Al-Haudh (Telaga Rosuulullooh)
(Transkrip Ceramah AQI 241108)
AL HAUDH (TELAGA ROSŨLULLÕH صلى الله عليه وسلم)
oleh : Ust. Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allõh سبحانه وتعالى,
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allõh سبحانه وتعالى, kita telah ditakdirkan menjadi ummat Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Ummat Nabi terakhir, tetapi akan menjadi ummat pendahulu dari ummat-ummat yang lainnya pada Hari Kiamat. Ummat yang diberi janji kesenangan sebelum surga, yaitu berupa Al Haudh (Telaga), dimana siapa pun yang meminum air Telaga tersebut, maka ia tidak akan merasa haus setelah itu selama-lamanya.
Kali ini kita membahas tentang Al Haudh, sesuatu yang sangat kita rindukan. Al Haudh dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “Telaga”, yaitu: “Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم”. Bahasan Al Haudh ini akan meliputi :
1. Arti Al Haudh,
2. Dalĩl tentang adanya Al Haudh,
3. Keterangan para ‘Ulama Ahlus Sunnah tentang kapan adanya Al Haudh,
4. Al Haudh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan nabi-nabi sebelumnya,
5. Sifat Al Haudh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
6. Penghalang seseorang untuk mendapatkan Al Haudh (Telaga) Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم
7. Bahaya orang mengingkari adanya Al Haudh,
8. Upaya dan kiat kita agar diberi kesempatan mendapatkan Al Haudh.
Al Haudh atau Telaga bagi kaum muslimin adalah merupakan bagian penting dari ‘Aqĩdah Ahlus Sunnah wal Jamã’ah. Kita akan ketahui apa konsekuensi orang yang mengingkari adanya Al Haudh (Telaga) pada Hari Kiamat. Hal ini adalah penting karena setiap ummat Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم pasti akan melewati Al Haudh, kecuali orang yang termasuk kedalam golongan orang-orang yang tidak mendapatkan minum dari Telaga tersebut. Maka in syã Allõh kita semua akan mendapatkannya tanpa pilih kasih; asalkan janganlah kita melakukan perkara-perkara yang dapat menyebabkan kita jatuh kedalam golongan orang-orang yang tidak berhak mendapatkan kesempatan minum di Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
“Al Haudh” dalam arti bahasa adalah “Telaga”. Dalam bahasa Arab, “Al Haudh” artinya “Air yang tergenang dalam jumlah besar, tetapi bukan lautan”.
Dalam arti syar’i maka Al Haudh bukan sekedar air, karena dari sisi airnya, telaganya, warnanya, rasanya, baunya, dimana adanya dan siapa yang memilikinya, diberitahukan oleh Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم tentang ciri-ciri semuanya itu. “Al Haudh” itu airnya berasal dari “Al Kautsar”.
“Al Kautsar” adalah sungai di dalam surga yang diberikan Allõh سبحانه وتعالى kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Al Haudh adalah Telaga yang Allõh سبحانه وتعالى berikan kepada Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dan ummatnya sebagai bentuk pernghargaaan atau kemuliaan bagi mereka.
Keberadaan Al Haudh adalah kepastian. Tidak bisa diingkari dan diragukan keberadaannya. Orang yang meragukan tentang keberadaan Al Haudh berarti ia ragu terhadap Al Qur’an, dan juga ragu terhadap Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Atau dengan kata lain, ia termasuk ingkar terhadap Al Qur’an dan ingkar terhadap Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Berbahaya!
Dalĩl dari Al Qur’an menurut yang di-istidlal-kan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah, untuk dijadikan sebagai argumentasi dan sandaran tentang Al Haudh adalah QS. Al Kautsar (108) ayat 1-3 :
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ﴿١﴾ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ﴿٣﴾
Artinya:
(1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak.
(2) Maka dirikanlah shalat karena Robb-mu dan berkorbanlah.
(3) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.
Walau belum terjadi Hari Kiamat, namun Allõh سبحانه وتعالى sudah memberikan Al Kautsar itu pada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Itu merupakan keistimewaan dan keunggulan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, bahwa beliau صلى الله عليه وسلم telah diampuni dosanya yang lalu dan yang akan datang. Demikianlah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم telah diberikan dan dijanjikan keutamaan oleh Allõh سبحانه وتعالى.
Di dalam Hadits Shohĩh diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 400, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم ketika menjelaskan dan menafsirkan Al Kautsar maka beliau صلى الله عليه وسلم bersabda bahwa:
فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ
Artinya:
“Al Kautsar itu adalah telaga yang Allõh سبحانه وتعالى janjikan untukku, dimana pada telaga ini terdapat kebaikan yang banyak.”
Sedangkan ‘Abdullõh bin Abbas رضي الله عنه menjelaskan bahwa :
الخير الكثير الذي أعطاه الله إياه
Artinya:
“Yang dimaksudkan dengan Al Kautsar itu adalah kebaikan yang banyak yang Allõh berikan kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.” (lihat Tafsir Al Baghowy 8/554)
Menurut penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah bahwa: Hukum Hadits tentang “Al Kautsar” adalah muttawatir (– artinya: tidak ada yang berselisih, baik mereka dari kalangan yang rasionalis maupun dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamã’ah, dimana mereka meyakini bahwa apabila sebuah hadits berstatus Muttawatir, maka Hadits itu menjadi dalil, argumentasi dan menjadi pegangan – pen.), yaitu Hadits dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tentang adanya “Telaga” dan apa yang menjadi penjelasan tentang Telaga tersebut.
Perlu diketahui oleh kaum Muslimin, bahwa apabila suatu Hadits itu sudah Muttawatir, maka ia dapat tergolong menjadi dua macam Muttawatir-nya, yaitu ada “Mutawatir Ma’nan” (Muttawatir secara makna), tetapi belum tentu “Muttawatir secara Lafadz”.
Misalnya tentang mengangkat tangan dalam ber-do’a. Bahwa Hadits tentang do’a secara ma’na adalah Muttawatir, tetapi secara lafdzi kebanyakan Hadits tentang do’a dengan mengangkat tangan adalah dho’ĩf, kecuali beberapa kasus tertentu saja.
Maka bila ada orang yang berdalil bahwa do’a itu harus selalu dengan cara mengangkat tangan, berarti ia sudah berdalil dengan Hadits yang Lemah (dho’ĩf). Karena apabila setiap setelah sholat fardhu, seseorang itu berdo’a harus dengan selalu mengangkat tangan dan hal itu terjadi terus-menerus seperti demikian, maka dia dihukumi sebagai Bid’ah. Hal ini disebabkan karena tidak ada dalil yang shohĩh yang memerintahkan bahwa: “Setiap selesai sholat fardhu harus selalu mengangkat tangan untuk berdo’a”. Dalil tentang hal itu adalah lemah (dho’ĩf).
Akan tetapi, dalil bahwa apabila seseorang berdoa (boleh) dengan mengangkat tangan itu adalah Haditsnya Muttawatir.
Artinya, seseorang itu boleh berdoa dengan mengangkat tangan tetapi ia tidak harus demikian. Tidak setiap berdoa itu ia harus selalu mengangkat tangan. Sesekali ia boleh berdo’a dengan tidak mengangkat tangan, dan sesekali ia boleh berdo’a dengan mengangkat tangan. Jadi seseorang itu dalam berdo’a, ia boleh mengangkat tangan dan ia boleh pula tidak mengangkat tangan.
Akan tetapi mengharuskan berdo’a setiap selesai sholat fardhu dengan mengangkat tangan, maka berarti orang itu tidak paham karena ia telah berpegang pada sesuatu yang dho’ĩf.
Kedua, Muttawatir dari sisi Lafadz adalah seperti yang kita temukan pada Hadits “Innamã a’mãlu binniyãt” (إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ). Lafadz Hadits-nya adalah memang seperti itu.
Adapun Hadits tentang Al Haudh, baik secara Lafadz maupun secara Ma’na adalah Muttawatir. Berarti status Haditsnya lebih tinggi daripada Hadits yang lainnya.
Demikian menurut pembuktian para ‘Ulama Ahlus Sunnah atas Hadits tentang Al Haudh (Telaga) Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم ini (sebagaimana dijelaskan dalam Kitab “Al-Buhũr az-Zãkhiroh fî ‘Ulũm al-‘Ãkhiroh” oleh Al Imãm As-Saffãrĩny Jilid I halaman 747), dimana yang meriwayatkan tentang Al Haudh (Telaga) dari kalangan para Shohabat itu adalah tidak kurang dari 50 (lima puluh) orang Shohabat.
Dalam Ilmu Hadits, apabila suatu Hadits itu diriwayatkan oleh tiga orang lebih, maka Hadits itu termasuk Muttawatir. Jadi, apalagi bila suatu Hadits itu diriwayatkannya oleh tujuh, sembilan, sebelas, lima belas, dua puluh satu apalagi sampai diriwayatkan oleh lima puluh orang Shohabat, maka Hadits tersebut sudah tentu termasuk Muttawatir. Asalkan setiap peringkat rowi ke rowi-nya selalu dalam keadaan demikian, maka Hadits itu disebut Muttawatir.
Dan ternyata ada lima puluh orang Shohabat meriwayatkan Hadits tentang Al Haudh (Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم) ini. Diantara para Shohabat yang meriwayatkan tersebut antara lain adalah : Abu Bakar As Siddĩq, ‘Umar bin Khoththõb, ‘Utsman bin ‘Affãn, ‘Ali bin Abi Thõlib, ‘Abdullõh bin Mas’ũd, ‘Abdullõh bin ‘Abbas, ‘Abdullõh bin ‘Umar, Abu Dzar Al Ghifari رضي الله عنهم dan lain-lain. Itulah para Shohabat yang terkemuka, yang dekat dengan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم setiap saatnya, dan mereka itu semuanya meriwayatkan Hadits tentang Al Haudh. Oleh karena itu, Hadits tentang Al Haudh tidak bisa disangkal lagi.
Bahkan dalam suatu Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm Abu Dãwud bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم mengulang-ulangnya, tidak hanya sekali-dua kali, tetapi diulang berkali-kali dan bukan hanya kepada seorang Shohabat saja, melainkan kepada banyak para Shohabat. Sehingga wajar apabila dalam bahasan kita terhadap Hadits-Hadits itu nanti, maka akan kita temukan bahwa Lafadz Hadits-Hadits tentang Al Haudh ini ada beberapa yang satu sama lainnya saling menafsirkan namun berbeda pengucapannya, tetapi pada hakekatnya adalah sama.
Sekali lagi, bahwa Hadits tentang Al Haudh ini tidak boleh ada keraguan tentangnya sedikitpun. Ia adalah yakin, pasti, shohĩh karena hukumnya adalah Muttawatir (baik secara Ma’na maupun secara Lafadz) karena tidak kurang dari 80 shohabat telah meriwayatkan tentang hadits ini sebagaimana telah diteliti oleh banyak ulama dari kalangan mutakhkhirĩn. Jadi tidak boleh ada kaum Muslimin yang meragukannya.
Sebagai contoh adalah tentang perkara Adzab Kubur. Ada sebagian orang yang meragukan adanya Adzab Kubur itu. Berarti orang tersebut adalah tidak tahu tentang Hadits-Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, karena Hadits tentang Adzab Kubur tersebut adalah Muttawatir.
