Terbitnya Matahari dari Barat & Keluarnya Ad Daabbah
(Transkrip Ceramah AQI 120508)
TANDA QIYAMAH KUBRO (KIAMAT BESAR) : TERBITNYA MATAHARI DARI SEBELAH BARAT & KELUARNYA AD-DÃBBAH
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allõh سبحانه وتعالى,
Sebelum ini kita telah membahas Tanda-Tanda Qiyamah Kubro (Kiamat Besar), antara lain: Turunnya Imãm Mahdi, Munculnya Ad Dajjal, Turunnya ‘Isa Ibnu Maryam عليه السلام, dan Munculnya Ya’juj wa Ma’juj.
Setelah tanda-tanda tersebut, Tanda Kiamat Besar berikutnya adalah: “Terbitnya Matahari dari sebelah Barat”. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolãny رحمه الله berkata, “Bahwa keluarnya Dajjal adalah tanda besar pertama yang mengisyaratkan perubahan keadaan secara umum di muka bumi, dan hal itu berakhir dengan wafatnya Nabi ‘Isa عليه السلام. Sedangkan terbitnya matahari dari arah barat adalah tanda besar pertama yang mengisyaratkan perubahan alam atas (perubahan susunan tata surya), dan hal itu berakhir dengan datangnya Kiamat, dan aku kira keluarnya Ad-Dãbbah (– binatang melata dari perut bumi –) terjadi pada hari yaitu di mana matahari terbit dari barat.”
Selanjutnya beliau berkata, “Hikmahnya adalah bahwa ketika matahari terbit dari barat, pintu taubat ditutup, lalu Ad Dãbbah muncul. Ad Dãbbah ini akan membedakan antara seseorang sebagai mukmin atau kãfir, sebagai penyempurna dari tujuan penutupan pintu taubat; kemudian tanda pertama yang mengisyaratkan tegaknya Kiamat adalah api yang mengumpulkan manusia.”
Tentang “Terbitnya Matahari dari sebelah Barat”, perhatikanlah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’ãm (6) ayat 158 :
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ
Artinya:
“Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, atau kedatangan Tuhanmu atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu. Katakanlah, “Tunggulah! Kami pun menunggu.”
Yang dimaksud dengan: “… Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu…” pada ayat diatas adalah saat “Terbitnya Matahari dari Barat”.
Hal ini sebagaimana penjelasan dari banyak ‘Ulama Tafsĩr terhadap ayat ini, antara lain adalah penjelasan dari Al Imãm Ibnu Jarĩr Ath Thobari رحمه الله, dalam Kitab Tafsĩr-nya yaitu “Tafsĩr Ath Thobari” 12/247, beliau berkata: “Dan pendapat yang paling tepat tentang masalah itu, dengan didukung oleh banyak riwayat dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bahwa beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,
ذَلِكَ حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا.
Artinya:
“Hal itu terjadi ketika Matahari Terbit dari Barat.”
Berarti di dalam ayat diatas terdapat ancaman dari Allõh سبحانه وتعالى bahwa “deadline” (batas waktu terakhir) bagi seseorang untuk beriman pada Allõh سبحانه وتعالى itu adalah ketika “Matahari telah Terbit dari Barat”.
Hal ini juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 6506 dan Al Imãm Muslim no: 157, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنَ الْمَغْرِبِ، فَإِذَا طَلَعَتْ، فَرَآهَا النَّـاسُ؛ آمَنُوا أَجْمَعُوْنَ، فَذَلِكَ حِيْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا
Artinya:
“Tidak akan terjadi Kiamat sehingga matahari terbit dari sebelah barat, jika ia telah terbit, lalu manusia menyaksikannya, maka semua orang akan beriman, ketika itu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.”
Dan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 159, dari Shohabat Abu Dzar رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَتَدْرُونَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ؟ قَالُوا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: إِنَّ هَذِهِ تَجْرِي حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ، فَتَخِرُّ سَاجِدَةً، فَلاَ تَزَالُ كَذَلِكَ، حَتَّى يُقَالُ لَهَا: ارْتَفِعِي، ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ، فَتْرجِعُ فَتَصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلَعِهَا، ثُمَّ تَجِيءُ حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ، فَتَخِرُّ سَـاجِدَةً، فَلاَ تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّـى يُقَالُ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ، اِرْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ، فَتَرْجِعُ، فَتَصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلَعِهَا، ثُمَّ تَجْرِيْ لاَ يَسْتَنْكِرُ النَّاسُ مِنْهَا شَيْئًا، حَتَّـى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا ذَلِكَ تَحْتَ الْعَرْشِِ، فَيُقَالُ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ، أَصْبَحِيْ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ فَتَصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : أَتَدْرُونَ مَتَى ذَاكُمْ؟ ذَاكَ حِيْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيْمَانِهَا خيْرًا
Artinya:
“Tahukah kalian ke mana perginya matahari (saat itu)?”
Para Shohabat menjawab, “Allõh dan Rosũl-Nya lebih mengetahui.”
Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya matahari ini berjalan hingga sampai ke tempat menetapnya di bawah ‘Arsy, lalu dia tersungkur sujud, dan senantiasa demikian hingga dikatakan kepadanya, ‘Bangunlah! Kembalilah ke tempatmu pertama kali datang.’ Kemudian dia kembali datang di waktu pagi dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian dia berjalan hingga sampai ke tempat menetapnya di bawah ‘Arsy, lalu dia tersungkur sujud, dan senantiasa demikian hingga dikatakan kepadanya, ‘Bangunlah! Kembalilah ke tempatmu pertama kali datang.’ Kemudian dia kembali datang waktu pagi dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian dia berjalan lagi sementara manusia tidak mengingkarinya sedikit pun hingga dia kembali ke tempat menetapnya di bawah ‘Arsy, hingga dikatakan kepadanya, ‘Bangunlah! Terbitlah dari tempamu terbenam.’ Kemudian dia kembali datang di waktu pagi dan terbit dari tempat terbenamnya.’”
Selanjutnya Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Apakah kalian tahu kapan itu terjadi? Hal itu terjadi ketika tidak bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.”
Saling bersusulan waktunya dengan “Terbitnya matahari dari sebelah Barat” adalaha Tanda Kiamat Besar berikutnya yaitu “Khuruj Ad Dãbbah (Keluarnya Binatang Melata)”.
“Dãbbah” artinya: “segala sesuatu yang merangkak di atas bumi”. Tetapi untuk perkara ini, tidak akan dijelaskan apa arti “Ad Dãbbah” itu, karena para ‘Ulama Ahlus Sunnah-pun berbeda pendapat.
Perkara turunnya Ad Dãbbah ini tidak bisa dipahami dengan akal / rasio semata-mata; akan tetapi kita harus meyakininya dengan Iman, baik apakah perkara ini masuk akal ataukah tidak. Karena Allõh سبحانه وتعالى telah berfirman tentangnya di dalam Al Qur’an, misalnya pada Surat An Naml dan pada beberapa Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Dengan demikian, bahasan kali ini akan berisi beberapa perkara :
1) Dalil-dalil mengapa kita harus beriman kepada munculnya Ad Dãbbah, yang menyebabkan kita tidak boleh ragu dan harus yakin.
2) Apakah Ad Dãbbah itu.
3) Kapan keluarnya Ad Dãbbah.
4) Dari mana munculnya Ad Dãbbah.
5) Apa yang akan dilakukan oleh Ad Dãbbah.
Apa yang disampaikan diatas adalah disarikan dari Kitab “Asyrõtussã’ah” yang ditulis oleh Syaikh Yũsuf bin ‘Abdillãh bin Yũsuf Al Wãbil.
1) Beriman kepada “Ad Dãbbah”
Beriman kepada “Ad Dãbbah” merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari keimanan kita sebagai umat Muhammad صلى الله عليه وسلم. Sebagaimana kita meyakini adanya surga dan neraka, sebagaimana kita tahu adanya Mu’min dan adanya Kãfir, dan selanjutnya masih banyak perkara-perkara yang harus kita imani, diantaranya kita harus mengimani tentang adanya peristiwa yang akan terjadi di Akhir Zaman, yaitu keluarnya Ad Dãbbah. Dalam Al Qur’an Surat An Naml (27) ayat 82, Allõh سبحانه وتعالى berfirman :
وَإِذَا وَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ أَخْرَجْنَا لَهُمْ دَابَّةً مِّنَ الْأَرْضِ تُكَلِّمُهُمْ أَنَّ النَّاسَ كَانُوا بِآيَاتِنَا لَا يُوقِنُونَ
Artinya:
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.”
Maksudnya, jika telah tiba apa yang menjadi perkataan Allõh سبحانه وتعالى (– apa yang telah Allõh سبحانه وتعالى takdirkan –) terhadap jadwalnya, ketentuannya bahwa binatang (Ad Dãbbah) itu harus keluar ke muka bumi, maka akan keluar lah Ad Dãbbah tersebut tepat sesuai dengan kehendak Allõh سبحانه وتعالى terhadap mereka (terhadap baik manusia yang Mu’min maupun manusia yang Kãfir).
Kita sudah membahas dalam kajian-kajian kita yang lalu, bahwa di akhir zaman nanti, disaat terjadinya Hari Kiamat, maka sudah tidak ada lagi orang Mu’min yang hidup; karena Hari Kiamat hanyalah akan terjadi pada orang-orang yang jahat saja (– Haditsnya beberapa waktu lalu telah kita bahas –). Adapun, keluarnya Ad Dãbbah ini adalah pada masa menjelang terjadinya Hari Kiamat, akan tetapi ketika masih ada orang Mu’min yang hidup.
“Ad Dãbbah” dalam ayat tersebut maknanya bukan satu, melainkan sekelompok. Artinya, bisa berjumlah sangat banyak.
Menurut Syaikh ‘Abdurrohmaan As Sa’dy رحمه الله dalam Kitab “Taisĩr Al Kalĩm Ar Rohmãn” 1/610, yang dimaksud “Ad Dãbbah” adalah makhluq melata yang akan keluar di akhir zaman dan menjadi tanda Hari Kiamat, sebagaimana terdapat dalam banyak Hadits, betapapun tidak ada dalĩl yang menjelaskan bentuk wujudnya, atau dari jenis apa dia; namun ayat Al Qur’an telah menunjukkan bahwa Allõh سبحانه وتعالى akan mengeluarkannya bagi manusia dan bahwa Ad Dãbbah itu akan berbicara yang merupakan perkara yang luar biasa, dan menunjukkan kebenaran apa yang diberitakan oleh Allõh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an.
Lalu dijelaskan oleh Allõh سبحانه وتعالى dalam ayat diatas bahwa Ad Dãbbah itu keluar dari tanah; bukan dari rumah, kendaraan ataupun gedung.
2) Apa yang dilakukan oleh Ad Dãbbah?
Disebutkan dalam QS. An Naml (27) ayat 82 tersebut bahwa yang dilakukan oleh Ad Dãbbah adalah: “Tukallimuhum (تُكَلِّمُهُمْ) (berkalam, berbicara)”. Jadi Ad Dãbbah akan berbicara kepada manusia, bahwasanya manusia itu terhadap ayat-ayat Allõh سبحانه وتعالى adalah tidak yakin (tidak beriman). Itu diucapkan oleh Ad Dãbbah untuk memberi tahu kepada manusia bahwa penyebab kemunculannya adalah sebagai tanda bahwa akhir zaman sudah tiba dan bahwa manusia sudah semakin rusak, karena manusia tidak yakin terhadap apa-apa yang datang dari Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Jadi, kemunculan Ad Dãbbah merupakan pemberitahuan terhadap tanda telah dekatnya Hari Kiamat.
Al Imãm Al Baghowy رحمه الله dalam Kitab “Ma’ãlimut Tanzĩl” 6/177, menukil perkataan para Imãm tentang maksud “Tukallimuhum (تُكَلِّمُهُمْ) / “berbicara dengan mereka”, yaitu antara lain:
– Al Imãm As Suddy رحمه الله yang mengartikan “berbicara pada mereka”, bahwa agama-agama selain Islam adalah bãthil
– ‘Ulama lain mengatakan bahwa Ad Dãbbah akan berkata kepada seseorang “ini adalah mu’min” dan (berkata) kepada orang yang lain “ini adalah kãfir”
– Berkata sebagian ‘Ulama lain, “Bahwa manusia dulu tidak yakin”. Menurut Al Imãm Muqõtil رحمه الله, berbicaranya (Ad Dãbbah) dalam bahasa Arab, sedangkan Ad Dãbbah mengatakan bahwa sesungguhnya manusia tidak yakin dengan ayat-ayat Kami (Allõh سبحانه وتعالى) dan Ad Dãbbah memberitakan kepada manusia bahwa penghuni (bumi) tidak beriman kepada Al Qur’an dan Hari Kebangkitan.
Dan menurut Syaikh ‘Abdurrohmãn As Sa’dy رحمه الله sebagaimana dalam Kitab “Taisĩr Al Kalĩm Ar Rohmãn” 1/610, bahwa Ad Dãbbah akan berbicara pada manusia bahwa manusia semula tidak yakin dengan ayat Allõh سبحانه وتعالى karena kurangnya ilmu dan keyakinan mereka tentang ayat-ayat Allõh سبحانه وتعالى.
Sedangkan menurut ‘Ulama Ahlus Sunnah Al Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله, dalam Kitab beliau “An Nihãyah Fil Fitan wal Malãhim” 1/71, beliau menukil apa yang diriwayatkan pendahulunya yaitu Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Abbas رضي الله عنه, kata beliau bahwa kalimat “Tukalimuhum” dalam ayat tersebut (QS. An Naml (27) ayat 82) maknanya adalah: “Melukai mereka”. Binatang itu akan “menulis” pada setiap dahi manusia. Dahi orang Kãfir ditulis “Kãfir”. Pada dahi orang Mu’min akan ditulis “Mu’min”.
“Melukai” atau “menulis” pada dahi setiap manusia itu adalah sebagaimana orang yang men-tattõ tubuhnya. Karena sebetulnya men-tattõ tubuh itu hakekatnya adalah “melukai dengan bentuk tulisan atau gambar”. Dalam bahasa Arab disebut “Al Wasmu (الوشم)”. Dan itu sudah dikenal sejak dahulu kala.
Kalau tentang perkara tattõ, orang yang men-tattõ ataupun minta di-tattõ di dalam ajaran Islam itu adalah terkutuk. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 5931 dan Riwayat Al Imãm Muslim no: 2125, dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لعن الله الواشمات والمستوشمات …
Artinya:
“Terkutuklah orang yang men-tattõ dan yang minta di tattõ”.
(Kembali kepada bahasan kita tentang Ad Dãbbah), bahwa terdapat pula dalam riwayat yang lain dari Shohabat Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه, beliau mengatakan bahwa “Tukalimuhum” juga bermakna “Berbicara”, “Berkomunikasi dengan manusia”.
Al Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله dalam Kitab “Tafsĩr Ibnu Katsĩr” 6/210 kemudian menjelaskan bahwa Ad Dãbbah ini akan keluar di akhir zaman ketika manusia sudah semakin rusak. Ketika manusia sudah meninggalkan apa yang Allõh سبحانه وتعالى perintahkan kepada mereka. Dan ketika manusia sudah merubah (menukar) dien Islam yang benar (haq) menjadi dien yang bãthil.
Kata beliau Al Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله selanjutnya, bahwa Allõh سبحانه وتعالى mengeluarkan Ad Dãbbah dari bumi, lalu binatang itu akan berbicara kepada mereka (manusia).
Sebetulnya kalau kita perhatikan bahwa 3 (tiga) keadaan seperti disebutkan diatas, sekarang ini sudah mulai terjadi, yakni bahwa :
1) Manusia sekarang sudah semakin rusak,
2) Manusia sekarang semakin meninggalkan dienullõh.
3) Manusia sekarang sudah mulai menukar dienullõh yang haq dengan dien yang lain yang bãthil.
Pertama, Manusia sudah semakin rusak, karena mereka sudah banyak melakukan ma’shiyat. Misalnya, dengan perbuatan zina, maka penyakit menular pun merebak dimana-mana. Bukankah itu suatu kerusakan? Bahkan kelaparan di suatu negeri adalah diakibatkan oleh merebaknya perbuatan zina. Kemudian, ketika manusia juga sudah tidak berhukum dengan Hukum Allõh سبحانه وتعالى, maka menurut Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم mereka tidak akan merasakan kedamaian, karena akibat dari meninggalkan Hukum Allõh tersebut maka akan selalu terjadi kisruh, maupun cekcok diantara mereka.
Perhatikanlah Hadits berikut ini:
عن عطـاء بن أبى رباح عن عبد الله بن عمـر، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” يَا مَعْـشَرَ الْمُـهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِنِ ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ وَنَـزَلَ فِيْكُمْ أَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ :
1. لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِىْ قَوْمٍ قَطٌّ حَتَّى يَعْمَلُوْا بِهَا إِلاَّ ظَهَرَ فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمْ،
2. وَلَمْ يَنْقُصُوْا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوْا بِالسَّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ،
3. وَلَمْ يَمْنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ مُنِعُوْا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْ لاَ الْيَهَـائِمِ لَمْ يُمْطَرُوْا،
4. وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ إِلاَّ سَلَّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ مِنْ غَيْرِهِمْ وَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا كَانَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ،
5. وَمَا لَمْ يَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ إِلاَّ أَلْقَى اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ”
Artinya :
Dari ‘Atho Bin Abi Robbah رضي الله عنه dari ‘Abdullõh bin ‘Umar رضي الله عنه, telah bersabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم: “Wahai segenap muhajirin ada lima perkara jika kalian ditimpa olehnya dan terjadi ditengh-tengah kalian – Aku berlindung pada Allõh سبحانه وتعالى agar kalian tidak mengalaminya:
1) Tidaklah kekejian (zina) itu nampak pada suatu kaum sehingga mereka melakukannya, kecuali akan muncul ditengah-tengah mereka tho’un (penyakit menular) dan kelaparan yang belum pernah sedahsyat itu terjadi pada kaum-kaum sebelum mereka.
2) Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan ditimpa dengan kemarau panjang, beban hidup yang berat dan penguasa yang dzolim.
3) Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat, kecuali mereka akan dihalangi dari hujan atas mereka; dan jikalau bukan karena Allõh سبحانه وتعالى sayang pada binatang maka Allõh سبحانه وتعالى tidak akan turunkan hujan bagi mereka.
4) Tidaklah mereka membatalkan ikatan perjanjian mereka dengan Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya, kecuali musuh-musuh dari luar diri mereka akan menguasai mereka dan akan mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
5) Dan tidaklah para pemimpin mereka berhukum dengan kitab Allõh سبحانه وتعالى, kecuali dicampakkan di tengah-tengah mereka kecekcokan.”
(Hadits Riwayat Al Imãm Al Hãkim dalam “Al-Mustadrok” Kitab “Al-Fitan wal Malãhim” no: 8667, dan kata beliau sanadnya Shohĩh dan Al Imãm Adz-Dzahaby menyepakati-nya, juga Al Imãm Ibnu Mãjah dalam kitab yang sama no: 4019. Dan Syaikh Al-Albaany meng-Hasan-kan sanadnya sebagaimana dalam Silsilah Hadits Shohĩh-nya 1/167-169 no:106).
Apa yang diperintahkan oleh Allõh سبحانه وتعالى, malah mereka tinggalkan. Dan sekarang hal ini pun sudah terjadi. Lalu dienul Islãm yang benar diubah-ubah, diganti, dan ditukar-tukar; contohnya antara lain dengan merebaknya Bid’ah dimana-mana.
Seharusnya dalam keseharian kita, kita hendaknya menjalankan Syari’at Allõh سبحانه وتعالى, dari mulai perkara yang terkecil sampai dengan perkara yang terbesar. Jangan menganggap bahwa Islam itu cukup dijalankan hanya sebatas Sholat, Shoum, membayar Zakat dan melaksanakan Haji saja; lalu dalam perkara lainnya seperti ekonomi, sosial, kenegaraan dan sebagainya, kita enggan berhukum dengan Syari’at Allõh سبحانه وتعالى. Ini adalah ketimpangan. Padahal didalam Islam, kita dituntut untuk menjalankannya secara menyeluruh (Kãffah).
Kalau ada orang mengatakan IPOLEKSOSBUD (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya), maka seharusnya itu semua berlandaskan kepada firman Allõh سبحانه وتعالى dan sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Karena itu adalah merupakan pedoman hidup manusia, dan ketika hal itu tidak dipraktekkan, bahkan mereka lalu mempraktekkan IPOLEKSOSBUD yang bukan dari Allõh سبحانه وتعالى dan bukan dari Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم, tetapi menggunakan Undang-Undang buatan manusia, maka sesungguhnya yang demikian itu sudah bermakna mengubah, menukar atau mengganti dienullõh.
Bila yang demikian itu sudah semakin dahsyat terjadi pada suatu zaman, maka Allõh سبحانه وتعالى akan munculkan Ad Dãbbah itu.
Dalam tafsĩr yang lain dari Al Imãm Al Alũsy dalam kitab beliau yakni Kitab “Rũhul Ma’ãni”, dikatakan bahwa “Tukallimuhum” artinya: berbicara kepada manusia bahwa mereka tidak meyakini ayat-ayat Allõh سبحانه وتعالى yang memberitakan akan datangnya Hari Kiamat dan beberapa gejala-gejalanya, atau mereka tidak yakin dengan semua ayat, termasuk diantaranya ayat 82 Suroh An Naml tersebut diatas.
Dalam Hadits tentang akan keluarnya Ad Dãbbah, dijelaskan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم seperti diriwayatkan oleh Shohabat Abi Umãmah Al Bãhily رضي الله عنه, dimana Hadits ini riwayatnya tersambung pada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم atau Hadits Marfũ’an (مرفوعا), diriwayatkan oleh Al Imãm Ahmad no: 22362 dan menurut Syaikh Syu’aib Al Arnã’uth sanadnya shohĩh, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
تخرج الدابة فتسم الناس على خراطيمهم ثم يغمرون فيكم حتى يشترى الرجل البعير فيقول ممن اشتريته فيقول اشتريته من أحد المخطمين
Artinya:
“Kemudian keluar Ad Dãbbah lalu menulis pada muka (hidung dan dahi – orang kãfir–) dan ia akan menyebar ke seluruh muka bumi, sehingga apabila ada seorang laki-laki membeli unta kemudian ditanyakan kepada orang itu dari siapa ia membeli unta tersebut, maka ia akan mengatakan : “Dari salah seorang yang bertanda di mukanya”.
Hadits itu menunjukkan bahwa Ad Dãbbah akan keluar atas kehendak Allõh سبحانه وتعالى.
Dan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 2949, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ سِتًّا طُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا أَوْ الدُّخَانَ أَوْ الدَّجَّالَ أَوْ الدَّابَّةَ أَوْ خَاصَّةَ أَحَدِكُمْ أَوْ أَمْرَ الْعَامَّةِ
Artinya:
“Bersegeralah kalian melakukan amalan sebelum munculnya enam perkara: Terbitnya matahari dari sebelah Barat, Ad Dajjal, Ad Dukhãn, Ad Dãbbah atau terjadinya kematian atau terjadinya Hari Kiamat”.
Beriman kepada Hari Kiamat konsekuensinya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Hadits diatas yaitu: “Apa yang sudah kita persiapkan dalam menghadapi Hari Kiamat tersebut?”
Oleh karena itu, kita tidak perlu menunggu-nunggu munculnya perkara-perkara tersebut diatas, akan tetapi hendaknya kita segera bergegas untuk memperbanyak ber-amal shõlih. Dan pernah kita bahas tentang bahaya-nya At Taswĩf (yakni: menunda-nunda ber-amal shõlih, contohnya: “Nanti saja beramal shõlihnya, kalau sudah tua…” atau “Nantilah kalau sudah pensiun, sekarang masih banyak pekerjaan…..”, dsbnya). Itu adalah penyakit untuk menunda-nunda kebaikan yang sebenarnya ditularkan oleh syaithõn, dan kita hendaknya jangan sampai terkena penyakit tersebut.
Hadits ketiga adalah Hadĩts yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 2901 dalam shohĩh-nya, di Kitab “Al Fitan” (Fitnah) dan di Kitab “Asyrõtussã’ah”, dari salah seorang Shohabat bernama Hudzaifah Ibnu Usaid Al Ghifãri رضي الله عنه, beliau berkata:
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى غُرْفَةٍ وَنَحْنُ أَسْفَلَ مِنْهُ فَاطَّلَعَ إِلَيْنَا فَقَالَ « مَا تَذْكُرُونَ ». قُلْنَا السَّاعَةَ. قَالَ « إِنَّ السَّاعَةَ لاَ تَكُونُ حَتَّى تَكُونَ عَشْرُ آيَاتٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَالدُّخَانُ وَالدَّجَّالُ وَدَابَّةُ الأَرْضِ وَيَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قُعْرَةِ عَدَنٍ تَرْحَلُ النَّاسَ ». قَالَ شُعْبَةُ وَحَدَّثَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ رُفَيْعٍ عَنْ أَبِى الطُّفَيْلِ عَنْ أَبِى سَرِيحَةَ. مِثْلَ ذَلِكَ لاَ يَذْكُرُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ أَحَدُهُمَا فِى الْعَاشِرَةِ نُزُولُ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم-. وَقَالَ الآخَرُ وَرِيحٌ تُلْقِى النَّاسَ فِى الْبَحْرِ
Artinya:
“Suatu saat Nabi صلى الله عليه وسلم di kamarnya sedangkan kami di bagian kamar sebelah bawah beliau صلى الله عليه وسلم, lalu Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menengok kami dan bertanya: “Apa yang kalian perbincangkan?”
Kami (para Shohabat) menjawab: “Kami sedang mengingat As Sã’ah (Hari Kiamat)”.
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Hari Kiamat tidak akan terjadi, sehingga kalian melihat sebelumnya muncul sepuluh tanda-tandanya:
1) Terjadi tiga gerhana, terjadi di belahan timur, belahan barat dan di Jazirah Arab,
2) Dukhãn (asap),
3) Dajjal,
4) Dãbbah (hewan melata diatas muka bumi),
5) Ya’juj wa Ma’juj,
6) Terbit matahari dari barat,
7) Api keluar dari negeri Yaman, menggiring manusia ke tempat mereka dikumpulkan oleh Allõh سبحانه وتعالى
8) Turunnya ‘Isa putra Maryam عليه السلام.
Seorang perowi dalam Hadits ini menyebutkan: Turunnya ‘Isa bin Maryam عليه السلام, sedangkan yang lain menyebutkan: Angin yang akan menghempaskan manusia ke dalam lautan.”
Maka pada saatnya nanti binatang Ad Dãbbah akan muncul, dan kalau sudah muncul maka berarti Kiamat dalam waktu yang tidak lama akan terjadi. Mudah-mudahan kita diselamatkan oleh Allõh سبحانه وتعالى sebelum kemunculannya.
Lalu ada pula Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 2941, dari Shohabat ‘Abdullõh bin Amr bin Al ‘Ash رضي الله عنه, dimana beliau berkata: “Aku hafal dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم satu Hadits dan aku tidak pernah lupa sesudah itu, yaitu aku mendengar Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
إِنَّ أَوَّلَ الآيَاتِ خُرُوجًا طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوجُ الدَّابَّةِ عَلَى النَّاسِ ضُحًى وَأَيُّهُمَا مَا كَانَتْ قَبْلَ صَاحِبَتِهَا فَالأُخْرَى عَلَى إِثْرِهَا قَرِيبًا
Artinya:
“Sesungguhnya tanda yang pertama kali akan keluar adalah keluarnya matahari dari sebelah Barat. Lalu akan keluar Ad Dãbbah (binatang melata) dan keluarnya pada waktu Dhuha. Yang mana dari keduanya muncul, lalu akan muncul berikutnya.”
Maksudnya, tidak ada jeda antara waktu kemunculannya. Itulah beberapa landasan (dasar) bagi kita Ahlus Sunnah wal Jamã’ah untuk meyakini tentang Ad Dãbbah.
3) Apakah Ad Dãbbah itu ?
Para ‘Ulama Ahlus Sunnah menjelaskan kepada kita bahwa Ad Dãbbah pengertiannya ada enam:
a) Al Imãm Al Qurthubi رحمه الله, beliau رحمه الله mengatakan: “Pendapat yang paling utama untuk dijadikan pegangan bahwa yang dimaksud dengan Ad Dãbbah adalah Fasil (anak unta yang baru disapih dari induknya) milik Nabi Shõlih عليه السلام.”
Menurut Al Imãm Al Qurthubi رحمه الله pendapat ini adalah yang paling shohĩh — Wallõhu a’lam.
b) Ad Dãbbah adalah manusia yang bisa berbicara, mendebat orang-orang kãfir, mendebat orang-orang Ahlul-Bid’ah, mendebat para penebar dusta, dan dilakukan seterusnya seperti itu, sehingga yang menang adalah yang benar, dan yang kalah adalah kebãthilan. Maksudnya, Ad Dãbbah adalah manusia yang paham benar bagaimana menjatuhkan hujjah-hujjah dan argumentasi atas orang-orang kãfir dan Ahlul Bid’ah.
Tetapi pendapat ini tidak dibenarkan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah, sebagaimana kita temukan dalam perkataan Al Imãm As Sakhõwy, dll.
c) Ad Dãbbah adalah semua binatang yang melata yang merupakan bibit dari semua hewan. Tetapi pendapat ini tidak disebutkan apakah pendapat yang kuat atau tidak. Bahkan pendapat pertama yang lebih beliau رحمه الله kuatkan.
d) Ad Dãbbah adalah binatang ular, yang dikatakan sekarang terpendam dalam dinding Ka’bah. Yang dihukum ketika dahulu orang-orang Quraisy akan membangun Ka’bah, lalu ular itu melukai orang dan kemudian dihukum dengan dipendam di dalam bawah Ka’bah. Pendapat yang ini disebutkan oleh Al Imãm Asy Syaukãni رحمه الله dalam tafsirnya : Fat-hul Qodĩr.
e) Ad Dãbbah maknanya adalah binatang yang bertubuh tinggi, dan tingginya mencapai 60 kali 60 centimeter (36 meter).
f) Pendapat dari orang-orang Rasionalis, (dan pendapat ini dibantah oleh Syaikh Ahmad Syakĩr) bahwa Ad Dãbbah artinya: virus yang sangat membahayakan, yang bisa menyebabkan binasanya manusia.
Sebagaimana tadi telah dijelaskan diatas bahwa menurut Syaikh ‘Abdurrohmãn As Sa’di رحمه الله dalam Kitab “Taisĩr Al Kalĩm Ar Rohmãn” 1/610 yang dimaksud Ad Dãbbah adalah “apa saja yang melata di atas bumi, dikeluarkan pada akhir zaman sebagai tanda dekatnya hari Kiamat”, sebagaimana banyak Hadits menjelaskan tentang masalah itu. Dan kata beliau Syaikh ‘Abdurrohmãn As Sa’di رحمه الله (beliau seorang Mufassir), Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم tidak pernah menyebutkan bagaimana (seperti apa) binatang itu. Dalam hadits-hadits memang banyak disebutkan, tetapi tidak dijelaskan bagaimana sebetulnya binatang itu.
Kata beliau selanjutnya, yang disebutkan oleh Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم adalah lebih kepada dampaknya dari kemunculan Ad Dãbbah. Dan munculnya Ad Dãbbah itu merupakan tanda kebesaran Allõh سبحانه وتعالى, dimana Ad Dãbbah tersebut akan berbicara kepada manusia suatu perkataan yang luar biasa (ketika perkara itu sudah Allõh سبحانه وتعالى tetapkan kepada manusia), dimana ketika manusia mengadakan perkara-perkara yang palsu tentang ayat-ayat Allõh سبحانه وتعالى dan tentang dienullõh, maka kemunculan Ad Dãbbah itu akan merupakan bukti dan sebagai argumentasi bagi orang-orang yang beriman dan merupakan bantahan terhadap orang-orang yang menolak/ mengingkari ayat-ayat Allõh سبحانه وتعالى.
Di zaman kita hidup sekarang pun orang-orang sudah banyak yang semakin kãfir. Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu bukan Kalamullõh. Beberapa waktu lalu kita dengar di media massa bahwa di Semarang seorang dosen yang mengajar di IAIN (sekarang adalah UIN), dimana ayat-ayat Al Qur’an dituliskannya diatas kertas, lalu diinjaknya, untuk menunjukkan bahwa Al Qur’an itu bukan firman Allõh سبحانه وتعالى, melainkan adalah makhluk. Na’ũdzu billãhi min dzãlik. Mereka (orang-orang seperti itu) merupakan satu bagian dengan Jaringan Islam Liberal (JIL).
Belum lagi, sekarang pun sudah mulai ada orang-orang yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah manusia biasa, yang bisa salah, dan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah Nepotis, dsbnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh orang-orang seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) tersebut.
Berarti semakin banyak adanya orang-orang yang mengaku dirinya sebagai “Muslim”, akan tetapi mereka itu sudah mulai tidak meyakini kebenaran yang berasal dari Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم, dan mereka semakin giat membantah kebenaran-kebenaran yang berasal dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Ketika pembantahan-pembantahan seperti demikian semakin marak, maka tidak mustahil Allõh سبحانه وتعالى suatu saat nanti akan membuktikan kebenaran-Nya dan Allõh سبحانه وتعالى Maha Berkuasa.
Ingatlah wahai kaum Muslimin, tentang ‘Abdul Muththolib (kakek Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم) yang mana beliau adalah sebagai “Penjaga” Ka’bah, dan ketika itu beliau masih musyrik. Lalu Raja Abrãhah datang dari negeri Yaman, ia ingin memindahkan Ka’bah ke negeri Yaman, tetapi Allõh سبحانه وتعالى lah yang melindunginya, sehingga Allõh سبحانه وتعالى menurunkan burung Abãbil, untuk menumpas pasukan Abrãhah yang hendak menghancurkan Ka’bah itu. Padahal ketika itu belum lahir Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, artinya belum diturunkan Al Islãm. Hal ini diberitakan oleh Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Fĩl (105) ayat 1-5:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ ﴿١﴾ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ ﴿٢﴾ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْراً أَبَابِيلَ ﴿٣﴾ تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ ﴿٤﴾ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ ﴿٥﴾
Artinya:
(1) Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
(2) Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka`bah) itu sia-sia?,
(3) Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
(4) yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
(5) lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Bila sekarang sudah diturunkan dan diajarkan Al Islãm, lalu mereka masih menyeleweng, dan mereka tidak takut kepada Allõh سبحانه وتعالى, maka mereka seolah hendak menantang bukti dari Allõh سبحانه وتعالى, dan itu adalah kesombongan yang nyata. Na’ũdzu billãhi min dzãlik.
Dikatakan oleh penulis kitab tersebut yaitu Syaikh Yũsuf bin ‘Abdillãh bin Yũsuf Al Wãbil, kata beliau : “Adalah kewajiban bagi seorang Mu’min mengimani bahwa Allõh سبحانه وتعالى akan mengeluarkan binatang Ad Dãbbah berbeda dengan yang dikenal oleh orang, ia akan memberi cap-kãfir kepada orang kãfir dan memberi cap-Mu’min kepada orang yang beriman. Yang demikian itu merupakan bagian dari “Beriman kepada yang Ghoib” dimana Allõh سبحانه وتعالى memuji kepada orang-orang yang mengimani-Nya.”
Kesimpulannya :
Tentang Ad Dãbbah itu kita tidak perlu menyibukkan diri mencari bentuknya Ad Dãbbah itu seperti apa. Apakah ia sebagai Virus, atau apakah ia berupa Unta dll, tetapi sikap yang benar adalah: Serahkan saja hal itu kepada Allõh سبحانه وتعالى dan yang jelas adalah Ad Dãbbah itu akan dikeluarkan dari bumi, sebagai tanda dekatnya Hari Kiamat. Kita sebagai orang beriman harus mengimaninya sesuai dengan penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah diatas.
4) Kapan keluarnya binatang Ad Dãbbah?
Menurut pernyataan Al Imãm Ibnu Hajar Al Asqolãni رحمه الله dalam Kitab “Fathul Bãri” 11/353, beliau رحمه الله berkata :
“Yang bisa kita tarik sebagai kesimpulan dari sekian banyak berita bahwa keluarnya Dajjal merupakan bukti awal yang memberi tanda akan berubahnya keadaan yang umum dalam seluruh keberadaan bumi. Semua itu akan diakhiri oleh meninggalnya ‘Isa Ibnu Maryam عليه السلام, yaitu Nabi ‘Isa عليه السلام yang akan meninggal dan akan disholatkan oleh kaum Muslimin ketika itu.”
Selanjutnya kata beliau : “Terbitnya matahari dari sebelah Barat merupakan tanda kebesaran Allõh سبحانه وتعالى, tanda Hari Kiamat tentang akan terjadinya perubahan di alam semesta ini dan itu akan berakhir dengan terjadinya Hari Kiamat. Bisa jadi Ad Dãbbah akan keluar pada hari itu (ketika matahari terbit dari Barat), waktunya seperti disebutkan dalam Hadits yakni adalah pada waktu Dhuha”.
5) Dimana akan keluarnya Ad Dãbbah?
Disebutkan oleh Syaikh ‘Abdullõh bin Sulaiman Al Ghufaily dalam Kitab “Asyrõtussã’ah” halaman 211 bahwa ada dua penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah tentang masalah ini (– walaupun ada beberapa pendapat lainnya –), tetapi kedua penjelasan ini adalah lebih kuat.
Pendapat pertama, kata beliau رحمه الله, keluarnya Ad Dãbbah itu dari arah Jabal As Sofa (Bukit Sofa), atau di Masjidil Harom di Makkah Al Mukkarromah. Dimana hal ini dinyatakan oleh dua orang Shohabat yakni ‘Abdullõh bin ‘Umar bin Al Khoththõb رضي الله عنهما, dan juga dinyatakan oleh ‘Abdullõh bin Amr bin Al ‘Ash رضي الله عنهما. Dan ini ada riwayatnya, Marfũ’ Haditsnya, bahwa binatang Ad Dãbbah akan keluar dari Masjid paling besar, lalu mereka (manusia) menjadi terperanjat dan panik.
Pendapat kedua, mengatakan bahwa binatang Ad Dãbbah akan keluar tiga kali. Pertama, dari perkampungan yang sangat jauh (pegunungan). Kedua, keluar dari wadi-wadi, lembah-lembah di daerah Thaif (dekat Mekkah). Ketiga, keluarnya dari Mekkah. Itu dijelaskan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah, yakni Al Imãm As Sakhõwy رحمه الله.
Kemudian dijelaskan oleh Al Imãm Muhammad Siddĩq Hasan Khõn Al Qonuji رحمه الله, bahwa apabila digabungkan antara pendapat-pendapat diatas sebagaimana terdapat dalam Hadits-hadits baik yang Marfũ’ ataupun yang Mauqũf (Hadits yang riwayatnya tersambung sampai dengan Tãbi’ĩn), seperti dijelaskan oleh Al Imãm As Sakhõwy رحمه الله tersebut diatas dan yang lainnya. Dengan demikian, kalau ada dua pendapat maka yang dikuatkan melalui riwayat adalah pendapat yang pertama, yakni bahwa Ad Dãbbah itu akan keluar di Kota Mekkah.
6) Apa yang akan dilakukan oleh Ad Dãbbah?
Kata Al Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله dalam Kitab beliau “An Nihãyah Fil Fitan wal Malãhim” 1/71, menukil dari pendapat Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Abbas رضي الله عنه, seperti dijelaskan di awal bahwa makna “Tukallimuhum (تُكَلِّمُهُمْ)” artinya: melukai, maknanya menulis pada dahi, orang kãfir ditulisi “Kãfir”, dan orang beriman ditulis dahinya dengan “Mu’min”.
Dan diriwayatkan oleh Al Imãm Al Hãkim رحمه الله dalam Kitab “Al Mustadrok”-nya no: 8490 bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم memberitakan melalui Shohabat Abi Sarĩhah Al Anshõry رضي الله عنه, dimana Hadits ini menurut Al Imãm Al Hãkim رحمه الله sanad-nya shohĩh, bahwa Ad Dãbbah ini cepat sekali larinya, tidak ada yang bisa mengejar kecepatan larinya. Dan bila ada yang berusaha melarikan diri dari Ad Dãbbah, maka tidak ada yang bisa melepaskan diri dari kejaran Ad Dãbbah tersebut. Bahkan jika ada seorang yang berlindung daripadanya dengan sholat, maka Ad Dãbbah pun akan mendatanginya dari belakangnya dan mengatakan: “Ya Fulan, (– baru –) sekarang kamu sholat?” Kemudian orang tersebut pun diberikan cap pada wajahnya.
Berikut ini adalah riwayatnya:
عن أبي سريحة الأنصاري رضي الله عنه : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : يكون للدابة ثلاث خرجات من الدهر تخرج أول خرجة بأقصى اليمن فيفشو ذكرها بالبادية و لا يدخل ذكرها القرية يعني مكة ثم يمكث زمانا طويلا بعد ذلك ثم تخرج خرجة أخرى قريبا من مكة فينشر ذكرها في أهل البادية و ينشر ذكرها بمكة ثم تكمن زمانا طويلا ثم بينما الناس في أعظم المساجد حرمة و أحبها إلى الله و أكرمها على الله تعالى المسجد الحرام لم يرعهم إلا و هي في ناحية المسجد تدنو و تربو بين الركن الأسود و بين باب بني مخزوم عن يمين الخارج في وسط من ذلك فيرفض الناس عنها شتى و معا و يثب لها عصابة من المسلمين عرفوا أنهم لن يعجزوا الله فخرجت عليهم تنفض عن رأسها التراب فبدت بهم فجلت عن وجوههم حتى تركتها كأنها الكواكب الدرية ثم ولت في الأرض لا يدركها طالب و لا يعجزها هارب حتى أن الرجل ليتعوذ منها بالصلاة فتأتيه من خلفه فتقول : أي فلان الآن تصلي فيلتفت إليها فتسمه في وجهه ثم تذهب فيجاور الناس في ديارهم و يصطحبون في أسفارهم و يشتركون في الأموال يعرف المؤمن الكافر حتى أن الكافر يقول : يا مؤمن أقضني حقي و يقول المؤمن يا كافر أقضني حقي
Artinya:
Ad Dãbbah itu akan keluar 3 kali.
Yang pertama di ujung Yaman, sehingga tersebar beritanya di perkampungan (Yaman), namun tidak sampai beritanya ke Mekkah.
Beberapa lama kemudian Ad Dãbbah ini akan keluar lagi, yaitu di dekat Mekkah; maka tersebarlah berita di kawasan perkampungan disana dan beritanya pun sampai ke Mekkah.
Kemudian beberapa lama sesudahnya, adalah (keluar) di masjid teragung dan paling dicintai Allõh سبحانه وتعالى serta paling mulia, yaitu Masjidil Harom. Tiba-tiba di sudut masjid dekat antara Hajar Aswad dan pintu Bani Mahzum, dari arah kanan orang yang sedang keluar dari pintu itu; dari tengah-tengah itu muncullah (Ad Dãbbah) sehingga menghalangi orang-orang untuk keluar dari pintu tersebut.
Pada sekelompok kaum muslimin yang mengetahui bahwa tidak akan ada yang bisa mengalahkan Allõh سبحانه وتعالى; maka keluarlah Ad Dãbbah pada mereka. Pada kepala Ad Dãbbah masih terdapat tanah; muncul dan nampaklah ia pada orang-orang tersebut.
Ad Dãbbah ini lari dengan sangat cepatnya, dan tidak bisa dikejar, sehingga seseorang berlindung kepada Allõh سبحانه وتعالى dari Ad Dãbbah ini dengan sholat.
Lalu Ad Dãbbah ini datang dari belakangnya, sembari mengatakan, “Ya Fulan, baru sekarang kamu sholat?”
Lalu orang itu pun menoleh kepadanya, dan Ad Dãbbah itu mengusap wajah orang tersebut.
Kemudian ia pergi mengejar orang-orang di rumah-rumah mereka, sehingga orang-orang yang sedang safar pun kemudian saling bergabung dan saling bersekutu dalam harta.
Mu’min mengenali orang Kãfir, dan orang Kãfir pun berkata, “Ya Mu’min, tunaikan hakku.”
Dan Mu’min berkata, “Wahai orang Kãfir, tunaikanlah hakku.”
Kata Al Imãm Al Hãkim رحمه الله, sanad Hadits ini shohĩh, termasuk Hadits yang paling jelas dalam penyebutan Ad Dãbbah. Namun Al Imãm Al Bukhõry dan Al Imãm Muslim رحمهما الله tidak mengeluarkannya. Dan Al Imãm Adz Dzahaby رحمه الله memberi komentar bahwa pada Hadits ini terdapat perowi bernama Tholhah bin ‘Amr Al Hadromy yang para ‘Ulama men-dho’ĩf-kannya dan Al Imãm Ahmad رحمه الله juga meninggalkannya.
Munculnya Ad Dãbbah ini adalah fitnah yang termasuk besar, mudah-mudahan kita tidak mengalaminya, tetapi cukup mengetahuinya saja; karena hal ini memang diajarkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Intinya, ada pelajaran yang sangat berharga dalam masalah Ad Dãbbah ini, yaitu :
1) Kita harus meyakini perkara yang Ghoib yang telah diberitakan dalam Al Qur’an tersebut. Dan orang yang beriman kepada yang Ghoib ini dipuji oleh Allõh سبحانه وتعالى, karena mereka adalah orang yang beriman dengan sesungguhnya. Seringkali Allõh سبحانه وتعالى menyebutkan tentang perkara orang-orang yang beriman kepada yang Ghoib ini di dalam ayat-ayat-Nya. Bahkan Allõh سبحانه وتعالى sendiri adalah Ghoib.
Oleh karena itu, sesuatu yang Ghoib maka tidak bisa digali. Karena kita manusia diciptakan oleh Allõh سبحانه وتعالى di alam yang Dzohir, alam nyata. Alam nyata tidak bisa menerobos alam yang lain. Hanya Allõh سبحانه وتعالى yang Maha Mengetahui yang Ghoib tersebut. Adalah penting untuk kita camkan pada diri kita dan kita tancapkan pada diri kita bahwa ‘Aqĩdah Ahlus Sunnah wal Jamã’ah adalah bertumpu pada iman kepada sesuatu yang Ghoib. Bahkan ciri khas dari ‘Aqĩdah adalah Ghoib. Orang yang tidak beriman kepada yang Ghoib berarti dia sama dengan tidak beriman kepada banyak Firman Allõh سبحانه وتعالى dan banyak Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
2) Bahwa Allõh سبحانه وتعالى itu Maha Berkuasa. Karena ternyata alam semesta ini sudah dirancang dan didesain oleh Allõh سبحانه وتعالى, kapan terjadi Tanda Kiamat yang kecil, kapan Tanda-tanda Kiamat yang besar. Tanda Kiamat yang Besar pun sudah diprogram mana yang lebih dahulu muncul, kapan dan apa sebabnya muncul, dsbnya. Semuanya itu terpulang kepada Kehendak dan Kekuasaan Allõh سبحانه وتعالى.
3) Yang terpenting bagi kita adalah ketika kita membahas perkara-perkara dalam Islam yang berkaitan dengan masalah Ghoib, apalagi perkara Hari Kiamat, maka seperti sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم ketika beliau ditanya oleh para Shohabat : “Ya Rosũlullõh, kapan terjadinya Hari Kiamat?”.
Maka beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Apa yang sudah kalian persiapkan untuk menghadapi hari Kiamat itu ?”.
Dari Hadits tersebut dapatlah kita ambil pelajaran yang penting, yakni: “Apakah bekal kita menghadapi hari Kiamat, baik Qiyamah Kubro (Kiamat Besar) maupun Qiyamah Sughro (Kiamat Kecil atau Kematian)?”
Hendaknya hal ini lah yang perlu bagi kita untuk benar-benar mempersiapkannya.
4) Bahwa Hari Kiamat pasti akan datang dan akan terjadi, dengan idzin Allõh سبحانه وتعالى secara tiba-tiba.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
1) Disebutkan diatas bahwa binatang Ad Dãbbah yang muncul menjelang Hari Kiamat itu akan bisa berbicara (berkata-kata). Apakah semua manusia ketika itu bisa bertemu dengan Ad Dãbbah dan bisa berdialog dengannya?
2) Karena Ad Dãbbah itu makhluk, akhirnya ia akan berada di surga atau di neraka?
3) Ketika itu, peranan Malaikat yang mendoakan manusia untuk memohonkan ampun kepada Allõh سبحانه وتعالى, apakah peranan itu masih ada?
Jawaban:
1) Ad Dãbbah seperti dijelaskan diatas, akan mencoreng, menulisi muka orang, yang kãfir ditulisi mukanya dengan “Kãfir” dan orang yang beriman ditulisi pada mukanya “Mu’min”.
Apakah bisa terjadi berdialog antara Ad Dãbbah itu dengan manusia? Maka di dalam Hadits ataupun dalam penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah tidak ada keterangannya, maka saya pun tidak bisa menjelaskan hal tersebut, karena memang tidak ada penjelasannya. Wallõhu a’lam.
2) Tentang akhirnya Ad Dãbbah itu masuk surga atau neraka, maka juga tidak bisa dijelaskan. Karena kalau memang tidak ada penjelasannya dari Allõh سبحانه وتعالى atau pun dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, maka kita tidak boleh mengarang-ngarang sendiri jawabannya. Wallõhu a’lam.
3) Malaikat masih berperan ketika itu, masih diberi peran untuk memohonkan ampun bagi manusia yang beriman kepada Allõh سبحانه وتعالى, sampai menjelang Hari Kiamat terjadi.
Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa Ad Dãbbah merupakan manusia yang bisa berjalan, dsbnya, berbeda dengan yang dijelaskan diatas. Mohon penjelasan.
Jawaban:
Kata “Ad Dãbbah” di dalam Al Qur’an bukan hanya satu-dua kali disebutkan. Oleh karena itu pada awal bahasan kita ini bahwa “Ad Dãbbah” secara bahasa adalah “sesuatu yang berjalan secara merangkak diatas bumi”. Tetapi dalam tafsir ayat yang kita bahas sekarang ini adalah ditafsirkan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah secara spesifik sesuai dengan dalil yang terdapat dalam Hadits-hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Pertanyaan anda memberikan faedah lain, untuk mengenal Kaidah Tafsĩr, bahwa menafsirkan Al Qur’an tidak hanya melalui kemampuan berbahasa Arab, melainkan dengan firman Allõh سبحانه وتعالى itu sendiri, yaitu menafsirkan ayat dengan ayat. Itu yang pertama.
Lalu kedua, adalah menafsirkan ayat Al Qur’an dengan Hadits; berikutnya atau ditafsirkan oleh para Shohabat, atau oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah. Kalau kesemuanya itu tidak ditemukan, maka barulah dengan bahasa Arab.
“Ad Dãbbah” secara bahasa adalah setiap apa saja yang melata diatas permukaan bumi, termasuk manusia. Sebagaimana firman Allõh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Suroh Hũd (11) ayat 6 :
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا…
Artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi (Dãbbah) melainkan Allõh-lah yang memberi rizqi-nya…”
Maksudnya, semua makhluk yang ada di muka bumi ini dijamin rizqinya oleh Allõh سبحانه وتعالى. Demikianlah penjelasan tafsir.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Senin malam, 6 Jumadil Awwal 1429 H – 12 Mei 2008 M.
——- 0O0 ——-
Silakan download PDF : Keluarnya Ad-Daabah AQI 120508FNL
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Ustadz, saya copy artikel ad-daabbah-nya ya, sama artikel-artikel pendek di bawah. Ijin ya ustadz
Silakan saja… Anda dapat mengcopy-paste seluruh artikel dan mendownload seluruh audio ceramah yang ada di Blog ini, serta menyebarluaskannya sebagai dakwah lillaahi ta’aalaa… Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiik
Permisi…
Terima kasih sebelumnya atas artikel anda karena sangat membantu tugas saya
tetapi ada satu yang mengganjal yakni dibagian penulisannya
bukankah tulisan sebenarnya adalah Allah bukan Allooh? begitu juga tentang Rasulullooh. mungkin itu hanya hal kecil tetapi itu benar benar mengganggu saya
Maaf dan Terimakasih lagi
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Yang lebih mendekati cara membacanya didalam bahasa Arab adalah “ALLOOH”, bukan “ALLAH”.
Hal ini telah Ustadz jelaskan ketika membahas “Syarat Laa Ilaaha Illallooh (kajian-2)“. Silakan anda dengarkan kajian tersebut yang telah dimuat di Blog ini sebelumnya (lihat: https://ustadzrofii.wordpress.com/2013/03/31/syarat-laa-ilaaha-illallooh-kajian-1/) …
Barokalloohu fiik.