Skip to content

Istiqoomah

8 August 2010

(Transkrip Ceramah AQI 220107)

ISTIQOOMAH

Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i , Lc.



بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Semakin hari semakin berkuranglah umur kita, maka sudah sewajarnya jika kita meng-hisab apa kekurangan dan ke-alpaan kita di waktu-waktu yang lalu, apa peluang dan seberapa banyak kesempatan yang akan Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada kita, sehingga hendaknya kita berpandai-pandai untuk memanfaatkan sisa usia yang masih ada untuk hal-hal yang mengundang ridho dan cinta Allooh سبحانه وتعالى.

Kita akan melanjutkan bahasan kita tentang Kiat-kiat masuk surga Allooh سبحانه وتعالى yang jumlahnya tidak kurang dari 30 langkah (perkara). Sebelum ini kita sudah bahas 6 langkah, dan sekarang kita memasuki langkah ke-7, yaitu: Istiqoomah (Al istiqoomatu ‘alaa dinillaahi).

Bila kita ingin masuk dalam surga Allooh سبحانه وتعالى, maka Allooh سبحانه وتعالى menawarkan suatu cara kepada kita, antara lain dengan: Al Istiqoomah. Yang menunjukkan bahwa Istiqoomah adalah salah satu langkah menuju surga adalah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat al Ahqoof  ayat 13:

 

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allooh”, kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.

Setelah orang menyatakan bahwa Allooh سبحانه وتعالى adalah Tuhanku, lalu ia Istiqoomah (teguh pendirian), pendiriannya tetap demikian, maka orang itu dijamin oleh Allooh سبحانه وتعالى ia tidak akan merasa takut, baik di dunia maupun pada masa yang akan datang yaitu di Akhirat. Dan tidak pula merasa bersedih karena perkara yang menimpanya di masa lampau.

Yang demikian itu ketika di didunia. Maka di akhirat Allooh سبحانه وتعالى nyatakan dalam firman-Nya pada ayat berikutnya (Surat Al Ahqoof ayat 14) :

أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:

“Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.

 

Mereka adalah orang-orang yang telah menyatakan bahwa: “Tuhan kami adalah Allooh”, dan ber-istqoomah, maka mereka itulah Ashaabul Jannah (Penghuni surga). Mereka kekal di dalam surga, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan di dunia.

Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata: “Hari ini ketika hidup di dunia kita beramal, dan tidak ada hari perhitungan (maka tidak dihitung). Tetapi kelak di hari Kiamat, ada hari perhitungan dan tidak ada kesempatan untuk beramal”.

Itulah hal-hal yang harus kita ketahui dan kita sadari selalu.

Istiqoomah berasal dari kata: Qoma – Yaquumu – Qiyaaman, artinya: berdiri. Berdiri tegak (ajeg), berdiri kokoh, tidak pernah berubah, tidak pernah bergeser, lurus.  Dalam bahasa Arab bukan saja berdiri tegak, tetapi juga berarti Al I’tishoom, atau Al Iltizam .

Al – I’tishoom artinya berpegang teguh. Al – Iltizam artinya ajeg, konsisten.

Maka Istiqoomah bermakna pernyataan, bahwa Allooh سبحانه وتعالى sebagai Robb (Pencipta, Penguasa, Pengatur). Kata “Robb” tidak bisa disamakan dengan Tuhan.   Dalam bahasa Indonesia, “Tuhan” adalah sesuatu yang digandrungi oleh seseorang.  Dan manusia juga mau digandrungi oleh sesuatu. Itupun disebut Tuhan. Sedangkan “Robb” maknanya sangat luas. Robb bisa bermakna Maha Mengatur, Al Maalik (Menguasai), Al Muhyi (Yang menghidupkan),  Al Mumiit (Yang mematikan), An Nafi’ (Yang memberi manfaat), Adh Dhor (Yang memberi Bala’) dan seterusnya lebih banyak lagi.

Maka dalam ayat tersebut diatas disebutkan: Qoolu Robbunaa,  itu adalah pernyataan. Dan tidak mungkin seseorang membuat pernyataan, kalau tidak meyakini dalam hatinya. Seseorang yang menyatakan sesuatu yang tidak diyakini oleh hatinya, ia munaafiq. Maka setelah ada pernyataan bahwa Allooh sebagai Robb, berikutnya ia ber-Istiqoomah, yang maknanya ajeg dalam pendirian (konsisten), teguh keyakinan. Maka bila mereka menyebutkan: Allooh adalah Robb-ku, maka ia harus konsekuen.  Mereka harus membenarkan apa yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى. Ia harus meyakini kebenaran Islam, ia harus tergantung dan takut kepada Allooh سبحانه وتعالى.  Konsisten artinya, bila diperintahkan sholat, sholatlah ia. Diperintahkan zakat, maka dikeluarkan zakat. Diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى untuk patuh kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka ia patuhi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bila itu dilaksanakan, maka ia adalah orang yang konsisten dengan apa yang dinyatakannya.

Kalimat “Istiqoomah” itu mudah untuk diucapkan, orang-orang musyrikin-pun mudah sekali mengatakan: “Allooh adalah Robb-ku”. Dan orang musyrikin pada zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم juga tidak mengingkari adanya Allooh سبحانه وتعالى.  Mereka mengenal “Allooh” dan lafadz “Allooh”. Maka Allooh سبحانه وتعالى menceritakan kepada kita (dalam Al Qur’an) tentang riwayat mereka orang-orang musyrik itu, ketika mereka disuruh oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk menghamba kepada Allooh سبحانه وتعالى semata-mata, mereka menganggap perintah itu itu aneh. Karena kata mereka,  itu berarti mencerai-beraikan Kabilah, membodoh-bodohi Tuhan, dsbnya. Menurut mereka yang telah mereka sembah itu adalah Tuhan, yaitu “Allooh” kata mereka, hanya wujudnya berupa berhala-berhala yang jumlahnya ratusan. Dan yang tokoh berhalanya adalah: Lata, ‘Uzza, Manat, Hubal dan masih banyak lagi. Menurut mereka, tuhan-tuhan itu bukanlah sesembahan yang sesungguhnya, melainkan itu semua adalah mediator untuk menyembah kepada Allooh. Mereka mengatakan: “Kami tidak menyembah mereka (berhala-berhala itu), hanya itu merupakan mediator agar bisa mendekatkan diri kepada Allooh”.

Maka orang-orang Islam yang suka melakukan tawassul (– dengan tawassul yang tidak syar’ie –), maka itu adalah serupa dengan tasyabbuh (menyerupai, serupa, mirip) dengan orang musyrikin. Termasuk yang beribadah melalui para Wali,  melalui orang-orang yang sudah mati, melalui para Ajeungan atau Eyang yang sudah tidak ada, mereka adalah mirip, serupa dengan orang-orang musyrikin.

Artinya, kata “Allooh” sudah dikenal oleh orang-orang musyrikin, hanya mereka tidak langsung menyembah Allooh tetapi melalui berhala. Dan itu salah, musyrik.

Oleh karena itu bila kita sudah menyatakan bahwa Allooh سبحانه وتعالى adalah Robb kita, maka kita harus konsekuen. Dan kalimat Istiqoomah harus kita sadari.

Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan agar kita Istiqoomah. Diantaranya beliau صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada kita doa:

Yaa Muqollibal quluub, tsabbit quluubana ‘alaa diinika (Wahai Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati-hati kami atas agama-Mu {Islam}).

Maksudnya:

Ya Allooh, Engkau-lah Yang Memiliki hati-hati kami, Engkau-lah yang menguasai hati-hati kami, kami memohon agar hati kami ditetapkan diatas Dien-Mu.

Dalam Hadits yang lain, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Alloohumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika.”

Artinya:

“Ya Allooh, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu dan beribadah kepada-Mu sebaik-baiknya.” (Hadits Shohiih Riwayat Imam Abu Daawud dan Imam Ahmad dari Mu’adz Bin Jabal رضي الله عنه)

Dalam Hadits melalui Sofyan Ibnu ‘Abdillaah Atstsaqofy  رضي الله عنه, ia mengatakan: “Ya Rosuulullooh, katakanlah kepadaku satu kata dalam Islam, yang dengan satu kata itu aku tidak akan bertanya lagi kepada seorangpun setelah engkau, ya Rosuulullooh”.  Maka sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم: “Aku beriman kepada Allooh, kemudian Istiqoomah-lah”.

 

Maka kalau kita dengar bahwa Istiqoomah artinya teguh pendirian, tidak tergoyahkan oleh apapun yang menggiurkan dan menggoda, kemudian ia konsisten terhadap apa yang ia benarkan oleh hatinya dan apa yang ia nyatakan melalui mulutnya, yaitu ajaran Allooh سبحانه وتعالى melalui Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Lalu kita bertanya, bagaimana kiatnya agar bisa Istiqoomah ?