Contoh lain adalah tentang Imãm Mahdi. Hadits tentang Imãm Mahdi adalah Muttawatir. Sehingga apabila ada orang yang ragu tentang akan adanya Imãm Mahdi, berarti ia termasuk jãhil (bodoh) tidak paham terhadap Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Demikian pula tentang Al Haudh ini. Haditsnya Muttawatir. Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم diberi Telaga (Al Haudh) oleh Allõh سبحانه وتعالى.
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qudamah Al Maqdisi رحمه الله dalam kitab beliau “Lum’atul I’tiqod” halaman 40 bahwa:
“Dan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم mempunyai Telaga (Al Haudh) pada hari Kiamat, airnya lebih putih daripada susu, rasanya lebih manis daripada madu, jumlah gelasnya sebanyak bilangan bintang di langit. Barangsiapa yang meminumnya satu teguk maka ia tidak akan merasa haus selama-lamanya.”
Dalam penelitian terakhir, para ‘Ulama seperti Syaikh ‘Utsmãn Ãli Khomĩs mengatakan bahwa:
“Hadits tentang Al Haudh adalah banyak, sampai pada derajat Mutawatir. Telah dijelaskan yang demikian itu oleh ahli ’ilmu, antara lain adalah Al Qurthubi رحمه الله dalam Kitab beliau (berjudul) “Fil Mufhim”.”
Sebagaimana dijelaskan pula oleh Ibnul Hajar Al Asqolãni رحمه الله dalam “Fat-hul Bãri”, Ibnul Katsĩr رحمه الله dalam “Al Bidãyah Wan Nihãyah”, dan Al Qõdhi ‘Iyyãdh رحمه الله dalam “Syarah Muslim”, dan Ibnu Abi ‘Ãsim رحمه الله dalam Kitab berjudul “As Sunnah”. Semuanya itu merupakan pernyataan para ‘Ulama Ahlus Sunnah yang menjelaskan derajat Muttawatir-nya Hadits tentang Al Haudh.
Kapan Al Haudh akan terjadi ?
Menurut para ‘Ulama Ahlus Sunnah ada beberapa versi penjelasan tentang Al Haudh.
Pertama, ada yang mengatakan bahwa Al Haudh (Telaga) itu terjadi sebelum Ash Shiroth (Jembatan).
Jumhur ‘Ulama Ahlus Sunnah mengatakan bahwa Al Haudh itu adanya adalah sebelum Ash Shiroth. Hal itu disebabkan karena Hadits-Hadits yang menjelaskan tentang gambaran Al Haudh bahwa diantara manusia ada yang ditolak, diusir, dihardik dan tidak boleh meminum Al Haudh, mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.
Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 7049 dan Al Imãm Muslim no: 2297, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Umar رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ وَلأُنَازِعَنَّ أَقْوَامًا ثُمَّ لأُغْلَبَنَّ عَلَيْهِمْ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِى أَصْحَابِى. فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Artinya:
“Aku akan mendahului kalian sampai di Al Haudh dan akan dihadapkan kepadaku beberapa orang dari kalian, kemudian ketika aku memberi minum mereka, mereka terhalau dariku maka aku bertanya “Wahai Robb-ku mereka itu shohabat-shohabatku.”
Dia menjawab, “Engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu”.
Juga dalam Hadits Shohĩh Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 6593, dan Al Imãm Muslim no: 2293, dari Asma’ binti Abu Bakar رضي الله عنهما, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنِّى عَلَى الْحَوْضِ حَتَّى أَنْظُرَ مَنْ يَرِدُ عَلَىَّ مِنْكُمْ وَسَيُؤْخَذُ أُنَاسٌ دُونِى فَأَقُولُ يَا رَبِّ مِنِّى وَمِنْ أُمَّتِى. فَيُقَالُ أَمَا شَعَرْتَ مَا عَمِلُوا بَعْدَكَ وَاللَّهِ مَا بَرِحُوا بَعْدَكَ يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ
Artinya:
“Sesungguhnya aku akan berdiri di atas Telaga (Al Haudh) sehingga aku akan melihat beberapa orang akan datang kepadaku diantara kalian, dan beberapa manusia dihalau dariku, dan aku akan berkata, “Ya Robb, mereka dariku, dari ummatku.”
Kemudian akan dikatakan, “Apakah kamu mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu? Demi Allõh, mereka telah berbalik ke belakang (murtad).”
Apa yang terjadi setelah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم wafat, walaupun pada mulanya mereka Shohabat, tetapi karena akhirnya keluar dari ajaran beliau صلى الله عليه وسلم, bahkan mungkin menjadi murtad, maka mereka bukanlah orang yang berhak untuk menikmati Telaga (Al Haudh).
Dan yang disebut sebagai “Shohabat” adalah “orang-orang yang hidup semasa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, bertemu dengan beliau صلى الله عليه وسلم, kemudian ia beriman kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم serta ajarannya dan mati dalam meyakini ajaran beliau صلى الله عليه وسلم”.
Tetapi bila mereka beriman tetapi setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم wafat, lalu ia mengingkari ajaran beliau صلى الله عليه وسلم, maka ia bukanlah “Shohabat”. Sebagai contohnya adalah orang-orang yang diperangi oleh Khalĩfah Abubakar As Siddĩq رضي الله عنه ketika mereka menolak untuk membayar zakat, atau orang-orang seperti Musailamah Al Kadzdzãb (orang yang mengaku nabi) dan sejenisnya; maka mereka adalah orang-orang yang murtad.
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم memang tidak tahu apa yang terjadi sepeninggal beliau صلى الله عليه وسلم, maka dijawab ketika itu oleh Allõh سبحانه وتعالى : “Kamu tidak tahu apa yang dia ada-adakan sesudahmu”. Oleh karena itu mereka tidak berhak untuk bisa meminum air telaga Al Haudh.
Kedua, ada pula penjelasan ‘Ulama Ahlus Sunnah bahwa yang dimaksud dengan Al Haudh itu ada sebelum Ash Shiroth dan ada sesudah Ash Shiroth. Jadi ada dua Telaga yaitu: Telaga sebelum Ash Shiroth dan Telaga sesudah Ash Shiroth.
Barangsiapa yang meminum air Telaga sebelum Ash Shiroth kemudian ia diambil untuk diadzab, maka ia akan selamat setelah itu. Lalu para ‘Ulama berbeda pendapat lagi, apakah Al Haudh itu sebelum Al Mizan ataukah sesudah Al Mizan. Karena ada yang mengatakan sesudah Al Mizan barulah ada Al Haudh. Jadi Ash Shiroth – kemudian Al Mizan – kemudian Al Haudh, tetapi ‘Ulama yang lain mengatakan Al Kautsar (Al Haudh) adalah sebelum Al Mizan. Yang kebanyakan dari mereka (‘Ulama) mengatakan bahwa urutannya adalah Ash Shiroth – Al Mizan – Al Haudh.
Kata mereka bahwa Al Haudh adalah setelah Ash Shiroth – kemudian Al Mizan – kemudian Al Haudh. Setelah Al Mizan ada shirõth yaitu suatu lapangan luas yang tidak beratap, manusia semuanya menunggu, karena Allõh سبحانه وتعالى akan datang kepada mereka untuk memutuskan siapa yang akan masuk surga dan siapa yang masuk neraka. Itu semua adanya di negeri Akhirat.
Yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Al Imãm Al Qurthubi رحمه الله, juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله. Dimana dalam hal ini antara lain dikatakan oleh Al Imãm Al Qurthubi رحمه الله dalam Kitab beliau yang bernama “At Taghiroh” bahwa Al Haudh adalah sebelum Ash Shiroth. Karena ketika manusia keluar dari kuburan dalam keadaan haus maka mereka akan memenuhi Padang Mauqif (Padang Mahsyar). Manusia akan sangat haus dan membutuhkan minum, maka bila ketika itu diberi minum adalah sangat sesuai. Hal itu menunjukkan kesesuaian, apabila manusia ketika merasa sangat haus lalu diberikan minum sebelum Al Mizan, maka itu adalah bagian dari pemuliaan Allõh سبحانه وتعالى terhadap Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dan ummatnya.
Telaga Nabi صلى الله عليه وسلم dan Nabi-Nabi sebelumnya
Ada di dalam Hadits bahwa sesungguhnya setiap Nabi mempunyai telaga. Hal itu adalah sebagaimana diberitakan dalam Hadits Riwayat Al Imãm At Turmudzy no: 2443, di-shohĩh-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny, dari Shohabat Samuroh Ibnu Jundub رضي الله عنه bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوْضًا، وَإِنَّهُمْ يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةً، وَإِنِّي أَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ وَارِدَةً
Artinya:
“Sesungguhnya setiap nabi memiliki telaga. Dan mereka saling membanggakan siapakah yang telaganya paling banyak dikunjungi. Aku berharap telagakulah yang paling banyak pengunjungnya.”
Dan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 247, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسل bersabda:
إِنَّ حَوْضِى أَبْعَدُ مِنْ أَيْلَةَ مِنْ عَدَنٍ لَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ الثَّلْجِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ بِاللَّبَنِ وَلآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ النُّجُومِ وَإِنِّى لأَصُدُّ النَّاسَ عَنْهُ كَمَا يَصُدُّ الرَّجُلُ إِبِلَ النَّاسِ عَنْ حَوْضِهِ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَعْرِفُنَا يَوْمَئِذٍ قَالَ « نَعَمْ لَكُمْ سِيمَا لَيْسَتْ لأَحَدٍ مِنَ الأُمَمِ تَرِدُونَ عَلَىَّ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ
Artinya:
“Sesungguhnya telagaku sejauh jarak dari Ailah (Palestina) dan ‘Adn (Yaman). Airnya lebih putih dari salju, lebih manis dari madu dengan susu. Bilangan bejananya lebih banyak dari bilangan bintang. Dan aku akan menghalaunya sebagaimana seseorang menghalau orang dari telaganya.”
Para Shohabat bertanya, “Ya Rosũlullõh, apakah engkau mengenali kami pada hari itu?”
Beliau صلى الله عليه وسل menjawab, “Ya, kalian memiliki tanda yang tidak satu ummat pun memilikinya. Kalian akan mendatangi telagaku dalam keadaan wajah kalian berseri-seri dari tanda bekas berwudhu.”
Kita (ummat Islam) akan dikenal oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم karena seringnya berwudhu dengan benar. Karena tanda wudhu itu merupakan identitas kita bahwa kita adalah ummat Muhammad Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, yang akan dipanggil untuk dibolehkan meminum air Telaga (Al Haudh).
Bagaimana tentang Telaga itu ?
Telaga itu bisa ditinjau dari beberapa sisi:
1) Dari sisi bentuknya, ukurannya
Di dalam riwayat-riwayat hadits disebutkan bahwa Telaga (Al Haudh) itu berbentuk segi empat (murobba’). Panjang sisi-sisinya sama.
Hal itu adalah sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 2292, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Amr رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõhصلى الله عليه وسلم bersabda:
حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ, وَزَوَايَاهُ سَوَاءٌ
Artinya:
“Telagaku itu sejarak satu bulan, tepi-tepinya juga sejarak itu.”
Yang dimaksudkan Hadits tersebut menurut penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah adalah bahwa panjang sisi telaga itu adalah sejarak perjalanan dengan onta (– Yang bisa dihitung secara kasar, bila onta berjalan 1 jam bisa menempuh rata-rata 5 Km, dan setiap hari onta berjalan selama 10 jam, maka setiap hari onta tersebut bisa menempuh jarak 50 Km. Dalam sebulan kira-kira bisa menempuh 30 X 50 Km = 1.500 Km. Jadi kira-kira panjang Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم adalah sekitar 1.500 Km dan lebarnya adalah sama dengan panjangnya – pen.).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa panjang sisi-sisi Telaga Rosũlullõh صلىالله عليه وسلم sama dengan jarak dari Makkah ke Baitul Maqdis. Hal itu adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ãshim رحمه الله dalam Kitab “As Sunnah” no: 723, dari Shohabat Abu Sã’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
إِنَّ لِي حَوْضًا طُولُهُ مَا بَيْنَ الْكَعْبَةِ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ وَإِنِّي لأَكْثَرُ الأَنْبِيَاءِ تَبَعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya:
“Sesungguhnya panjang telagaku antara Makkah ke Baitul Maqdis. Lebih putih dari susu. Bejananya sebanyak bilangan bintang di langit. Sungguh aku diantara para Nabi yang paling banyak pengikutnya di hari Kiamat.”
Dan dalam kenyataannya setelah dihitung ukuran jarak antara Makkah sampai Baitul Maqdis adalah berjarak sekitar 1.500 Km.
Kemudian dalam Hadits yang lain juga dikatakan bahwa panjang Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم itu adalah sama dengan jarak antara Madinah sampai Oman (kira-kira 1.500 Km). Atau sejauh antara Madinah dengan Shon’a (Yaman). Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 6580 dan Al Imãm Muslim no: 2303, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ قَدْرَ حَوْضِي كَمَا بَيْنَ أَيْلَةَ وَصَنْعَاءَ مِنَ الْيَمَنِ وَإِنَّ فِيهِ مِنَ الأَبَارِيقِ كَعَدَدِ نُجُومِ السَّمَاءِ
Artinya:
“Sesungguhnya ukuran telagaku sebagaimana dari Ailah (Palestina) dan Shon’a (Yaman). Padanya terdapat bejana sebanyak bilangan bintang di langit.”
2) Tempat Telaga (Al Haudh) berada
Tempat Al Haudh adalah berada di atas “bumi yang telah ditukar” (–jadi bukan diatas bumi yang kita diami di dunia ini – pen.).
Sesuai dengan QS. Ibrõhim (14) ayat 48 bahwa hari itu hamparan tanahnya sudah diganti oleh Allõh سبحانه وتعالى dengan hamparan yang baru, sesuai dengan keadaan Hari Kiamat (di Padang Mahsyar), Telaga (Al Haudh) itu akan berada di atas permukaan tanah yang berbeda dengan permukaan bumi yang kita diami sekarang.
Perhatikanlah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Ibrõhim (14) ayat 48 berikut ini:
يَوْمَ تُبَدَّلُ الأَرْضُ غَيْرَ الأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ وَبَرَزُواْ للّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
Artinya:
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allõh yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.”
3) Telaga (Al Haudh) ditinjau dari sisi Bejana-nya
Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم paling banyak pengunjung yang akan mereguk airnya, maka gelas-gelas yang tersedia di sana pun amatlah banyak.
Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 7579 dan Al Imãm Muslim no: 2292 dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلاَ يَظْمَأُ أَبَدًا
Artinya:
“Airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih harum dibandingkan minyak misik. Bejananya bagaikan bintang-bintang di langit. Barang siapa minum darinya; niscaya ia tidak akan pernah merasa dahaga selamanya!”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imãm Ahmad no: 6162, dari Shohabat Ibnu ‘Umar رضي الله عنه, dan sanadnya di-shohĩh-kan oleh Al Imãm Al Hãkim, dimana Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَكْوَابُهُ مِثْلُ نُجُومِ السَّمَاء
Artinya:
“Gelas-gelas telagaku sebanyak bintang-bintang di langit.”
Para ‘Ulama Ahlus Sunnah meninjau kata “sama dengan bintang-bintang di langit” itu adalah dari segi banyaknya dan dari segi kualitas. Sebagian ‘Ulama Ahlus Sunnah lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “sama dengan bintang-bintang di langit” adalah banyaknya (jumlahnya).
Dengan demikian berarti bahwa banyaknya gelas / bejana di Telaga (Al Haudh) adalah sama dengan banyaknya bilangan bintang di langit. Semua itu merupakan tanda kebesaran Allõh سبحانه وتعالى.
Sementara ada pula pendapat ‘Ulama Ahlus Sunnah yang lainnya bahwa yang dimaksud dengan “sama dengan bintang-bintang di langit” adalah dari sisi cemerlangnya, jernihnya, bersinarnya, terangnya adalah seterang bintang-bintang di langit.
4) Telaga Al Haudh ditinjau dari sisi airnya
Dalam Hadits Riwayat Al Imãm At Turmudzy no: 3361 dan kata beliau Hadits ini Hasan Shohĩh, juga di-shohĩh-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Umar رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
الكوثر نهر في الجنة حافتاه من ذهب ومجراه على الدر والياقوت تربته أطيب من المسك وماؤه أحلى من العسل وأبيض من الثلج
Artinya:
“Al Kautsar adalah sungai di surga. Tepiannya terbuat dari emas. Salurannya adalah mutiara dan batu permata. Tanahnya lebih harum dari misik. Airnya lebih manis dari madu dan lebih putih dari salju.”
Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 2292, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Umar رضي الله عنه juga, dijelaskan dengan lafadz :
أَبْيَضُ مِنَ الْوَرِقِ
Artinya:
“… lebih putih daripada perak.”
Dan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 7579 dan Al Imãm Muslim no: 2292 dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلاَ يَظْمَأُ أَبَدًا
Artinya:
“Airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih harum dibandingkan minyak misik. Bejananya bagaikan bintang-bintang di langit. Barang siapa minum darinya; niscaya ia tidak akan pernah merasa dahaga selamanya!”
Juga dalam Hadits yang lain yakni Hadits Riwayat Al Imãm Ahmad no: 6162, dan sanadnya di-Hasan-kan oleh Al Mundziry dalam “At-Targhĩb wa at-Tarhĩb” (Jilid 3 halaman 1310) no: 5194, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَبْرَدُ مِنْ الثَّلْجِ، وَأَحْلَى مِنْ الْعَسَل
Artinya:
“(Airnya) lebih dingin dari es dan lebih manis dari madu.”
5) Darimana sumber air Telaga (Al Haudh) itu?
Dijelaskan bahwa air Al Haudh itu berasal dari Al Kautsar, yaitu sungai yang terdapat di dalam surga. Akan tersalur dari sungai yang di surga itu melalui Mizãb (kran, saluran, pancuran).
Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 2301, dari Shohabat Tsauban رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنْ الْجَنَّةِ؛ أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ، وَالْآخَرُ مِنْ وَرِقٍ
Artinya:
“Air mengalir dengan deras ke dalamnya melalui dua pancuran dari surga. Salah satunya terbuat dari emas dan yang kedua dari perak.”
Penghalang seseorang dari Al Haudh
Ummat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم berhak untuk meminum air dari Telaga (Al Haudh) itu. Tetapi ternyata tidak sedikit dari ummat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang akan dilarang dan akan diusir, dihardik bahkan akan ditolak untuk meminum air Telaga itu. Sebabnya adalah :
1. Orang yang murtad dari kalangan Shohabat, yaitu orang murtad setelah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم wafat. Contohnya adalah seperti para pengikut Musailamah Al Kadzdzaab (Nabi palsu) atau para pengikut Abu Sujjah — seorang nabi palsu –. Atau mereka yang tadinya dari kalangan Shohabat kemudian setelah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم wafat, mereka menjadi murtad dan kãfir, tetapi jumlah mereka yang seperti itu adalah sangat sedikit.
2. Orang-orang yang munãfiq.
Diantara dalilnya adalah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Muhammad (47) ayat 30:
وَلَوْ نَشَاء لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَعْمَالَكُمْ
Artinya:
“Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allõh mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.”
3. Para pelaku Bid’ah, yaitu orang-orang yang mengada-ada hal yang baru dalam perkara dien setelah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم wafat.
Mereka mengatakan: “Ini adalah bagian dari Islam”, padahal Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mengajarkannya kepada ummatnya.
Perhatikanlah apa yang diberitakan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 7050, dari Shohabat Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ فَمَنْ وَرَدَهُ شَرِبَ مِنْهُ وَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهُ أَبَدًا لَيَرِدُ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ قَالَ أَبُو حَازِمٍ فَسَمِعَنِي النُّعْمَانُ بْنُ أَبِي عَيَّاشٍ وَأَنَا أُحَدِّثُهُمْ هَذَا فَقَالَ هَكَذَا سَمِعْتَ سَهْلًا فَقُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَأَنَا أَشْهَدُ عَلَى أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ لَسَمِعْتُهُ يَزِيدُ فِيهِ قَالَ إِنَّهُمْ مِنِّي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِي
Artinya:
“Aku akan mendahului kalian tiba di Haudh (telaga Al Kautsar). Barangsiapa yang tiba disana, pasti minum dan siapa saja yang minum darinya, pasti tidak akan dahaga selama-lamanya. Akan datang kepadaku sejumlah ummatku, aku mengenali mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian aku dipisahkan dari mereka.”
Abu Hazim berkata, “An Nu’man bin Abi ‘Ayyasy رضي الله عنه mendengarnya ketika aku sedang menyampaikan hadits ini kepada mereka. Beliau berkata, ‘Begitukah engkau mendengarnya dari Sahl bin Sa’ad?’”
“Benar!”, kataku.
Ia lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه menambahkan (apa yang ia dengar dari sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tersebut), “Sesungguhnya mereka dari ummatku.”
Lalu dikatakan kepadaku, “Engkau tidak tahu apa yang mereka tukar / ganti sepeninggalmu!”
Maka aku katakan, “Menjauhlah, menjauhlah! Bagi yang menukar-nukar dien sepeninggalku!”
Inilah bahayanya berbuat Bid’ah, karena bisa menyebabkan seseorang tertolak dari Telaga (Al Haudh) Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Janganlah kaum Muslimin menganggap remeh perkara Bid’ah ini, sehingga dengan bersikap kreatif (– kreatif yang keliru / tidak pada tempatnya – pen.) mereka lalu merasa boleh menambah-nambah dan mengurang-ngurangi dari apa yang telah menjadi Sunnah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم yang semestinya. Janganlah menganggap bahwa mengadakan perayaan Maulid Nabi, perayaan Isro’ Mi’roj, ataupun menyelipkan tambahan redaksi kata-kata kedalam dzikir ba’da sholat fardhu sambil ia menyatakan dan menganggap bahwa itu semua bagian daripada Islam, padahal Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم sendiri tidak pernah mengajarkan yang seperti itu; dan itu semua dianggapnya adalah sebagai suatu perkara yang ringan / remeh. Ketahuilah wahai kaum Muslimin, bahwa Bid’ah itu dapat menyebabkan seseorang tertolak dan diusir dari Telaga (Al Haudh). Sungguh itu semua bukanlah hal yang ringan / remeh, karena ia seyogyanya telah mengubah-ubah ajaran Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nashroni berbuat demikian kepada Nabi mereka pula.
Jadi koridornya adalah Al Haq (Kebenaran). Maka jika benar sesuai Al Qur’an dan As Sunnah, maka patuhilah; dan jika tidak benar (tidak sesuai Al Qur’an dan As Sunnah) maka janganlah dipatuhi. Sekalipun engkau sendirian didalam Al Haq (Kebenaran) itu, dan sekalipun engkau harus berlawanan arus dengan kebanyakan orang yang berada didalam kesesatan tersebut.
Perhatikanlah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’ãm (6) ayat 116:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللّهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ
Artinya:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allõh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allõh).”
Jadi didalam menjalankan dien ini, hendaknya bukan karena “ikut-ikutan kebanyakan orang”, karena kebanyakan orang justru berada dalam kesesatan sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat diatas. Adapun yang berada diatas Al Haq (Kebenaran) dan tepat diatas Al Qur’an dan As Sunnah itu justru sedikit jumlahnya.
Demikianlah, orang-orang seperti tersebut diatas akan terhalang dari meminum air Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, apakah mereka itu dari kelompok Rõfidhoh (Syi’ah), Khowarij, Mu’tazilah atau yang lainnya lagi yang masih banyak; yang melakukan berbagai jenis ke-Bid’ah-an. Kata para ‘Ulama Ahlus Sunnah, yang paling jelas (nyata) dari dalil tersebut bahwa yang dimaksud sebagai orang yang terhalang untuk meminum air Tegala (Al Haudh) adalah Ahlul Bid’ah.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk salah satu dari tiga golongan diatas. Mudah-mudahan Allõh سبحانه وتعالى menolong kita agar kita dapat termasuk orang yang diperbolehkan untuk menikmati air Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم itu.
Dan hendaknya kaum Muslimin memperhatikan pula peringatan yang telah disampaikan sebagaimana dalam Hadits Shohĩh yang diriwayatkan oleh Al Imãm At Turmudzy no: 2259, Al Imãm An Nasã’i no: 4207, Al Imãm Ibnu Hibban no: 279. dari Shohabat Ka’ab bin ‘Ujroh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبَهُمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ، وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ
Artinya:
“Akan ada nanti ’umaro (para pemimpin) yang fãsiq lagi dzolim. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan menolong kedzolimannya (atas rakyatnya), maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akan sampai pada Al-Haudl (Telaga).”
Bukankah di zaman kita hidup sekarang ini banyak pemimpin yang dzolim? Maka, sesungguhnya barangsiapa yang menolong para ‘umaro (pemimpin) yang dzolim itu maka dia pun terancam tidak akan meminum air dari Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Setelah dalil-dalil yang demikian jelas dan gamblang seperti tersebut diatas, tetapi masih saja orang tetap mengingkari Telaga (Al Haudh), maka mereka itu adalah :
- Mu’tazilah. Menurut bahasa sekarang adalah “kaum Rasionalis”, yaitu kelompok orang-orang yang mengutamakan akal saja sebagai dasar berpikir untuk memahami dien (agama). Mereka mengatakan bahwa Akal-lah yang harus dijadikan dasar untuk memahami Naql. Orang-orang semacam ini akan mengingkari adanya Ash Shiroth, akan men-ta’wil adanya Al Mizan, juga men-ta’wil adanya Shuhuf, dan termasuk akan mengingkari adanya Telaga (Al Haudh).
- Al Khowarij, yaitu orang-orang yang meng-kafirkan orang yang berbuat dosa. Bila ada seorang muslim yang berdosa dan dosanya besar, maka oleh orang Khowarij itu langsung saja dihukumi kafir dan di akhirat (menurut mereka Khowarij) adalah termasuk yang langsung mendapat ‘adzab neraka dan kekal di dalamnya. Itu menurut paham Al Khowarij. Dan itu tidak sesuai dengan apa yang terdapat dalam Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
- Rofidhoh (Syi’ah). Ini juga termasuk kelompok orang yang mengingkari adanya Telaga (Al Haudh). Bedanya adalah bahwa Syi’ah itu tidak mengingkari keberadaan Al Haudh-nya, tetapi mereka mengingkari orang-orang yang meminumnya. Karena mereka meyakini bahwa para Shohabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم murtad, dan murtad adalah kafir, kecuali beberapa orang saja menurut mereka. Sedangkan yang akan meminum Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم adalah hanya dari kalangan ummat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, maka yang dimaksudkan disitu (oleh Syi’ah) adalah ummat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم selain Shohabat. Jadi yang meminumnya itulah yang diingkari oleh orang Syi’ah, karena Syi’ah adalah kelompok yang termasuk mengkafirkan kebanyakan para Shohabat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Menurut ‘Ulama Ahlus Sunnah wal Jamã’ah, bahwa siapa yang meng-ingkari Al Haudh setelah ia mengetahui dan memahami dalil ini, maka ia terancam dihukumi sebagai kãfir karena berarti mengingkari mengingkari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kiat agar kita bisa menikmati Al Haudh
Jika kita ingin mendapatkan (meminum) air Telaga Al Haudh maka :
1. Tidak boleh menjadi orang yang merintis ke-Bid’ahan
Tidak boleh bergabung dengan komunitas orang-orang Ahlul Bid’ah dan janganlah melakukan ke-Bid’ah-an. Maka bila kita ingin berbicara atau beramal dalam perkara dien, tanyakan dahulu dalilnya. Apakah ada dalilnya dari Al Qur’an atau dari Sunnah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم? Apabila sesuatu itu tidak ada dalilnya, maka janganlah dilakukan. Karena tidak boleh Allõhسبحانه وتعالى diibadahi, kecuali dengan apa-apa yang telah disyari’atkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Hal itu adalah sebagaimana firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Isrõ’ [17] ayat 36:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
Artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ‘ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Berarti apabila kita meyakini bahwa ‘Ilmu adalah firman Allõh سبحانه وتعالى dan Sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, ketika sesuatu itu tidak ada landasannya dalam Al Qur’an dan tidak ada dalam Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dan orang yang mengajarkan pun tidak bisa membuktikan keberadaan / ke-shohĩh-an dalil itu dalam Al Qur’an maupun Hadits, maka kita tidak boleh mengikutinya dan kita tidak boleh pula bergabung dengan orang-orang yang demikian. Karena apabila bergabung dengan mereka, berarti kita itu rela untuk tidak diperbolehkan meminum air Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
2. Harus membersihkan hati dari dengki terhadap Ummat Terbaik (para Shohabat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم)
Siapa yang membenci atau mengkafirkan para Shohabat, maka ia tidak akan mendapatkan air Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 6171 dan Al Imãm Muslim no: 2639, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه, beliau mengatakan bahwa :
أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ مَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ ، وَلاَ صَوْمٍ ، وَلاَ صَدَقَةٍ وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قَالَ : أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Artinya:
Seseorang bertanya pada Nabi صلى الله عليه وسلم, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rosũlullõh?”
Beliau صلى الله عليه وسلم berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak sholat, banyak shoum dan banyak shodaqoh. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allõh dan Rosũl-Nya.”
Beliau صلى الله عليه وسلم berkata: “(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imãm At Turmudzy no: 2385, di-shohĩh-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny, dari Shohabat Anas Bin Mãlik رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ وَأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Artinya:
“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai.”
Maksudnya, kalau kita mencintai Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم berarti kita akan bersama beliau صلى الله عليه وسلم. Kalau beliau صلى الله عليه وسلم mencintai para Shohabatnya, seyogyanya pula kita sebagai ummat beliau صلى الله عليه وسلم mencintai para Shohabat pula. Maka kita tidak boleh terbersit sedikitpun membenci Abubakar As Siddĩq, ‘Umar bin Khoththõb رضي الله عنهما, dan semua para Shohabat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Seperti dikatakan oleh Al Imãm Mãlik رحمه الله, bahwa siapa yang membenci salah seorang Shohabat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, maka ia adalah Zindiq (Munãfiq).
Dan di akhirat ia akan terhalang, antara lain adalah terhalang dari meminum air Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
3. Tidak boleh memalsu
Yang dimaksud “memalsu” adalah antara lain dengan mengatakan bahwa sesuatu itu adalah bagian dari Islam, ini adalah Syi’ar Islam, ini adalah firman Allõh سبحانه وتعالى, ini adalah sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, ini adalah bagian dari ajaran Islam, padahal semua itu sesungguhnya tidak ada ajaran yang demikian dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Jadi perkara-perkara Bid’ah itu adalah diatasnamakan Islam, padahal Islam tidak pernah mengajarkan demikian.
4. Menjauhi daripada dosa besar atau dosa apa saja
Janganlah dekat-dekat atau hindarkanlah sejauh mungkin, bila kita tahu bahwa itu adalah suatu dosa. Janganlah kita melakukan dengan sengaja suatu perkara yang kita tahu bahwa itu adalah dosa. Apalagi jika seseorang melakukan terus-menerus perbuatan dosa itu. Maka yang demikian akan menghalanginya untuk meminum Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Itulah sekelumit tentang Al Haudh, Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم yang merupakan bagian dari kemuliaan ummat Islam. Dan mudah-mudahan kita dapat masuk kedalam golongan orang-orang yang memperoleh kenikmatan Al Haudh ini pada Hari Kiamat, karena dikala itu kita sangatlah membutuhkannya. Dikala kita sangat haus pada saat itu, maka mudah-mudahan Allõh سبحانه وتعالى memberikan kepada kita melalui Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, sebagaimana yang telah dijanjikan-Nya.
Sekian bahasan kita, mudah-mudahan ada manfaatnya.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 26 Dzulqo’dah 1429 H – 24 November 2008 M
—– 0O0 —–
Silakan download PDF : Al Haudh AQI 241108 FNL
Pa ustadz… minta izin di-save ya…. 🙂
Silakan saja… anda bisan mengcopy paste seluruh artikel ataupun mendownload seluruh audio suara yang ada pada Blog ini… Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
ustadz izin print out buat dibaca artikel Al-Haudh, Ash-Shiroth, Al Qonthoroh, Al Qishosh dan Asy Syafaa’ah
Barokalloohu fiika….
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Silakan saja… antum dapat mengcopy paste / menge-print seluruh artikel & mendownload seluruh audio ceramah yang ada pada Blog ini, serta menyebarluaskannya sebagai dakwah lillaahi ta’aalaa… Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika
Assalamu’alaikum Ustadz,
Saya Nasir dari Malaysia, Alhamdulillah syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’alaa kerana dengan izinNya saya telah menemukan blog ini. Saya mohon untuk menyalin artikel-artikel Ustadz untuk disebarkan agar lebih banyak umat islam yang akan mendapat manfaatnya.
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Silakan saja ya akhi… antum dapat mengcopy paste seluruh audio suara dan artikel yang ada pada Blog ini serta menyebarluaskannya Lillaahi Ta’aalaa… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika
Assalamu’alaikum Warahmatullah,
mohon ijin share/copy ya ustadz….
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiiki