dan seluruh alam semesta ini; baik Zat, Shifat-Shifat-Nya, maupun Nama-Nama-Nya sebagai upaya pendekatan diri sang makhluq melalui beribadah kepada-Nya.

Seorang hamba Allōh سبحانه وتعالى harus memahami “Af’ãl Allōh”, yakni: Perbuatan Allōh سبحانه وتعالى terhadap makhluq-Nya, antara lain: Mencipta, Menghidupkan, Mematikan, Mengatur dan Memelihara, Memberi rizqi, Memberi Manfaat maupun Mudhorot terhadap seluruh makhluq-Nya dan seisi alam semesta.

Kalau tidak memiliki kemampuan ini semua, maka sudah pasti itu hanyalahberhala-berhala” / “tuhan-tuhan selain Allōh” yang merupakan “tuhan-tuhan palsu”; ia “dianggap tuhan” oleh orang-orang yang jahil/bodoh terhadap perkara “Ma’rifatullōh”.

Af’ãl Ibãd” yaitu: Perbuatan makhluq terhadap Allōh سبحانه وتعالى adalah mengetahui Hak Allōh سبحانه وتعالى untuk diibadahi secara Kãffah (totalitas), dan hendaknya makhluq bersyukur kepada Allōh سبحانه وتعالى atas segala karunia dan nikmat yang diberikan-Nya.

Dalam Bagan-2 berikut ini, digambarkan bagaimana “Hubungan Antara Allōh dengan Makhluq-Nya” yakni sebagaimana berikut:

Bagan-2. Hubungan Antara Allōh dengan Makhluq-Nya

Rububiyyah” itu berasal dari kata “Robb”; berarti: “Syirik Rububiyyah” adalah Syirik akibat menyamakan selain Allōh dengan Allōh سبحانه وتعالى (Tuhan Yang Maha Esa) Yang Mencipta langit dan bumi beserta seluruh makhluq-Nya. Karena yang disebut Tuhan” itu haruslah: Yang Mencipta langit dan bumi serta segala makhluq-Nya (الْخَالِقُ / Al-Kholiq); Yang disebut Tuhan” itu haruslah: Yang Memberi rizqi pada segala makhluq-Nya (الرَّزَّاقُ / Ar-Rozzãq); Yang disebut Tuhan” itu haruslah: Yang Menghidupkan segala makhluq-Nya (الْمُحْيِ / Al-Muhyĩ); Yang disebut Tuhan” itu haruslah: Yang Mematikan segala makhluq-Nya (الْمُمِيْتُ / Al-Mumĩt); Yang disebut Tuhan” itu haruslah: Yang Mengatur peredaran segenap jagat raya / alam semesta ini (المُدَبِّرُ/ Al-Mudabbir); Yang disebut Tuhan” itu haruslah: Yang Mampu Memberi Manfaat makhluq-Nya (النَّافِعُ / An-Nãfi’u); Yang disebut Tuhan” itu haruslah: Yang Mampu Memberi Bahaya makhluq-Nya (الضَّارُ / Adh-Dhōrru); dan masih banyak lagi berkaitan “Ma’rifatullōh” yang harus diketahui seorang hamba Allōh terhadap Allōh سبحانه وتعالى, Robb Pencipta dirinya dan seluruh alam semesta ini

In sya Alloh nanti akan kita kaji tersendiri secara lebih mendetail tentang hal ini dalam “Meneguhkan Lã Ilãha Illallōh” (https://ustadzachmadrofii.com/2025/05/25/text-meneguhkan-la-ilaha-illalloh/)

Adapun contoh yang nyata dari pelaku Syirik Rububiyyah adalah Fir’aun, sebagaimana yang difirmankan Allōh سبحانه وتعالى dalam ayat berikut:

اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (17) فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى (18) وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى (19) فَأَرَاهُ الْآيَةَ الْكُبْرَى (20) فَكَذَّبَ وَعَصَى (21) ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى (22) فَحَشَرَ فَنَادَى (23) فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى (24) فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الْآخِرَةِ وَالْأُولَى (25) إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى (26)

(17) “Pergilah kamu kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, (18) dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”. (19) Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?” (20) Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. (21) Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. (22) Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). (23) Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (24) (Seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi”. (25) Maka Allōh mengadzabnya dengan adzab di akhirat dan adzab di dunia. (26) Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya).”

(QS. An-Nãzi’ãt/79: 17-26)

Nabi Musa ‘alaihissalam menyeru Tauhid kepada Fir’aun, namun Fir’aun justru menyatakan dirinya sebagai “Tuhan yang paling tinggi”; maka Fir’aun itulah pionir Syirik Rububiyyah.

2) SYIRIK MAHABBAH

Syirik Mahabbah” adalah Syirik dalam perkara Cinta; yakni: Syirik akibat seseorang mencintai selain Allōh / berhala tandingan-tandingan Allōh سبحانه وتعالى sebagaimana mereka mencintai Allōh سبحانه وتعالى; sebagaimana firman-Nya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allōh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allōh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allōh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzōlim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allōh semuanya, dan bahwa Allōh amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”

(QS. Al-Bãqoroh/2: 165)

Syirik Mahabbah” terjadi ketika seseorang menempatkan kecintaan kepada makhluq / benda / duniawi dan berbagai perkara lainnya itu setara dengan atau bahkan lebih dari cintanya kepada Allōh سبحانه وتعالى; seseorang yang lebih mengutamakan kesenangan duniawi dan mengikuti Hawa Nafsu-nya maka rentan terjatuh ke dalam “Syirik Mahabbah”.

Bagi orang-orang beriman, apa saja yang dicintainya itu haruslah dalam rangka mengikuti cintanya kepada Allōh سبحانه وتعالى; maka yang seperti ini barulah benar. Kalau ia mencintai sesuatu, namun hal itu justru membuat murka Allōh سبحانه وتعالى (karena melanggar perintah-Nya); maka ia akan menjauhinya. Seperti inilah sikap orang-orang yang beriman; ia akan menempatkan Allōh سبحانه وتعالى sebagai prioritas utama di hatinya dan itu akan tercermin dalam sikap hidupnya.

Adapun orang-orang yang terjebak dalam Syirik Mahabbah, maka ia mencintai Allōh سبحانه وتعالى namun pada saat bersamaan ia juga mencintai selain Allōh سبحانه وتعالى; inilah yang namanya “menyekutukan Allōh”. Dan ini bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, manakala seseorang menempatkan cintanya kepada pasangan hidupnya (istri/suami) / kepada anak dan keluarganya, kepada pekerjaan atau jabatannya, kepada harta, kepada bangsa dan negaranya, dan lain sebagainya; namun itu semua ditempatkannya secara keliru yakni bukan dalam rangka mencintai Allōh, maka ia bisa terjatuh ke dalam Syirik Mahabbah.

3) SYIRIK TA’THIL

Syirik Ta’thil” adalah Syirik akibat mengingkari, menihilkan, serta meniadakan apa yang ada dan dimiliki Allōh سبحانه وتعالى; sebagaimana contohnya adalah Fir’aun yang dikisahkan dalam ayat berikut ini:

قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ

Fir’aun bertanya: “Siapa Tuhan semesta alam itu?

(QS. Asy-Syu’arō’/26: 23)

Fir’aun kemudian menetapkan dirinya sendiri sebagai “Tuhan”, kemudian dia menihilkan keberadaan Allōh سبحانه وتعالى. Dengan demikian, orang-orang Atheis yang tidak mempercayai keberadaan Allōh سبحانه وتعالى; pada dasarnya mereka adalah para pengikut Fir’aun.

Kemudian di ayat yang lain, dikisahkan betapa Fir’aun barulah mengakui keberadaan Allōh سبحانه وتعالى ketika sudah terlambat, manakala nyawanya telah sampai di kerongkongan, dimana ia diadzab oleh Allōh سبحانه وتعالى dengan cara ditenggelamkan ke dalam lautan:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (90) آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (91)

(90) “Dan Kami memungkinkan Bani Isro’il melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Isro’il, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allōh)“. (91) Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

(QS. Yũnus/10: 90-91)

Termasuk juga kedalam ‘Syirik Ta’thil” adalah menihilkan / menolak seluruhnya ataupun sebagian dari Allōh سبحانه وتعالى, baik Zat ataupun Nama-Nama dan Shifat-Shifat-Nya yang telah ditetapkan oleh Allōh سبحانه وتعالى untuk diri-Nya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dengan cara menihilkan / mengingkari / menolak maknanya secara keseluruhan ataupun sebagian.

4) SYIRIK ANDAD

Syirik Andãd” adalah Syirik akibat meyakini ada entitas lain yang memiliki kekuatan sama dengan Allōh سبحانه وتعالى dalam mencipta, mengatur alam semesta, atau dalam hal memberikan manfaat dan mudhorot. Contohnya, menyembah berhala, percaya pada kekuatan makhluq ghoib selain Allōh سبحانه وتعالى, atau meyakini bahwa ada manusia yang memiliki kekuasaan setara dengan Allōh سبحانه وتعالى.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman mengisahkan tentang berhala-berhala yang dituhankan oleh kaum Musyrikin Mekah di zaman Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم, yakni berupa Al-Latta, Al-Uzza dan Manat:

أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى (20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)

(19) “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al-Latta dan al-Uzza, (20) dan Manat, yang ketiga yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allōh)? (21) Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allōh (anak) perempuan? (22) Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (23) Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allōh tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.”

(QS. An-Najm/53: 19-23)

Di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman mengisahkan tentang berhala-berhala yang dituhankan oleh kaum Musyrikin di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam, yakni berupa Wadd, Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasrō:

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (23) وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا (24)

(23) “Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr“. (24) Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzōlim itu selain kesesatan.”

(QS. Nũh/71: 23-24)

Kemudian, Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman mengisahkan tentang berhala (al-ashnãm) berupa patung anak sapi emas yang dituhankan oleh kaum Musyrikin di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138) إِنَّ هَٰؤُلَاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (139) قَالَ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَٰهًا وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (140)

(138) “Dan Kami seberangkan Bani Isro’il ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsro’il berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).” (139) Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. (140) Musa menjawab: Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allōh, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.”

(Q.S. Al-A’rōf: 138-140)

Dan firman-Nya:

وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَىٰ مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ ۚ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلَا يَهْدِيهِمْ سَبِيلًا ۘ اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ

Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur, membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang dzolim.

(Q.S. Al-A’rōf: 148)

Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman dalam ayat berikut, menyebut “yang disembah selain Allōh” sebagai “al-autsãn (berhala)”:

إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allōh itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allōh itu tidak mampu memberikan rizqi kepadamu; maka mintalah rizqi itu di sisi Allōh, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan.”

(QS. Al-‘Ankabũt/29: 17)

Dan firman-Nya:

وَقَالَ إِنَّمَا اتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا مَوَدَّةَ بَيْنِكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ ثُمَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُ بَعْضُكُمْ بِبَعْضٍ وَيَلْعَنُ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَمَأْوَاكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

Dan berkata ‘Ibrohim: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allōh adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang diantara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di Hari Kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun.”

(QS. Al-‘Ankabũt/29: 25)

Lalu Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat berikut, sebagai larangan untuk mengadakan sekutu-sekutu bagi Allōh (al-andãd):

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizqi untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allōh, padahal kamu mengetahui.

(QS. Al-Bãqoroh/2: 22)

Jangan dikira bahwa berhala-berhala itu hanya ada di zaman Nabi-Nabi terdahulu dengan nama-nama yang dijelaskan di ayat-ayat diatas (seperti: Al-Latta, Al-Uzza, Manat, Wadd, Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasrō); karena di zaman sekarang pun bahkan masih ada sebagian kalangan di negeri ini yang melaksanakan ritual-ritual syirik berkedok kata kearifan lokal” berupa pemberian sesajen kepada Nyi Roro Kidul yang diyakini mereka sebagai “penjaga pantai selatan”, atau memberikan sesajen kepada yang diyakini mereka sebagai makhluq halus penjaga Gunung Merapi, atau melakukan ritual-ritual syirikberupa larung sesaji kepala sapi/ruwatan/sedekah laut/pesugihan di berbagai daerah; yang itu semua adalah bagian dari “Syirik Andãd” karena berkeyakinan bahwa selain Allōh (makhluq ghoib / jin / dewa-dewi) bisa melindungi mereka dari mudhorot/bahaya, atau selain Allōh bisa memberi mereka manfaat berupa rasa aman / perlindungan.

5) SYIRIK ARBAB

Syirik Arbab” adalah Syirik akibat menjadikan orang-orang alim / orang-orang shōlih / rahib-rahib / pemuka-pemuka agama yang mereka itu dijadikan sebagai “tuhan-tuhan selain Allōh”, yang ditaati melebihi ketaatan kepada Allōh سبحانه وتعالى, yang diikuti perkataannya walaupun jelas-jelas menyelisihi perintah Allōh سبحانه وتعالى.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang Ahlul Kitab dari kalangan Nashroni yang mempertuhankan (menganggap “tuhan” ataupun “anak tuhan”) terhadap Nabi ‘Isa ‘alaihissalam (Al-Masih putra Maryam):

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allōh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allōh“. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allōh).

(QS. Āli ‘Imrōn/3: 64)

Dan juga firman-Nya tentang Ahlul Kitab (Yahudi maupun Nashroni) yang menjadikan orang-orang alim / rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allōh:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allōh dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah / diibadahi) selain Dia. Maha Suci Allōh dari apa yang mereka persekutukan.

(QS. At-Taubah/9: 31)

Menjadikan orang-orang alim / rahib-rahib sebagaituhan-tuhan selain Allōh” adalah dengan mengharomkan apa-apa yang dihalalkan Allōh سبحانه وتعالى, ataupun sebaliknya menghalalkan apa-apa yang diharomkan Allōh سبحانه وتعالى; sebagaimana dalam Hadits berikut ini:

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ، قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ. فَقَالَ: يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الوَثَنَ»، وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةٌ: {اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ} [التوبة: 31]، قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ ‌لَمْ ‌يَكُونُوا ‌يَعْبُدُونَهُمْ، وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ، وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ» رواه الترمذي[4]

Dari Adi bin Hatim رضي الله عنه, dia berkata: “Aku datang menemui Nabi صلى الله عليه وسلم, dan di leherku ada salib dari emas. Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Wahai Adi, buanglah berhala ini.” Aku mendengar beliau صلى الله عليه وسلم lalu membacakan Surat Baro’ah:Mereka menjadikan orang-orang alim / para pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allōh.” (QS. At-Taubah/9: 31). Kemudian Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda lagi: “Mereka (para pengikut itu) tidaklah bersujud pada orang-orang alim / pendeta dan rahib-rahib itu, akan tetapi ketika orang-orang alim / para pendeta dan rahib itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, maka mereka (para pengikutnya) pun serta merta menghalalkannya, dan ketika para pendeta dan rahib itu mengharomkan sesuatu bagi mereka, maka mereka pun serta merta mengharomkannya.

(HR. At-Turmudzy, Sunan At-Turmudzy, 5/278, no: 3095, di-Hasankan oleh Al-Albãny)

6) SYIRIK JUHUD

Dalam bahasa Arab, “juhud” berarti: ingkar / mengingkari / menentang. Jadi, “Syirik Juhud” adalah Syirik akibat mengingkari / menentang Allōh سبحانه وتعالى, meskipun hati kecil / batinnya mengakui Kebenaran ke-Esaan Allōh سبحانه وتعالى. Jadi ia enggan mengikrarkan dua kalimat Syahadat, walau batinnya sesungguhnya mengakui kebenarannya. Dan hal ini bisa terjadi akibat adanya faktor kesombongan pada diri orang tersebut; sebagaimana firman-Nya:

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

Dan mereka mengingkarinya karena kedzōliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.”

(QS. An-Naml/27: 14)

7) SYIRIK ILHAD

Syirik Ilhad” adalah Syirik dalam Asma wa Shifat; yakni: Syirik akibat memalingkan / menyimpangkan Nama-Nama dan Shifat-Shifat Allōh سبحانه وتعالى; atau memalingkan / menyimpangkan pemahaman yang benar terhadap Nama-Nama dan Shifat-Shifat Allōh sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allōh سبحانه وتعالى untuk diri-Nya (dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah) lalu dijadikan menyimpang dari makna yang sebenarnya, ataupun memasukkan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki Allōh سبحانه وتعالى.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Hanya milik Allōh asmã-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmã-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) Nama-Nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

(QS. Al-A’rōf/7: 180)

Orang-orang Atheis juga termasuk kedalam kelompok ini (pelakuSyirik Ilhad”), sebagai contoh: dalam keyakinan kita kaum Musliminadalah bahwa “Allōh itu Maha Hidup ( الْحَيُّ /Al-Hayyu)” yang berarti “Allōh itu Dzat yang Hidup Kekal, hidup selamanya dan tidak mungkin mati/binasa; Allōh juga Sumber Kehidupan dan Pemberi Hidup bagi seluruh makhluq-Nya”; inilah keyakinan kita kaum Muslimin sebagaimana yang sering kita baca dalam Ayat Kursi (QS. Al-Bãqoroh/2: 255). Lalu, orang-orang Atheis menolak bahwa “Allōh itu Maha Hidup”; dan dikatakan oleh orang-orang Atheis bahwa “Allōh tidak hidup” / “Allōh tidak ada” sehingga berikutnya mereka pun menuhankan alam semesta dan dalam keyakinan mereka adalah bahwa bumi terjadi dengan sendirinya melalui prosesBig Bang” (teori ledakan besar di alam semesta ini diyakini oleh ilmuwan ahli fisika yang Atheis seperti Stephen Hawking). Ketika orang-orang Atheis ini menolak bahwa “Allōh itu Maha Hidup (الْحَيُّ /Al-Hayyu)” dan “Allōh itu Maha Pencipta (الْخَالِقُ / Al-Khōliq / Yang menciptakan seluruh alam semesta ini), maka itulah bagian daripada “Syirik Ilhad”; dan cukuplah firman-Nya dalam QS. Al-Jatsiyah/45: 24 sebagai bantahan telak untuk orang-orang Atheis (kaum “Ad-Dahriyyun”) itu:

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ ۚ وَمَا لَهُمْ بِذَٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa“, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.

(QS. Al-Jatsiyah/45: 24)

Orang-orang Atheis / kaum Ad-Dahriyyun (الدهريون)”, awal-awalnya diantara mereka ada yang berasal dari kaum penganut Sekulerisme yang memarginalkan /  mengerdilkan Kekuasaan Absolut Allōh سبحانه وتعالى sebagai Al-Khōliq, lalu berikutnya mereka akan mengabaikan Wahyu/Petunjuk Allōh سبحانه وتعالى /mengabaikan agama-Nya Al-Islam, dan kemudian akan semakin ekstrim dengan merendahkan/ menihilkan Keberadaan Allōh سبحانه وتعالى dan akhirnya menjadi kaum yang Anti-Tuhan”.

8) SYIRIK TAHKIM

Syirik Tahkim” adalah: “Syirik / menyekutukan Allōh سبحانه وتعالى dengan menjadikan selain Allōh sebagai Hakim / Pembuat keputusan dalam perkara agama ataupun urusan dunia yang bertentangan dengan Kehendak Allōh سبحانه وتعالى”. “Syirik Tahkim” ini pada dasarnya menjadikan selain Hukum Allōh سبحانه وتعالى sebagai Sumber Hukum / otoritas dalam menentukan benar dan salah, baik maupun buruk, dengan mengganti / membuang / mengesampingkan Hukum-Hukum Allōh سبحانه وتعالى, baik dalam masalah agama maupun dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Dan “Syirik Tahkim” ini banyak terjadi di negara-negara Sekuler, yang membuang Syari’at Islam dan menggantinya dengan Hukum-Hukum atau Undang-Undang Buatan Manusia / Hukum Wadh’i yang tidak ada landasannya dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah dan bahkan menyelisihi Al-Qur’an maupun As-Sunnah.

Padahal Allōh سبحانه وتعالى memiliki Haq untuk Membuat Hukum, Allōh سبحانه وتعالى memiliki Haq untuk Memerintah makhluq-Nya; sehingga Kekuasaan yang diemban para Penguasa itu pada hakekatnya haruslah sesuai dengan Amanah dari Allōh سبحانه وتعالى untuk dijalankan di bumi-Nya oleh makhluq-Nya sesuai dengan Hukum / Syari’at-Nya.

Silahkan baca kembali tentang Sumber Hukum-Hukum Islam dalam:

Manakala Undang-Undang Buatan Manusia itu dianggap setara atau bahkan lebih baik dari Hukum Allōh سبحانه وتعالى / Syari’at Islam, maka itulah “Syirik Tahkim”.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut, menegaskan bahwa “Mencipta dan Memerintah itu hanyalah Haq Allōh سبحانه وتعالى” :

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allōh yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allōh. Maha Suci Allōh, Tuhan semesta alam.

(QS. Al-A’rōf/7: 54)

Dan di ayat yang lain, Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu dalam menetapkan Keputusan / Hukum:

قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا ۖ لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ ۚ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

Katakanlah: “Allōh lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan“.”

(QS. Al-Kahfi/18: 26)

Allōh سبحانه وتعالى kemudian berfirman menjelaskan bahwa orang-orang beriman itu adalah yang hatinya ridho berpedomankan pada Hukum yang dibawa oleh utusan-Nya yakni: Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم (Syari’at Islam):

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

(QS. An-Nisã’/4: 65)

Allōh سبحانه وتعالى lalu juga berfirman bahwa barangsiapa menyelisihi/mendurhakai Hukum / Ketetapan-Nya itu maka dapat menjadi sesat:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allōh dan Rosũl-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allōh dan Rosũl-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”

(QS. Al-Ahzãb/33: 36)

Di abad ini, bahkan ada banyak orang-orang Komunis, yang terpengaruh pemikiran Atheis Karl Marx / Marxisme atau semisalnya, dimana mereka itu awalnya terperangkap dalam kerangka pola pikirMaterialisme”;sehingga kemudian menolak Wahyu Allōh sebagai Sumber Kebenaran Mutlak” serta menolak bahwa “Allōh سبحانه وتعالى adalah “Al-Hakam / الحكم / Yang Maha Memerintah dengan Syari’at-Nya”. Dengan demikian, patutlah diwaspadai bahwa kaum Sekuler yang enggan menerapkan Syari’atAllōh سبحانه وتعالى itu selangkah lagi ia dapat mudah terperosok menjadi kaum Atheis / kaum Ad-Dahriyyun; akibat menihilkan Allōh sebagai “Al-Hakam” dan dapat berujung pada sikap“Anti-Tuhan”. Maka jadilah ia sesat dengan kesesatan yang nyata.

Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman bahwa selain Hukum-Nya adalah Hukum Jahiliyyah:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allōh bagi orang-orang yang yakin?(QS. Al-Mã’idah/5: 50)

Adapun status “Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allōh” itu dapat terbagi menjadi 3 golongan: 1) Orang-orang Kãfir (QS. Al-Mã’idah/5: 44); atau 2) Orang-orang Dzōlim (QS. Al-Mã’idah/5: 45); atau 3) Orang-orang Fãsiq (QS. Al-Mã’idah/5: 47).

9) SYIRIK UBUDIYAH / ULUHIYYAH:

Syirik Ubudiyyah / Uluhiyyah” itu adalah Syirik dalam hal Ibadah, akibat seseorang memberikan seluruh Ibadah ataupun memalingkan sebagian Ibadah (seperti: Do’a / Menyembelih) ditujukan tidak hanya kepada Allōh, namun juga kepada selain-Nya.

9-1] DO’A

Syirik Ubudiyyah dalam perkara Do’a”, contohnya: seseorang berdo’a memohon pertolongan/ perlindungan/ memohon kesembuhan / meminta manfaat/ meminta rizqi dan lain sebagainya, namun doa itu ditujukan bukan kepada Allōh namun kepada selain Allōh, semisal ia berdo’a meminta ke kuburan-kuburan keramat atau berdo’a dengan meminta bantuan / perantaraan Jin, atau berdoa kepada patung-patung berhala atau berdo’a kepada pepohonan yang dikeramatkan; padahal Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ وَلا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ (197) وَإِنْ تَدْعُوهُمْ إِلَى الْهُدَى لَا يَسْمَعُوا وَتَرَاهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ وَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ (198)

(197) “Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allōh tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. (198) Dan jika kamu sekalian menyeru (berhala-berhala) untuk memberi petunjuk, niscaya berhala-herhala itu tidak dapat mendengarnya. Dan kamu melihat berhala-berhala itu memandang kepadamu padahal ia tidak melihat.

(QS. Al-‘A’rōf/7: 197-198)

9-2] MENYEMBELIH

Syirik Ubudiyyah dalam perkara Menyembelih”, contohnya: seseorang menyenbelih hewan yang ditujukan kepada selain Allōh seperti ditujukan kepada jin-jin yang dianggap menjaga gunung maupun menjaga lautan; padahalAllōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allōh ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaithon itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.”

(QS. Al-An’ãm/6: 121)

V. SIKAP HIDUP MUSYRIK

Ada banyak indikator sikap-sikap hidup kaum Musyrikin yang seharusnya kita waspadai, agar janganlah kita kaum Muslimin terjerembab mengikuti pola hidup mereka. Berbagai indikator sikap-sikap hidup kaum Musyrikin adalah sebagai berikut:

1) MUSYRIKUN BETAH DI DUNIA

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَىٰ حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Dan sungguh engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkan mereka daripada adzab. Dan Allōh Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

(QS. Al-Bãqoroh/2: 96)

Orang-orang Kafir dari kalangan Ahlul Kitab, maupun kaum Musyrikin itu sangat betah hidup di dunia, angan-angan mereka terhadap kenikmatan dunia itu sangat besar, bahkan kalau bisa mereka inginnya hidup 1000 tahun; adapun kaum Muslimin adalah sebaliknya. Bagi kita kaum Muslimin, “dunia ini justru bagaikan penjara”, sebagaimana dalam Hadits berikut:

Bagi kita kaum Muslimin, dunia ini hanyalah lahan untuk beramal shōlih sebagai jalan untuk menggapai ridho Allōh سبحانه وتعالى, karena justru Akherat itulah “kehidupan yang sesungguhnya nan abadi”. Maka, bagi kita kaum Muslimin, bukan kuantitas umur yang dijadikan tumpuan harapan, tetapi kualitas umur lah yang dipentingkan. Kaum Muslimin selalu berintrospeksi diri, khawatir adakah amal-amal yang dilakukannya itu cukup sebagai bekal baginya menghadap Allōh سبحانه وتعالى? Oleh karenanya, ia menjalani kehidupan dunia ini dengan sangat berhati-hati (bagaikan penjara), ia akan sungguh-sungguh memperhatikan apa sajakah Perintah dan Larangan Allōh سبحانه وتعالى sebagai Pedoman Hidupnya. Jadi sungguh berbeda pandangan hidup antara orang-orang beriman dengan kaum Musyrikin.

2) MUSYRIKUN TIDAK MENGINGINKAN KEBAIKAN BAGI UMAT ISLAM

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allōh menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allōh mempunyai karunia yang besar.

(QS. Al-Bãqoroh/2: 105)

Kalau di zaman sekarang ada orang-orang yang “mengaku Muslim, tapi lebih percaya dan, lebih loyal kepada orang-orang Kafir”; berarti ia tidak paham ayat ini. Padahal ayat ini adalah berita yang berasal langsung dari Allōh سبحانه وتعالى. Allōh سبحانه وتعالى telah menegaskan bahwa orang-orang Kafir dari kalangan Ahlul Kitab maupun orang-orang Musyrikin itu tidak menginginkan kebaikan bagi orang beriman. Itulah berita dari Allōh سبحانه وتعالى. Jadi seharusnya, ketika berinteraksi dengan orang-orang Kafir ataupun Musyrikin, maka perlu ada sikap waspada; jangan “polos-polos” saja seakan-akan tidak ada peperangan antara Haq dan Bathil itu. Dan justru, diantara sesama orang-orang beriman, perkuatlah Ukhuwwah Islamiyyah, jalin persatuan diatas dasar Tauhid, demi kepentingan Membela Islam dan kaum Muslimin.

3) MUSYRIKUN SANGAT KESUMAT MEMUSUHI UMAT ISLAM

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik …

(QS. Al-Mã’idah/5: 82)

Ini juga berita langsung dari Allōh سبحانه وتعالى; jadi kalau sampai ada orang yang “mengaku Muslim” tapi lebih percaya dan wala’ (loyal) kepada orang-orang Yahudi ataupun orang-orang Musyrikin, berarti ia tidak paham ayat ini, lengah terhadap ayat ini, atau pura-pura tidak tahu adanya ayat ini, atau jangan-jangan tidak pernah dibaca Al-Qur’an itu. Karena, bukankah kita telah saksikan di zaman kita hidup saat ini, betapa kekejaman Yahudi Zionis terhadap kaum Muslimin di Palestina, atau kekejaman kaum Musyrikin terhadap saudara Muslim Uighur; ini seharusnya semakin meneguhkan hati kita kaum Muslimin akan kebenaran firman-firman Allōh سبحانه وتعالى; dan tidak mudah terpedaya oleh aneka propaganda dari orang-orang Kafir maupun kaum Musyrikin.

4) MUSYRIKUN MEMBUNUH KETURUNAN

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ ۖ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

Dan demikianlah berhala-berhala mereka (syaithon) telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agama-Nya. Dan kalau Allōh menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggallah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”

(QS. Al-An’ãm/6: 137)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan {شُرَكَاؤُهُمْ} dalam QS. Al-An’ãm/6: 137 adalah “syaithon-syaithon mereka”, yang memerintahkan kepada mereka agar mengubur hidup-hidup anak-anak mereka karena takut kelaparan. Adapun As-Saddi mengatakan bahwa syaithon memerintahkan kepada mereka supaya membunuh anak-anak perempuan mereka, adakalanya untuk menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan, adakalanya pula untuk mengaburkan pandangan mereka terhadap agama mereka, sehingga pikiran mereka terhadap agama menjadi kacau; atau karena faktor lainnya yang semisal.

Demikianlah berita dari Allōh سبحانه وتعالى, bahwa kaum Musyrikin itu membunuh keturunan / generasi masa depan; sampai sekarang pun bisa saja “membunuh”-nya dengan cara dibuat sakit / dibuat lapar / dibuat mandul melalui proses kimiawi, diaborsi, dilakukan pembatasan keturunan (tanpa udzur syar’ie), dan lain sebagainya. Alasan membunuh anak-anak mereka itu pada dasarnya adalah karena takut kelaparan, takut jatuh miskin, atau takut harta mereka menjadi berkurang; itu semua pada dasarnya adalah karena mereka tidak meyakini bahwa Allōh سبحانه وتعالى lah Pemberi Rizqi.

5) TIDAK MEMAKMURKAN MASJID

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allōh, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.

(QS. At-Taubah/9: 17)

Karakter Mu’min itu seharusnya memakmurkan masjid-masjid Allōh سبحانه وتعالى guna meninggikan Kalimatullōh; sementara kebalikannya orang-orang Musyrikin itu justru tidak memakmurkan masjid karena mereka memang kufur kepada Allōh سبحانه وتعالى. Kalau di zaman sekarang, banyak masjid-masjid Allōh سبحانه وتعالى yang shof-shof sholatnya hanya penuhnya di Hari Jum’at (saat penyelenggaraan Sholat Jum’at) maupun di 2 Hari Raya Islam ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha, lalu di hari-hari lainnya shof-shof sholat itu banyak yang berkurang jumlahnya, maka perlu diintrospeksi mengapa hal seperti ini terjadi. Berarti ada “Hama Iman” yang perlu dibenahi dikalangan kaum Muslimin; karena Identitas keIslaman dan keImanan itu menuntut kaum Muslimin untuk mencintai dan memakmurkan masjid-masjid Allōh سبحانه وتعالى.

Disisi lain, di zaman dimana Pluralisme marak dipropagandakan di negeri-negeri Sekuler yang tidak menjadikan Syari’at Islam sebagai Pemutus Perkara dalam banyak hal kehidupan bermasyarakatnya; maka perlu pula diwaspadai agar janganlah ada upaya-upaya penyelewengan untuk menjadikan masjid-masjid Allōh سبحانه وتعالى (yang semestinya digunakan untuk meninggikan Tauhid dan Kalimatulloh), namun justru diselewengkan untuk memakmurkan syiar-syiar agama lain. Hal seperti ini pun haruslah diwaspadai.

6) BERSIKAP PALSU

Allōh سبحانه وتعالى berfirman dalam ayat berikut, mengisahkan tentang Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam yang mendebat Raja Namrud (seorang raja yang bersikap palsu dengan mengklaim dirinya sebagai tuhan); maka Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam pun menantangnya untuk menerbitkan matahari dari arah Barat:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat ‘Ibrohim tentang Tuhannya (Allōh) karena Allōh telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika ‘Ibrohim berkata: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” Dan orang itu berkata: “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan”. ‘Ibrohim lalu berkata: “Sesungguhnya Allōh menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” Maka terdiamlah orang kafir itu; dan Allōh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzōlim.

(QS. Al-Bãqoroh/2: 258)

Raja Namrud mengklaim palsu dirinya sebagai “tuhan yang dapat menghidupkan dan mematikan” hanyalah karena “dia memiliki kekuasaan untuk memberi sanksi hukuman mati atau tidak memberi sanksi hukuman mati terhadap rakyatnya”; namun Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam membantah klaim palsu sebagai “tuhan” yang kemampuannya hanya sebatas seperti itu belaka. Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam menantang Raja Namrud dengan tujuan meluruskan klaim bathilnya itu dengan sanggahan telak bahwa yang “berhak dijadikan Tuhan” itu hanyalah Allōh سبحانه وتعالى yang Menghidupkan manusia, Mematikan manusia dan juga Yang Mengatur peredaran seluruh alam semesta (baik matahari, bulan, bintang serta seluruh makhluq-Nya yang ada di langit dan bumi ini); itulah baru layak dijadikan Tuhan”.

7) MENYEKUTUKAN ALLÕH

Menyekutukan Allōh سبحانه وتعالى, berarti: menyetarakan, mensederajatkan, menyandingkan, mensebandingkan selain Allōh dengan Allōh سبحانه وتعالى (dalam keyakinan, pernyataan lisan/tulisan, pemikiran, perbuatan ataupun dalam bukti sikap hidup); padahal selain Allōh itu hanyalah makhluq-Nya.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً ۖ قُلِ اللَّهُ ۖ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ ۚ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَٰذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ ۚ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آلِهَةً أُخْرَىٰ ۚ قُلْ لَا أَشْهَدُ ۚ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allōh”. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allōh?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui”. Katakanlah: “Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allōh)”.”

(QS. Al-An’ãm/6: 19)

Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat yang lain:

هَٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً ۖ لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ ۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih dzōlim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allōh?

(QS. Al-Kahfi/18: 15)

8) MENYEMBAH BERHALA

Allōh سبحانه وتعالى menceritakan perihal kesesatan para penyembah berhala dari kalangan kaum Bani Isro’il, disebabkan karena mereka menyembah patung anak lembu yang dibuat oleh Samiri dari perhiasan bangsa Qibti. Perhiasan emas itu asal mulanya mereka pinjam dari orang-orang Qibti di negeri Mesir, kemudian Samiri meleburnya dan menjadikannya patung anak lembu. Patung berhala sapi yang sesungguhnya tidak memiliki ruh, namun bisa mengeluarkan suara yang dibuat oleh Samiri dengan cara membentuk jalan angin di dalamnya. Apakah mereka tidak bisa melihat bahwa patung ini bisu, dan tidak mampu memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan kebaikan?Mereka menganggapnya sebagai “tuhan” dan akibatnya mereka telah mendzolimi diri mereka sendiri.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَىٰ مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ ۚ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لَا يُكَلِّمُهُمْ وَلَا يَهْدِيهِمْ سَبِيلًا ۘ اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ

Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang dzōlim.

(QS. Al-A’rōf/7: 148)

Kemudian Allōh سبحانه وتعالى berfirman di ayat yang lain:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189) فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (190)

(189) Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allōh, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang shōlih, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”. (190) Tatkala Allōh memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allōh terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allōh dari apa yang mereka persekutukan.

(QS. Al-A’rōf/7: 189-190)

Pelajaran yang dapat dipetik dari ayat diatas adalah bahwa setelah masa Nabi Adam dan Hawa, maka mulai muncullah penyimpangan dari kaum Musyrikin yang menjadikan sekutu bagi Allōh سبحانه وتعالى dalam Menciptakan anak, yaitu bahwa kelahiran anak-anak mereka itu bukan semata-mata karena karunia Allōh سبحانه وتعالى, akan tetapi juga atas berkat berhala-berhala yang mereka sembah. Karena itulah mereka menamakan anak-anak mereka dengan ‘Abdul ‘Uzza, ‘Abdul Mana’t, ‘Abdul Harits, dan lain sebagainya. Maka Maha Tinggi Allōh dari apa yang mereka persekutukan.

Dan Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman tentang kesyirikan penyembahan berhala dari kalangan kaum Musyrikin yang hidup di masa Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam:

إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ (52) قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ (53) قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (54) قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ أَمْ أَنْتَ مِنَ اللاعِبِينَ (55) قَالَ بَل رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَى ذَلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ (56) وَتَاللَّهِ لأكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ (57) فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ (58) قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ (59) قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ (60) قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ (61) قَالُوا أَأَنْتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ (62) قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ (63)فَرَجَعُوا إِلَى أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ (64) ثُمَّ نُكِسُوا عَلَى رُءُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَؤُلاءِ يَنْطِقُونَ (65) قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكُمْ شَيْئًا وَلا يَضُرُّكُمْ (66) أُفٍّ لَكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ (67) قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأخْسَرِينَ (70)

(52) (Ingatlah), ketika ‘Ibrohim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya? (53) Mereka menjawab: “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya”. (54) ‘Ibrohim berkata: “Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata”. (55) Mereka menjawab: “Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?” (56) ‘Ibrohim berkata: “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu”. (57) Demi Allōh, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. (58) Maka ‘Ibrohim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (59) Mereka berkata: “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang dzōlim”. (60) Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama ‘Ibrohim”. (61) Mereka berkata: “(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan”. (62) Mereka bertanya: “Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai ‘Ibrohim?” (63) ‘Ibrohim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. (64) Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)” (65) kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): “Sesungguhnya kamu (hai ‘Ibrohim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara”. (66) ‘Ibrohim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allōh sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudhorot kepada kamu?” (67) Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allōh. Maka apakah kamu tidak memahami? (68) Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. (69) Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi ‘Ibrohim”, (70) mereka hendak berbuat makar terhadap ‘Ibrohim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.

(QS. Al-Anbiyã’/21: 52-70)

Nabi ‘Ibrohim ‘alaihissalam dalam ayat QS. Al-Anbiyã’/21: 66 diatas berusaha menyadarkan kaum Musyrikin penyembah berhala itu, dengan memberikan sanggahan telak bahwa yangdijadikan Tuhanitu haruslah yang dapat memberikan manfaat ataupun mudhorot pada makhluq-Nya; kalau tidak mampu maka itu bukanlah Tuhan.

Juga firman-Nya berikut, bahwa yangdijadikan Tuhanitu haruslah yang dapat memberikan rizqi pada makhluq-Nya; kalau tidak mampu (dan pastilah patung-patung berhala itu tidak akan mampu) maka itu bukanlah Tuhan:

وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ۖ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ  (16) إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا ۚ إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ ۖ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ(17)

(16) “Dan (ingatlah) ‘Ibrohim, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Ibadahilah olehmu Allōh dan bertaqwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (17) Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allōh itu adalah berhala, dan kamu membuat-buat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allōh itu tidak mampu memberikan rizqi kepadamu; maka mintalah rizqi itu di sisi Allōh, dan ibadahilah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan.”

(QS. Al-Ankabũt/29: 16-17)

Adapun di era dimana Tanda-Tanda Hari Kiamat telah bermunculan, maka diantara Fitnah Akhir Zaman yang telah diberitakan oleh Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم adalah adanya suku-suku / komunitas-komunitas dari kalangan ummat Muhammad yang bergabung dengan kaum Musyrikin dan kembali menyembah berhala:

عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ» – أَوْ قَالَ: – ” إِنَّ رَبِّي زَوَى لِي الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ مُلْكَ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا ، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ بِعَامَّةٍ، وَلَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ، وَإِنَّ رَبِّي قَالَ لِي: يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً، فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ، وَلَا أُهْلِكُهُمْ بِسَنَةٍ بِعَامَّةٍ، وَلَا أُسَلِّطُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ، وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِ أَقْطَارِهَا – أَوْ قَالَ بِأَقْطَارِهَا – حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَحَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يَسْبِي بَعْضًا، وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ، وَإِذَا وُضِعَ السَّيْفُ فِي أُمَّتِي لَمْ يُرْفَعْ عَنْهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ، وَحَتَّى ‌تَعْبُدَ ‌قَبَائِلُ ‌مِنْ ‌أُمَّتِي ‌الْأَوْثَانَ، وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ، كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ، وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي، وَلَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ – قَالَ ابْنُ عِيسَى: «ظَاهِرِينَ» ثُمَّ اتَّفَقَا – لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ ” رواه أبو داود[5]

Dari Tsauban رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Allōh telah melipat bumi untukku.” Atau beliau صلى الله عليه وسلم صلى الله عليه وسلم berkata: “Sesungguhnya Tuhanku (Allōh) telah melipat (menghimpunkan) bumi untukku, sehingga aku dapat melihat sebelah timurnya maupun sebelah baratnya, dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai bagian bumi yang dihimpunkan untukku, dan aku telah diberi dua perbendaharaan (harta simpanan), yang berwarna merah dan berwarna putih; dan aku telah memohon kepada Tuhanku (Allōh) agar Dia tidak membinasakan umatku dengan paceklik yang merata (bencana umum kelaparan); dan agar Dia tidak menjadikan musuh dari selain ummatku untuk menguasai mereka, sehingga musuh itu akan merampas daerah mereka.”. Dan Tuhanku (Allōh) berfirman kepadaku: “Wahai Muhammad, jika Aku telah menetapkan suatu ketetapan, maka ketetapan itu tidak dapat ditolak. Aku tidak akan membinasakan mereka (ummatmu) dengan paceklik (bencana kelaparan) yang melanda seluruh negeri; dan Aku tidak akan menjadikan musuh dari selain ummatmu untuk menguasai mereka sehingga musuh itu akan merampas daerah mereka, meskipun (musuh) itu berkumpul untuk melawan mereka dari berbagai penjuru bumi; sampai sebagian ummatmu akan membinasakan sebagian yang lain, dan sampai sebagian ummatmu menjadi tawanan bagi sebagian yang lain. Sesungguhnya yang aku khawatirkan terhadap ummatku, yaitu para Pemimpin (Imam-Imam / tokoh-tokoh panutan) yang menyesatkan. Dan jika pedang telah dihunjamkan/diletakkan di kalangan ummatku, maka pedang itu tidak akan diangkat dari ummatku sampai Hari Kiamat. Dan Hari Kiamat tidak akan tiba, hingga suku-suku dari ummatku bergabung dengan kaum musyrikin, dan hingga suku-suku dari ummatku ada yang menyembah berhala. Dan sesungguhnya dikalangan ummatku akan muncul 30 (tiga puluh) dajjal pendusta, yang masing-masing dari mereka mengaku sebagai Nabi, padahal aku (Muhammad صلى الله عليه وسلم) adalah Penutup para Nabi. Tidak ada Nabi setelahku. Dan senantiasa ada sekelompok dari ummatku akan tetap berada diatas kebenaran; — Ibnu ‘Isa berkata: “Mereka menang”; dan orang-orang yang menyelisihi/menentang mereka tidak akan membahayakan mereka, sampai datangnya ketetapan Allōh.

(HR. Abu Daud, Sunan Abu Daud, 4/97, no: 4252, dari Tsauban رضي الله عنه)

Perhatikan saja, bukankah di zaman kita hidup sekarang ini, bahkan ada diantara kalangan ummat Nabi Muhammad yang justru bergabungnya / bekerjasama loyalitasnya (entah kerjasama ekonomi, entah kerjasama militer, entah kerjasama politik, dan lain sebagainya) adalah justru dilakukan dengan komunitas kaum Musyrikin (entah Musyrikin dari kalangan Komunis, entah Musyrikin dari kalangan penyembah api kaum Majusi, entah dari kalangan penyembah berhala lainnya); dan ini telah terjadi; padahal seharusnya kaum Muslimin itu memperkuat Ukhuwwah Islamiyyah diantara sesama Muslim, bukan justru bergabung berloyalitas dengan komunitas-komunitas kaum Musyrikin yang berikutnya sebagaimana diberitakan dalam Hadits diatas adalah menyebabkan diantara ummat ini ikut kembali menyembah berhala / terjatuh pada kesyirikan-kesyirikan. Bukankah mengerikan sekali, betapa berita dari Hadits diatas realitanya bisa disaksikan di zaman sekarang ini. Na’ũdzu billãhi min dzãlik.

Padahal sangatlah jelas ancaman Allōh سبحانه وتعالى sebagaimana dalam firman-Nya berikut ini:

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ

Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu ibadahi selain Allōh, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya.

(QS. Al-Anbiyã’/21: 98)

9) MENGGUNAKAN DUKUN DAN SIHIR

Di zaman sekarang, bahkan yang buruk-buruk pun dipoles seakan-akan terdengar indah; contoh: “Dukun” / “Tukang Tenung” / “Penyihir” / “Paranormal” dipoles (agar terdengar indah) dengan julukan “Orang Pintar” padahal seyogyanya berkonsultasi lalu mempercayaiDukun/ Penyihir/ Tukang Tenung/ Paranormal” itu dapat menjerumuskan seseorang kedalam Kesyirikan & Kekufuran. Perhatikanlah Hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. وَالْحَسَنِ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ” مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا، ‌فَصَدَّقَهُ ‌بِمَا ‌يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ “» رواه أحمد حسنه الأرنؤوط وقال: رجاله ثقات رجال الصحيح[6]

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه dan dari Al-Hasan رضي الله عنه, bahwa berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم, “Barangsiapa mendatangi dukun atau peramal lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah mengingkari (Kafir terhadap) apa yang diwahyukan kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم.

(HR. Ahmad, Musnad Ahmad, 15/331, no: 9536 ; menurut Al-Arna’ũth Hadits ini Hasan dan perowinya adalah orang-orang yang tsiqoh)

Dan juga di Hadits yang lain:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «مَنْ أَتَى حَائِضًا، أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا، أَوْ كَاهِنًا، ‌فَصَدَّقَهُ ‌بِمَا ‌يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ» رواه ابن ماجة[7] و أبوو داود[8]

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata: bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Barangsiapa yang menggauli wanita haid, atau wanita di duburnya, atau ia pergi ke dukun lalu ia mempercayai perkataan sang dukun itu, maka ia telah kafir terhadap apa yang diwahyukan kepada Muhammad.

(HR. Ibnu Mãjah, Sunan Ibnu Mãjah, 1/209, no: 639; dan HR. Abu Daud, Sunan Abu Daud, 15/4, no: 3904, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Allōh سبحانه وتعالى telah berfirman dalam QS. An-Naml/27: 65 bahwa hanya Allōh سبحانه وتعالى Yang Mengetahui perkara yang ghoib; sehingga apabila ada seseorang yang mempercayai dukun/ paranormal / tukang tenung / penyihir, maka pada dasarnya ia jatuh kedalam kesyirikan / menyekutukan Allōh سبحانه وتعالى dengan menganggap bahwa selain Allōh juga memiliki kemampuan untuk mengetahui perkara yang ghoib; dan itu berarti ia mengkufuri firman-Nya dalam QS. An-Naml/27: 65.

10) MENYEMBAH JIN

Diantara perbuatan / sikap hidup kaum Musyrikin adalah Menyembah Jin, hal ini sebagaimana Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلائِكَةِ أَهَؤُلاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ (40) قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ (41)

(40) “Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allōh mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allōh berfirman kepada malaikat: “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?”. (41) Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah Pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu“.”

(QS. Sabã’/34: 40-41)

Termasuk kedalam golongan kaum Musyrikun Penyembah Jin antara lain adalah: kaum yang menyembah arwah / roh-roh halus, menyembah dewa / dewi, menyembah Nyi Roro Kidul, menyembah jin yang diyakini mereka sebagai penjaga gunung / penjaga lautan, dan lain sebagainya. Itu semua adalah Kesyirikan; karena mereka meyakini bahwa para Jin (selain Allōh سبحانه وتعالى) itu adalah mampu memberi mereka maslahat / mudhorot; padahal hanya Allōh سبحانه وتعالى lah Pemberi Maslahat / Pelindung dari Mudhorot kalaulah mereka mau beriman kepada firman-Nya dalam QS. Yunus/10: 106, QS dan Al-Furqon/25: 3.

11) ROHIB DAN RUHBAN SEBAGAI TANDINGAN ALLÕH

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allōh dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah / diibadahi) selain Dia. Maha Suci Allōh dari apa yang mereka persekutukan.

(QS. At-Taubah/9: 31)

Menjadikan orang-orang alim / rahib-rahib sebagaituhan-tuhan selain Allōh” adalah dengan mengharomkan apa-apa yang dihalalkan Allōh سبحانه وتعالى, ataupun sebaliknya menghalalkan apa-apa yang diharomkan Allōh سبحانه وتعالى; sebagaimana dalam Hadits berikut ini:

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ، قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ. فَقَالَ: يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الوَثَنَ»، وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةٌ: {اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ} [التوبة: 31]، قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ ‌لَمْ ‌يَكُونُوا ‌يَعْبُدُونَهُمْ، وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ، وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ» رواه الترمذي[9]

Dari Adi bin Hatim رضي الله عنه, dia berkata: “Aku datang menemui Nabi صلى الله عليه وسلم, dan di leherku ada salib dari emas. Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Wahai Adi, buanglah berhala ini.” Aku mendengar beliau صلى الله عليه وسلم lalu membacakan Surat Baro’ah:Mereka menjadikan orang-orang alim / para pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allōh.” (QS. At-Taubah/9: 31). Kemudian Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda lagi: “Mereka (para pengikut itu) tidaklah bersujud pada orang-orang alim / pendeta dan rahib-rahib itu, akan tetapi ketika orang-orang alim / para pendeta dan rahib itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, maka mereka (para pengikutnya) pun serta merta menghalalkannya, dan ketika para pendeta dan rahib itu mengharomkan sesuatu bagi mereka, maka mereka pun serta merta mengharomkannya.

(HR. At-Turmudzy, Sunan At-Turmudzy, 5/278, no: 3095, di-Hasankan oleh Al-Albãny)

Jadi “Menghalalkan apa-apa yang telah jelas-jelas Allōh سبحانه وتعالى haromkan” maupun “Mengharomkan apa-apa yang telah jelas-jelas Allōh سبحانه وتعالى halalkan” adalah berbahaya, karena dapat menyebabkan seseorang tergelincir ke dalam “Syirik Arbab” (sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di Induk/Ragam Kesyirikan poin no: 5), akibat menjadikan para Rohib / Ruhban sebagai tandingan bagi Allōh سبحانه وتعالى dalam menetapkan suatu Perintah maupun Larangan dalam urusan agama-Nya; atau dengan kata lain “Menyekutukan Allōh dalam Tahlil dan Tahrim (dengan Menghalalkan yang Diharomkan Allōh / Mengharomkan yang Dihalalkan Allōh) akibat mentaati fatwa-fatwa dari para tokoh agama/ orang-orang alim / rahib-rahib yang mana jelas-jelas fatwa mereka menyelisihi Perintah dan Larangan Allōh سبحانه وتعالى”.

12) MENYEMBAH ALAM

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ (22) إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ (23) وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ (24) أَلا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ (25) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (26)

(22) Maka tidak lama kemudian (datanglah burung Hud-Hud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu (Sulaiman) belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba’ suatu berita penting yang meyakinkan. (23) Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. (24) Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allōh; dan syaithon telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan (Allōh), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, (25) agar mereka tidak menyembah Allōh Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. (26) Allōh tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai ‘Arsy yang agung.”

(QS. An-Naml/27: 22-26)

Ayat diatas adalah mengisahkan tentang keadaan kaum negeri Saba’ yang saat itu dipimpin oleh Ratu Balqis, dimana mereka menyekutukan Allōh سبحانه وتعالى dengan menyembah matahari, padahal matahari ataupun seluruh alam semesta (entah bulan, entah bintang, entah api, entah petir, dan lain sebagainya) itu hanyalah makhluq Allōh سبحانه وتعالى. Maka Allōh سبحانه وتعالى pun mengutus Nabi Sulaiman ‘alaihissalam untuk mendakwahi Ratu Balqis dan kaumnya agar men-Tauhidkan Allōh سبحانه وتعالى dan ber-Islam pada-Nya.

Allõh سبحانه وتعالى juga berfirman di ayat yang lain:

وَمِنْ اٰيٰتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُۗ لَا تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allõh yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.

(QS. Fushshilat/41: 37)

13) MENGGUNAKAN TAMIMAH/JIMAT

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَقْبَلَ إِلَيْهِ رَهْطٌ، فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ وَاحِدٍ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، بَايَعْتَ تِسْعَةً وَتَرَكْتَ هَذَا؟! قَالَ: ” إِنَّ عَلَيْهِ تَمِيمَةً ” فَأَدْخَلَ يَدَهُ فَقَطَعَهَا، فَبَايَعَهُ، وَقَالَ: ” مَنْ عَلَّقَ ‌تَمِيمَةً ‌فَقَدْ أَشْرَكَ “» رواه أحمد وقال الأرنؤوط: إسناده قوي.[10]

Dari ‘Uqbah bin ‘Āmir al-Juhani رضي الله عنه, bahwa ada sekelompok orang yang mendatangi Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم, lalu beliau membai’at sembilan orang dan tidak membai’at satu orang. Mereka berkata: “Wahai Rosũlullōh, apakah engkau membai’at sembilan orang dan meninggalkan satu orang ini?” Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم berkata: “Dia memiliki jimat pada dirinya.” Maka ia memasukkan tangannya ke dalam jimat itu dan memotongnya, lalu berbai’at kepada Rosũl, dan berkata: “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan kesyirikan.

(HR. Ahmad, Musnad Ahmad, 28/637, no: 17422, dan Al-Arna’ũth berkata: “Hadits ini memiliki sanad yang kuat”)

Tamimah/ Jimat itu pada awal mulanya merupakan “Syirik Kecil” ketika Jimat-nya termasuk masih baru berupaMedia” belaka, selama si pemilik Tamimah masih bertumpu kepada Allōh سبحانه وتعالى. Namun, manakala si pemilik Tamimah berubah dengan menjadikan Tamimah/Jimat-nya sebagai tumpuan yang diyakininya dapat memberi manfaat dan menghindarkan mudhorot/ bahaya, maka pada saat itulah ia akan berubah status menjadiSyirik Besar”, karena menafikan peran Allōh سبحانه وتعالى sebagai Pemberi Manfaat dan Penghindar Madhorot.

Bagan-3. Identifikasi Syirik Besar & Syirik Kecil

Dalam Bagan-3. Identifikasi Syirik Besar & Syirik Kecil berikut ini, diberikan gambaran bahwa minimal ada 7 Identifikasi terhadap Syirik Besar, kemudian teradapat minimal 4 Identifikasi terhadap Syirik Kecil:

7 Identifikasi Syirik Besar:

(a) Istighotsah: Do’a meminta pertolongan (disaat terdesak) agar terlindung/ terhindar dari musibah/ bencana atau mendapatkan manfaat (dalam perkara apa-apa yang menjadi hak eksklusif Allōh untuk memenuhinya), namun ditujukannya pada selain Allōh سبحانه وتعالى, contoh: ketika gunung meletus maka seseorang berdo’a meminta dilindungi dari bencana letusan gunung merapi tersebut, namun bukannya memohon kepada Allōh سبحانه وتعالى, justru istighotsahnya ditujukan terhadap yang dianggapnya sebagai jin penjaga gunung, bahkan tak jarang dengan memberi sesajen di gunung. Atau istighotsah meminta hujan agar terhindar dari bencana kekeringan, namun ditujukannya pada jin/ syaithon, bahkan tak jarang memakai yang diistilahkan sebagaipawang hujan”.

(b) Do’a: Do’a meminta pertolongan/ manfaat atau do’a memohon agar terhindar dari musibah/bahaya (yang tidak disaat terdesak) dalam perkara apa-apa yang menjadi hak eksklusif Allōh untuk memenuhinya, namun ditujukannya pada selain Allōh سبحانه وتعالى. contoh: berdo’a meminta rizqi/ jodoh yang ditujukannya pada arwah orang-orang yang sudah meninggal di kuburan-kuburan yang dianggapnya keramat; padahal seharusnya ia berdo’a memohon hal tersebut pada Allōh سبحانه وتعالى.

(c) Sihir: Mantera/ jampi-jampi yang dibacakan oleh tukang sihir sebagai bentuk pengabdian pada syaithon, dengan tujuan mencelakakan orang lain/ pihak yang disihirnya.

(d) Dzabh: Menyembelih yang dipersembahkan kepada selain Allōh سبحانه وتعالى.

(e) Kahanah: Dukun/ tukang ramal/ ahli nujum/ paranormal, adalah orang-orang yang mengaku mengetahui perkara yang ghoib melalui perantaraan jin/ syaithon.

(f) Hukum: Menyamakan Hukum Allōh سبحانه وتعالى dengan selain Hukum Allōh, atau bahkan berkeyakinan/ menganggap selain Hukum Allōh adalah lebih baik dari Hukum Allōh سبحانه وتعالى.

(g) Ghuluw: Mengkultuskan manusia/ orang-orang sholih/ siapapun yang ditokohkan dari kalangan makhluq Allōh, lalu disetarakan sederajat dengan Allōh سبحانه وتعالى, atau memposisikan manusia sebagai Tuhan.

Kemudian, 4 Identifikasi Syirik Kecil adalah:

(a) Riya’: Menampakkan ibadah/ amalan dengan tujuan mencari pujian manusia (agar tampak baik dalam pandangan manusia).

(b) Halaf: Bersumpah bukan dengan Nama Allōh سبحانه وتعالى, contoh: perkataan sumpahAku bersumpah demi Fulan….

(c) Masyi’ah: Mempersamakan Kehendak Allōh سبحانه وتعالى dengan kehendak selain Allōh, contoh: perkataanMã-syã Allōh wa syi’ta”; atau perkataan Kalau Allōh dan Fulan mau, maka…..

(d) Asbãb: Bertumpu/ bertawakkul itu hanya kepada sebab/usaha/upaya manusia belaka, dan tidak meletakkan tawakkul dengan benar kepada Allōh سبحانه وتعالى ketika melakukan ikhtiar/ usahanya. Contoh: perkataan “gara-gara kamu, maka……”

Adapun pada Bagan-4. Perbedaan antara Syirik Besar & Syirik Kecil berikut ini, maka perlu diperhatikan bahwa:

Bagan-4. Perbedaan Syirik Besar & Syirik Kecil

(a) Dari sisi Hukum / Syari’at:

Syirik Besar membawa konsekuensi Hukum yakni: dapat mengeluarkan pelaku Syirik Akbar / Syirik Besar tersebut dari Al-Islam atau dengan kata lain: dapat menyebabkan Murtad, sementara:

Syirik Kecil tidak menyebabkan pelaku Syirik Asghor/ Syirik Kecil tersebut keluar dari Al-Islam

(b) Dari sisi Hukuman:

Syirik Akbar / Syirik Besar dapat menyebabkan pelaku Syirik Besar (yang tidak juga bertaubat hingga wafatnya) tersebut dengan ancaman-Nya yakni berhak atas adzab Allōh berupa Kekal dalam Neraka Jahannam, sementara:

Syirik Asghor/ Syirik Kecil dapat menyebabkan pelaku Syirik Kecil tersebut dihukum Allōh atas dosa / maksiat besarnya itu, namun ia tidak diancam Kekal dalam Neraka Jahannam

(c) Dari sisi Taubat:

Pelaku Syirik Akbar / Syirik Besar hendaknya melaksanakan Taubatan Nasuha, sementara:

Pelaku Syirik Asghor / Syirik Kecil hendaknya banyak ber-Amal Shōlih, semoga kebaikan amal-amal shōlihnya dapat menghapus dosa keburukan Syirik Kecilnya tersebut.

14) BERSUMPAH DENGAN SELAIN ALLÕH (SYIRIK KECIL)

Dalam suatu Hadits:

عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ، قَالَ: سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ، رَجُلًا يَحْلِفُ: لَا وَالْكَعْبَةِ، فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «مَنْ ‌حَلَفَ ‌بِغَيْرِ ‌اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ» رواه أبو داود[11] والترمذي[12]

Dari Sa’d bin ‘Ubaidah رضي الله عنه, dia berkata bahwa Ibnu ‘Umar رضي الله عنه رضي الله عنه mendengar seseorang bersumpah: “Tidak, demi Ka’bah.” Ibnu ‘Umar رضي الله عنه pun berkata kepadanya: “Aku mendengar Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda:Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allōh, maka ia telah berbuat syirik.”

(HR. Abu Daud, Sunan Abu Daud, 3/223, no: 3251, di-shohĩhkan oleh Al-Albãny; dan HR. At-Turmudzy, Sunan At-Turmudzy, 4/110, no: 1535)

Kemudian di Hadits yang lain:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِي ‌حَلِفِهِ: ‌وَاللَّاتِ وَالْعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ: تَعَالَ أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ» رواه البخاري[13]

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, dia berkata bahwa bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Barangsiapa pernah bersumpah dan mengucapkan dalam sumpahnya: “Demi Al-Latta dan Al-Uzza.” Maka hendaklah ia mengucapkan: “Tidak ada Tuhan selain Allōh.” Dan barangsiapa berkata kepada temannya: “Mari, aku ingin berjudi/bertaruh denganmu,” maka hendaklah ia bershodaqoh.”

(HR. Al-Bukhōry, Shohĩh Al-Bukhōry, 6/141, no: 4860, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Bersumpah dengan selain Allōh سبحانه وتعالى dapat menyebabkan seseorang terjatuh kedalam “Syirik Asghor/ Syirik Kecil”; karena “selain Allōh” itu adalah “makhluq-Nya” belaka, maka janganlah bersumpah dengan makhluq Allōh; dan yang seperti ini banyak sekali contohnya, seperti: perkataan sumpahDemi Fulan….” / “Demi bangsa….” / “Demi nenek moyang…..”, dan lain sebagainya.

15) PERKATAAN MA SYĀ ALLÕH WA SYI’TA (SYIRIK KECIL)

Perhatikanlah Hadits berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: ” إِذَا حَلَفَ أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ: ‌مَا ‌شَاءَ ‌اللَّهُ ‌وَشِئْتَ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: مَا شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ شِئْتَ “» رواه ابن ماجة[14] والبخاري في الأدب المفرد[15]

Dari Ibnu Abbãs رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian bersumpah maka janganlah ia mengatakan:Mã-syã Allōh wa syi’ta (Atas Kehendak Allōh dan kehendakmu Muhammad).Namun (cukup katakanlah): Mã-syã Allōh tsumma syi’ta (Atas Kehendak Allōh kemudian atas kehendakmu Muhammad).

(HR. Ibnu Mãjah, Sunan Ibnu Mãjah, 1/684, no: 2117, dan Al-Albãny berkata Hadits ini Hasan Shohĩh)

Penggunaan kata “dan” (dalam “Mã-syã Allōh wa syi’ta”) adalah berarti menyejajarkan Allōh سبحانه وتعالى dengan Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم, atau menyejajarkan Allōh dengan makhluq-Nya; dan ini adalah Syirik Asghor/ Syirik Kecil; namun seharusnya gunakanlah perkataan “kemudian” (seperti: “Mã-syã Allōh tsumma syi’ta”) yang berarti menempatkan Allōh سبحانه وتعالى tetap sebagai Sang Pencipta yang Utama untuk diminta, barulah “kemudian” untuk menempatkan Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم sebagai Utusan-Nya. Jadi perkataan “tsumma” itu adalah memberikan urutan prioritas, dengan menempatkan Allōh سبحانه وتعالى di posisi Paling Tinggi / Paling Utama, baru sesudahnya menempatkan makhluq-Nya sesudah penyebutan Alloh سبحانه وتعالى.

Kemudian di Hadits yang lain:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ، قَالَ: «جَعَلْتَ لِلَّهِ نِدًّا، ‌مَا ‌شَاءَ ‌اللَّهُ ‌وَحْدَهُ» رواه البخاري في الأدب المفرد[16]

Dari Ibnu Abbãs رضي الله عنه, ia berkata bahwa: “Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم: “Ma-syã Allōh wa syi’ta (Atas Kehendak Allōh dan kehendakmu).” Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Engkau telah mengadakan tandingan bagi Allōh. (Cukup katakanlah): Atas Kehendak Allōh” saja.

(HR. Al-Bukhōry, Al-Adab al-Mufrod, hal. 274, no: 783, di-shohĩhkan oleh Al-Albãny)

Hendaknya kita ini berhati-hati dalam perkaraAqidah; oleh karenanya apabila ada orang-orang yang memajang tulisanAllōh سبحانه وتعالى” namun tulisannya itu disejajarkan dengan tulisanMuhammad صلى الله عليه وسلم” di dekorasi dinding-dinding Masjid misalnya; maka dikuatirkan masuk kedalam pasal penjelasan ini. Apabila kita ingin bersih dan selamat dalam urusan ‘Aqidah; maka jangan letakkan tulisanAllōh سبحانه وتعالى” sejajar dengan tulisanMuhammad صلى الله عليه وسلم”, namun seharusnya posisikan tulisanAllōh” itu diatas tulisan Muhammad صلى الله عليه وسلم”. Atau kalau mau, gunakanlah sebagaimana yang diajarkan yakni dengan kesatuan tulisan berupa: “Asyhadu an Lã Ilãha Illallōh wa Asyhadu anna Muhammadur Rosũlullōh”.

16) RIYA’ (SYIRIK KECIL)

Terdapat suatu Hadits:

عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ” إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ ‌عَلَيْكُمُ ‌الشِّرْكُ ‌الْأَصْغَرُ ” قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: ” الرِّيَاءُ، يَقُولُ اللهُ عز وجل لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ: اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاؤُونَ فِي الدُّنْيَا، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً “» روله أحمد[17] صححه الألباني في «صحيح الترغيب والترهيب»[18]

Dari Mahmud bin Labid رضي الله عنه, bahwa Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai Rosũlullōh?” Ia berkata: “Riya’.” Allōh سبحانه وتعالى akan berfirman kepada mereka pada Hari Kiamat, ketika setiap manusia diberi balasan pahala atas amal mereka: “Pergilah kepada orang-orang yang engkau berlaku riya’ (memamerkan amalanmu) padanya saat di dunia, dan lihatlah apakah engkau (mampu) mendapat balasan pahala dari mereka.

(HR. Ahmad, Shohih At-Targhĩb wat Tarhĩb, 1/120, no: 32, di-shohĩhkan oleh Al-Albãny)

Dan di Hadits yang lain:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ، فَقَالَ: «أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟» قَالَ: قُلْنَا: بَلَى، فَقَالَ: «‌الشِّرْكُ ‌الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ» رواه ابن ماجة[19] والحاكم بلفظ: «‌الشِّرْكُ ‌الْخَفِيُّ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ لِمَكَانِ الرَّجُلِ» صححه الذهبي[20]

Dari Abu Sa’ĩd رضي الله عنه, dia berkata: Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم keluar menemui kami ketika kami sedang berdiskusi tentang Ad-Dajjal. Beliau صلى الله عليه وسلم berkata: “Maukah aku beritahu kalian tentang sesuatu yang lebih aku khawatirkan atas kalian daripada Ad-Dajjal?” Kami menjawab: “Ya, tentu saja.” Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم pun bersabda: “Syirik tersembunyi adalah ketika seseorang berdiri untuk sholat lalu ia membaguskan sholatnya karena ada orang lain yang melihatnya.

(HR. Ibnu Mãjah dan HR. Al-Hakim dengan lafadz: “Syirik tersembunyi adalah ketika seseorang bekerja agar dipandang baik oleh orang lain.”, Al-Mustadrok ash-Shohĩhain, 4/365, no: 7936, Hadits ini memiliki sanad yang shohĩh, namun mereka tidak memasukkannya, tetapi telah di-shohĩhkan oleh Adz-Dzahabi)

Jadi ketika seseorang beribadah dan beramal dengan tujuan dinilai baik / dipuji orang lain, maka itulah Riya’ yang merupakan Syirik Asghor/Syirik Kecil; karena ia pada dasarnya telah memalingkan tujuan ibadahnya, bukan lagi untuk tulus ikhlas semata-mata karena Allōh سبحانه وتعالى, namun ada keinginan lain yang tersembunyi yakni berupa berharap atas pujian orang lain / pujian makhluq Allōh.

17) TAWAKKUL PADA USAHA / IKHTIAR MANUSIA BELAKA  (SYIRIK KECIL)

Seorang ‘Ulama bernama Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah berkata tentang Tawakkal pada Allōh سبحانه وتعالى sebagai berikut:

ومن اشتغل بالله عن الناس كفاه الله مؤونة الناس ومن اشتغل بنفسه عن الله وكله الله الي نفسه ومن اشتغل بالناس عن الله وكله الله اليهم

Barangsiapa yang menyibukkan dirinya dengan bersandar kepada Allōh (bukan bersandar kepada makhluq), maka Allōh akan mencukupi kebutuhannya. Sebaliknya, barangsiapa yang menyibukkan dirinya dengan bersandar pada dirinya sendiri (tidak tawakkal kepada Allōh), maka Allōh akan membuatnya bersandar pada dirinya sendiri. Begitu pula jika seseorang bersandar pada manusia dan meninggalkan Allōh, maka Allōh pun akan membuat ia menggantungkan urusannya pada manusia (tanpa ada pertolongan dari Allōh).”

(Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, Al-Fawa’id, hal. 156)

Maksud dari “Tawakkal kepada Allōh سبحانه وتعالى” adalah bersandarnya hati kepada Allōh setelah mengambil sebab / usaha / ikhtiar untuk terwujudnya suatu tujuan”. Jadi “Tawakkal kepada Allōh سبحانه وتعالى” itu bukan hanya pasrah, tanpa ikhtiar. Tapi yang diperintahkan Syari’at adalah berikhtiar dulu, setelah itu pasrahkan hasil ikhtiar itu kepada Allōh سبحانه وتعالى seraya berdo’a kepada-Nya memohon agar ikhtiar kita diwujudkan-Nya kedalam suatu hasil yang diinginkan.

Perhatikanlah Hadits berikut ini:

عَنْ أنَس بْن مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْقِلُهَا وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ قَالَ: اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ (رواه الترمذي وحسنه الألباني)

Dari Anas bin Malik رضي الله عنه berkata: “Seorang laki-laki berkata kepada Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم: “Apakah aku ikat untaku dan bertawakkal; atau aku biarkan dan bertawakkal?”Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم bersabda:Ikatlah dan tawakkallah !

(HR. At-Tirmidzi no: 2517; diHasankan oleh Al-Albãny)

Juga Hadits berikut:

لَوْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِمَاصاً، وَتَرُوحُ بِطَاناً (رواه الترمذي عن عمر بن الخطاب(

Jika kalian bertawakkal kepada Allōh dengan tawakkal yang benar, pasti Dia memberi rizqi kepada kalian seperti ia memberi rizqi kepada burung yang terbang di pagi hari dalam keadaan perut yang kosong dan pulang di sore hari dengan tembolok penuh.

(HR. At-Tirmidzi no: 2344, HR. Ibnu Mãjah no: 4164, HR. Ibnu Hibban no: 402, dari ‘Umar bin al-Khohtthōb رضي الله عنه. Syaikh Syu’aib al-Arnã’uth mengatakan bahwa sanad Hadits ini kuat dan perowinya tsiqoh, terpercaya, termasuk perowi shohihain)

Dengan demikian, barangsiapa bertawakkal kepada Allōh سبحانه وتعالى, niscaya Allōh akan mencukupinya. Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allōh, niscaya Allōh akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allōh melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allōh telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

(QS. Ath-Tholaq/65: 3)

Inti dari “Tawakkal kepada Allōh سبحانه وتعالى” adalah benar dalam menyandarkan hati kepada Allōh dalam meraih maslahat atapunu menolak mudhorot/ bahaya, dan hal ini berlaku dalam seluruh perkara dunia maupun akhirat. Dalam Tawakkal kepada Allōh سبحانه وتعالى, maka kita kaum Muslimin menyandarkan seluruh urusan itu kepada Allōh. Dalam “Tawakkal kepada Allōh سبحانه وتعالى”, maka kita merealisasikan iman dengan benar yaitu meyakini bahwa tidak ada yang dapat memberi maslahat/manfaat, dan tidak ada yang dapat mencegah mudhorot/ bahaya, melainkan hanyalah Allōh سبحانه وتعالى.

Adapun Syirik dapat terjadi, manakala sikap Tawakkal itu hanya disandarkan pada ikhtiar manusia belaka, dengan meniadakan ketersandaran hati kepada Allōh سبحانه وتعالى, serta meninggalkan pula do’a memohon bantuan-Nya untuk mewujudkan ikhtiar manusia tersebut.

Bahkan perkataan “gara-gara kamu, maka terjadi……” seringkali masih diucapkan seseorang yang seakan-akan menyalahkan segala sesuatu itu dengan menumpukan hal tersebut hanya pada ikhtiar manusia belaka; seraya melupakan bahwa disamping ikhtiar, maka dibutuhkan pula ketersandaran hati manusia untuk Tawakkul kepada Allōh سبحانه وتعالى.

Demikianlah Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allōh سبحانه وتعالى,

Berikut ini adalah rangkuman dari penjelasan diatas, yang disampaikan dalam Bagan-5. Sikap Hidup Kaum Musyrikin:

Bagan-5. Sikap Hidup Kaum Musyrikin

VI. PENYEBAB SYIRIK

Bagan-6. Antara Haq & Bathil yang Disembah Manusia

Dalam Bagan-6. Antara Haq & Bathil yang Disembah Manusia; maka seorang Muslim haruslah meyakini dalam hatinya dan merealisasikan keyakinannya itu dalam perkataan dan perbuatannya, bahwa: Satu-satunya Yang Haq untuk diibadahi/disembah manusia itu hanyalah Allōh سبحانه وتعالى sebagai Pemilik Kebenaran Hakiki Yang Absolut”.

Adapun selain Allōh سبحانه وتعالى, semuanya adalah makhluq-Nya, sehingga barangsiapa yang keliru/gagal dalam mengetahui/mengenaliSiapa Tuhannya yang Haq (Hakiki)” dan berakibat akan keliru pula dalam menujukan Ibadah beserta seluruh aspek kehidupannya, dimana seharusnya ditujukan hanya kepada Allōh سبحانه وتعالى, lalu justru diselewengkan ditujukan kepada makhluq-Nya atau dengan kata lain ia justru menyembahtuhan-tuhan selain Allōh (ma’bũdãt)”, maka itu semuanya adalah Bãthil; dan merupakan bagian dari Kedzoliman, Kesyirikan, Kekufuran, serta Kesesatan (dholãl). Disinilah Tauhid benar-benar berperan; membedakan siapa-siapa yang menyembah Al-Haq dan siapa-siapa yang terperosok menyekutukan-Nya dengan menyembah ma’bũdãt yang Bãthil.

Dan “tuhan-tuhan selain Allōh yang disembah (ma’bũdãt)”; banyak sekali bentuknya, dapat berupa:

[a] Basyar (manusia): Ada manusia yang menyembah sesama manusia dengan cara mentaatinya/ mencintainya/ memberi sikap loyal yang melebihi ketaatan/ cinta/ loyalnya pada Allōh سبحانه وتعالى & Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم, padahal perintah sang Basyar (manusia) itu jelas-jelas bertentangan dengan Perintah Allōh سبحانه وتعالى & Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم; atau bahkan menghalalkan apa yang Allōh haromkan atau mengharomkan apa yang Allōh halalkan; padahal seyogyanya haruslah disadari bahwa Basyar (manusia) itu hanyalah makhluq Allōh belaka.

[b] Syajar (pepohonan), contoh: ada manusia yang menyembah pohon beringin,

[c] Hayawãn (Binatang), contoh: ada manusia yang menyembah Binatang, entah berupa binatang sapi, entah berupa gajah, atau binatang apapun; padahal binatang-binatang itu hanyalah makhluq ciptaan Allōh.

[d] Jamãd (benda mati), contoh: ada manusia yang menyembah benda-benda pusaka” yang dikeramatkannya (entah berupa keris, entah berupa kereta kencana Nyi Roro Kidul, dan lain sebagainya); dimana benda-benda pusaka itu dianggapnya dapat memberinya maslahat/ mudhorot; padahal benda-benda pusaka itu hanyalah benda mati belaka.

[e] Hawa (hawa nafsu), contoh: ada manusia yang menyembah Hawa-Hawa Nafsu, ada pula yang menyembah syahwat perut maupun kemaluan; semuanya ditaati/ dicintainya melebihi ketaatan/kecintaan pada Allōh سبحانه وتعالى & Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم.

[f] Mãddah/Materi/Uang/Finansial, contoh: ada manusia yang menyembah Materi (berpaham Materialisme), sehingga ia bahkan menghalalkan apa-apa yang diharomkan Allōh سبحانه وتعالى & Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم ataupun mengharomkan apa-apa yang dihalalkan Allōh سبحانه وتعالى & Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم hanya demi Uang/Finansial /Materi belaka.

Di zaman sekarang, bila ditemukan dalam realita kehidupan berbagai perkara dimana Hukum-Hukum Allōh سبحانه وتعالى bahkan dikalahkan / disingkirkan demi memenuhi kepentingan para Oligarki, maka inilah contoh dimana Mãddah/ Materi/ Uang/ Finansial lah yang dituhankan sebagian kalangan manusia.

[g] Kawãkib (benda-benda langit, seperti menyembah matahari, bulan, bintang, api, angin, petir, dan lain sebagainya), contohnya: seperti kaum Majusi penyembah api.

[h] Arwãh (makhluq ghoib / roh / jin / dewa-dewi), contoh: ada manusia yang menyembah Jin / dewa-dewi serta memberi sesajen pada yang diyakininya sebagai dewa-dewa penjaga gunung berapi / dewi-dewi penjaga lautan, dan lain sebagainya.

Demikianlah, manusia dapat terjatuh kedalam berbagai Kesyirikan manakala keliru dalam menetapi “Siapa Tuhan Yang Haq” untuk disembahnya; dan Penyebab Syirik tersebut, antara lain adalah: (a) Jahl (Kebodohan); (b) Hawa (Hawa Nafsu); (c) Taqlid (Fanatik buta tanpa dalil); (d) Dzulm (Kedzoliman); (e) Kesombongan; (e) ‘Ashobiyyah (Rasisme); (f) Ghuluw (Kultus Individu).

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

Dan mereka mengingkarinya karena kedzōliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.”

(QS. An-Naml/27: 14)

VII. KEYAKINAN MUSYRIKUN

Diantara keyakinan Musyrikũn antara lain adalah:

1) TUHAN BERANAK

Kaum Musyrikun itu telah mempersekutukan Allōh سبحانه وتعالى manakala mereka menganggap bahwa Allōh memiliki anak; padahal Allōh سبحانه وتعالى itu Esa, Tunggal dan Dia (Allōh) sungguh-sungguh tidak memiliki sekutu barang sedikitpun.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ وَلَدًا ۗ سُبْحَانَهُ ۚ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ (26) لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ (27)

(26) “Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak“, Maha Suci Allōh. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, (27) mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.

(QS. An-Anbiyã’/21: 26-27)

2) MUSYRIKŪN & JABARIYYAH

Terdapat bibit-bibit pemahaman Jabariyyah dalam keyakinan kaum Musyrikin manakala mereka menyatakan:Jika Allōh menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharomkan barang sesuatu apapun.” Mereka (kaum Musyrikin) itu mempersalahkan Allōh سبحانه وتعالى, padahal mereka (kaum Musyrikin) itu telah diberi kesempatan sekian lamanya di dunia untuk mengetahui Kebenaran dan mengikuti Kebenaran tersebut, karena bukankah Allōh سبحانه وتعالى telah mengutus para Rosul dan para Nabi-Nya dari waktu ke waktu untuk mendakwahkan Tauhid; dan bukankah Kitab-Kitab-Nya telah disebar, bahkan di zaman sekarang ini hampir seluruh belahan dunia telah dijangkau media massa / internet dan lain sebagainya yang mana Al-Qur’an dan Al-Hadits beserta penjelasan dengan pemahaman yang lurus dari kalangan para Ulama Salafush Shōlih telah pula disebarkan ke berbagai penjuru dunia.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ ۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّىٰ ذَاقُوا بَأْسَنَا ۗ قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا ۖ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ

Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: “Jika Allōh menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharomkan barang sesuatu apapun“. Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para Rosũl) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.

(QS. Al-An’ãm/6: 148)

VIII. AKIBAT SYIRIK AKBAR/ SYIRIK BESAR

Akibat dari Syirik Akbar / Syirik Besar diantaranya adalah sebagai berikut:

(1) RASA TAKUT

Allōh سبحانه وتعالى berfirman tentang rasa takut di hati orang-orang yang berbuat Syirik Akbar / Mempersekutukan Allōh:

سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا ۖ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ ۚ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ

Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allōh dengan sesuatu yang Allōh sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang dzōlim.

(QS. Āli ‘Imrōn/3: 151)

(2) DOSA MEREKA TIDAK AKAN ALLÕH AMPUNI

Orang yang pernah berbuat Syirik Akbar / Syirik Besar, dan tidak bertaubat nasuha atas kesyirikannya itu bahkan hingga wafatnya (nyawanya telah sampai di kerongkongannya), maka Allōh سبحانه وتعالى mengancamnya dengan kemurkaan-Nya berupa dosanya itu tidak pernah akan Allōh ampuni.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allōh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allōh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

(QS. An-Nisã’/4: 48)

Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

Sesungguhnya Allōh tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allōh, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.

(QS. An-Nisã’/4: 116)

(3) HAROM MASUK SURGA

Orang yang pernah berbuat Syirik Akbar / Syirik Besar, dan tidak bertaubat nasuha atas kesyirikannya itu bahkan hingga wafatnya (nyawanya telah sampai di kerongkongannya), maka Allōh سبحانه وتعالى mengancamnya dengan kemurkaan-Nya berupa diharomkannya orang tersebut masuk kedalam Surga-Nya.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allōh ialah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Isro’il, sembahlah Allōh Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allōh, maka pasti Allōh mengharomkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzōlim itu seorang penolongpun.”

(QS. Al-Mã’idah/5: 72)

Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَيَوْمَ نَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ نَقُولُ لِلَّذِينَ أَشْرَكُوا أَيْنَ شُرَكَاؤُكُمُ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ

Dan (ingatlah), hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semuanya kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik: “Dimanakah sembahan-sembahan kamu yang dulu kamu katakan (sekutu-sekutu) Kami?.”

(QS. Al-An’ãm/6: 22)

Allōh سبحانه وتعالى juga berfirman:

وَيَوْمَ نَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ نَقُولُ لِلَّذِينَ أَشْرَكُوا مَكَانَكُمْ أَنْتُمْ وَشُرَكَاؤُكُمْ ۚ فَزَيَّلْنَا بَيْنَهُمْ ۖ وَقَالَ شُرَكَاؤُهُمْ مَا كُنْتُمْ إِيَّانَا تَعْبُدُونَ

“(Ingatlah) suatu hari (ketika itu). Kami mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Kami berkata kepada orang-orang yang mempersekutukan (Allōh): “Tetaplah kamu dan sekutu-sekutumu di tempatmu itu”. Lalu Kami pisahkan mereka dan berkatalah sekutu-sekutu mereka: “Kamu sekali-kali tidak pernah menyembah kami.”

(QS. Yũnus/10: 28)

(4) MENYESAL DI AKHERAT

Orang yang pernah berbuat Syirik Akbar / Syirik Besar, dan tidak bertaubat nasuha atas kesyirikannya itu bahkan hingga wafatnya (nyawanya telah sampai di kerongkongannya), maka bersiaplah untuk menyesal di Akherat; suatu penyesalan yang terlambat, yang tiada lagi akan berguna baginya.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا

Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku (Allōh) dengan seorangpun.”

(QS. Al-Kahfi/18: 42)

(5) HIDUP DIRUNDUNG KEHAMPAAN

Orang yang berbuat Syirik Akbar / Syirik Besar, maka hidupnya akan dirundung kehampaan.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۗ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ ۖ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ (30) حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ (31)

(30) Demikianlah (perintah Allōh). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allōh maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharomannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (31) dengan ikhlas kepada Allōh, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allōh, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.

(QS. Al-Hajj/22: 30-31)

Dan Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta“.

(QS. ThoHa/20: 124)

(6) MENGGUGURKAN AMALAN

Orang yang pernah berbuat Syirik Akbar / Syirik Besar, dan tidak bertaubat nasuha atas kesyirikannya itu bahkan hingga wafatnya (nyawanya telah sampai di kerongkongannya), maka Allōh سبحانه وتعالى mengancamnya dengan kemurkaan-Nya berupa digugurkannya seluruh amalan yang pernah dilakukannya didalam hidupnya; dan amalannya sama sekali tidak akan diterima oleh Allōh سبحانه وتعالى.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ (65) بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ (66)

(65) “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allōh), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.

(66) Karena itu, maka hendaklah Allōh saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.”

(QS. Az-Zumar/39: 65-66)

(7) MENYEBABKAN KEKAL DALAM ADZAB JAHANNAM

Orang yang pernah berbuat Syirik Akbar / Syirik Besar, dan tidak bertaubat nasuha atas kesyirikannya itu bahkan hingga wafatnya (nyawanya telah sampai di kerongkongannya), maka Allōh سبحانه وتعالى mengancamnya dengan kemurkaan-Nya berupa adzab kekal didalam Neraka Jahannam.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluq.”

(QS. Al-Bayyinah/98: 6)

(8) BERSTATUS MANUSIA PALING JAHAT

Orang yang pernah berbuat Syirik Akbar / Syirik Besar, dan tidak bertaubat nasuha atas kesyirikannya itu bahkan hingga wafatnya (nyawanya telah sampai di kerongkongannya), maka Allōh سبحانه وتعالى mengancamnya dengan kemurkaan-Nya berupa status sebagai seburuk-buruk makhluq.

Allōh سبحانه وتعالى berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluq.

(QS. Al-Bayyinah/98: 6)

IX. DOA BERLINDUNG DARI SYIRIK (AKBAR/BESAR)

Dalam suatu Hadits, Rosũlullōh صلى الله عليه وسلم mengajarkan ummatnya doa agar terlindung dari Syirik:

عن مَعْقِلِ بْنَ يَسَارٍ قال: انْطَلَقْتُ مَعَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رضي الله عنه إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: «يَا أَبَا بَكْرٍ، لَلشِّرْكُ فِيكُمْ أَخْفَى مِنْ ‌دَبِيبِ ‌النَّمْلِ» ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: وَهَلِ الشِّرْكُ إِلَّا مَنْ جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَلشِّرْكُ أَخْفَى مِنْ ‌دَبِيبِ ‌النَّمْلِ، أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى شَيْءٍ إِذَا قُلْتَهُ ذَهَبَ عَنْكَ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ؟» قَالَ: ” قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ ” رواه البخاري في الأدب المفرد[21]

Dari Ma’qil bin Yasãr, dia berkata: “Aku pergi bersama Abu Bakar ash-Shiddiq rodhiyallōhu ‘anhu menemui Nabi shollallōhu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: “Wahai Abu Bakar, sungguh kesyirikan ditengah-tengah kalian lebih tersembunyi daripada (langkah) semut yang merayap.” Abu Bakar berkata: “Bukankah makna syirik adalah ketika seseorang menjadikan ada yang diibadahi/disembah selain Allōh?” Nabi shollallōhu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kesyirikan itu lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut yang merayap. Maukah kamu, aku tunjukkan kepada sesuatu yang bila engkau mengucapkannya, maka kesyirikan pun akan lenyap dari dirimu, baik syirik yang kecil maupun yang besar?” Lalu beliau bersabda: “Katakanlah: Ya Allōh, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu, padahal aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang tidak aku ketahui.

(HR. Al-Bukhōry no: 716, dalam Kitab “Al-Adab al-Mufrod”, hal. 250, dishohĩhkan oleh Al-Albãny)

Sekian dulu bahasan pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan Allōh سبحانه وتعالى selalu melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk istiqomah sampai akhir hayat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Sabtu shubuh, 11 Rojab 1446 H / 11 Januari 2025 M. – 12 Dzulqo’dah 1446 H / 10 Mei 2025 M.


[1] «الأدب المفرد – ت عبد الباقي» (ص250) برقم: 716 صححه الألباني


[2] «مسند أحمد» (39/ 39 ط الرسالة) برقم: 23630 حسنه الأرنؤوط قال: حديث حسن، رجاله رجال الصحيح إلا أنه منقطع، عمرو -وهو ابن أبي عمرو مولى المطَّلب- لم يسمعه من محمود بن لبيد، بينهما فيه عاصم بن عمر بن قتادة، وهو ثقة، وعمرو صدوق

[3] «صحيح الترغيب والترهيب» (1/ 120) برقم: «32»

[4] «سنن ابن ماجه» (2/ 1406 ت عبد الباقي) برقم: 4204 حسنه الألباني

[5] «المستدرك على الصحيحين» (4/ 365) برقم: 7936 قال: هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ ” صححه الذهبي


[6] «سنن ابن ماجه» (1/ 684 ت عبد الباقي) برقم: 2117 قال الألباني: حسن صحيح

[7] «الأدب المفرد – ت عبد الباقي» ‌‌بَابُ قَوْلِ الرَّجُلِ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ (ص274) برقم: «783»

[8] «الأدب المفرد – ت عبد الباقي» ‌‌بَابُ قَوْلِ الرَّجُلِ: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشِئْتَ (ص274) برقم: 783 صححه الألباني


[9] «سنن أبي داود» ‌‌بَابٌ فِي كَرَاهِيَةِ الْحَلْفِ بِالْآبَاءِ (3/ 223 ت محيي الدين عبد الحميد) برقم: 3251 صححه الألباني

[10] «سنن الترمذي» ‌‌بَابُ مَا جَاءَ فِي كَرَاهِيَةِ الحَلِفِ بِغَيْرِ اللَّهِ (4/ 110) برقم: «1535»

[11] «صحيح البخاري» {أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى} (6/ 141) برقم: 4860


[12] «مسند أحمد» (28/ 637 ط الرسالة) برقم:  17422


[13] «سنن الترمذي» ‌‌بَابٌ: وَمِنْ سُورَةِ التَّوْبَةِ (5/ 278) برقم: 3095 حسنه الألباني


[14] «مسند أحمد» (15/ 331 ط الرسالة) برقم: 9536

[15] «سنن ابن ماجه» بَابُ النَّهْيِ عَنْ إِتْيَانِ الْحَائِضِ (1/ 209 ت عبد الباقي) برقم: 639

[16] «سنن أبي داود» ‌‌بَابٌ فِي الْكَاهِنِ (4/ 15 ت محيي الدين عبد الحميد)  برقم: 3904


[17] «سنن أبي داود» ‌‌بَابُ ذِكْرِ الْفِتَنِ وَدَلَائِلِهَا (4/ 97 ت محيي الدين عبد الحميد) برقم: 4252


[18] «سنن الترمذي» ‌‌بَابٌ: وَمِنْ سُورَةِ التَّوْبَةِ (5/ 278) برقم: 3095 حسنه الألباني


[19] «صحيح البخاري» قَوْلُهُ تَعَالَى: {فَلا تَجْعَلُوا لِلهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ} (6/ 18) برقم: 4477 و«صحيح مسلم» بَاب كَوْنِ الشِّرْكِ أَقْبَحُ الذُّنُوبِ وَبَيَانِ أَعْظَمِهَا بَعْدَهُ (1/ 90 ت عبد الباقي) برقم: (86)


[20] «صحيح البخاري» ‌‌بَابٌ مَنْ خَصَّ بِالْعِلْمِ قَوْمًا دُونَ قَوْمٍ كَرَاهِيَةَ أَنْ لَا يَفْهَمُوا (1/ 38) برقم: 129

[21] «صحيح مسلم» بَاب مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ مُشْرِكًا دَخَلَ النَّارَ (1/ 94 ت عبد الباقي) برقم: (93)

*******o0o*******

Silahkan Download PDF: https://archive.org/download/bahaya-syirik-orang-musyrik-menurut-al-quran-sbi-fnl_202508/BAHAYA%20SYIRIK%20%26%20ORANG%20MUSYRIK%20%28MENURUT%20AL-QURAN%29%20-%20SBI%20FNL.pdf

No comments yet

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.