Bagaimana agar kita bisa Istiqomah, caranya adalah:

 

1. Mencari Ilmu (Tholabul ‘Ilmi).

Orang yang berilmu akan tahu rumus dan jurus, bagaimana menapakkan kaki, yang kanan atau yang kiri lebih dahulu. Bagaimana dalam menyikapi atau menanggapi permasalahan, orang berilmu  itu akan tahu. Sementara orang yang bodoh (jahil) akan mengikut saja mana yang kuat, mana yang banyak.

Kita harus ubah paradigma demikian itu, kita harus mengikuti sesuatu dengan  berdasarkan ‘Ilmu. Dan Ilmu itu adalah Kalamullooh dan Kalam Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Itu tidak akan bisa didapat kecuali dengan mencarinya. Mencari Ilmu adalah perkara yang penting. Dengan Ilmu, maka kita akan bisa Istiqoomah (ajeg) karena kita tahu bagaimana memposisikan diri.

2.  Lingkungan yang kondusif.

Lingkungan yang mendukung, yang tidak mengolok-olok, yang tidak mencibirkan, yang tidak mengusir, yang mengukuhkan, yang menasihati dan yang tidak mengingkari. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:“Seseorang itu berada di atas agama saudaranya”.

Contohnya, kalau teman dekatnya, tetangganya, sahabatnya adalah perokok berat, maka dari bajunya saja sudah tercium bau rokok. Maka bila seseorang yang menjadi temannya adalah orang-orang yang shoolih, maka bisa kita tebak bahwa orang itu minimal lebih cenderung kepada keshoolihan.

Maka lingkungan itu penting. Kalau kita ingin Istiqoomah, maka lingkungan harus shoolih.

Kita lihat apa yang melatar-belakangi Hijrahnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dari Mekkah ke Madinah. Singkatnya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berda’wah selama 13 tahun di Mekkah, ditempat kelahiran beliau صلى الله عليه وسلم.  Sejak lahir sampai beliau صلى الله عليه وسلم diutus oleh Allooh سبحانه وتعالى (umur 40 tahun), beliau صلى الله عليه وسلم tinggal di negerinya yaitu Mekkah. Dimana beliau صلى الله عليه وسلم dikucilkan, diolok-olok,  dituduh penyihir, pendusta, gila, dan sebagainya di Mekkah, kota yang pernah menjuluki beliau sebagai Al Amiin (Orang yang dipercaya). Karena mendakwahkan Islam, maka beliau صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya, kerabatnya, pengikutnya, di-embargo, selama 3 tahun ditempat yang kering-kerontang. Tidak boleh menikah satu sama lain, tidak boleh jual-beli satu sama lain, distop bahan pangannya, dan lain-lainnya.

Isterinya yang sangat mendukung beliau, Siti Khodijah رضي الله عنها wafat. Pamannya yang melindunginya secara fisik (tetapi belum beriman), Abu Tholib wafat.  Sekelilingnya sudah tidak ada peluang untuk dakwah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.  Mekkah sudah tidak lagi negeri yang bisa menerima risalah Allooh سبحانه وتعالى.  Akhirnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mencoba, mencari negeri mana yang bisa menerima Islam, maka beliau صلى الله عليه وسلم pergi ke kota Tho’if, yang beliau sangka bisa menerima dengan baik. Tetapi ternyata di Tho’if pun beliau صلى الله عليه وسلم ditolak dan diusir bahkan disakiti. Diteriaki sebagai orang gila. Sampai badan beliau berdarah-darah. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menyuruh kepada pengikutnya yang sudah banyak disiksa dan sudah dihimpit, diintimidasi, diancam, untuk pergi saja ke negeri Habasyah (Ethiopia sekarang). Dan akhirnya turun lah perintah Allooh سبحانه وتعالى untuk hijrah ke Madinah.

Setelah ditemukan manusia-manusia yang tegar, siap berkorban untuk membela Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, membela Islam, lebih dari membela nyawa dan hartanya sendiri, maka beliau meninggalkan negeri yang beliau صلى الله عليه وسلم cintai (Mekkah), keluarga, sanak famili, harta-beda yang mereka miliki dinyatakan selamat tinggal karena ingin mencari ligkungan yang benar-benar bisa menerima dan mendukung ke-Islaman dan ke-Imanan mereka.

Hijrah maknanya bukan saja pindah. Bila lokasi dimana kita tinggal ini sudah tidak bisa lagi untuk menjalankan agama Islam, maka mungkin kita akan hijrah. Mencari tempat lain ditempat orang yang se-agama, yang betul-betul se-manhaj, se-aqidah, yang mengerti bagaimana beribadah dan bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى, menegur, membimbing serta mengajak kita kepada kebenaran, itulah yang harus dicari.

Dan karena itu, menurut para ‘Ulama, bahwa Hukum Asal shafar dan tinggal di negara orang kafir itu hukumnya haroomun (haram).

Maka bagi orang Indonesia yang pindah ke negeri Eropa atau Amerika, dengan alasan di Indonesia sedang krismon dsbnya, maka itu menurut Ahlussunnah wal Jama’ah hukumnya haram. Kecuali bila perginya mereka kesana hanya sementara, lalu kemudian segera kembali ke negari kaum muslimin, maka yang demikian itu boleh.

Itupun ada pula syaratnya.

Syarat pergi ke negara orang kaafir yang hukum-asalnya haroom, menjadi boleh dengan syarat :

  1. Orang itu mempunyai keyakinan yang tegar, kuat, dan  benar tentang Islam.  Tidak mudah terpengaruh oleh lingkungannya.
  2. Negara tujuannya, tidak melarangnya untuk menjalankan syari’at
  3. Tidak menjadikan kehidupannya adalah untuk selamanya di negara itu.

Sangatlah penting untuk memperhatikan lingkungan, karena lingkungan itu akan mendukung seseorang Istiqoomah. Sebenarnya, lingkungan yang benar adalah: Setiap waktu sholat, ada peringatan dari tetangganya untuk sholat. Ada orang sakit  maka ditengok, ada orang tidak sholat maka di-ingatkan, ada orang yang tidak mau membaca Al Qur’an maka diajak membaca Al Qur’an, dstnya. Itu lah lingkungan yang baik.

3.  Bercermin pada kehidupan orang-orang shoolih dimasa lalu.

Misalnya bagaimana kehidupan Imam Hasan Basri, Imam Syaafi’iy, dan lain-lainnya. Maka ada studi banding, maksudnya kita ingin melihat sejauh mana kemajuan yang telah dicapai, dan tidak usah memulainya dari nol. Maka kita meniru orang-orang yang sudah maju supaya kita maju. Kita baca sirrohnya para ‘Ulama, memang belum ada yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, karena Kitabnya besar-besar sekali, ada yang sampai 25 jilid. Berjudul: Siar A’laamin Nubalaa’ oleh Imam Adz Dzahaabi.

Isinya lengkap sejak zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sampai zaman Imam  Dzahaabi, siapa orang-orang yang shoolih, apa karya mereka dan apa pekerjaan mereka, bagaimana perilaku mereka para ‘Ulama itu, tabiat dan karakter mereka,  semua diungkap dalam Kitab tersebut.Salah satu contoh misalnya, ternyata kehidupan orang-orang shoolih itu diungkapkan bahwa ada orang yang tulang belakangnya tidak pernah lurus, selama 40 tahun. Karena dalam hidupnya, ketika malam hari seperti tidak pernah tidur. Kalaupun tidur hanya sebentar, bangun lagi sholat bersujud kepada Allooh سبحانه وتعالى, tidur lagi, sholat lagi, demikian sampai Subuh. Jadi tidurnya pun belum sampai lurus badannya. Mereka tidak ingin malam yang penuh dengan keutamaan itu lewat begitu saja, tanpa beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Diungkapkan pula dalam Kitab itu bahwa ada di antara mereka, ‘Ulama yang selama 40 tahun tidak pernah terlambat dalam Takbirotul Ihroom bersama Imaam.  Maksudnya adalah tidak pernah terlambat dalam melaksanakan sholat berjama’ah, bersama Imaam sholat. Allooh سبحانه وتعالى memberikan taufiq dan kemudahan kepada orang itu selama 40 tahun selalu sehat dan tanpa udzur.

Maka kalau kita mau membaca kehidupan orang-orang shoolih itu pada zamannya demikian hebat dalam beribadah, lalu kita sampai dimana? Padahal Allooh سبحانه وتعالى memberikan kepada kita kesempatan seluas-luasnya, umur masih ada, sehat wal afiat. Uang dan sarana lainnya, kita lebih lengkap dan canggih. Kita sudah seberapa banyak beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى?

Kembali bila kita ingin Istiqoomah, maka kita harus mempunyai langkah-langkah agar kita yang telah menyatakan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى bisa konsisten melaksanakan bentuk keimanan kita, dan terukur.

Tanya-Jawab:

Pertanyaan:

  1. Sering kita mendengar orang mengucapkan: “Semoga Tuhan Yang Maha Esa Allooh سبحانه وتعالى memberkati kita.” Pertanyaannya: menyebutkan “Tuhan Yang Maha Esa”,  apakah itu termasuk Istiqoomah ?
  2. Mengenai mencari Ilmu, kita suka mendengar ucapan: “Tuntutlah ilmu walau sampai negeri China”  ada yang mengatakan itu adalah Hadits Dho’iif, ada yang mengatakan Maudhuu’. Mohon penjelasan.

Jawaban:

  1. Kalau menggunakan kalimat “Tuhan Yang Maha Esa” saja sebenarnya bagi orang Islam itu tidak tepat. Karena orang Hindu atau agama lain-pun suka mengatakan demikian. Maka sebut saja “Allooh, Tuhan yang Maha Esa” , maka itu betul dan boleh. Walaupun dalam surat Al Ikhlaas disebutkan “Alloohu Ahad. Kata “Ahad” dalam hal ini tidak sama dengan Wahid (satu),  Karena Wahid artinya satu, mungkin ada duanya, atau bisa seterusnya. Tetapi “Ahadartinya satu-satunya, tidak mungkin ada duanya. Maka sebenarnya Allooh سبحانه وتعالى memberikan kepada kita bahasa dengan makna balaghoh, yaitu bahwa “Ahad” adalah satu, yang tidak mungkin ada duanya atau tiganya dan seterusnya.
  2. Benar, bahwa Hadits yang dimaksud adalah Maudhuu’ (palsu). Atau bahkan bukan Hadits. Disebut Hadits karena orang-orang saja yang menyebutnya sebagai Hadits. Padahal sesungguhnya bukan Hadits.Palsu, artinya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah menyatakan hal itu. Maka kalimat itu tidak boleh dipercayai, tidak boleh dibenarkan, tidak boleh diyakini bahkan menurut para ‘Ulama tidak boleh diriwayatkan. Yang meriwayatkan dan menceritakannya menjadi berdosa besar.

Pertanyaan:

Untuk Istiqoomah, sebetulnya kita ingin sekali tetap ber-istiqoomah. Tetapi karena lingkungan tempat tinggal sekarang, apalagi zaman serba canggih begini dimana setiap hari kita dijejali dengan media massa yang bisa mengganggu Istiqoomah kita, maka bagaimanakah cara untuk mengatasi pengaruh media massa yang demikain derasnya masuk pada lingkungan kita itu?

Jawaban:

Diatas sudah dijelaskan, bahwa kiat untuk Istiqoomah memang ada bahasan tersendiri. Bahkan kiat yang dimaksud bukan hanya tiga seperti disebutkan diatas, melainkan bisa sampai 20 atau 25 langkah. Diatas disebutkan hanya tiga kiat, tetapi kalau ingin disebutkan contoh yag lain adalah:  Perbanyak membaca Al Qur’an.

Daripada menonton TV, yang bermanfaat hanya 10% dan yang maksiatnya 90%,  sehingga madhorotnya lebih besar daripada manfaatnya.

Kedua, baca dan pelajari Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Misalnya sehari lima Hadits cukup asal dilakukan setiap hari, pasti akan bertambah ilmu anda.

Ketiga, pilih teman yang baik, jangan asal bergaul, tetapi pilihlah teman-teman yang baik, jangan sampai kita bau “asap rokoknya” melainkan carilah yang membawa wangi-wangian dan harum-haruman, niscaya badan anda akan ikut harum.

Keempat, seringlah berkunjung kepada orang-orang Ahlul ‘Ilmi. Disebut Ahlul ‘Ilmi karena kalau bicara yang keluar selalu ilmu, bukan perkara yang selain itu.

Sekian bahasan kali ini, mudah-mudahan bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 4 Muharrom 1428 H – 22 Januari 2007 M

—–0O0—–

Silakan download PDF : Istiqomah AQI 220107 FNL

2 Comments leave one →
  1. ukhti munjiyah permalink
    29 April 2012 5:20 am

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Afwan ustadz..ana mohon izin copy dari artikel-artikel ilmunya, jazakallahu khairan.

    • 30 April 2012 6:24 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokallohu fiiki

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: