Skip to content

Pembatal Syahadat

2 August 2010

(Transkrip Ceramah AQI 250110)

PEMBATAL SYAHADAT

Oleh:  Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang Pembatal Syahadat. Artinya jika Syahadat batal, maka Laa ilaaha illallooh itu tidak lagi bermanfat.

Sebagaimana sholat, bila salah satu Rukun sholat saja ditinggalkan, maka sholat itu tidak sah (batal). Demikian pula dengan Syahadat. Karena Laa ilaaha illallooh itu bisa menjadi gagal-total dan tidak ada gunanya keimanan dan ke-Islaman seseorang serta “Laa ilaaha illallooh” yang dinyatakan dan diucapkannya tidak lagi berarti, bila terjadi perkara-perkara yang membatalkan Syahadat tersebut. Di Indonesia hal yang demikian itu tidak dikenal atau tidak disadari, karena sejak awal kita tidak begitu ada perhatian terhadap penegakan “Laa ilaaha illallooh Muhammadur Rosuulullooh.

Oleh karena itu tidak aneh bila seseorang semestinya dihukumi sebagai kaafir, tidak disikapi kekafirannya. Lalu seseorang yang mestinya jatuh pada hukum musyrik, tidak ada yang meng-eksekusi bahwa orang tersebut musyrik. Sementara bila seseorang mencuri atau korupsi barulah diproses, tetapi kepada orang yang yang batal Laa ilaaha illalloohnya belum pernah ada pembahasannya atau prosesnya di mahkamah atau pengadilan bahwa orang itu sebenarnya sudah murtad dari Islam. Belum pernah ada.

Maka apa yang dibahas kali ini barangkali baru merupakan teori saja. Namun demikian, wajib kita ketahui bahwa Laa ilaaha illallooh kita itu bukan hanya untuk diucapkan berulang-ulang sekian ribu kali, bukan hanya sekedar dikeraskan dalam dzikir kita, tetapi yang lebih penting dari itu adalah melakukan koreksi / introspeksi apakah benar “Laa ilaaha illallooh” itu masih ada pada jiwa kita, ataukah kita baru pada sebatas ucapan lisan “Laa ilaaha illallooh” berulang kali, namun bisa jadi seseorang itu sebenarnya tidak lagi berhaq menyandang julukan “Muslim”, disebabkan orang itu telah musyrik atau murtad atau kaafir, keluar dari golongan kaum muslimiin.

Ada 5 (lima) perkara yang harus diperhatikan. Jika lima perkara tersebut salah satu saja ada pada seseorang, apalagi seluruhnya, maka ia TERANCAM keluar dari Islam karena bertentangan dengan Firman Allooh سبحانه وتعالى itu sendiri, termasuk Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Adapun 5 perkara yang perlu diwaspadai tersebut adalah :

  1. Meyakini adanya sekutu bagi Allooh سبحانه وتعالى.
  2. Memalingkan bukti bentuk peribatatan seseorang kepada selain Allooh سبحانه وتعالى,
  3. Memperlakukan Allooh سبحانه وتعالى sama dengan yang lain,
  4. Meyakini adanya perantara (mediator) dengan Allooh سبحانه وتعالى,
  5. Meyakini bolehnya berhukum kepada selain Hukum Allooh سبحانه وتعالى.

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى, Laa ilaaha illallooh” sudah kita bahas beberapa waktu lalu bahwa harus punya hakiki, punya konsekuensi. Dan itu tidak kurang dari tiga perkara. Jika seseorang mengaku ber- “Laa ilaaha illallooh” tetapi tidak melakukan minimal tiga perkara tersebut, justru melakukan lima perkara ini secara global (dan yang lebih detailnya ada sepuluh perkara), maka ia terancam batal Syahadatnya.

Lima perkara Pembatal Syahadat adalah:

1. Meyakini adanya sekutu bagi Allooh سبحانه وتعالى. Untuk masalah ini tidak kurang dari beberapa ayat Al Qur’an dan ayat ini memberikan bukti kepada kita bahwa sesungguhnya tidak ada yang patut dan layak untuk dijadikan sebagai sekutu bagi Allooh سبحانه وتعالى. Jika ada orang yang meyakini adanya sekutu, maka ia terancam kaafir. Lihat Surat Saba’ ayat 22 :

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِن شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُم مِّن ظَهِيرٍ

Artinya:

Katakanlah:Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allooh, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.” Juga surat Al An’aam  ayat 1 – 2 :

الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّهِم يَعْدِلُونَ

Artinya:

(1) “Segala puji bagi Allooh yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang. Namun orang-orang yang kaafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلاً وَأَجَلٌ مُّسمًّى عِندَهُ ثُمَّ أَنتُمْ تَمْتَرُونَ

Artinya:

(2) Dia lah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendiri lah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang hari berbangkit itu).

Dalam ayat-ayat tersebut di atas yaitu Surat Saba’ ayat 22, bahwa Allooh سبحانه وتعالى tidak memiliki tandingan dari kalangan mereka yang diseru dan diklaim  bahwa mereka adalah tandingan bagi Allooh, yang bisa mengalahkan dan bisa menyamai atau menyetarai Allooh سبحانه وتعالى.

Berikutnya dalam surat Al An’aam ayat 1 – 2, Allooh سبحانه وتعالى memberikan berita kepada kita bahwa yang mencipta langit dan bumi serta yang menciptakan gelap dan terang adalah Allooh سبحانه وتعالى. Mereka orang-orang kaafir saja yang tidak mau mengakuinya dan bahkan berpaling dari keyakinan seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut. Bahkan Allooh menyatakan bahwa Dia-lah yang menciptakan mereka (manusia) dari tanah dan menentukan kapan mereka akan mati. Tetapi tetap saja mereka membangkang.

Berarti, kalau ada orang yang meyakini ada sekutu bagi Allooh سبحانه وتعالى, maka ia telah kaafir dengan ayat tersebut. Apabila ada orang yang mengatakan ada pencipta selain Allooh سبحانه وتعالى, maka dia-pun telah kaafir dengan ayat tersebut. Perhatikan Surat Ar Ra’d  ayat 16 :

قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ قُلِ اللّهُ قُلْ أَفَاتَّخَذْتُم مِّن دُونِهِ أَوْلِيَاء لاَ يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَاتُ وَالنُّورُ أَمْ جَعَلُواْ لِلّهِ شُرَكَاء خَلَقُواْ كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

Artinya:

Katakanlah (Muhammad):”Siapakah Tuhan (Robb) langit dan bumi? Katakanlah:”Allooh“. Katakanlah: “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allooh, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat dan tidak (pula) kuasa menolak kemudharatan bagi diri mereka sendiri?“. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang? Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allooh yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allooh adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”.

Kalimat “Robb” dalam bahasa Arab bersifat universal, tidak bisa hanya diartikan sebagai Pencipta saja atau Pemilik saja, atau Pemelihara saja, tetapi kataRobb dalam bahasa Arab berarti mencakup tidak kurang dari tiga perkara itu, dan itu tidak bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kecuali diterjemahkan dengan satu kata yaitu “Tuhan”.

Dalam kalimat Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin, kata “Robb” diartikan sebagai: Penguasa semesta alam. Kalimat “Penguasa Semesta alam” adalah sepertiga dari makna “Robb” dalam bahasa Arab.

Mestinya “Robb” itu diartikan sebagai Pencipta, Penguasa atau Pemilik dan Pengatur. Tetapi menjadi terlalu panjang menterjemahkannya. Padahal tidak-bisa-tidak, secara bahasa, kata “Robb” mencakup banyak sekali arti dan universal. Dalam ayat tersebut diterjemahkan: Siapakah Tuhan yang (menciptakan) langit dan bumi?

Ayat tersebut banyak sekali memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa tidak ada yang memiliki manfaat atau madhorot kecuali hanyalah Allooh سبحانه وتعالى, bahwa kekufuran adalah buta, keimanan adalah melihat, iman adalah cahaya, dan kekufuran adalah kegelapan.

Sekutu-sekutu selain Allooh سبحانه وتعالى tidak bisa menciptakan sesuatu, meskipun hanya sekedar binatang lalat. Seperti dalam salah satu VCD Harun Yahya tentang mata, betapa rumitnya organ-organ dan susunan di dalam mata manusia. Betapa rumitnya ciptaan Allooh سبحانه وتعالى padahal sekedar mata saja. Belum lagi tentang sel, tentang asal-usul penciptaan manusia, dan penciptaan yang lain, dstnya. Untuk itu ternyata manusia sangat lemah, tidak akan ada yang bisa membuat itu semua.

Belum lagi makhluq-Nya yang tidak kelihatan, yang mungkin berupa syaithoon, berupa iblis, jin dan sebagainya.Tidak ada yang bisa menciptakan itu semua kecuali Allooh سبحانه وتعالى.

Oleh karena itu Allooh سبحانه وتعالى menantang, apakah ada yang bisa menciptakan yang semacam itu. Apakah kalian menjadikan selain Allooh sekutu-sekutu, lalu sekutu Allooh itu mencipta sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى? Perhatikan firman-Nya dalam surat Ash Shoffaat ayat 35 – 36 :

نَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ

Artinya:

(35) Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka:”Laa ilaaha illallooh“(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,

وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ

Artinya:

(36) Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”

Yang dimaksudkan bahwa “Laa ilaaha illallooh itu punya konsekuensi dan eksistensi, dan apa bentuk “Laa ilaaha illallooh” itu. Ia adalah kufur kepada Thoghut dan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى. Hanya Allooh yang wajib ditaati, diikuti dan kemudian ditakuti.

Laa ilaaha illallooh” bermakna dua sikap dalam waktu yang sama, yaitu kaafir kepada Thoghut dan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى secara bersamaan.

Jika dua perkara itu ada dalam waktu yang sama pada diri seseorang, berarti ia telah mengucapkanLaa ilaaha illallooh“. Tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya, kecuali hanya Allooh سبحانه وتعالى.

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajak dan menyeru mereka kepada Tauhid, kepada “Laa ilaaha illallooh”, kepada Shiroothol mustaqiim, dikatakan oleh mereka sebagai penyair yang gila. Ini adalah sikap orang-orang musyrikuun.

Maka bila ada orang yang diajak kepada “Laa ilaaha illallooh”, kepada Tauhid,  lalu mereka mengatakan atau menunjukkan isyarat berupa cibiran, sombong dan menyatakan bahwa ada selain Allooh سبحانه وتعالى sebagai yang berhak diibadahi, maka mereka adalah mirip dengan orang musyrik. Na’uudzubillaahi min dzaalik !.

Dalam Surat Shaad ayat 5 :

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهاً وَاحِداً إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Artinya:

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.

Apa bedanya dengan kaum muslimin di negeri kita yang masih percaya dengan Nyi Loro Kidul, percaya dengan keris, dsbnya yang dipercaya bisa menghindarkan kita dari bala’ dan bencana dan juga bisa memberikan keuntungan?

Ada sebagian kaum muslimin di negeri kita ini yang bila hendak mulai bercocok-tanam mempersembahkan sesuatu kepada Dewi Sri, demikian pula ketika hendak memulai panen, mereka membuat sesaji kepada Dewi Sri supaya tidak gagal panen. Bukankah itu mirip dengan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orang-orang musyrikiin zaman dahulu?

Seruan Tauhid, agar hanya Allooh سبحانه وتعالى saja sebagai yang berhak diibadahi itu oleh orang-orang musyrikin (dalam ayat) tersebut dianggap aneh dan mengherankan. Dan orang yang menyerunya (Muhammad صلى الله عليه وسلم) disebut gila.

Ini disebabkan karena mereka merasa terganggu, karena tuhan-tuhan mereka harus ditinggalkan. Harus menyembah yang satu saja, yaitu Allooh سبحانه وتعالى, karena sebagaimana diserukan oleh Muhammad صلى الله عليه وسلم bahwa yang menciptakan, yang menghidupkan dsbnya itu adalah Allooh سبحانه وتعالى.

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Jika ada yang meyakini bahwa ada selain Allooh yang bisa melakukan apa yang dilakukan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka orang itu TERANCAM kaafir, keluar dari Islam. Karena ia telah meyakini kebalikan dari apa yang telah ditetapkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Allooh سبحانه وتعالى adalah Kholiq (Pencipta), Ar Rozaq (Pemberi rezki), Al Muhyi (Yang Menghidupkan), Al Mumit (Yang Mematikan), An Naafi’ (Yang Memberi Manfaat) kepada kita, Adh Dhor (Pemberi bala’ dan bencana), Al Mudabbir (Yang Mengatur) seluruh peredaran makhluk yang ada di alam semesta ini.

Ketika hal tersebut tidak diyakini, bahkan sebaliknya orang tersebut meyakini bahwa ada selain Allooh yang bisa melakukan hal-hal demikian, maka orang itu adalah musyrik, bukan mu’miniin.

Misalnya ada orang yang menganggap bahwa si Fulan adalah Wali, lalu orang itu datang kepada wali-wali itu. Orang hendak pergi haji, datang ke Wali, hendak walimahan pengantin, datang ke Wali, seolah meminta restu, meminta diberikan petunjuk,  minta diberi kelancaran, dsbnya. Itu adalah tabi’at dan adat yang dilakukan oleh orang-orang sebelum datangnya Islam, mereka adalah orang-orang musyrikiin.

Kenapa kaum muslimiin menjadi terlambat, setelah datang Islam tetapi mereka masih melakukan budaya dan aqidah orang-orang musyrikiin? Sungguh termasuk “terbelakang” perbuatan orang-orang musyrikiin dan orang-orang kufar itu. Maka takutlah kita kepada Allooh سبحانه وتعالى, jangan sampai ada satu keyakinan seperti demikian.

2. Memalingkan ibadah kepada selain Allooh سبحانه وتعالى.

Ibadah adalah apa saja yang dicintai Allooh dan apa saja yang diridhoi Allooh سبحانه وتعالى. Dan yang dicintai dan diridhoi Allooh سبحانه وتعالى itu apabila ada dalilnya.

Ingat, kalau sesuatu tidak dicintai dan diridhoi Allooh سبحانه وتعالى berarti bukan ibadah. Sesuatu itu akan dicintai dan diridhoi Allooh سبحانه وتعالى bila ada dalilnya (dimana daliil itu adalah Wahyu Allooh سبحانه وتعالى).

Bagaimana mungkin sesuatu itu dicintai dan diridhoi Allooh سبحانه وتعالى jika tanpa dalil (tanpa Wahyu dari-Nya) ? Bagaimana mungkin memaksakan sesuatu yang bukan dari Allooh سبحانه وتعالى?

Wujud ibadah bisa berupa perkataan, amalan (perbuatan) dan itu bisa nyata (kelihatan) dan bisa berupa bathin (tidak nyata).

Ibadah itu sangat universal, apa saja yang merupakan gerak dan diamnya kita, bisa termasuk dalam kategori ibadah.

Apabila semua yang dimaksud dengan ibadah ini ternyata seharusnya untuk Allooh سبحانه وتعالى, tetapi dipalingkan bukan untuk Allooh, atau kepada selain Allooh سبحانه وتعالى, maka “Laa ilaaha illallooh” mereka menjadi tidak benar. Mereka terancam berubah status menjadi orang yang musyrikiin.

Dalam Surat Al Faatihah ayat 5, Allooh سبحانه وتعالى berfirman :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Artinya:

(5)Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.”

Na’budu diambil dari kata ” ‘ibaadat: kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh perasaan takut terhadap kebesaran Allooh سبحانه وتعالى, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allooh سبحانه وتعالى lah yang mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.

Nasta’iin(meminta pertolongan), terambil dari kata isti’aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.

Ayat tersebut seolah-olah menyatakan: “Tidak ada yang diibadahi kecuali Allooh سبحانه وتعالى.  Tidak ada yang bisa menolong kita kecuali Allooh سبحانه وتعالى. Karena itulah kita mengabdi dan meminta tolong hanya kepada Allooh سبحانه وتعالى.

“Meminta tolong” (kepada Allooh) itu pun sebenarnya bagian dari ibadah, tetapi dalam ayat tersebut disebutkan tentang meminta pertolongan, karena yang paling penting dari ibadah adalah “meminta pertolongan“.

Diantara yang sangat diperlukan manusia adalah pertolongan Allooh سبحانه وتعالى. Apakah itu pertolongan untuk mendapatkan sesuatu maslahat yang manusia inginkan, ataupun ingin mendapat pertolongan agar terhindar dari bala’. Semua itu dibutuhkan HANYA dari Allooh سبحانه وتعالى.

Kalau ada orang yang selalu mengucapkan ayat tersebut: Iyyaaka na’buduu wa iyyaaka nasta’iin (Hanya kepada Engkau ya Allooh, kami beribadah dan hanya kepada Engkau ya Allooh kami meminta pertolongan), tetapi kenyataannya ia datang kepada selain Allooh سبحانه وتعالى,  kepada Wali, kuburan, batu, pohon, dukun dstnya, berarti ia telah berdusta dan tidak ber-Tauhid dan ia terancam menjadi musyrik. Na’uudzubillaahi min dzaalik!

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 21 :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya:

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa

Ternyata berkaitan dengan Tauhid, bahwa Allooh سبحانه وتعالى adalah Pencipta dan kita diperintah untuk mengabdi kepada-Nya. Maka bila kita meyakini bahwa yang mencipta, yang memberi hidup kepada kita adalah Allooh, maka kita harus beribadah HANYA kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Juga berfirman dalam surat An Nisaa’ ayat 36 :

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً

Artinya:

Sembahlah Allooh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapakmua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnussabiil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allooh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

Artinya, bahwa orang yang tidak beribadah disebut sombong, demikian pula orang yang menyembah selain Allooh سبحانه وتعالى disebut sebagai orang-orang yang sombong.

Orang yang sombong adalah orang yang mengikuti jejak iblis. Dan iblis itu dihukumi sebagai kaafir karena mempunyai sifat sombong. Jadi orang yang sombong kepada Allooh سبحانه وتعالى disebut kaafir .

Perhatikan surat Al Ahqaaf ayat  5 – 6 :

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ

Artinya:

(5) Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allooh yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?

وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ

Artinya: (6)Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan yang mereka lakukan kepadanya.

Artinya, bahwa orang-orang yang berdo’a kepada selain Allooh سبحانه وتعالى dianggap kaafir. Do’a harus lah HANYA kepada Allooh سبحانه وتعالى karena do’a adalah intisari Ibadah.

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberi penjelasan kepada kita kaum Muslimin, dalam suatu Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daud no: 1481, melalui Shohabat An Nu’maan bin Basyiir رضي الله عنه bahwa:

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

Artinya:

Do’a adalah ibadah.

Jadi kalau orang sudah memalingkan do’a kepada selain Allooh سبحانه وتعالى berarti ia telah beribadah kepada selain Allooh سبحانه وتعالى, meminta kepada selain Allooh, maka orang itu terancam menjadi musyrik, kaafir dan murtad (keluar dari Islam).

Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam surat Al Jinn ayat 6 :

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً

Artinya:

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin. Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.

Ada manusia yang meminta perlindungan kepada Jin, padahal seharusnya meminta perlindungan itu kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Banyak di antara kita yang suka meminta perlindungan dan bantuan kepada Jin, supaya dikasihi orang, supaya berjaya, supaya naik pangkat, supaya kaya, dsbnya.

Dan di zaman teKnologi maju seperti sekarang pun banyak dari kita yang melakukan perbuatan-perbuatan yang primitif, seperti yang dilakukan orang-orang pada zaman animisme, dinamisme, dstnya. Padahal dengan perilaku demikian itu, mereka (orang-orang) itu semakin jauh sesatnya.

Dalam surat Al Kautsar ayat 2, Allooh سبحانه وتعالى berfirman :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya:

Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu; dan berkurban lah.

Sholat dan berkurban itu mutlak untuk Allooh سبحانه وتعالى,  tetapi ada orang menyembelih hewan dan sembelihannya itu untuk selain Allooh سبحانه وتعالى.

Orang yang menyalahi petunjuk Allooh سبحانه وتعالى ini bukanlah orang yang mu’miniin, melainkan orang yang telah jatuh kepada kesesatan dan kekufuran. Perlakuan seperti ini bukanlah perilaku mu’min yang mengatakan “Laa ilaaha illallooh”, tetapi mereka adalah perilaku orang musyrik dan kufaar. Maka bulatkan keyakinan kita bahwa hanya Allooh سبحانه وتعالى yang berhak kita ibadahi, dan tidak kepada selain-Nya.

3.  Mempersamakan Allooh سبحانه وتعالى dengan yang lain. Lihat Surat Al An’aam ayat 150 :

قُلْ هَلُمَّ شُهَدَاءكُمُ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ أَنَّ اللّهَ حَرَّمَ هَـذَا فَإِن شَهِدُواْ فَلاَ تَشْهَدْ مَعَهُمْ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَهُم بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ

Artinya:

Katakanlah (Muhammad):”Bawalah kemari saksi-saksimu yang dapat membuktikan bahwasanya Allooh telah mengharamkan (makanan yang kamu) haramkan ini. Jika mereka memberikan kesaksian, maka janganlah engkau ikut pula menjadi saksi bersama mereka; dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Tuhan mereka.

Orang yang menjadikan sekutu selain Allooh سبحانه وتعالى, ada yang diikuti selain Allooh berupa hawa nafsu atau berupa yang lainnya, maka ia telah mempersamakan Allooh سبحانه وتعالى dengan yang lain.

Dalam surat  Al Baqoroh ayat 165 :

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلّهِ جَمِيعاً وَأَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

Artinya:

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allooh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allooh. Ada pun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allooh. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzolim itu*] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allooh semuanya, dan bahwa Allooh amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

*] Yang dimaksud dengan orang yang dzolim disini ialah orang-orang yang menyembah selain Allooh.

Mencintai selain Allooh سبحانه وتعالى, yaitu mencintai tandingan-tandingan Allooh سبحانه وتعالى artinya : mempersamakan Allooh dengan yang lain.

Maka kita hendaknya introspeksi pada diri sendiri, apakah kita cinta kepada isteri-anak, cinta kepada dunia itu sama dengan cinta kita kepada Allooh سبحانه وتعالى?

Kalau kita lebih cinta kepada isteri, anak, lebih cinta kepada harta dan kepada dunia daripada cinta kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka sebenarnya kita lebih sesat dari apa yang disebut dalam ayat tersebut.

Padahal seperti difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam ayat tersebut: “Ada pun orang-orang yang beriman itu amat sangat mencintai Allooh سبحانه وتعالى”. Artinya lebih mencintai Allooh daripada selain Allooh سبحانه وتعالى.

Sementara itu kebanyakan orang mengatakan: “Mana ada adzab kubur, mana ada adzab neraka? Tidak kelihatan”. Padahal dien (agama) itu jangan dianalogi-kan bahwa dien itu harus selalu rasional, masuk akal dan kelihatan oleh mata kepala.

Orang yang memaksakan bahwa dien harus rasional, masuk akal, adalah bukan Ahlus Sunnah wal Jamaah, bukan mu’min, mereka adalah orang-orang kufaar. Sedang orang yang mu’min adalah orang yang meng-imani Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang shohiih, dan bila shohiih maka mereka Sami’naa wa atho’naa (siap mendengar dan siap taat). Itulah sikap yang dituntut oleh Allooh سبحانه وتعالى, dan jika orang tidak demikian maka mereka bukan mu’miniin, melainkan seperti orang kaafir.

Perhatikan surat Asy’-syu’aroo’ ayat 97 – 98 :

تَاللَّهِ إِن كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Artinya:

(97) “Demi Allooh: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata,

إِذْ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya:

(98) karena kita mempersamakan kamu (berhala-berhala) dengan Tuhan semesta alam”.

Jadi orang yang mempersamakan Allooh سبحانه وتعالى dengan yang lain, mereka adalah Ahlun Naar (penghuni Neraka). Na’uudzubillaahi min dzaalik !

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 3253 dan Al Imaam At Turmudzi no: 1535, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany:

عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ قَالَ سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ رَجُلاً يَحْلِفُ لاَ وَالْكَعْبَةِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ

Artinya:

Dari Sa’d bin ‘Ubaidah رضي الله عنه, ia berkata, Ibnu ‘Umar رضي الله عنه mendengar seseorang bersumpah: “Demi Ka’bah”.Lalu Ibnu ‘Umar رضي الله عنه berkata: “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: Barangsiapa bersumpah dengan selain Allooh, maka sungguh ia menjadi musyrik”.

Padahal sekarang ini banyak orang yang bersumpah: “Demi kamu, Demi Bangsa, Demi Negara dstnya”. Sumpah yang bukan “Demi Allooh” maka orang yang bersumpah itu TERANCAM menjadi musyrik.

Demikian itu menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits tersebut diatas yang diriwayatkan oleh Al Imaam Abu Daawud dan Al Imaam At Turmudzi. Maka kita hendaknya jangan sembarangan bersumpah.

Bersumpah dapat menjadikan seseorang menjadi musyrik. Syirik kepada Allooh سبحانه وتعالى termasuk perkara yang menjerumuskan, dan “Laa ilaaha illallooh” menjadi terancam.

4.  Meyakini adanya perantara dengan Allooh سبحانه وتعالى.

Yaitu Allooh سبحانه وتعالى  –  Perantara  –  Manusia. Meyakini harus melalui perantara (mediator). Perhatikan Surat Az Zumar ayat 3 :

لَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Artinya:

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allooh (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allooh dengan sedekat- dekatnya“. Sesungguhnya Allooh akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allooh tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

Allooh سبحانه وتعالى tidak akan memberikan petunjuk kepada orang pendusta dan orang yang sangat kafir (ingkar). Ternyata Allooh سبحانه وتعالى dalam ayat tersebut menyatakan: “Orang yang menjadikan adanya perantara antara Allooh dengan manusia, adalah orang yang pendusta dan kaafir.

Maka tidak boleh ada perantara dalam beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى, tetapi langsung kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Kalau ada orang merasa bahwa dirinya banyak dosa, dirinya kotor, justru menyadari demikian itu adalah baik; itu merupakan langkah pertama untuk bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Al Imam An Nawawi رحمه الله berkata: “Taubat adalah adanya pengakuan dan penyesalan dalam diri seseorang atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya”. Maka langsung saja bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى: Ya Allooh aku telah berdosa, aku menyesal berbuat maksiat, aku mohon ampun kepada Engkau, ya Allooh”.

Tidak usah dengan perantara. Karena kalau ada orang di zaman kita sekarang ini yang mengaku bahwa dirinya bisa menjadi perantara dengan Allooh سبحانه وتعالى , maka ia adalah pendusta (pembohong).

Perhatikan pula Surat Yunus ayat 18 :

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

Artinya:

(18) Dan mereka menyembah selain daripada Allooh apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allooh”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allooh apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?”*] Maha suci Allooh dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).

*] Kalimat ini adalah ejekan terhadap orang-orang yang menyembah berhala, yang menyangka bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafa’at.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa keyakinan adanya perantara antara kita manusia dengan Allooh سبحانه وتعالى, adalah berbahaya. Itu adalah tradisi orang musyrik. Maha Suci Allooh dari apa yang telah mereka sekutukan.

Berarti bila ada orang yang menyembah (beribadah) kepada Allooh سبحانه وتعالى melalui perantara, maka orang tersebut telah mengikuti jejak orang musyrik.

5. Meyakini bolehnya berhukum pada selain Hukum Allooh سبحانه وتعالى.

Kata sebagian kalangan, bahwa ada hukum Pidana, ada hukum Perdata atau apalah namanya hukum-hukum buatan manusia tersebut, yang jikalau mereka itu memutuskan perkara manusia atau perselisihan antara manusia, lalu solusinya adalah bukan ketetapan Allooh dan bukan ketetapan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka mereka itu pada hakekatnya telah berhukum dengan bukan Hukum Allooh سبحانه وتعالى, tetapi hukum manusia. Lihat Surat An Nisaa’ ayat 60 :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيداً

Artinya:

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thoghut*], padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thoghut itu. Dan syaithoon bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.

*] Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thoghut juga: 1) orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu; 2) berhala-berhala.

Mereka diperintah untuk kaafir kepada Thoghut, tetapi mereka justru datang kepada Thoghut untuk minta diputuskan perkaranya. Maka dalam ayat tersebut dikatakan: “Syaithoon bermaksud (menginginkan) menyesatkan mereka.

Siapa yang hendak disesatkan syaithoon? Ialah mereka orang-orang yang mengaku beriman. Syaithoon menghendaki mereka sesat yang sesesat-sesatnya.

Jadi bila ada orang yang berhukum kepada selain Hukum Allooh سبحانه وتعالى, maka orang itu sesungguhnya disesatkan oleh syaithoon. Dan sesatnya tidak tanggung-tanggung, ialah sesat yang sangat jauh, sesat yang sesesat-sesatnya.

Imannya adalah palsu, karena mereka itu mengaku beriman tetapi ternyata beriman kepada Thoghut (syaithoon). Itu berbahaya, karena bisa membatalkan “Laa ilaaha illallooh“.

Adalah tidak patut, orang yang mengaku “Laa ilaaha illallooh” tetapi ingin diputuskan nasib dan perkaranya oleh Thoghut. Lihatlah Surat Al Maa-idah ayat 49 – 50 :

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

Artinya:

(49) Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allooh, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allooh kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allooh), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allooh menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang faasiq.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Artinya:

(50) Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allooh bagi orang-orang yang yakin?

Maknanya, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم tidak boleh memutuskan sesuatu menurut hawa nafsunya, tetapi melaksanakan hukum kepada mereka dengan apa yang telah diturunkan yakni Al Qur’an. Dan bila mereka berpaling dari hukum Allooh, maka Allooh akan menurunkan musibah kepada mereka.

Hukum selain Hukum Allooh, oleh Allooh سبحانه وتعالى disebut Hukum Jahiliyyah. Lalu dalam ayat 50 Allooh bertanya: “Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari Hukum Allooh سبحانه وتعالى bagi orang-orang yang yakin?

Artinya, orang yang tidak menjadikan Hukum Allooh sebagai pemutus perkara, ia adalah ragu dalam keimanannya kepada Allooh سبحانه وتعالى, ragu-ragu terhadap Hukum dan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى. Dan orang yang ragu terhadap Syari’at Islam itu TERANCAM kaafir.

Orang yang meyakini bolehnya ia berhukum dengan selain hukum Allooh, maka “Laa ilaaha illallooh“-nya terancam menjadi batal. Jika “Laa ilaaha illallooh” kita ingin eksis, maka hukum kaum muslimin adalah hukum yang berasal dari Al Qur’an dan Sunnah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Sebagaimana kita sholat, hukumnya adalah: Menghadap ke arah Kiblat, 4 roka’at sholat Dhuhur, 4 roka’at sholat Ashar, 3 roka’at sholat Maghrib, 4 roka’at sholat ‘Isya dan 2 roka’at sholat Shubuh, itu semua Allooh سبحانه وتعالى  yang mengatur.

Kalau Hukum Allooh dalam perkara Sholat, Haji, Zakat dll dijalankan, mengapa Hukum Allooh yang lainnya (seperti hukum rajam, hukum qishosh, dan sebagainya) tidak dijalankan?

Sehingga seolah-olah Syari’at Allooh hanyalah sholat, membaca Al Qur’an, shodaqoh, haji saja; padahal ada Hukum-Hukum Allooh yang lain, yang masih ditinggalkan oleh kaum muslimiin, tidak diketahui dan tidak dijalankan oleh kaum muslimin.

Lalu apa jawaban kita, jika kelak kita menghadap kepada Allooh سبحانه وتعالى?

Kita mengucapkan “Laa ilaaha illallooh” tetapi hukum yang dipakai oleh kaum muslimiin di Indonesia bukanlah hukum yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى, kita mengaku mu’miin tetapi jauh dari Hukum Allooh سبحانه وتعالى.

Padahal Allooh سبحانه وتعالى dalam ayat tersebut diatas menanyakan: “Apakah Hukum Jahiliyyah yang kamu cari?”

Itulah perkara yang harus kita renungkan, sungguh bukan urusan mudah. Ini adalah urusan ‘Aqiidah, urusan keyakinan, yang seharusnya terpancar melalui sikap-sikap kita sebagai umat Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Maka renungkan apa yang tercantum dalam Surat Al An’aam ayat 82 :

الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ

Artinya:

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kedzoliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Maksudnya, mereka orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan dengan syirik maka mereka berhak mendapatkan perlindungan keamanan dari Allooh سبحانه وتعالى baik di dunia maupun di Akhirat kelak.

Jika orang menjadi musyrik (menyekutukan Allooh سبحانه وتعالى) atau jika orang mempersamakan Allooh سبحانه وتعالى dengan yang lain, maka mereka pasti tidak pernah akan mendapatkan keamanan, dan orang itu bukanlah orang yang patut mendapatkan petunjuk dari Allooh سبحانه وتعالى.

Dengan kata lain: Keamanan didapatkan dengan Tauhid. Demikian pula Hidayah didapatkan dengan Tauhid.

Maka bila kita ingin mendapatkan perlindungan dan Hidayah dari Allooh سبحانه وتعالى, jangan kita campur-adukkan keimanan kita dengan syirik.

Dalam suatu Hadits yang cukup panjang dari ‘Utban bin Maalik رضي الله عنه, diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim no: 33 dan Al Imaam Al Bukhoory no: 5401, dan lafadznya dinukil dari Al Imaam Muslim, bahwa Rosuululloohصلى الله عليه وسلم bersabda:

فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

Artinya:

Sesungguhnya Allooh telah mengharamkan api neraka kepada siapa yang mengatakan Laa ilaaha illalloohdan ia hanya mencari ridho Allooh سبحانه وتعالى semata”.

Jadi orang yang Tauhidnya karena orang lain, bukan karena Allooh سبحانه وتعالى, atau karena selain Allooh سبحانه وتعالى, maka orang tersebut belum bisa mendapatkan jaminan masuk surga.

Orang yang ingin diharamkan masuk neraka, maka ia harus memurnikan Tauhid-nya.

Maka marilah kita memurnikan Tauhid kita, semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan keamanan di dunia maupun di akhirat dan Allooh سبحانه وتعالى memberikan Hidayah (petunjuk) kepada jalan yang lurus, sehingga kita dapat termasuk menjadi Ahlul Jannah dan dilindungi dari api neraka. Sekian bahasan kali ini mudah-mudahan bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 10 Shafar 1431 H – 25 Januari 2010 M

—– oOo —–

Download PDF : Pembatal Syahadat AQI 250110 FNL

4 Comments leave one →
  1. 23 June 2012 5:26 am

    Izin share ya Ustadz…

  2. 4 November 2014 9:24 am

    Mantaps pak ustadz, terimakasih, Izin ane rangkum ya pak, untuk tugas 😀 heheh
    http://totaltren.blogspot.com/2014/10/makalah-pendidikan-agama-1.html

    • 4 November 2014 6:50 pm

      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: