Tindak Lanjut Romadhoon
(Transkrip Ceramah AQI 291007)
TINDAK LANJUT ROMADHOON
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Setelah kita melewati bulan Romadhoon, yaitu bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh maghfiroh, bulan yang menjadi bulan panen bagi orang yang bertaqwa dan beramal shoolih, maka kita sekarang ini berada di bulan Syawwal, bulan hasil pelatihan dan training selama satu bulan penuh di bulan Romadhoon.
Mudah-mudahan amal-ibadah kita di bulan Romadhoon menjadi amalan shoolih yang maqbul yang akan kita temui ketika kita bertemu dengan Allooh سبحانه وتعالى kelak di Hari Kiamat.
Kami ingin mengingatkan kepada anda, termasuk diri saya sendiri,dengan empat perkara. Hendaknya anda perhatikan dengan sungguh-sunggh karena ini firman Allooh سبحانه وتعالى, dan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yaitu :
1. Bertaubatlah selalu kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Karena bertaubat adalah ibadah. Jangan dikira bahwa bertaubat adalah perbuatan yang dilakukan hanya setelah orang berbuat dosa. Itu keliru. Yang benar adalah: bertaubat selalu kita lakukan, karena bertaubat merupakan perintah Allooh سبحانه وتعالى.Apakah kita merasa berdosa atau tidak, karena ma’shum (dan itu adalah mustahil), selalulah kita bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Di dalam Al Qur’an, Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat An Nuur (24) ayat 31:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“… Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allooh, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Juga firman Allooh سبحانه وتعالى:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allooh dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).Mudah-mudahan Robbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai…” (QS. At-Tahrim (66) ayat 8)
Maka orang yang tidak bertaubat berarti berdosa. Karena ia diseru (diperintah) oleh Allooh سبحانه وتعالى, tetapi tidak dipatuhinya. Yang dituju adalah orang yang beriman. Karena orang yang bertaubat adalah orang-orang yang beriman. Orang yang tidak beriman, orang yang tidak membenarkan perintah Allooh سبحانه وتعالى, tidak membenarkan adanya mati, orang yang tidak membenarkan akan adanya Hari Kebangkitan, akan bertemunya kita dihadapan Allooh سبحانه وتعالى pada Hari Kiamat, akan adanya balasan surga dan neraka, mana mau ia bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Maka yang diperintah bertaubat hanyalah orang-orang yang beriman.
Maka bagi orang yang beriman, akan terpanggil untuk terus bertaubat karena itu bagian dari perintah Allooh سبحانه وتعالى. Dan tidak pernah akan sia-sia, jika kita melakukan apa yang diperintahkan-Nya.
Dalam ayat itu tidak ada pengecualian. Jadi seluruh orang beriman tanpa kecuali.
Kualitas perintahnya, tidak pernah ada ‘Ulama yang mengatakan bahwa bertaubat itu hukumnya mustahab (anjuran). Tidak ada. Bertaubat adalah Wajib. Karena nanti akan kita ketahui bahwa orang yang tidak bertaubat, justru akan terancam, diancam oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam ayat yang lain, dalam QS. Hud (11) ayat 3, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.”
Karena tidak ada orang yang merasa tidak pernah berdosa.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عن أنس : أن النبي صلى الله عليه و سلم قال كل ابن آدم خطاء وخير الخطائين التوابون
Artinya:
“Setiap anak-cucu Adam pasti berdosa dan orang yang paling baik adalah orang yang selalu bertaubat”. (Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2499, di-Hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)
Allooh سبحانه وتعالى memberitahukan kepada kita dengan dua perkara: Istighfar dan Taubat. Istighfar adalah memohon pengampunan, berarti lebih spesifik (khusus). Sedangkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersifat umum, karena Taubat bermakna Roja’a (kembali). Kembali kepada kebenaran, kepada jalan Allooh سبحانه وتعالى, kembali dari maksiat kepada taat. Karena dengan bertaubat, akan mendapat ganjaran dari Allooh سبحانه وتعالى.
Perbuatan yang dilakukan dalam Taubat adalah seperti dijelaskan oleh Imam An Nawawy, yaitu :
- Kamu sesali perbuatan dosa yang pernah kamu lakukan.
- Berniat untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk yang akan datang.
- Ganti perbuatan maksiat itu dengan ketaatan;
- Kamu ber-tahalul (minta dihalal-kan) kepada orang yang pernah kamu dzolimi atau kamu ambil haknya.
Hadits shohiih, diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Al Aghor Ibnu Yasar Al Muzani, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Wahai manusia bertaubatlah kalian dan mohonlah ampun kepada Allooh, sebab sesungguhnya Allooh maha Pengampun dan Penerima taubat. Dan aku bertaubat kepada Allooh dalam sehari seratus kali”.
Di sini bertaubat didahulukan, baru kemudian istighfar (mohon ampun). Artinya, dua perkara tersebut boleh didahulukan, yang mana dari salah satunya, tergantung dari keadaan individu masing-masing.
Dalam Hadits tersebut terdapat pelajaran, yaitu bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak hanya menyuruh, melainkan beliau juga mencontohkannya. Beliau bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى dalam sehari sebanyak seratus kali. Dan contoh dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah contoh yang baik. Beliau adalah ma’shum, bersih dari dosa, sudah diampuni dosa-dosa yang lalu dan dosa-dosa yang akan datang, tetapi beliau masih bertaubat dan memohon ampun kepada Allooh سبحانه وتعالى sebanyak seratus kali setiap hari-semalam. Bagaimana dengan kita yang banyak dosa ini? Berapa kali kita bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى?
Maka ketika kita selesai dari beribadah di bulan Romadhoon, lalu kita mengatakan: “Kita kembali kepada Fitroh (kesucian), kembali suci.” Demikian sebagian orang memahami Idul Fitri sebagai “Kita kembali suci.” Berarti kita kembali suci seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. Itu kata sebagian orang. Ini pemahaman yang tidak benar, karena siapa yang bisa menjamin bahwa begitu tanggal 1 Syawwal lalu kita kembali suci seperti ketika dilahirkan? Rasa bahagia dan baju baru yang kita pakai ketika Idul Fitri, belum tentu menjamin bahwa kita telah suci di hadapan Allooh سبحانه وتعالى.
Karena apa? Kalau seandainya, iman seseorang ajeg saja (tidak ada peningkatan, tetap ditempat), setelah menjalani Romadhoon, maka tetap saja, tidak ada perubahan, misalnya ternyata dusta, ghibah dan perbuatan haroom lainnya yang sejenis, masih saja tetap dilakukan, maka yang demikian itu berarti belum ada perubahan.
Maka selesai Romadhoon, bukan berarti Taubat kita berhenti, justru sebaliknya semakin kita intensifkan, kita yakinkan, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم saja, yang sudah diampuni, ternyata beliau setiap hari memperbanyak taubat dan istighfar kepada Allooh سبحانه وتعالى. Hendaknya kita semua umat muslimin dan muslimat di mana saja berada selalu memperbanyak istighfar: “Astaghfirullooh, astaghfirullooh, astaghfirullooh,” dst.
Bila ingin istighfar dengan Sayyidul Istighfar, hendaknya dihafalkan Sayyidul Istighfar itu karena kalimatnya agak panjang:
Hendaknya kita selalu bertaubat karena bertaubat merupakan perintah Allooh سبحانه وتعالى.
2. Membiasakan perbuatan taat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Kita semua sangat butuh akan ketaatan. Kita sangat butuh kepada Allooh سبحانه وتعالى. Akan menjadi malapetaka, bila kita jauh dari Allooh سبحانه وتعالى.
Antara lain, dalil bahwa kita harus membiasakan taat kepada Allooh سبحانه وتعالى adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dari ‘Abdullooh bin Amru bin Al ‘Ash رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لَا تَكُنْ مِثْلَ فُلَانٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
Artinya:
“Wahai ‘Abdullooh (hamba Allooh) ,jangan kamu menjadi seperti si Fulan, karena ia di waktu-waktu lalu rajin bangun malam, kemudian ia tinggalkan banggun malam.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1152)
Itu merupakan peringatan dan larangan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bahwa bila sudah berusaha menghidupkan (membiasakan) suatu ibadah, maka hendaknya itu didawamkan (dilanggengkan, dibiasakan) ibadahnya itu. Jangan mencontoh orang yang pernah menghidupkan ketaatan lalu ia tinggalkan ketaatan itu.
Dalam Hadits lain dari oleh Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim, berasal dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ وَرَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ نُزُلَهُ مِنْ الْجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ
Artinya:
“Barangsiapa yang pergi diwaktu pagi ke masjid dan diwaktu sore, maka Allooh akan sediakan bagi orang tersebut tempat tinggalnya di surga”. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 662, dan Imaam Muslim no: 1556)
Maksudnya, barangsiapa yang setiap hari, pagi-sore-malam-siang, selalu mendatangi masjid dan mendatangi masjid itu untuk ibadah karena taat kepada Allooh سبحانه وتعالى, janganlah ia menganggap sia-sia, apalagi rugi. Semua itu akan diganti oleh Allooh سبحانه وتعالى dengan dibangunkan tempat disurga dan disediakan nuzul (hidangan khusus).
Selain tersebut di atas, bagi orang yang meninggal dunia, oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diberikan aba-aba. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
Artinya:
“Setiap hamba akan dibangkitkan dalam keadaan sebagaimana ketika ia mati.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7413)
Artinya, orang itu akan dibangkitkan seperti keadaan ketika akhir hayatnya. Misalnya seseorang meninggal ketika membaca Al Qur’an, maka kelak ia akan dibangkitkan dalam keadaan sedang membaca Al Qur’an. Bila orang itu meninggal dalam keadaan sujud, bermunajat kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka kelak ia akan dibangkitkan dalam keadaan bersujud dan bermunajat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Sebaliknya bila seseorang mati ketika sedang berzina, maksiat, atau mabuk-mabukan, (na’uudzu billaahi min dzaalik), mati dalam Su’ul Khootimah, maka ia akan dibangkitkan kelak di Hari Kiamat seperti ketika ia meninggal itu.
Maka harus kita jaga selalu diri kita ini, agar mudah-mudahan keadaan terakhir diri kita nanti adalah mati dalam keadaan bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى. Kata para ‘ulama: “Seandainya ada seseorang yang kecanduan berbuat maksiat, maka pada akhir hayatnya ia akan sulit sekali mengucapkan kalimat Laa illaaha illallooh.”
Ada perkataan salah seorang ‘ulama tentang seseorang ketika sakaratulmaut, bahwa orang tersebut akan meninggal, lalu dibisikkan padanya kalimat Laa illaaha illallooh, tetapi karena ia hobby main catur, maka yang ia ucapkan adalah kalimat: Schak, schak, schak.
Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Ketika bulan Romadhoon, kebiasaan baik kita banyak sekali. Misalnya: kebiasaan disiplin, ketika imsak kita berhenti makan dan minum. Ketika Maghrib segera langsung kita berbuka. Lalu ada sholat Taroowih (sholat malam), ada Qiro’atul Qur’an (membaca Al Qur’an), ada I’tikaf, ada malam Lailatul Qodar, zakat fitrah, shodaqoh, dan lain-lain setumpuk amal shoolih di bulan Romadhoon. Tetapi mengapa, bila sudah berlalu bulan Romadhoon, amal-amal yang seperti tersebut diatas lalu ditinggalkan orang? Ketika masuk bulan Syawwal, lalu menjadi sepi kembali, seolah-olah bulan Romadhoon tidak berbekas sama sekali. .
Padahal seharusnya kita dawamkan (dibiasakan). Kebiasaan-kebiasaan baik seperti ketika Romadhoon itu hendaknya kita dawamkan. Ketika di bulan Romadhoon kita biasa melakukan sholat malam (Taroowih), seharusnya dibulan-bulan selanjutnya kita juga selalu sholat malam (Tahajud). Kalau tidak bisa sholat 11 roka’at, cobalah dengan sholat Witir-nya saja dulu misalnya 3 roka’at. Lalu selanjutnya ditingkatkan sholat Tahajud 2 rokaat dengan sholat Witir. Selanjutnya, malam-malam berikutnya ditambah lagi menjadi sholat Tahajud 4 roka’at (dua roka’at salam, dua roka’at salam) dengan sholat witir, dan demikian seterusnya hingga mencapai total 11 rokaat (termasuk witir didalamnya) di setiap malam.
Kalau kita sudah mulai dengan perkara yang baik-baik, teruskanlah, dawamkanlah. Karena dengan amalan-amalan itulah kita bisa membawa bekal untuk bertemu dengan Allooh سبحانه وتعالى kelak di Hari Kiamat.
3. Melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar. Inilah perkara yang harus kita hidupkan. Amar Ma’ruf sudah sering kita lakukan, karena menyuruh perbuatan baik risikonya kecil. Risikonya tidak sebesar dan seberat Nahi Munkar (Mencegah Munkar). Dalam Al Qur’an dan Hadits banyak sekali perintah untuk menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar (berbuat baik dan mencegah kemunkaran).
Maka yang pertama-tama harus dipahami apa itu Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Kalau kita tidak tahu apa itu Ma’ruf, maka kita tidak akan bisa menyuruh orang untuk berbuat Ma’ruf. Kalau kita tidak tahu apa arti Munkar, maka kita tidak bisa mencegah orang berbuat Munkar. Kalau kita tidak punya Hujjah, tidak punya Dalil, tidak punya argumentasi mana yang Ma’ruf dan mana yang Munkar, tentu kita tidak bisa bicara dengan orang tentang hal yang dimaksud. Karena Islam adalah wahyu, bukan karangan atau kata orang.
Dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat 71 ternyata Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan karakteristik keimanan seseorang. Seorang Mu’min berarti dia ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Tidak ber-Amar Ma’ruf Nahi Munkar berarti dia tidak (bukan) lah seorang Mu’min.
Surat At Taubah (9) ayat 71 :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Berita (ayat) tersebut, oleh banyak orang denganggap sebagai sesuatu yang landai. Padahal dalam Syar’i, khobar bermakna Amar, berarti perintah yang harus dikerjakan. Karena menurut firman Allooh سبحانه وتعالى tersebut diatas, bahwa mu’min adalah orang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Tetapi sekarang, di masyarakat kita ini banyak mu’min yang tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Berarti sebetulnya keimanan kita terancam. Karena suatu kemestian bahwa seorang mu’min melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Maka kalau ada orang mengaku mu’min (beriman) tetapi tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, berarti pengakuannya itu tidak benar.
Maka jika kita merasa menjadi mu’min, dan insya Allooh memang benar seorang mu’min, tentunya kita harus melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Artinya, apa saja yang ma’ruf harus kita ajarkan kepada orang lain, hendaknya kita mengajak orang untuk berbuat yang ma’ruf.
Kalau kita ingin menjadi orang yang bermartabat dalam pandangan Allooh سبحانه وتعالى, kita harus selalu yakin bahwa Islam, Al Qur’an dan Hadits bisa disebut suplemen, bisa juga disebut obat. Kalau diyakini sebagai suplemen, berarti adalah untuk menjaga kesehatan tubuh kita. Dan kalau diyakini sebagai obat, maka berarti untuk menghindarkan diri dari penyakit.
Kalau kita yakini bahwa Dien (Islam) kita anggap seperti tersebut diatas adalah firman Allooh سبحانه وتعالى dan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka ma’ruf harus kita lakukan dan mengajak orang lain, jangan segan-segan.
Nahi Munkar adalah mencegah kemunkaran. Kalau kita tahu bahwa di sekitar kita ada kemunkaran, harus kita cegah. Itulah yang disebut Nahi Munkar. Tentu dengan cara yang hikmah (baik), seperti yang diajarkan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى dan dicontohkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Selanjutnya hendaknya kita camkan, yaitu sinyalemen yang Allooh سبحانه وتعالى sampaikan, yaitu kisah-kisah dan kasus umat-umat terdahulu, ketika mereka apriori terhadap Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Jangan-jangan musibah yang bertubi-tubi, sering terjadi di negeri kita adalah karena kita kurang menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Al Maa’idah ayat 78 – 79 :
Ayat 78 :
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daawud dan ‘Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”
Ayat 79 :
كَانُواْ لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka perbuat itu.”
Mengapa Bani Israil dilaknat Allooh سبحانه وتعالى, karena mereka sering berbuat maksiat, suka melampaui batas. Apa bentuknya? Mereka dulu suka melakukan kemunkaran dan di antara mereka tinggal diam, tidak mencegah kemunkaran itu.
Padahal yang merupakan pencegah datangnya musibah yang bertumpuk setiap hari datang, adalah penegakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Kalau ingin jauh dari malapetaka, maka kemunkaran harus kita batasi, kita hilangkan.
Bila kemunkaran kita biarkan saja, kita nafsi-nafsi saja, masing-masing mengurusi diri-sendiri sajalah, dia adalah dia, kita adalah kita, prinsip yang seperti ini adalah prinsip kaum Murji’ah. Prinsip tersebut bukan lah diajarkan oleh Ahlussunah wal Jama’ah, melainkan diajarkan oleh Ahlul Bid’ah. Yaitu membiarkan kemunkaran merajalela. Yang demikian itu tidak benar. Bagi kita Ahlussunnah wal Jama’ah, kalau kita melihat kemunkaran, apa saja, kecil atau besar, kita harus mencegah. Karena yang demikian itu merupakan kewajiban kita. Apalagi kalau kemunkaran itu masih ada dalam diri atau keluarga kita. Kita sebagai pimpinan dalam keluarga, harus bisa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Kalau kita sebagai pimpinan dalam keluarga tidak bisa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, maka kita akan ditanya oleh Allooh سبحانه وتعالى kelak pada Hari Kiamat:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول كلكم راع ومسؤول عن رعيته
Artinya:
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya oleh (Allooh) tentang kepemimpinannya.”(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2278)
Ada suatu contoh dalam Hadits, yang pernah dikemukakan sebelumnya, diungkap kembali mudah-mudahan bisa menjadi penggugah bagi kita, yaitu Hadits riwayat Imaam Al Bukhoory dari An Nu’man Ibnu Basyir رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
Artinya:
“Perumpamaan orang-orang yang menegakkan dan melaksanakan hukum-hukum Allooh jika dibandingkan dengan orang-orang yang melanggar hukum-hukum Allooh itu, dan berbuat maksiat, adalah seperti suatu kaum yang menumpang di kapal laut. Diantara mereka ada yang menumpang di bagian atas kapal, ada pula yang di bagian bawah. Orang-orang yang menumpang dibawah,jika memerlukan air,mereka harus melewati orang yang ada diatasnya. Lalu mereka ada yang mengataka: “Mengapa kita harus bersusah-payah naik-turun dan mengganggu orang-orang yang di atas?Untuk mencari air, kita lobangi saja dinding kapal ini”.
Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم selanjutnya: “Jika orang seperti itu dibiarkan, maka semua mereka akan binasa karena kapal akan tenggelam di lautan.Tetapi jika perbuatan orang-orang itu dicegah atau dihentikan, maka semua penumpang kapal itu akan selamat sampai tujuan”. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2493)
Dari Hadits tersebut, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberikan pelajaran kepada kita bahwa meskipun kadang-kadang ada orang yang punya ide yang kelihatannya baik, tetapi pada hakikatnya itu kemunkaran, sehingga kalau dibiarkan maka akibatnya akan membinasakan seluruh orang di negeri ini.
Maka hendaknya kita sadar semua, apabila ada kemunkaran dan itu jelas munkar menurut Allooh dan Rosuul-Nya, maka setiap diri kita harus kompak untuk menghentikannya atau mencegahnya dengan apa yang kita bisa. Mungkin saja itu terjadi di rumah kita atau di sekitar rumah, mungkin di masjid, di pasar, di pesta, dll. Sebab kemunkaran itu bila digolong-golongkan akan banyak sekali jenisnya.
Kemunkaran di rumah misalnya memasang (memajang) foto ketika pergi Haji, atau mungkin TV, atau musik, kaset,dll. semuanya itu adalah kemunkaran yang terjadi di rumah.
Di masjid, misalnya dari mulai wudhu, atau shaf, harus selalu diluruskan. Sepertinya berat sekali orang membentuk shaf itu bila mereka disuruh untuk lurus dan rapat. Padahal seharusnya shaf itu lurus dan rapat, bahu menempel bahu, tumit kaki harus lurus dengan tumit kaki orang di sebelah kiri-kanannya. Itupun merupakan kemunkaran dalam masjid. Shaf-nya tidak rapat dan tidak lurus.
Belum lagi pesta-pesta pernikahan dimana bercampur aduk antara laki-laki dan perempuan, dan berbagai kemunkaran lainnya. Demikian pula di pasar, ada kecurangan dalam jual-beli. Kualitas barang jelek dikatakan bagus, timbangan dan takaran tidak penuh dan seterusnya. Belum lagi adanya riba uang, dll. Banyak sekali kemunkaran.
Maka kalau tidak jeli mana yang ma’ruf dan mana yang munkar, bagaimana orang hendak menegakkan ma’ruf dan mencegah yang munkar?
Padahal kelak kita di Hari Kiamat akan dimintai tanggungjawab, karena mata kita dan anggota tubuh kita akan dimintai tanggungjawab oleh Allooh سبحانه وتعالى.
4. Hendaknya setiap kita selalu berada di atas Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Banyak sekali ayat, Hadits dan perkataan ‘Ulama tentang keharusan kita agar tetap berada di atas Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Mumpung kjita baru selesai dari Romadhoon dan masuk bulan Syawwal. Yakini, kalau sudah dikatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, dan Haditsnya shohiih, dan seterusnya, maka jalanilah, kerjakanlah. Tidak usah bertaya, ini ajaran apa, aliran apa, dsbnya. Jalani saja. Kalau saja kita mengikuti Madzhab Imam Syafi’iy, beliau رحمه الله adalah hidup pada abad ke-2 Hijriyah. Kira-kira 150 tahun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sudah wafat, baru muncullah Imam Syafi’i رحمه الله.
Tetapi kalau kita ingin yang sebenarnya, hendaknya kita mengikuti ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yaitu sejak abad ke-1 Hijriyah atau 13 tahun sebelum Hijriyah. Karena tahun Hijriyah ditandai (dimulai) sejak Hijrahnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dari Mekkah ke Madinah. Sedangkan beliau sudah berdakwah selama 13 tahun sebelumnya.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an Surat An Nisaa’ ayat 80 :
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً
“Barangsiapa yang mentaati Rosuul itu, sesungghnya ia telah mentaati Allooh. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.
Artinya kalau tidak taat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tidak melalui ajaran beliau, tidak akan sampai kepada Allooh سبحانه وتعالى. Kalau kita ingin masuk surga, maka harus melalui ajaran Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan tidak boleh berpaling (menoleh) kepada selain ajaran beliau صلى الله عليه وسلم. Misalnya melalui ajaran yang dinyatakan sesat oleh MUI, seperti Al Qiyadah, Ahmadiyah, dll. Itu tidak boleh.
Artinya: Tidak mungkin disebut taat kepada Allooh سبحانه وتعالى, kalau tidak taat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Selanjutnya janganlah mendekati orang-orang yang tidak menjalankan Hadits (Sunnah) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat An Nuur ayat 63 :
لَا تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضاً قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمْ لِوَاذاً فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“ Janganlah kamu jadikan panggilan Rosuul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allooh telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”
Hindarilah orang-orang yang menyelisihi ajaran Muhammad صلى الله عليه وسلم, karena khawatir di dunia akan mendapat fitnah dan di akhirat akan mendapatkan ‘adzab.
Maka selalulah berpikir kritis, kalau dikatakan ajaran Islam, tanyakan dalilnya. Kalau ada dalilnya yang shohiih, ikutilah. Tetapi kalau hanya “Katanya, katanya…”, atau umumnya, atau menurut filsafat, tidak usah diikuti.
Bahkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberikan aba-aba kepada kita :
لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
Artinya:
“Siapa saja yang menyelisihi Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, berarti ia rela untuk menjadi umat yang binasa.” (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no:43)
Haditsnya shohiih, diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim, dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « قَالَ – ذَرُونِى مَا تَرَكْتُكُمْ
Artinya:
“Biarkan aku dengan apa yang telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian”. (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 3321)
Maksudnya, yang telah ditinggalkan oleh beliau Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di tengah-tengah kita adalah Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.Yaitu ajaran serta Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Apakah itu berupa perkataan, atau perbuatan berbentuk contoh, atau perkara yang diperbuat oleh para sahabat lalu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mendiamkannya; semua itu adalah sama, satu derajat, sama dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Aba-abanya adalah sebagai berikut, sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:
فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
Artinya:
“Sesungguhnya yang telah menyebabkan binasanya orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan mereka menyelisihi nabi mereka”.(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 7288 dan Imaam Muslim no: 3321)
Maka umat Muslimin seluruh Indonesia dan seluruh dunia ini kalau tidak ingin binasa, jaganlah menyelisihi Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Solusinya adalah, seperti Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sabdakan :
فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Artinya:
“Jika aku larang kalian berbuat sesuatu, hentikan sesuatu itu. Jika aku memerintahkan kalian berbuat sesuatu, lakukan perbuatan itu sesuai kemampuan kalian”.(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 7288 dan Imaam Muslim no: 3321)
Demikian jelas sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tidak menurut si Anu atau menurut si Fulan, atau kata orang, dsb. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menyabdakan demikian, praktis sekali Islam itu. Kalau ada sesuatu keterangan ke-agama-an atau tentang ibadah, tanyakan dari mana sumbernya, bagaimana dalilnya, shohiih atau tidak, kalau shohiih dan atas pemahaman ‘ulama-‘ulama ahlus sunnah wal jama’ah dan orang-orang yang Faqih, maka lakukanlah, jalankanlah. Jadi janganlah mengada-adakan sesuatu, karena Islam ini sudah baku.
Beberapa perkataan para ‘Ulama tentang betapa perlunya dan keharusan kita menjalankan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, antara lain :
a. ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه yang mengatakan : “Ikutilah oleh kalian Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan jangan kalian berbuat Bid’ah (mengada-ada), sungguh Dien kalian sudah cukup”.
b. Sadz Ibnu Yahya رضي الله عنه mengatakan : “Tidak ada lagi jalan yang paling dekat sampai kepada surga, kecuali jalan orang yang meniti jalan peninggalan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم”.
Jadi tidak usah melihat jalan lain, kalau ada Sunnah dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, jalanilah itu karena itu jalan yang paling dekat menuju surga. Sebab kalau kita memilih jalan filsafat atau jalan karangan manusia yang tidak jelas dalil dan Haditsnya, berarti kita akan mengalami jalan yang sulit dan tidak akan sampai di surga Allooh سبحانه وتعالى. Ingatlah bahwa yang akan menyelamatkan kita adalah Sunnah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
c. Abu Darda’ رضي الله عنه salah seorang sahabat mengatakan: “Kita puaskan (cukupkan) diri terhadap apa saja yang ada pada Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, daripada kita bersusah-payah melakukan sesuatu yang diada-adakan (Bid’ah)”.
Termasuk Bid’ah (diada-adakan, tidak ada dalilnya) adalah misalnya Halaal bi Halaal, yang tidak jelas asalnya dari mana. Istilah “Halaal bi Halaal” saja sudah rancu dari segi struktur bahasa. Dari segi makna juga salah, apalagi dari sisi Syar’i, sudah tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena tidak ada dasarnya.
d. ‘Abdullooh bin ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, mengatakan : “Setiap Bid’ah itu sesat, meskipun orang-orang menganggapnya baik”.
Jadi tidak ada urusan perasaan. Kaidah dan pedoman untuk mengetahui mana yang baik dan yang buruk adalah Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Tanya-Jawab
Pertanyaan:
Ada seseorang yang menjadi Imaam Masjid dan Imaam sholat, tetapi ia sangat suka memakai perhiasan (cincin ) dari emas. Bagaimanakah sikap kami sebagai ma’mum?
Jawaban:
Imaam artinya orang yang diikuti. Kalau ia dari kalangan orang yang ber-ilmu, seharus ia orang yang ‘Adil (artinya shoolih), aqidahnya, ibadahnya benar, ilmunya lurus, mendalam dan seterusnya. Untuk menjadi Imam dalam sholat, maka seseorang imaam sholat harus faham tentang hukum-hukum sholat, bacaannya harus fasih, dan seterusnya. Kalau imaam sholat memakai perhiasan emas, maka itu haroom. Karena laki-laki haroom memakai emas. Kalau laki-laki menyenangi emas boleh saja, tetapi haroom memakainya. Itu bukan kata Kyai, atau Doktor, melainkan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Untuk mengingatkan orang tersebut, cukup ditunjukkan saja Haditsnya, misalnya di Kitab Riyaadhush shoolihiin. Dan tidak usah jidal (berdebat).
Bila orang laki-laki yang manjadi imaam sholat itu tetap memakai emas, berarti ia telah melakukan perbuatan haroom, ia orang yang fasiq. Secara hukum, orang yang fasiq menjadi imaam sholat, maka sholatnya sah. Orang boleh saja ber-ma’mum sholat dengan orang tersebut, tetapi apakah tidak orang lain selain dia? Hendaknaya pilihlah imam yang shoolih, tidak fasiq.
Pertanyaan:
Bagaimana dengan orang yang meninggal, padahal ia masih punya “hutang shoum”, bolehkah anaknya atau keluarganya meng-qodho shoumnya ?
Jawaban:
Meng-qodho shoum bagi orang yang meninggal, memang ada ajarannya (dasarnya). Ada Sunnahnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ketika ada seorang shohabat yang meninggal dan ia masih punya hutang shoum, maka diperintahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk melakukan shoum, yaitu meng-qodho shoum bagi orang tuanya itu. Jadi boleh meng-qodho shoum bagi orang-tuanya. Baik itu shoum Romadhoon maupun shoum nadzar.
Tentang shoum sunnah di bulan Syawwal adalah merupakan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Beliau berabda:
عَنْ أَبِى أَيُّوبَ الأَنْصَارِىِّ – رضى الله عنه – أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya:
“Siapa yang melakukan shoum enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti shaoum selama satu tahun penuh”. (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2816)
Bagi ibu-ibu yang berhalangan di bulan Romadhoon, maka diqodho ketika bulan berikutnya (Syawwal). Niat shoumnya jangan disatukan, yaitu niat shoum qodho dan shoum sunnah. Karena beda status hukumnya, shoum qodho adalah wajib, sedang shoum yang enam hari di bulan Syawwal adalah sunnah.
Para ‘ulama berbeda hanya dalam waktu melakukannya antara shoum qodho dan shoum sunnah. Kalau diperkirakan anda masih punya umur sampai selesai Syawwal, maka shoumlah yang sunnah selama enam hari terlebih dahulu, lalu membayar hutang shoum yang ditinggalkan ketika Romadhoon. Tetapi bila anda merasa tidak akan panjang umur hingga selesai bulan Syawwal, maka lakukanlah membayar hutang shoumnya terlebih dahulu, daripada shoum sunnahnya yang enam hari.
Pertanyaan:
Tentang bertaubat seperti dijelaskan diatas, ada yang mengajarkan tentang sholat Taubat. Manakah yang benar? Bagimana cara sholat Taubat, kalau memang ada sholat tersebut?
Jawaban:
Tidak ada sholat yang dinamakan “Sholat Taubat”. Hanya di dalam Hadits dikatakan bahwa bagi orang yang merasa berbuat dosa, lalu menyesal, kemudian melakukan sholat 2 roka’at, memohon ampun kepada Allooh سبحانه وتعالى. Sholatnya biasa saja, tidak ada bacaan-bacaan tertentu. Kemudian tidak mengulangi perbuatan dosanya. Tetapi tidak ada sholat dengan nama “Sholat Taubat”. Karena penamaan sholat adalah datang pada masa Fuqoha, yaitu setelah abad ke-2 Hijriyah. Pada masa sebelum itu tidak ada nama-nama sholat itu.
Pertanyaan:
Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar.Untuk Amar Ma’ruf, mengajak kepada kebaikan memang tidak terlalu ber-resiko.Tetapi untuk Nahi Munkar karena beresiko, lalu orang melaksanakannya dengan memakai nama organisasi. Karena mengharap Pemerintah untuk mencegah kemunkaran tidaklah selalu bisa diharapkan. Bagaimana yang seharusnya? Kalau kita tidak melakukan Nahi Munkar akan berdosa, sedangkan kalau melakukan besar resikonya. Mohon penjelasan.
Jawaban:
Secara individu kita punya kewajiban untuk melaksanaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Mungkin dengan tangannya (kekuasaannya), mungkin dengan lisannya dan mungkin dalam hatinya saja. Itu dalam konteks individu sesuai dengan wilayahnya, di rumah atau disekitar rumah. Tetapi kalau wilayahnya adalah wilayah negara, maka yang harus melaksanakan Nahi Munkar (mencegah yang munkar) adalah Penguasa. Karena penduduk negeri kita mayoritas muslim, maka seharusnya Pemerintah membentuk suatu badan atau institusi yang bertanggunjawab atas Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Bagian menunaikan hak kaum muslmin Indonesia, adalah Pemerintah Indonesia tidak perlu canggung dan ragu untuk membentuk institusi dan memberikan kewenangan kepadanya untuk mengontrol dan meng-eksekusi. Karena sampai sekarang belum ada institusi yang dimaksud,maka muncullah organisasi-organisasi Islam yang ingin mencegah kemunkaran itu.
Maka bisa menjadi usul-saran bagi organisasi yang mungkin punya visi dan misi melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, hendaknya dilakukan secara proporsional.
Artinya melaksanakannya sesuai dengan koridor bahwa ia bukan tangan Pemerintah. Berarti tidak boleh dengan kekerasan dan eksekusi secara fisik. Karena itu wilayah negara, bukan wilayah individu.
Bagi Pemerintah, hendaknya ada suatu badan atau institusi dan berikan kewenangan bagi institusi itu untuk melaksanakan eksekusi pencegahan kemunkaran.
Demikianlah kajian kali ini mudah-mudahan bermanfaat, dan selalu lah kita diatas kebenaran yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan kita tinggalkan yang selain itu. Kita akhiri dengan do’a Kafaratul Majlis:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 17 Syawal 1428H – 29 Oktober 2007
—–0O0—–
Silakan download PDF : Tindak Lanjut Romadhoon AQI 291007 FNL