Ittiba’ (Mengikuti) Rosuul
(Resume Ceramah MT Ar Rusydu #2)
ITTIBA’ (MENGIKUTI) ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Kajian kita kali ini adalah membahas tentang “Ittiba’ (Mengikuti) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم”. Sesungguhnya kemuliaan ummat Islam, ketinggian derajatnya, dan kemenangannya adalah berkaitan erat dengan kejernihan ‘aqidahnya, keikhlasannya mengikuti syari’at Alloohسبحانه وتعالى, mengikuti sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم , dengan berjalan diatas manhaj Salafus Shoolih, serta dengan berkumpulnya mereka didalam majlis-majlis ilmu dien untuk mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah dari para ‘Ulama ahli ‘ilmu. Sedangkan kehinaan ummat ini, kelemahannya, keterbelakangannya dan penindasan ummat-ummat lain atas mereka adalah terkait dengan tersebarnya Bid’ah dalam dien, berbagai perbuatan syirik dengan mengadakan tandingan-tandingan untuk disembah atau ditaati selain Allooh سبحانه وتعالى, berpalingnya mereka dari hukum-hukum Allooh سبحانه وتعالى dan maraknya pemahaman-pemahaman baathil dari golongan-golongan yang sesat.
Maka sungguh, tidak ada solusi lain, kecuali ummat Islam hendaknya kembali kepada jalan yang telah ditempuh oleh Nabi mereka, Muhammad bin Abdillaah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, para shohabatnya dan para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang mu’tabar; sebagaimana sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud dalam Sunan-nya no: 3464 dari ‘Abdullooh bin ‘Umar رضي الله عنه :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Artinya:
“Jika kalian sudah saling berjual beli dengan riba’ dan mengambil ekor sapi (membuntuti dunia), dan puas dengan pertanian (investasi) dan kalian tinggalkan jihad, maka Allooh akan jadikan kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak akan dicabutsehingga kalian kembali kepada dien kalian.”
Karena generasi terakhir dari ummat ini tidak akan mengalami kejayaan, kecuali mereka mencontoh generasi yang pertama (yakni generasi Shohabat, taabi’iin, taabi’ut taabi’iin), sebagaimana Imaam Maalik رحمه الله berkata,
ولا يصلح آخر هذه الأمة إلا بما صلح به أولها وما لم يكن يومئذ ديناً فليس باليوم ديناً
Artinya:
“Dan akhir ummat ini tidak akan baik kecuali dengan apa yang membuat generasi pendahulu ummat ini baik. Dan sesuatu yang pada hari itu (di masa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) tidak merupakan bagian dari dien, maka hari ini tidak bisa disebut dien.”
Merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang yang mempunyai semangat dari kalangan para ‘Ulama ummat ini dan para penyeru Sunnah yang selalu mengikuti petunjuk Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, untuk melaksanakan kewajiban menerangkan pokok-pokok dien, menjelaskan prinsip-prinsip manhaj Salafus Shoolih, menampakkan jalannya agar ummat ini dapat membedakan mana yang haq dan mana yang baathil diantara berbagai fitnah yang mengepung di zaman sekarang ini.
Ittiba’ (Mengikuti) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
Ittiba’ adalah lawan daripada Taqlid.
Ittiba’ = اتباع adalah “Menggunakan Dalil”
Taqlid = تقليد adalah “Tanpa Dalil”.
Syarat dari suatu Ittiba’, ada 3 (tiga) yakni:
- Harus ada Dalil
- Dalilnya adalah Shohiih
- Dalil tersebut difahami berdasarkan pemahaman yang benar (shohiih), yakni: pemahaman para As-Salafush Shoolih (pemahaman dari tiga generasi manusia terbaik yang direkomendasikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri, yaitu: Shohabat, Taabi’iin dan Taabi’ut Taabi’iin).
Jadi tidak boleh sembarang menggunakan Dalil, karena Dalil itu ada 2 jenis yakni:
- Dalil yang Maqbuul (Diterima),
- Dalil yang Marduud (Ditolak).
Dalil yang tergolong Maqbuul (Diterima) adalah: Dalil yang Mutawaatir, Shohiih, ataupun Hasan.
Sedangkan Dalil yang tergolong Marduud (Ditolak) adalah: Dalil yang Dho’iif (Lemah), dan Dalil yang Maudhuu’ (Palsu).
Maraknya Bid’ah adalah karena disebabkan banyaknya ibadah yang dilaksanakan dengan tidak mengacu pada Hadits-Hadits yang Maqbuul, tetapi adanya sebagian kalangan diantara masyarakat yang justru beribadah berlandaskan kepada Dalil-Dalil yang Marduud, padahal dalil-dalil yang demikian adalah pasti tidak kokoh keabsahannya tersambung kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bahkan tidak sedikit terjadi pemalsuan Hadits dan ajaran atas nama Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dimana yang demikian itu merupakan penyebab tertolaknya semua jenis amalan dan penyebab keruh dan jauhnya kaum muslimin dari ajaran Islam yang sesungguhnya.
Lalu siapakah Salafush Shoolih?
Salafush Shoolihadalah manusia yang paling baik yang direkomendasikan sendiri oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Mereka adalah para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, lalu Taabi’iin (yakni generasi sesudah Shohabat), dan Taabi’ut Taabi’iin yakni generasi sesudah Taabi’iin.
Perhatikanlah Firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS At Taubah (9) ayat 100:
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allooh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allooh dan Allooh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”
Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2652 dan Imaam Muslim no: 6635, dari shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ »
Artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah (orang yang hidup) pada masaku ini (– yaitu generasi shohabat –), kemudian yang sesudahnya (– generasi Taabi’iin –), kemudian yang sesudahnya (– generasi Taabi’ut Taabi’iin –).”
Apabila disampaikan suatu Dalil yang Shohiih kepada seseorang, lalu ia membantah dengan beralasan ini dan itu, seperti perkataan-perkataan “Ah, itu kan Islam di zaman dahulu, zaman sekarang kan sudah modern jadi tidak perlu seperti itu lagi…”, atau perkataan “Nenek moyangku keluarga kyai, mereka dari dulu sudah mengajarkan yang seperti ini kok. Kenapa mesti lihat dalil segala macam?..” atau perkataan “Kebanyakan masyarakat muslim kita beribadahnya seperti ini. Yang dilakukan banyak orang itu kan sudah pasti benar toh?…” atau perkataan “Pokoknya kata Ustadz-ku begitu, dan Ustadz-ku orang nge-top yang sering muncul di televisi…” dan sejenisnya. Maka ketahuilah, itulah ciri-ciri orang yang Taqlid.
Orang-orang yang Taqlid, mereka itu lebih mendahulukan perkataan guru, kyai, ajeungan, ustadz dan siapa pun juga diatas perkataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (yang termaktub didalam Hadits-Hadits yang Shohiih).
Orang-orang yang Taqlid, mereka itu lebih mengedepankan hawa nafsu, perasaan, maupun akal mereka diatas kebenaran. Maka jadilah mereka sebagai orang-orang yang tersesat karena tidak lagi berpedoman pada seruan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 31:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya:
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allooh, ikutilah aku(Muhammad), niscaya Allooh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allooh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dan juga sabda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dari Abu Hurairoh رضي الله عنه:
دعوني ما تركتكم إنما أهلك من كان قبلكم كثرة سؤالهم واختلافهم على أنبيائهم فإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم
Artinya:
“Biarkanlah apa yang kutinggalkan, sebab binasanya orang sebelum kalian adalah hanya karena banyaknya mereka bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka, maka jika aku larang kalian sesuatu maka jauhilah dan jika aku perintahkan kalian sesuatu maka lakukanlah sejauh kemampuan kalian.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)
Juga Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Al Imaam At Turmudzy dalam Sunan-nya no: 2676 dari shohabat Al Irbaad Ibnu Saariyah رضي الله عنه sebagai berikut:
أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ
Artinya:
“Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allooh, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup diantara kalian setelahku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak; maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaa’ur Rosyidiin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam dien), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah Bid’ah. Dan setiap Bid’ah itu adalah sesat.”
Bukankah Allooh سبحانه وتعالى dalam ayat ataupun Hadits diatas menyuruh kita untuk taat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sebagai bukti cinta kita kepada Allooh? Lalu mengapa di zaman sekarang, ada sebagian kalangan yang malah lebih taat kepada perintah kyai atau ajeungan atau ustadz atau guru-nya yang telah jelas-jelas menyelisihi atau tidak ada sama sekali ajarannya dalam Al Qur’an dan Hadits-Hadits yang Shohiih? Adakah guru atau kyai atau ajeungan atau ustadz mereka mendapat jaminan dari Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mendapat jaminan dari Allooh سبحانه وتعالى? Tidakkah mereka sadari akan adanyapara Da’i Penyeru ke Pintu-Pintu Jahannam sebagaimana diberitakan dalam Hadits berikut ini ?
عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Artinya:
Dari Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه berkata, “ Orang-orang bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.“
Maka aku katakan, “Wahai Rosuulullooh, sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliyahan (kebodohan) dan kejahatan, lalu Allooh datangkan pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.”
Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.”
Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu para da’i (penyeru) kepada pintu-pintu jahannam. Maka barangsiapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan mencampakkannya pada jahannam itu.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rosuulullooh, gambarkanlah kepada kami tentang mereka.”
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al Haq – pent).”
Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?”
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”
(Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 3606)
Maka hendaklah kaum muslimin berhati-hati, dari siapakah mereka mengambil dien-nya.
Didalam bahasa Arab, “Rosuul” secara etimologis berasal dari kata :
أرسل (Arsalaa = Telah Mengutus) – مرسَل (Mursal = Yang Diutus) – مرسِل (Mursiil = Yang Mengutus)
Jadi “Rosuul” adalah utusan, orang yang merupakan duta, membawa pesan dari Allooh سبحانه وتعالى yang disampaikan melalui malaikat-Nya. Rosuul adalah pembawa dan penyampai Risaalah. Sedangkan “Risaalah” itu adalah bermakna surat atau pesan.
Yang disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Keduanya adalah merupakan Wahyu.
Al Qur’an bersifat mutawaatir (sangat valid), sehingga apabila seorang muslim ragu-ragu terhadap 1 huruf saja yang berasal dari Al Qur’an tersebut setelah jelas itu baginya, maka ia pun terancam kaafir.
As Sunnah adalah menjabarkan Al Qur’an, karena Al Qur’an lebih butuh kepada As Sunnah, daripada As Sunnah butuh kepada Al Qur’an. Dalam artian, bahwa As Sunnah adalah merupakan penjelas, penerang dan penjabar terhadap seluruh apa yang ada didalam Al Qur’an.
Oleh karena itu, sesatnya aliran “Inkar Sunnah” yang berkembang di zaman sekarang, adalah karena mereka mengabaikan dan mengingkari untuk menjadikan As Sunnah sebagai Wahyu dalam bentuk lain selain daripada Al Qur’an.
Setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wafat, maka disamping menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah, para Shohabat juga menjabarkannya dalam bentuk Fatwa, Hasil Ijtihad, dan Ijma’ para Shohabat. Hal ini dikarenakan generasi-generasi berikutnya lebih banyak memerlukan penerangan dan penjelasan, akibat dari keterbelakangan zaman, jauhnya mereka dari bahasa Arab dan tidak mustahil dari beberapa latar belakang yang mereka bawa dari agama atau ‘aqidah mereka (sebelum mereka masuk kedalam Islam).
Selanjutnya, ada beberapa terminologi yang perlu kita ketahui, yakni:
– “Atsar” = أثر adalah bermakna “Bekas atau peninggalan Rosuul, Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin”; namun didalam penggunaannya perkataan “Atsar” lebih sering dimaksudkan sebagai “Peninggalan para Shohabat”.
– “Hadits / As Sunnah” = حديث / سنة adalah petunjuk yang telah ditempuh oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para Shohabatnya, baik berkenaan dengan ‘ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. Namun dalam penggunaannya, perkataan “As Sunnah” lebih sering dimaksudkan sebagai “Peninggalan Rosuul”.
– “Khobar” = خبر adalah bermakna “Berita biasa”.
– Sedangkan “Nabaa’un” = نبأ adalah bermakna “Berita Besar (tentang hari Kiamat, Surga, dll)
“As Sunnah” secara etimologis mempunyai arti antara lain : الطريقة (Ath-Thoriiqoh), yaitu Jalan atau Metode atau Pandangan Hidup.
Disamping itu, “As Sunnah” juga berarti: السيرة (As Siroh), yaitu Biografi atau Perjalanan Hidup atau Perilaku.
Dengan demikian, arti “Sunnah” dalam tinjauan ‘aqidah adalah jabaran atau uraian tentang perjalanan hidup Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, terkait dengan siroh, biografi atau peri kehidupan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah merupakan panutan atau contoh.
Jadi, “Ittiba’ Rosuul” adalah bermakna “Mengikuti Sunnah-Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم”. Dimana “Sunnah” mengandung 4 komponen, yaitu:
- Qowlun = Perkataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
- ‘Amaalun = Perbuatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
- Taqriirun = Apa-apa (dari para Shohabat) yang didiamkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (yang berarti disetujui oleh beliau صلى الله عليه وسلم)
- Shifat = baik Perilaku maupun Fisik Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
Sebagian kalangan apabila diseru untuk mengikuti Sunnah-Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka ia berdalih “Ah.. Sunnah itu kan kalau dikerjakan mendapatkan pahala, dan kalau tidak dikerjakan maka tidak apa-apa. Berarti tidak perlu mengikuti dalil tersebut, karena toh hanya suatu Sunnah saja, yang kalau tidak dilaksanakan juga tidak berdosa….”
Mereka salah faham, karena mereka mengartikan “Sunnah” secara sempit, yakni berdasarkan tinjauan Fiqih saja, dimana didalam Fiqih ada:
– Perkara-perkara yang Diperintahkan, yang terdiri dari dua, yaitu:
a) Wajib = Bila didalam Perintah Allooh سبحانه وتعالى tersebut ada konsekwensi ancaman atau hukumannya
b) Sunnah = Bila Perintah Allooh سبحانه وتعالى tersebut dikerjakan akan mendapat pahala, bila tidak dikerjakan maka tidak mengapa karena tidak ada konsekwensi ancaman atau hukumannya.
– Perkara-perkara yang Dilarang, yang terdiri dari dua, yaitu:
a) Harom = Bila didalam Larangan Allooh سبحانه وتعالى tersebut ada konsekwensi ancaman atau hukumannya seperti ancaman neraka, potong tangan, dsb.
b) Makruh = Bila didalam Larangan Allooh سبحانه وتعالى tidak ada konsekwensi ancaman atau hukumannya, sehingga bila larangan tersebut ditinggalkan maka akan berpahala
– Mubah = Sesuatu yang tidak diperintah maupun tidak dilarang oleh Allooh سبحانه وتعالى, sehingga hukumnya adalah Boleh, karena yang demikian itu terkandung hikmah dan bukan berarti Allooh سبحانه وتعالى khilaf, lupa atau lalai.
Sebagai contoh:
1) Sholat Lima Waktu itu adalah secara hukum Fiqih adalah Wajib atau Fardhu ‘Ain, tetapi jangan lupa dia adalah Sunnah Rosuul صلى الله عليه وسلم
2) Mendatangi dukun, mengambil keuntungan usaha dengan cara Riba’, meminum khamr; semua itu secara hukum Fiqih adalah Harom bahkan Dosa Besar, tetapi jangan lupa semua ketetapan itu adalah Sunnah Rosuul صلى الله عليه وسلم
Oleh karena itu jangan menganaktirikan As Sunnah yang satu dengan As Sunnah yang lainnya, karena para Fuqoha ketika merumuskan macam-macam hukum seperti diatas, hanyalah untuk mempermudah ummat Islam dalam mengaplikasikan dalil, baik yang terdapat dalam Al Qur’an maupun As Sunnah. Namun dapat dipastikan bahwa para Shohabat tidak pernah menganak-tirikan dan membeda-bedakan sesuatu yang berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena mereka tahu kewajiban mereka adalah mengikuti Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, walau As Sunnah tersebut irrasional (tidak masuk akal) sekalipun.
Sedangkan tinjauan secara ‘aqidah, yang dimaksud dengan “Ittiba’ Rosuul” atau “Mengikuti Sunnah-Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم” adalah sesuatu yang berlawanan dengan Bid’ah. Dengan kata lain, bila disebut As Sunnah berarti dia bukan Bid’ah. Dan sebaliknya, bila disebut Bid’ah berarti dia bukan As Sunnah.
Sedikit kembali kepada penjelasan di bagian awal, bahwa di dalam bahasa Arab, bila dikatakan “Ath Thoriiqu” (الطريق), biasanya yang dimaksud adalah Jalan yang bermakna fisik. Sedangkan bila dikatakan “Ath Thoriiqoh” (الطريقة), maka yang dimaksud adalah bukanlah Jalan secara fisik, tetapi adalah Metode atau Manhaj.
Sedangkan perkataan “Shirootun” = صراط = adalah jalan yang hanyalah satu-satunya, karena perkataan ini tidak ada bentuk jamaknya. Sehingga “Ash Shirootol Mustaqiim” bermakna Jalan atau Metode yang lurus yang hanya satu-satunya, dan tidak ada selainnya.
“Minhaajun” (منهاج) – “Nahjun” (نهج) – “Manhaj” (منهج) itu adalah satu makna secara ‘Ilmu Sorof, yakni bermakna ‘Ath Thoriiq al Wadhih As Sahl’, atau jalan yang jelas dan mudah.
Manhaj itu ada Manhaj yang benar dan ada pula Manhaj yang salah. Manhaj yang benar adalah Manhaj As Salafus Shoolih, sebagaimana telah dijelaskan dalam QS At Taubah ayat 100 diatas. Sedangkan manhaj yang tidak sesuai dengan Al Qur’an, As Sunnah dan manhaj As Salafus Shoolih, maka berarti itu adalah manhaj yang salah / sesat.
Sekarang mari kita perhatikan berbagai dalil, baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, sebagaimana yang dipaparkan oleh Al Imaam An Nawawy رحمه الله (seorang Imaam terkemuka dari madzab Syaafi’iy yang hidup di abad 7 Hijriyah), dalam kitab Riyaadhus Shoolihiin, salah satu kitab Hadiits yang sangat terkenal dan dekat dengan kaum muslimin, khususnya bangsa Indonesia, bahkan kitab ini telah berada, menyebar dan dikaji dalam berbagai majlis baik di pesantren-pesantren maupun di majlis-majlis ta’lim di tanah air kita. Walaupun, tidak bisa diingkari bahwa isi dan kandungan kitab ini dalam realitasnya masih sangat di awang-awang (masih jauh) dari diamalkan atau diaplikasikan oleh masyarakat muslim di Indonesia.
Dalam kitab Riyaadhus Shoolihiin ini, merupakan Bab ke-16, Al Imaam An Nawawy رحمه الله mencantumkan Judul Bab, yang artinya: “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya” dan dalam Bab ke-17, beliau رحمه الله katakan sebagai Bab. Wajibnya Mematuhi Hukum Allooh. Sedangkan pada Bab ke-18, beliau رحمه الله sebutkan sebagai Bab. Larangan Berbuat Ke-Bid’ahan dan Perkara-Perkara Baru (dalam dien).
Kini, mari kita perhatikan beberapa dalil, baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, yang beliau رحمه الله cantumkan dalam Bab 16. “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya”, yaitu sebagai berikut:
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
…وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا …
Artinya:
“… Apa yang diberikan Rosuul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al Hasyr (59) ayat 7)
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
Artinya:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm (53) ayat 3-4)
Jadi Perkataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang merupakan Sunnah itu adalah Wahyu. Dengan demikian, siapa pun yang mengingkari Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, berarti dia telah mengingkari Wahyu. Karena pada dasarnya Wahyu itu terdiri dari dua, yakni Al Qur’an dan As Sunnah.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ …
Artinya:
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allooh, ikutilah aku(Muhammad), niscaya Allooh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu…” (QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 31)
Hasil dari mengikuti Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, adalah mendapatkan dua perkara yakni: cinta dan ampunan Allooh سبحانه وتعالى.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosuulullooh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allooh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allooh.” (QS. Al Ahzaab (33) ayat 21)
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya:
“Maka demi Robb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu (Muhammad) berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa’ (4) ayat 65)
Jadi seseorang baru bisa disebut sebagai Mu’min, apabila ada 3 perkara ini pada dirinya, yakni:
– Menjadikan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagai hakim / pemutus perkara dikala berselisih
– Keputusan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak menimbulkan rasa berat didalam dirinya
– Berpasrah diri dengan sebenar-benarnya pasrah pada keputusan Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Sudahkah kita memenuhi ketiga kriteria tersebut?
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allooh dan ta`atilah Rosuul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allooh (Al Qur’an) dan Rosuul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allooh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa’ (4) ayat 59)
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ …
Artinya:
“Barangsiapa yang menta’ati Rosuul itu, maka sesungguhnya ia telah menta’ati Allooh….” (QS. An Nisaa’ (4) ayat 80)
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
…… وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya:
“… Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”(QS. Asy Syuroo (42) ayat 52)
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
…. فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya:
“… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosuul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nuur (24) ayat 63)
Allooh سبحانه وتعالى berfirman :
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ
Artinya:
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allooh dan hikmah (sunnah) Nabimu….” (QS. Al Ahzaab (33) ayat 34)
Adapun diantara Hadits yang memerintahkan kita agar mengikuti segala apa yang bersumber dari Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم antara lain adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Artinya:
Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwasanya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang menolak.” Dikatakan: “Siapakah yang menolak ya Rosuulullooh?” Beliau bersabda, “Barangsiapa yang mentaatiku, maka dia pasti masuk surga, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dialah orang yang menolak.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 7280)
Betapa utamanya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم janjikan bagi siapapun dari kalangan ummatnya yang mentaatinya, dan betapa mengerikannya bagi orang yang menolak dan membangkang Sunnah serta ajarannya.
Sebagai bahan renungan untuk kemudian hendaknya kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari adalah Hadits-Hadits Shohiih yang diuraikan dalam Bab tersebut sebagai contoh-contohnya adalah:
a) Makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan (Hadits ke-4 dalam Bab 16. “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya” kitab Riyaadhus Shoolihiin) :
أبي إياس سلمة بن عمر بن الأكوع رضي الله عنه أن رجلا أكل عند رسول الله صلى الله عليه و سلم بشماله فقال : [ كل بيمينك ] قال : لا أستطيع . قال : [ لا استطعت ] ما منعه إلا الكبر فما رفعها إلى فيه
Dari Abu Iyas Salamah bin ‘Umar bin Al Akwa’ رضي الله عنه bahwa ada seseorang makan dengan tangan kiri disisi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Makanlah kamu dengan tangan kananmu.”
Orang itu menjawab, “Saya tidak bisa.”
Lalu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya kamu bisa. Akan tetapi tidak ada yang menghalanginya kecuali sombong.”
Sehingga orang itu pun tidak dapat mengangkat makanan itu ke mulutnya.
(Hadits Riwayat Imaam Muslim)
Pada zaman sekarang, budaya Barat dan orang kaafir sudah menjadi perkara yang seakan tak terpisahkan dari peri kehidupan kaum muslimin, sehingga jika “kebiasaan orang modern” (– demikian kata mereka –) yaitu orang Barat memakan dengan tangan kiri dan itu adalah keren (gaya atau lifestyle), maka kaum muslimin pun akan ikut-ikutan menganggap keren pula makan dan minum dengan tangan kiri. Contoh : dimana mereka memakan steak dengan menggunakan pisau di tangan kanan dan garpu di tangan kiri, lalu memasukkan steak tersebut dengan tangan kiri kedalam mulutnya.
Bukankah ini adalah mengekor orang Barat dan kaafir dan menaruh dan memposisikan As Sunnah di balik punggungnya?
b) Meluruskan shaf dalam sholat berjama’ah (Hadits ke-5 dalam Bab 16. “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya” kitab Riyaadhus Shoolihiin) :
عن أبي عبد الله النعمان بن بشير رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : [ لتسون صفوفكم أو ليخالفن الله بين وجوهكم ]
Artinya:
“Dari Abu ‘Abdillah An Nu’man bin Basyir رضي الله عنه, dia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Kalian benar-benar akan meluruskan barisan (sholat) / shaf kalian atau Allooh akan menjadikan perselisihan diantara wajah kalian.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)
Betapa saat ini sebagian kaum muslimin (terutama bagi laki-laki), disamping mereka sulit menghadiri sholat fardhu setiap harinya secara berjama’ah di masjid; jika sudah ditegakkan iqomat untuk dimulainya sholat berjama’ah pun, shaf (barisan sholat) mereka sangat sulit untuk dirapat dan diluruskan. Tidak sedikit dari mereka, yang seolah enggan di dalam hati dan sikapnya untuk bersentuhan dan berdekatan serta merapat dengan saudara yang ada disamping kanan dan kirinya. Dan jika Imaam Sholat mengingatkannya, maka tidak sedikit dari mereka yang memberi komentar kepada Imaam tersebut, “Rewel amat.” Atau bahkan bisa jadi membencinya dan marah lalu tidak mau ikut sholat berjama’ah lagi.
c) Memadamkan api ketika hendak tidur (Hadits ke-6 dalam Bab 16. “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya” kitab Riyaadhus Shoolihiin) :
عن أبي موسى رضي الله عنه قال : احترق بيت بالمدينة على أهله من الليل فلما حدث رسول الله صلى الله عليه و سلم بشأنهم قال : [ إن هذه النار عدو لكم فإذا نمتم فأطفئوها عنكم ]
Artinya:
“Dari Abu Musa رضي الله عنه, dia berkata, “Telah terbakar sebuah rumah milik satu keluarga di Madinah di malam hari. Maka tatkala diceritakan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya api itu adalah musuh bagimu, maka apabila kamu tidur, padamkanlah api itu’.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)
d) Menyerap As Sunnah untuk diri dan menebar manfaat untuk orang lain (Hadits ke-7 dalam Bab 16. “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya” kitab Riyaadhus Shoolihiin) :
عن أبي موسى رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن مثل ما بعثني الله به من الهدى والعلم كمثل غيث أصاب أرضا فكانت منها طائفة طيبة قبلت الماء فأنبتت الكلأ والعشب الكثير وكان منها أجادب أمسكت الماء فنفع الله بها الناس فشربوا منها وسقوا وزرعوا وأصاب طائفة منها أخرى إنما هي قيعان لا تمسك ماء ولا تنبت كلأ . فذلك مثل من فقه في دين الله ونفعه بما بعثني الله به فعلم وعلم ومثل من لم يرفع بذلك رأسا ولم يقبل هدى الله الذي أرسلت به ]
Artinya:
Dari Abu Musa رضي الله عنه, dia berkata, “Telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ‘Sesungguhnya perumpamaan ajaranku berupa petunjuk dan ‘ilmu adalah bagaikan hujan lebat menimpa bumi. Sedangkan bumi itu ada yang baik sehingga menerima air dan menumbuhkan rumput hijau yang subur, atau menimpa bumi yang “ajadib” (hanya menampung air dan tidak menumbuhkan tanaman), sehingga manusia meminumnya dan untuk pengairan bagi sawah dan ladang mereka, dan sebagian lagi dia adalah “qoi’aan” (tanah yang gersang ) yaitu tanah yang tidak menyerap air dan tidak menumbuhkan tetumbuhan. Itulah perumpamaan orang yang faham dalam dienullooh dan mengambil manfaat dari ajaran yang aku bawa sehingga dia mengetahui dan mengajarkannya, dengan orang yang tidak mengangkat kepala mereka untuk itu (menanggapi) dan tidak menerima petunjuk Allooh yang Allooh utus aku karenanya’.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)
Pada zaman sekarang, betapa sulit menemukan orang-orang yang berkarakter seperti tipe tanah yang baik, dimana dia begitu sensitif untuk menerima kebenaran Al Islaam dan mengokohkannya dalam dirinya dan peka serta agresif untuk menebar kebaikan Al Islaam itu kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya. Yang terbanyak adalah berlaku masa bodoh dan menolak.
e) Menjilat jari setelah selesai makan dan mengambil serta memakan makanan yang jatuh (Hadits ke-9 dalam Bab 16. “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya” kitab Riyaadhus Shoolihiin) :
عن جابر بن عبد اللهرضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أمر بلعق الأصابع والصحفة وقال : [ إنكم لا تدرون في أيه البركة ]
Artinya:
“Dari Jabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menyuruh untuk menjilat jari-jemari dan piring / nampan (yang dipakai untuk makan), seraya bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak tahu dalam bagian mana yang mengandung barokah.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim)
Pada masa peradaban modern seperti sekarang ini (– demikian kata sebagian orang –), makan pakai sendok dan garpu itulah yang modern. Masa’ kita harus menjilat jari dan piring, apa bukan “kampungan” namanya yang seperti itu?
Betapa, image (pandangan) manusia saat ini tidak sedikit yang menganggap sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمitu adalah “kampungan” dalam pandangan mereka.
f) Mencium Hajar Aswad (Hadits ke-12 dalam Bab 16. “Perintah Memelihara As Sunnah dan ‘Adab-‘adabnya” kitab Riyaadhus Shoolihiin) :
عن عابس بن ربيعة قال : رأيت عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقبل الحجر ( يعني الأسود ) ويقول : إني أعلم أنك حجر ما تنفع ولا تضر ولولا إني رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقبلك ما قبلتك . متفق عليه
Artinya:
“Dari ‘Aabis bin Robi’ah رضي الله عنه, dia berkata, “Aku melihat ‘Umar bin Khoththoobرضي الله عنهmencium Hajar Aswad, lalu berkata, “Aku sungguh tahu bahwa kamu adalah batu, tidak mampu memberi manfaat dan bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rosuulصلى الله عليه وسلمmenciummu, sungguh aku tidak akan menciummu.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)
Setingkatan ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, orang yang dikenal sangat tegas dan garang, tetapi dihadapan Sunnah Rosuul صلى الله عليه وسلم seolah dia tak berdaya karena kepatuhan, loyalitas dan ittiba’ beliau رضي الله عنه yang amat sangat kepada kekasihnya Rosuulullooh Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Betapa kita saat ini, mengaku setia dan cinta pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, padahal dalam banyak perkara kita rewel bahkan membangkang untuk mematuhi syari’at Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, jangankan yang besar, bahkan seperti menjilat makanan di jari saja tidak sedikit yang menganggapnya sebagai sesuatu yang “menjijikkan” baginya. Maka Laa Haula Walaa Quwwata Illaa Billaahi.
Enam perkara tersebut oleh Al Imaam An Nawawy رحمه الله disebutkan dalilnya satu per satu dalam kitab Riyaadhus Shoolihiin.
Bahkan bisa kita pastikan masih banyak berbagai perkara lain yang tidak disebutkan oleh Al Imaam An Nawawy رحمه الله dalam Bab tersebut, contohnya antara lain :
– Larangan dari duduk di pinggir jalan :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ نَتَحَدَّثُ فِيهَا فَقَالَ إِذْ أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ
Artinya:
“Dari Abu Sa’id Al Khudry رضي الله عنه bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Jauhi dan hindarilah oleh kalian duduk-duduk di pinggir jalan.”
Para Shohabat bertanya, “Memangnya mengapa gerangan, wahai Rosuul, dengan majlis kami, dimana kita dapat berbincang didalamnya?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika kalian menolak dan tetap ingin duduk-duduk di jalan, maka berikanlah jalan itu haknya.”
Para Shohabat bertanya lagi, “Apa yang dimaksud dengan hak jalan itu ya Rosuulullooh?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab,
- “Tundukkan pandangan
- Hentikan perkara yang melukai
- Jawablah salam
- Tegakkanlah amar ma’ruf nahi munkar.”
(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6229, dan Imaam Muslim no: 5774)
Bayangkan, betapa kaum muslimin terasing saat ini dari kandungan hadits tersebut diatas. Sebab yang kita temui, justru duduk-duduk di pinggir jalan adalah dianggap sebagai perkara yang mengasyikkan (menyenangkan). Apalagi, bagi para wanita, remaja / pemuda.
Betapa Sunnah ini masih banyak yang belum disentuh dan disadari keberadaannya oleh kaum muslimin, serta bersemangat untuk bagaimana menghidupkannya dalam keseharian kita, namun sangat ironis justru yang diamalkan dan dianggapnya sebagai syi’ar adalah yang tidak terdapat dalam Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, contohnya seperti peringatan 1 Muharom, yang notabene menyerupai peringatan Tahun Baru-an orang-orang kaafir.
Fenomena ini, persis seperti yang disinyalir oleh Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه sebagai berikut:
كيف أنتم إذا لبستكم فتنة يهرم فيها الكبير و يربو فيها الصغير و يتخذها الناس سنة فإذا غيرت قالوا غيرت السنة قيل : متى ذلك يا أبا عبد الرحمن ؟ قال : إذا كثرت قراؤكم و قلت فقهاؤكم و كثرت أموالكم و قلت أمناؤكم و التمست الدنيا بعمل الآخرة
Artinya:
“Bagaimana kalian jika di suatu zaman fitnah menyelimuti kalian sehingga membuat pikun orang dewasa, membuat besar sebelum waktunya bagi anak kecil, dan manusia menjadikan fitnah itu sebagai sunnah sehingga jika sunnah tadi dirubah, mereka mengatakan: “Sunnah kita telah dirubah.”
Lalu beliau رضي الله عنه ditanya, “Kapan hal itu terjadi, wahai Abu ‘Abdirrohman?”
Beliau رضي الله عنه menjawab, “Jika:
- Semakin banyak para Qurroo’ (para Pembaca Al Qur’an)
- Semakin sedikit para Fuqoha (orang-orang yang faqih / mendalam dalam perkara dienul Islam)
- Semakin melimpah harta kalian
- Semakin langka orang-orang terpercaya dari kalian
- Dan akhirat dijual dengan dunia.”
(Atsar ini diriwayatkan Imaam Al Hakim dalam kitab Al Mustadrok no: 8570)
Maka kalau kita renungkan isi atsar ini, jangan-jangan kita sudah berada di masa yang demikian.
Maka, betapa dalamnya pemahaman dan ketajaman ‘ilmu ‘Abdullooh bin Mas’uud dan betapa semakin jauhnya kaum muslimin dari kebenaran dan contoh yang berasal dari Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Sekian dulu bahasan pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى selalu melimpahkan taufiq dan hidayah kepada kita semua untuk istiqomah sampai akhir hayat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
——- 0O0 ——-
Silakan download PDF : Ittiba Rosuul AR RUSYDU #2 FNL
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh,
Terima kasih atas bahasannya Ittiba’, semoga Allooh سبحانه وتعالى senantiasa melindungi ustadz sekeluarga setiap langkahnya. dan saya minta izin untuk copy paste bacaan sholat dari 1 s/d 4 untuk memperbaiki bacaan sholat saya dan keluarga, karena selama ini saya pakai bacaan sholat, banyak yang berbeda (tidak shohiih).
Kemudian saya mencari di daftar isi mengenai tata cara bersuci (wudhu) belum menemukan. Apakah beulm ada pembahasan tentang bersuci? Bila belum, mohon ustadz memberi petunjuk buku yang harus saya beli, karangan siapa?
Demikian, terimakasih.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh
Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
Silakan saja, selama menjaga keotentikan naskahnya.. semoga dapat menjadi ‘ilmu yang bermanfaat bagi antum, keluarga dan kaum muslimin pada umumnya.
Pembahasan mengenai masalah bersuci (wudhu) sudah pernah ana sampaikan dalam beberapa kajian Hadits di Radio Dakta 107 FM (pada hari Rabu pkl. 8-10 malam) beberapa bulan yang lalu, namun memang belum dimuat di dalam Blog ini… Doakan saja semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa memberi kemudahan bagi ana untuk dapat menyampaikan materi tersebut melalui Blog ini… Namun demikian, antum bisa menanyakannya ke pihak Radio Dakta, atau mencarinya di streaming Radio Dakta.
Adapun buku yang insya Allooh membahas tentang masalah wudhu adalah kitab “AL WAJIZ“, tulisan: ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi, yang sudah ditarjamahkan kedalam bahasa Indonesia.
Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa memudahkan menuntut ‘ilmu dien bagi antum, keluarga dan kaum muslimin pada umumnya serta memberikan hidayah, taufiq dan keistiqomahan diatas jalan-Nya yang lurus…. Barrokalloohu fiika…