Skip to content

Panduan Praktis Bersuci Bagi Muslimah

31 May 2011

 PANDUAN PRAKTIS BERSUCI BAGI MUSLIMAH

 oleh: Al Ustaadz Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd.

 

Disampaikan dalam acara:

Dauroh Syar’iyyah AN NAJAT

 —–

Diselenggarakan oleh:

DPP AN NAJAT

 —–

pada:

Ahad, 25 Jumada Ats Tsaani 1432 H

(29 Mei 2011), pkl. 9.00-12.00 WIB

di Masjid Al Hikmah,

Perum Irigasi Bekasi Jaya,

Bekasi Barat

 —–

Muqoddimah :

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على خاتم الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين

وبعد :

Bersuci adalah syarat sahnya Sholat setiap ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, sehingga tidak akan dinyatakan sah, dan benar; kecuali harus melakukan Bersuci, baik dari Hadats maupun Najis, sesuai dengan tuntunan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Dauroh An Najat kali ini bertemakan “Bersuci Bagi Muslimah”, dia adalah merupakan kegiatan hasil kerjasama antara Bidang Kewanitaan dan Bidang Dakwah dalam rangka membekali, mengajari dan meluruskan perkara-perkara dien, terutama apa-apa yang berkenaan dengan masalah Bersuci agar seluruh Muslimin dan Muslimat tepat sesuai dengan tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam berbagai pengabdian dan kepatuhan terhadap Allooh سبحانه وتعالى.

Buku kecil ini ditulis sebagai penghantar antara pemateri dengan peserta. Memang diakui bahwa untuk memaparkan perkara Bersuci tidak lah cukup dengan berbekal semata-mata apa yang terkandung dalam buku kecil ini saja, namun paling tidak semoga kehadirannya bermanfaat, khususnya bagi peserta, dan umumnya bagi kaum muslimin di Indonesia.

Kami berterimakasih pada semua pihak yang terkait, dan apabila ada kekurangan, maka sudilah kiranya membentangkan pintu maaf dan menyampaikan masukannya.

Semoga Sholawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

—–

CARA MEMBERSIHKAN NAJIS

DAN DALIL-DALILNYA

1.      Membersihkan kulit bangkai :

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 3609 :

عن ابن عباس قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ( أيما إهاب دبغ فقد طهر )

Artinya:

Dari Shohabat Ibnu Abbas رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,Kulit apa saja yang disamak, maka ia menjadi suci.”

Dari Hadits ini dapat kita ambil pelajaran bahwa membersihkan kulit bangkai, bisa dilakukan dengan cara menyamak.

2.      Membersihkan bejana yang terkena air liur anjing :

Membersihkan bejana / benda yang terkena jilatan anjing adalah sebagaimana terdapat dalam Hadits Shohiih diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 677,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم-  طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

Artinya:

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sucinya bejana seorang diantara kamu bila dijilat anjing ialah ia mencucinya tujuh kali, yang pertama dicampur dengan debu tanah.”

3.      Mensucikan pakaian yang terkena darah haidh :

Jika pakaian terkena darah haidh, maka hendaknya lokasi yang terkena darah haidh tersebut dicuci dengan menggosok, mengerik dan membilasnya. Hal ini dapat kita pahami melalui Hadits Shohiih diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 701,

عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ « تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ »

Artinya:

“Dari Asma binti Abu Bakar رضي الله عنها, ia berkata, “Telah datang seorang perempuan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم seraya berkata, “Pakaian seorang diantara kami, terkena darah haidh, bagaimana ia harus berbuat?

Maka jawab beliau صلى الله عليه وسلم, “(Hendaklah) ia menggosoknya, lalu mengeriknya dengan air, kemudian membilasnya, kemudian (boleh) sholat dengan-nya.

Juga dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Abu Daawud no: 365 :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ خَوْلَةَ بِنْتَ يَسَارٍ أَتَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى إِلاَّ ثَوْبٌ وَاحِدٌ وَأَنَا أَحِيضُ فِيهِ فَكَيْفَ أَصْنَعُ قَالَ « إِذَا طَهُرْتِ فَاغْسِلِيهِ ثُمَّ صَلِّى فِيهِ ». فَقَالَتْ فَإِنْ لَمْ يَخْرُجِ الدَّمُ قَالَ « يَكْفِيكِ غَسْلُ الدَّمِ وَلاَ يَضُرُّكِ أَثَرُهُ

Artinya:

“Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Khaulah binti Yasar رضي الله عنها berkata, “Ya Rosuulullooh, aku hanya mempunyai satu potong pakaian, dan (sekarang) saya haidh ketika mengenakan pakaian tersebut. Apa yang harus aku perbuat?”

Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم men-jawab, “Apabila kamu suci, maka cucilah yang terkena darah haidh-mu, lalu sholat lah kamu dengannya.”

Ia bertanya (lagi), “Ya Rosuulullooh, (bagaimana) kalau bekasnya tidak bisa hilang?

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Cukuplah air bagimu (dengan mencucinya) dan bekasnya tidak membahayakan sholatmu.”

4.      Membersihkan ujung gamis wanita yang menyapu lantai :

Dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 383, Imaam At Turmudzy no: 143 dan Imaam Ibnu Maajah no: 531 dan Hadits ini di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany :

عَنْ أُمِّ وَلَدٍ لإِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهَا سَأَلَتْ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ إِنِّى امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِى وَأَمْشِى فِى الْمَكَانِ الْقَذِرِ. فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ »

Artinya:

“Dari seorang ibu putera Ibroohim bin ‘Abdurrohmaan bin ‘Auf bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah رضي الله عنها, istri Nabi صلى الله عليه وسلم, “Sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang biasa memanjangkan (ukuran) pakaian (gamis)ku dan (kadang-kadang) aku berjalan di tempat yang kotor?

Maka jawab Ummu Salamah رضي الله عنها, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم pernah bersabda, “Tanah selanjutnya menjadi pembersihnya.”

Melalui Hadits ini, ternyata bahwa ujung gamis wanita yang menyapu lantai dan tanah adalah tersucikan oleh sapuan kain tersebut pada tanah berikutnya.

5.      Mensucikan pakaian dari kencing anak kecil yang masih menyusui :

Mensucikan pakaian atau tempat yang terkena air kencing anak yang masih me-nyusui adalah sesuai dengan jenis kelamin anak tersebut.

Terdapat dalam Hadits Imaam Abu Daawud no: 736, dan di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Abu Samh رضي الله عنه, pembantu Nabi صلى الله عليه وسلم, ia berkata ketika Hasan atau Husein رضي الله عنهما kencing keatas dadanya, “Maku aku membasuhnya, kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ »

Artinya:

 “Dicuci (pakaian badan) yang terkena kencing anak perempuan dan (cukup) disiram dipercik air dari kencing anak laki-laki.”

Karena itu hendaknya disamping tidak repot, namun kita juga tidak boleh sembrono; melainkan memperhatikan sebaik mungkin apa yang harus dilakukan terhadap pakaian atau tempat disekitar kita yang terkena oleh air kencing anak.

6.      Membersihkan pakaian yang terkena air Madzi :

Ada beberapa macam air yang berbeda status hukumnya, yaitu:

a)      Wadi : dimana air ini adalah air yang keluar dari kemaluan pasca (usai) buang air kecil dan hukumnya adalah Najis.

Air ini tidak hanya dialami oleh laki-laki saja, atau oleh perempuan saja, akan tetapi dialami oleh keduanya; yang diakibatkan oleh ketergesa-gesaan atau kesembronoan dalam buang air atau karena penyakit, misalnya akibat keluhan pada prostat, atau hanya sekedar rasa yang dibisiki oleh syaithoon dimana yang bersangkutan mengalami was-was.

b)     Madzi : yaitu air yang keluar pada masa menjelang berjima’, dan air ini juga Najis. Madzi ini juga dialami oleh laki-laki maupun perempuan.

c)      Mani : air ini adalah air yang keluar dari kemaluan, dibarengi adanya rasa nik-mat, baik disebabkan oleh mimpi atau pun jima’. Dan air ini adalah Tidak Najis. Yang demikian itu dialami oleh laki-laki maupun perempuan.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 210, dan Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany :

عَنْ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ كُنْتُ أَلْقَى مِنَ الْمَذْىِ شِدَّةً وَكُنْتُ أُكْثِرُ مِنْهُ الاِغْتِسَالَ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ « إِنَّمَا يُجْزِيكَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِى مِنْهُ قَالَ « يَكْفِيكَ بِأَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهَا مِنْ ثَوْبِكَ حَيْثُ تُرَى أَنَّهُ أَصَابَهُ »

Artinya:

“Dari Sahl bin Hunaif رضي الله عنه, ia berkata, “Dahulu aku biasa mendapati kesulitan dan kepayahan karena madzi, sehingga aku sering mandi karenanya. Lalu aku tanyakan hal tersebut kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya cukuplah bagimu hanya dengan berwudhu’.”

Kemudian aku bertanya, “Wahai Rosuulullooh, bagaimana dengan madzi yang mengenai pakaianku?

Maka jawabnya, “Cukuplah bagimu mengambil setelapak tangan air lalu tuangkanlah pada pakaianmu (yang terkena madzi), sampai kamu lihat air itu membasahinya.”

Dalam Hadits ini, jelas kita dapati bahwa siapa yang mengalami keluarnya Madzi maka tidak wajib Mandi Junub, tetapi cukup dengan mencuci pakaian atau bagian yang terkena oleh Madzi, kemudian berwudhu’ jika hendak melakukan sholat.

7.      Membersihkan bagian bawah sandal :

Jika kita pada suatu saat diperlukan untuk tidak melepas sandal / sepatu, karena satu dan lain hal, maka Islam pun memberikan solusi antara lain dengan memperhatikan apakah sandal / sepatu itu bernajis ataukah tidak. Dan jika bernajis, maka cara mensucikannya adalah dengan cara menyapukan sandal/ sepatu tersebut pada tanah, sehing-ga kita yakin najisnya sudah hilang.

Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 11152, berkata Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth bahwa Sanad Hadits ini Shohiih memenuhi syarat Imaam Muslim dan para perowinya tsiqoot (terpercaya) :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَشَيَّعَهَا كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا وَلَمْ يُشَيِّعْهَا كَانَ لَهُ قِيرَاطٌ وَالْقِيرَاطُ مِثْلُ أُحُدٍ نَعْلَيْهِ فَخَلَعَ النَّاسُ نِعَالَهُمْ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِمَ خَلَعْتُمْ نِعَالَكُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْنَاكَ خَلَعْتَ فَخَلَعْنَا قَالَ إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ بِهِمَا خَبَثًا فَإِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقْلِبْ نَعْلَهُ فَلْيَنْظُرْ فِيهَا فَإِنْ رَأَى بِهَا خَبَثًا فَلْيُمِسَّهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيهِمَا

Artinya:

“Dari Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa yang mensholatkan dan mengantarkan jenazah, maka baginya pahala 2 gunung Uhud dan barangsiapa yang sekedar men-sholatkan dan tidak mengantarnya, maka baginya berhak pahala 1 gunung Uhud.”

Maka orang-orang melepas sandal mereka, ketika kembali.

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bertanya, “Kenapa kalian lepas sandal kalian?”

Mereka berkata, “Wahai Rosuulullooh, kami melihat engkau melepas sandal, maka kami pun melepasnya.”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Jibril datang kepadaku memberitahu bahwa pada kedua sandalku terdapat kotoran, maka jika salah seorang dari kalian mendatangi (– masjid –)maka hendaknya membalik sandalnya dan me-lihatnya, jika didapati kotoran padanya maka usapkan pada tanah kemudian sholat lah dengannya.”

Ternyata setelah sandal / sepatu kita bebas dari najis, kita juga boleh untuk meng-hidupkan sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan sholat memakai sandal / sepatu, asalkan tidak masuk ke dalam Masjid. Karena sudah tentu Masjid di zaman kita lebih bersih dan lebih baik daripada Masjid yang ada pada zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para Shohabatnya. Betapa pun iman dan taqwanya orang pada masa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para Shohabatnya itu adalah lebih bersih dan lebih baik dibandingkan orang-orang yang sholat di dalam Masjid yang bermarmer di zaman sekarang.

8.      Mensucikan tanah / lantai dari air kencing :

Jika tanah/ lantai ditempat dimana kita harus terbebas dari najis, tetapi ternyata terkena najis berupa air kencing atau sejenisnya, maka cara membersihkannya adalah yang sebagaimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tuntunkan dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 220 :

عَن أَبَي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Artinya:

“Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata, “Telah berdiri seorang Arab Badui di (pojok) dalam masjid lalu buang air kecil (kencing), maka kemudian para Shohabat hendak menghentikannya, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada mereka, “Biarkan dia (sampai selesai) dan (kemudian) tuangkanlah diatas kencingnya setimba air atau seember air, karena kalian diutus (ke permukaan bumi) sebagai pemberi kemu-dahan, bukan ditampilkan untuk menyulit-kan.”

—–

PANDUAN PRAKTIS BERWUDHU’

1. Niat di dalam Hati

2. Mengucapkan Basmalah

3. Membasuh kedua telapak tangan (dengan menyela-nyelakan air pada jari jemari tangan) (1-3 X)

4. Berkumur-kumur (Madhmadhoh) dan Bersiwak,

5. Memasukkan air kedalam hidung (Istinsyaaq) kemudian mengeluarkannya (Istintsaar), dalam sekali jalan / satu gerakan (1-3 X)

6. Mencuci Wajah (1-3 X)

7. Membasuh tangan kanan dan tangan kiri sampai siku (1-3 X)

8. Mengusap seluruh kepala dan kedua telinga (dimulai dari rambut pada dahi, lalu ke tengkuk dan kembali lagi ke tempat semula, lalu meletakkan telunjuk kedalam telinga sedangkan jari lainnya mengusap telinga bagian luar), dilakukan dalam satu gerakan yang tidak terpisah (1 X)

9. Membasuh kaki kanan dan kaki kiri sampai kedua mata kaki (dengan menyela-nyelakan air pada jari jemari kaki) (1-3 X)

10. Menghadap kearah Kiblat, sembari berdo’a seusai wudhu.

—–

DALIL-DALIL BERWUDHU’

Tentang gerakan-gerakan berwudhu’, dapat berpedoman pada ayat dan Hadits berikut ini :

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 6 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perem-puan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allooh tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hen-dak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

Adapun penjelasan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang tatacara wudhu’ adalah antara lain sebagaimana yang kita dapati dalam Hadits yang diriwayatkanoleh Al Imaam Al Bukhoory no: 159 dan Imaam Muslim no: 561 berikut ini :

أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثَ مِرَارٍ ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya:

“Bahwa Humron budak ‘Utsman رضي الله عنه, beliau melihat ‘Utsman bin Affan رضي الله عنهmeminta bejana, lalu mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian memasukkan (tangan) kanannya kedalam bejana lalu berkumur, dan memasukkan air ke hidungnya kemudian membasuh wajahnya tiga kali serta (membasuh) kedua tangannya sampai dengan siku tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, dan membasuh kedua kakinya tiga kali sampai dengan mata kaki, kemudian berkata, “Bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ‘Barangsiapa yang ber-Wudhu’ seperti Wudhu’-ku ini, kemudian sholat dua rokaat, tidak membisikkan pada dirinya (dalam perkara duniawi), niscaya diam-punilah dosa-dosanya yang lalu.”

Imaam Ibnus Syihab رحمه الله berkata, “Adalah ‘Ulama-‘Ulama kita menegaskan bahwa ini adalah cara Wudhu’ yang paling sempurna, yang (seyogyanya) dipraktekkan setiap orang untuk Sholat.”

Agar sempurnanya wudhu’ kita, maka ikutilah langkah-langkah ber-wudhu’ ini:

1. NIAT :

Berniatlah dalam Hati, bahwa kita berwudhu’ karena Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana terdapat dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1, dari Shohabat ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Artinya:

Sesungguhnya segala amal hanyalah bergantung pada niatnya.”

2. MENGUCAPKAN BASMALAH :

Ucapkanlah Basmalah sebagaimana yang demikian itu ditekankan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Hal itu terdapat dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 101, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ

Artinya:

Tidak sah sholat bagi orang yang tidak berwudhu’ (sebelumnya) dan tidak sah wudhu’ bagi orang yang tidak menyebut “Bismillah” (sebelumnya).”

3. MEMBASUH KEDUA TELAPAK TANGAN DENGAN MENYELA-NYELAI JARI :

Sedangkan menyela-nyela air pada jari tangan adalah dicontohkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam berwudhu’, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud no: 142, dan Imaam At Turmudzy no: 788, beliau berkata Hadits ini Hasan Shohiih, dan diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Maajah no: 488 dan Hadits ini di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Laqiith bin Shobroh رضي الله عنه ketika beliau menjadi perwakilan Bani Muntafiq untuk mendatangi Rosuulul-looh صلى الله عليه وسلم.

Diantara yang beliau tanyakan adalah tentang wudhu’, seraya mengatakan, “Ya Rosuulullooh, beritakanlah kepadaku tentang wudhu.

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِى عَنِ الْوُضُوءِ. قَالَ « أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا »

Artinya:

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sempurnakanlah wudhu’ dan sela-selakanlah (air) diantar jari-jemari dan bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaaq, kecuali kamu dalam keadaan shoum.”

4. MADHMADHOH :

Adapun tentang madhmadhoh ini dijelaskan di dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Abu Daawud dari jalan Ibnu Juroij no: 144, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

Artinya:

Apabila kamu berwudhu’, maka hendaklah berkumur-kumur.”

Dan berkumur-kumur (madhmadhoh) tersebut dengan cara dilakukan dalam sekali jalan/ satu gerakan, tiga kali itu adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 188 dan Imaam Muslim no: 578, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Zaid رضي الله عنه ketika dia mengajarkan (tatacara) wudhu’ Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,

عن عبد الله بن زيد : أنه أفرغ من الإناء على يديه فغسلهما ثم غسل – أو مضمض واستنشق – من كف واحدة ففعل ذلك ثلاثا فغسل يديه إلى المرفقين مرتين مرتين ومسح برأسه ما أقبل وما أدبر وغسل رجليه إلى الكعبين ثم قال هكذا وضوء رسول الله صلى الله عليه و سلم

Artinya:

Dari ‘Abdullooh bin Zaid رضي الله عنه tentang dia mengajarkan (tata cara) wudhu’ Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dimana dia berkumur-kumur dan istinsyaaq dari satu telapak tangan. Dia berbuat demikian (sebanyak) tiga kali.”

Sedangkan tentang ber-Siwak, maka hal ini adalah sebagaimana terdapat dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 612, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ

Artinya:

Kalaulah sekiranya aku tidak (khawatir) memberatkan ummatku, niscaya kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali akan sholat.

5. ISTINSYAAQ & ISTINTSAAR :

Adapun tentang ber-istinsyaaq dan ber-istintsaar adalah kita dapati dalam Hadits Riwayat Imaam An Nasaa’i no: 86 dan Imaam Ahmad, menurut Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth sanadnya Shohiih sesuai dengan syarat dua Syaikh (– maksudnya Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim – pent) dan Hadits ini di-shohiihkan pula oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany,

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إذا توضأ أحدكم فليجعل في أنفه ماء ثم ليستنثر

Artinya:

Dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Apabila seorang diantara kamu berwudhu’, maka masukkanlah air ke dalam hidungnya, lalu keluarkanlah.”

Juga dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Abu Daawud no: 142, dari Shohabat Abiihi Laqiith bin Shobron رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

Artinya:

Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaaq, kecuali sedang shoum.”

6.  MEMBASUH WAJAH :

Adapun batasan wajah yang wajib dicuci ketika berwudhu’, adalah awal rambut tumbuh diatas muka, berakhir dibawah dagu, itu adalah panjang muka. Sedangkan lebar muka adalah, dari batas lubang telinga kanan ke batas lubang telinga kiri.

7. MEMBASUH TANGAN SAMPAI SIKU :

Membasuh tangan yang dimaksud disini adalah membasuh tangan sampai siku-siku sebagaimana dijelaskan Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 6 diatas.

8. MENGUSAP SELURUH KEPALA DAN KEDUA TELINGA :

Adapun kedua telinga, adalah termasuk bagian dari kepala, sehingga wajib diusap, sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 434, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Zaid رضي الله عنه, bahwa Rosuululloohصلى الله عليه وسلم bersabda,

الأذنان من الرأس

Artinya:

Dua telinga itu termasuk kepala.”

Mengenai gerakan mengusap seluruh kepala dan kedua telinga dalam satu gerakan, maka perkara ini dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 135, dan menurut Syaikh Nashiruddin Al Albaany Hadits ini Hasan Shohiih,

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الطُّهُورُ فَدَعَا بِمَاءٍ فِى إِنَاءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِى أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ وَبِالسَّبَّاحَتَيْنِ بَاطِنَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ « هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ ». أَوْ « ظَلَمَ وَأَسَاءَ »

Artinya:

Dari Shohabat ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya رضي الله عنهم bahwa seseorang datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan bertanya, “Yaa Rosuulullooh, bagai-mana cara bersuci?

Kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم meminta air dalam bejana, kemudian membasuh kedua telapak tangannya 3X, kemudian membasuh wajahnya 3X, kemu-dian membasuh kedua tangan sampai sikunya 3X, kemudian mengusap kepalanya, lalu memasukkan dua telunjuknya kedalam dua telinganya dan mengusap dengan kedua ibu jarinya bagian luar dari kedua telinganya, serta dengan dua telunjuknya bagian dalam telinganya. Kemudian membasuh kedua kakinya 3X – 3X, kemudian berkata, “Beginilah cara berwudhu. Barangsiapa yang menambah atau mengurang dari apa yang dicontohkan, maka sungguh dia telah berbuat buruk atau dzulm (dzulm atau berbuat buruk).”

9.  MEMBASUH KEDUA KAKI SAMPAI DUA MATA KAKI SEMBARI MENYELA-NYELA AIR PADA JARI KAKI :

Sebagaimana telah terdahulu dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 6 dan Hadits Humron رضي الله عنه diatas, maka diantara rangkaian wudhu’ adalah mengakhiri gerakan wudhu’ dengan membasuh kedua kaki sampai dengan mata kaki, sembari menyela-nyela air pada jari kaki sebagaimana terdapat dalam Hadits Laqiith bin Shobroh pada poin ke-3 diatas.

10. BERDO’A SESUDAH WUDHU :

Setelah seluruh gerakan wudhu’ diselesai-kan, hendaknya kita menghadap Kiblat dan berdo’a dengan do’a sebagaimana yang dituntunkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang terdapat dalam beberapa riwayat Hadits berikut ini yaitu:

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 576, dari Shohabat ‘Uqbah bin ‘Amir رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

Artinya:

Barangsiapa yang menyempurnakan Wudhu’, lalu mengucapkan “Asyhadu  allaa Ilaaha Ilalloohu wahdahuu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya kecuali hanyalah Allooh, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rosuul-Nya)”, maka pintu-pintu surga yang delapan akan dibukakan untuk-nya dan dia boleh masuk dari pintu yang mana saja yang dia mau.”

Dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 55, dari Shohabat ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, yang di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, ditambahkan di akhir riwayat tersebut dengan mengatakan:

من توضأ فأحسن الوضوء ثم قال أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين – فتحت له ثمانية أبواب الجنة يدخل من أيها شاء

Artinya:

Barangsiapa yang berwudhu dengan sebaik-baiknya kemudian berdoa:“Asyhadu  allaa Ilaaha Ilalloohu wahdahuu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluhu. Alloohummaj’alnii minat tawwabiina waj’alnii minal mutathohhiriin (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya kecuali hanyalah Allooh, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rosuul-Nya. Ya Allooh, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang tekun bertaubat dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang rajin bersuci)”; maka akan dibukakan untuknya pintu surga yang delapan dan masuk dari mana yang dia suka.”

Dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 121, dari Shohabat ‘Uqbah bin Amir رضي الله عنه, dan kata Syaikh Syuaib Al Arnaauth Hadits ini Hasan Lighoirihi. Pada saat perang Tabuk, berdoa sesudah Wudhu’ itu dilaku-kan dengan cara mengangkat pandangan ke langit:

من توضأ فأحسن الوضوء ثم رفع نظره إلى السماء فقال أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله فتحت له ثمانية أبواب الجنة يدخل من أيها شاء

Artinya:

Barangsiapa yang ber-Wudhu’ sebaik-baiknya, kemudian mengangkat pandangannya ke langit kemudian berdoa,Asyhadu  allaa Ilaaha Ilalloohu wahdahuu laa syariikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya kecuali hanya lah Allooh, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rosuul-Nya)”, maka pintu-pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya dan dia boleh masuk dari pintu yang mana saja yang dia mau.

Lalu ditambah lagi berdasarkan Hadits Marfuu’ (yaitu: Hadits yang sampai sanad-nya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) Riwayat Imaam Al Hakim no: 2072, dan beliau berkata Hadits ini Shohiih sesuai dengan syarat Imaam Muslim kemudian di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Silsilah Ash Shohiihah no: 2333, dari Shohabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwasanya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

سبحانك اللهم و بحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك و أتوب إليك كتب في رق ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة

Artinya:

Siapa yang selesai ber-Wudhu’, lalu ia membaca “Subhaanakalloohumma wabihamdika, asyhadu allaa Illaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika (Maha Suci Engkau ya Allooh dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali hanyalah Engkau, aku mohon ampu-nan dan bertaubat pada-Mu)”, niscaya akan diangkat derajatnya sampai dibawah Al ‘Arsy dan tidak berubah kedudukannya hingga hari kiamat.”

Dan juga di dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3500 dan Imaam Ahmad no: 16650, dari Shohabat Abu Hurariroh رضي الله عنه, menurut Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth Hadits ini Hasan Lighoirihi, bahwa Rosuulul-looh  صلى الله عليه وسلم berdo’a:

اللهم اغفر لي ذنبي ووسع لي في داري وبارك لي في رزقي

Artinya:

Ya Allooh, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku dan berkahilah apa yang Engkau rizqikan padaku.

Kata Imaam Ibnus Sunni رحمه الله, seorang Ahli Hadiits, Hadits ini pernah disebutkan pula oleh Imaam Ibnul Qayyim رحمه الله dalam Kitabnya Zaadul Ma’aad.

BEBERAPA CATATAN :

Perlu diperhatikan pula, bahwa dalam ber-wudhu’, selain gerakan-gerakan yang sudah disebutkan diatas, perkara berikut juga merupakan apa yang disunnahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam ber-wudhu’ antara lain:

a)  MENDAHULUKAN ANGGOTA TUBUH YANG KANAN DARI YANG KIRI :

Adapun berwudhu’ dengan mendahulukan anggota tubuh yang kanan daripada yang kiri, adalah berdasarkan Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 168,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

Artinya:

Dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, beliau berkata: “Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mencintai mendahulukan anggota yang kanan dalam hal mengenakan alas kaki, menyisir, bersuci dan dalam seluruh ihwal-nya.”

b) BERTURUT-TURUT DALAM BERWUDHU:

Jangan sampai ada bagian yang tidak tersentuh air wudhu’ sekecil apa pun, karena dapat menyebabkan tidak sahnya wudhu’, sebagaimana diriwayatkan dalam Shohiih Imaam Abu Daawud no: 175, dari Shohabat Kholid رضي الله عنه, dari sebagian Shohabat Nabi صلى الله عليه وسلم,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَأَى رَجُلاً يُصَلِّى وَفِى ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ قَدْرُ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَأَمَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلاَةَ

Artinya:

Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم pernah melihat seorang laki-laki tengah mengerjakan sholat, sedangkan di punggung kakinya ada sebesar uang dirham yang tidak tersentuh air wudhu’, maka Nabi صلى الله عليه وسلم menyuruhnya agar mengulangi wudhu’ dan sholatnya.”

c) JUMLAH BASUHAN 1X – 3X :

Adapun selain membasuh tiga kali – tiga kali, sebagaimana Hadits Humron رضي الله عنه diatas; ada pula riwayat lain yang shohiih dari Imaam Al Bukhoory no: 157,dari Shohabat Ibnu Abbasرضي الله عنه, yang menyatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pernah pula mencontohkan membasuh satu kali-satu kali, pernah pula membasuh dua kali-dua kali, dimana Imaam Al Bukhoory berkata di permulaan Kitaabul Wudhu’ :

وَبَيَّنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ فَرْضَ الْوُضُوءِ مَرَّةً مَرَّةً وَتَوَضَّأَ أَيْضًا مَرَّتَيْنِ وَثَلَاثًا وَلَمْ يَزِدْ عَلَى ثَلَاثٍ وَكَرِهَ أَهْلُ الْعِلْمِ الْإِسْرَافَ فِيهِ وَأَنْ يُجَاوِزُوا فِعْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya:

Nabi صلى الله عليه وسلم menjelaskan bahwa fardhu wudhu’ itu satu kali – satu kali dan berwudhu’ juga dua kali – dua kali dan tiga kali, dan tidak menambah dari tiga. Dan ahli ilmu membenci berlebihan dalam hal melebihi apa yang dikerjakan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.”

—–

PEMBATAL WUDHU’ DAN DALIL-DALILNYA

Berbagai hal yang dapat membatalkan wudhu’ antara lain adalah: 

1. Apa saja yang keluar dari kemaluan dan dubul, berupa: buang air kecil (kencing), buang air besar (berak), buang angin (kentut); juga Madzi, Wadi dan Mani.

Sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 6 :

أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء 

Artinya:

“…. atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan…”

Juga didalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 135, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ

Artinya:

Allooh tidak akan menerima sholat seorang diantara kamu yang berhadats sampai ia berwudhu’ (sebelumnya).”

Maka seorang Shohabat dari negeri Hadramaut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan hadats itu, wahai Abu Hurairoh?

Jawabnya, “Buang angin (kentut) yang lirih, maupun buang angin yang keras.”

Lalu dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Baihaqy dalam Kitab As Sunnan Al Kubro no : 832:

عن ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ : الْمَنِىُّ وَالْمَذْىُ وَالْوَدْىُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا الْوَدْىُ وَالْمَذْىُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ

Artinya:

“Dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, ia berkata, “Mani, wadi dan madzi (termasuk hadats). Adapun mani, cara bersuci darinya harus dengan mandi besar. Adapun wadi dan madzi,” maka dia berkata, “Cucilah dzakarmu, kemaluanmu, kemudian berwudhu’ lah sebagaimana kamu berwudhu’ untuk sholat!

2.  Tidur pulas sampai tidak tersisa sedikitpun kesadarannya.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 478, dan menurut Syaikh Nashiruddin Al Albaany Hadits ini Hasan,

عن صفوان بن عسال قال : كأن رسول الله صلى الله عليه و سلم يأمرنا أن لا ننزع خفافنا ثلاثة أيام إلا من جنابة . لكن من غائط وبول ونوم

Artinya:

Dari Shohabat Shafwan bin Assal رضي الله عنه, beliau berkata, “Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pernah menyuruh kami, apabila kami melakukan safar agar tidak melepaskan khuf kami (selama) tiga hari tiga malam, kecuali karena janabat, akan tetapi (kalau) karena buang air besar atau kecil atau karena tidur (pulas, maka cukup berwudhu’).”

Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 203, dan menurut Syaikh Nashiruddin Al Albaany Hadits ini Hasan, bahwa:

عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ  رضى الله عنه  قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم « وِكَاءُ السَّهِ الْعَيْنَانِ فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ »

Artinya:

“Dari Ali رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Mata adalah pengawas dubur-dubur, maka barangsiapa yang tidur (nyenyak), hendaklah ber-wudhu’.”

3. Hilangnya kesadaran/ akal

4. Memegang kemaluan

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Abu Daawud no: 181, dari Shohabat Busrotu bintu Shofwan رضي الله عنها bahwa Rosuulul-looh صلى الله عليه وسلم bersabda,

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

Artinya:

Barangsiapa yang memegang kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu’.”

Kemudian dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 7076, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir no: 4491, dari Shohabat bernama ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya رضي الله عنهم, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ber-sabda,

عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من مس ذكره فليتوضأ وأيما امرأة مست فرجها فلتتوضأ

Artinya:

Barangsiapa yang menyentuh kemaluan-nya, maka hendaknya ia berwudhu’ dan siapa saja wanita yang menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu’.”

5. Memakan daging unta

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Abu Daawud no: 184,

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْوُضُوءِ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ فَقَالَ « تَوَضَّئُوا مِنْهَا ». وَسُئِلَ عَنْ لُحُومِ الْغَنَمِ فَقَالَ « لاَ تَتَوَضَّئُوا مِنْهَا

Artinya:

Dari Shohabat Al Baro’ bin ‘Azib رضي الله عنه, beliau berkata:

“Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ditanya tentang wudhu’ disebabkan karena makan daging unta, makaRosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Berwudhu’ lah disebabkan (makan) daging unta.”

Dan ditanya tentang berwudhu’ dari makan daging kambing, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Jangan berwudhu’ disebabkan (makan) daging kambing!….”

—–

PANDUAN PRAKTIS MANDI WAJIB / MANDI JUNUB

1.  Niat di dalam Hati

2. Mengucapkan Basmalah

3. Membasuh kedua telapak tangan

4. Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluan, lalu menggosokkan tangan keatas tanah / dinding (1-3X)

5. Berwudhu’ seperti berwudhu’ ketika hendak menunaikan sholat, kecuali mencuci kedua kaki.

6. Menyiramkan air keatas kepala dengan menyela-nyelai rambut dengan jari-jemari sehingga air merata ke seluruh akar rambut kepala.

7.  Menyiramkan air ke sekujur tubuh (1-3 X)

8. Berdehem

9. Membasuh kaki kanan dan kiri sampai kedua mata kaki dengan menyela-nyelakan air pada jari-jemari kaki) (1-3 X)

CATATAN:

Gerakan mandi ini disunnahkan juga dengan cara :

a)  Menggosok-gosok

b)  Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri

c)   Gerakan dilakukan 3X (untuk gerakan tertentu adalah sesuai dengan keperluan)

d)  Mengirit penggunaan air sedapat mungkin

e)   Boleh mandi junub berdua antara suami istri

f)   Untuk mandi karena Haidh / Nifas, dianjurkan untuk menggunakan wewangian.

—–

PERBEDAAN ANTARA MANDI WAJIB & MANDI JUNUB

Perlu diketahui bahwa Mandi Wajib adalah meliputi Mandi Janabat (Mandi Junub) dan Mandi karena Mati / Masuk Islam.

Sedangkan Mandi Janabat (Mandi Junub) adalah mandi yang disebabkan oleh junub, baik oleh Haidh, Nifas atau Jima’.

—–

DALIL-DALIL PANDUAN MANDI WAJIB / MANDI JUNUB

1.  NIAT :

Sebagaimana Ibadah lainnya, ketika kita akan mandi Junub, maka Niat dalam Hati adalah merupakan sesuatu hal yang penting yang tidak boleh tertinggalkan. Dalam hal ini kita berniat untuk menghilangkan Hadats Besar, baik dengan Mandi Wajib ataupun Mandi Junub.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1, dari Shohabat ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Artinya:

Sesungguhnya segala amal hanyalah bergantung pada niatnya.”

2. MENGUCAPKAN BASMALAH

3-9. TATACARA MANDI WAJIB / MANDI JUNUB :

Melalui Hadits-Hadits dibawah, kita akan dapati urutan tatacara Mandi Wajib / Mandi Junub yang dicontohkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Perhatikanlah baik-baik dan laksanakanlah sunnah ini dalam kebiasaan hidup kita.

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 744, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدِ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

Artinya:

Adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم apabila mandi janabah memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan (air) dengan tangan kanannya ke atas tangan kirinya, lalu mencuci kemaluannya kemudian ber-Wudhu’, sebagaimana Wudhu’-nya untuk sholat, kemudian mengambil air (dengan tangannya), lalu memasukkan jari-jari tangannya ke pangkal rambut hingga apabila ia melihat sudah tersentuh air semua pangkal rambutnya, ia menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali siraman dengan kedua telapak tangannya, kemudian menyiramkan air ke sekujur tubuhnya, lalu membasuh kedua kakinya.”

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 273, dari Maimunah رضي الله عنها, ia berkata,

وَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضُوءًا لِجَنَابَةٍ فَأَكْفَأَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ ثُمَّ ضَرَبَ يَدَهُ بِالْأَرْضِ أَوْ الْحَائِطِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَغَسَلَ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ ثُمَّ غَسَلَ جَسَدَهُ ثُمَّ تَنَحَّى فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ قَالَتْ فَأَتَيْتُهُ بِخِرْقَةٍ فَلَمْ يُرِدْهَا فَجَعَلَ يَنْفُضُ بِيَدِهِ

Artinya:

Aku pernah menuangkan air untuk Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم  untuk dipakai mandi janabah (dan aku menabirinya). Beliau صلى الله عليه وسلم  lalu membasuh kedua tangannya dua atau tiga kali, kemudian menuangkan air (dengan tangan kanannya) atas tangan kirinya, lalu beliau صلى الله عليه وسلمmembasuh kemaluan dan apa-apa yang ada disekitarnya yang terkena kotoran. Beliau صلى الله عليه وسلم  lalu menggosok-gosokkan tangannya ke atas tanah (atau ke dinding) dua atau tiga kali (kemudian mencucinya), lalu berkumur-kumur, menghirup air ke hidungnya, membasuh wajah dan kedua tangannya, dan membasuh kepalanya tiga kali, kemudian menyiramkan air ke seluruh tubuhnya, lalu berdehem dan mencuci kedua kakinya. Lalu aku bawakan kain, tetapi beliau صلى الله عليه وسلم  tidak menolaknya, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم  keringkan dengan tangan-nya.”

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 776 :

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أَسْمَاءَ سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ غُسْلِ الْمَحِيضِ فَقَالَ « تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ. ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا ». فَقَالَتْ أَسْمَاءُ وَكَيْفَ تَطَهَّرُ بِهَا فَقَالَ « سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِينَ بِهَا ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ كَأَنَّهَا تُخْفِى ذَلِكَ تَتَبَّعِينَ أَثَرَ الدَّمِ. وَسَأَلَتْهُ عَنْ غُسْلِ الْجَنَابَةِ فَقَالَ « تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِى الدِّينِ

Artinya:

“Dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa Asma’ رضي الله عنها pernah bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم perihal Mandi Haidh. Maka jawab Beliau صلى الله عليه وسلم, “Hendaklah seorang diantara kamu mengambil air beserta daun bidara, lalu hendaklah ia bersuci dengan sempurna, kemudian tuangkanlah air keatas kepalanya, lalu gosoklah kepalanya dengan sungguh-sungguh hingga rata, kemudian tuangkanlah (lagi) air keatas kepalanya, kemudian ambillah sepotong kain atau kapas maka demikian ia menjadi suci.”

Kemudian Asma’ رضي الله عنها bertanya, “(Wahai Rosuulullooh), bagaimana ia dianggap sudah suci dengan cara itu?

Maka, jawab Beliau صلى الله عليه وسلم, “Subhaanallooh… dengan cara itu ia sudah menjadi suci.”

Kemudian ‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata (sambil berbisik), “(Hai Asma’), kamu harus memperhatikan (menjelajahi) bekas darah.”

Kemudian Asma’ رضي الله عنها bertanya kepada Beliau صلى الله عليه وسلم perihal Mandi Janabat, maka jawab Beliau صلى الله عليه وسلم, “Hendaklah si perempuan itu mengambil air lalu bersuci dengan baik atau sempurna, kemudian tuangkanlah (air) keatas kepala-nya, lalu gosoklah kepalanya sampai rata, kemudian tuangkanlah air keatasnya.”

Dan ‘Aa’isyah رضي الله عنها berkata, “Sebaik-baik wanita adalah wanita ‘Anshor, malu mereka tidak menghalangi semangat mereka belajar tentang Islam.”

Lalu dalam Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 770, dari Ummu Salamah رضي الله عنها, ia berkata,

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِى فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ « لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِى عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ

Artinya:

“Aku pernah bertanya, “Ya Rosuulullooh, sesungguhnya aku adalah seorang perem-puan yang mengikat kuat rambut kepalaku, lalu apakah aku harus membukanya untuk mandi janabat?

Jawab beliau صلى الله عليه وسلم, “Tidak (harus), cukup bagimu menuangkan (air) diatas kepalamu tiga kali tuangan, kemudian engkau siramkan air keatas tubuhmu, dengan demikian kamu menjadi suci.”

Dua Hadits yang terakhir diatas (yakni Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melalui ‘Aa’isyah رضي الله عنها dan Ummu Salamah رضي الله عنها) memberitakan kepada kita bahwa wanita ketika mandi Junub atau mandi Haidh/ Nifas hendaknya membasuh dan menggosok-gosok kepala mereka agar yakin guna keperluan sampainya air ke pangkal-pangkal rambutnya.

Hanya saja, sebagaimana terdapat dalam Hadits melalui Ummu Salamah رضي الله عنها, bagi wanita yang mandi Junub sementara rambutnya adalah panjang dan terikat maka tidak mengapa untuk tidak mengurai rambutnya, akan tetapi mencukupkan dengan menyiram air keatas kepalanya tiga kali tuangan. Karena mandi Junub itu berulang kali dapat terjadi, berbeda dengan mandi Haidh/ Nifas yang lebih jarang.

Adapun wanita apabila mandi Haidh/ Nifas, hendaknya menguraikan rambut dan menyela-nyelai rambut kepalanya dengan sempurna, serta dianjurkan memakai wewangian, karena dimungkinkan wanita yang Haidh/ Nifas itu adalah berhari-hari tidak mandi bahkan tidak membasuh kepalanya, karena itu pada waktu mandi Haidh/ Nifas dia hendaknya menguraikan rambutnya sehingga bukan saja membersihkan, akan tetapi juga untuk menghilangkan kemungkinan bau pada rambutnya yang berhari-hari tidak terbasuh air. Terlebih lagi, untuk kondisi di Jazirah Arab yang memang berbeda dengan di Indonesia dari sisi volume air yang tidak semelimpah di Indonesia, sehingga disana memungkinkan orang untuk mandi satu kali satu pekan saja, sementara di Indonesia bisa mandi 3X sehari atau bahkan lebih.

BOLEHNYA MANDI JUNUB BERDUA ANTARA SUAMI ISTRI :

Dalam keadaan suami istri, dengan satu atau lain alasan hendak melakukan mandi berdua dalam satu bejana, maka hal itu boleh dan bisa dilakukan dan tidak ada udzur syar’ie. Karena air yang dipakai untuk ber-Wudhu’ ataupun mandi junub itu adalah tidak najis.

Sebagaimana dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 755, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, ia berkata,

مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ

Artinya:

Dahulu aku sendiri dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (sering) mandi bersama dari satu bak, sedangkan kami berdua dalam keadaan junub.”

Jadi dari Hadits diatas, diketahui tentang bolehnya suami istri mandi bersama di dalam satu kamar atau bak mandi, yang masing-masing melihat aurot pasangannya.

HAL-HAL PENYEBAB MANDI WAJIB / MANDI JUNUB

Ada berberapa perkara yang harus kita ketahui, yang jika kita mengalaminya, maka kita wajib untuk Mandi, yakni:

1. Keluar mani

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 802, dari Shohabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwa Rosuululloohصلى الله عليه وسلم bersabda,

إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ

Artinya:

Sesungguhnya (mandi wajib) air hanyalah karena (mengeluarkan) air (mani).”

Maksudnya, bahwa kita wajib Mandi, yang sudah barang tentu menggunakan air, karena disebabkan oleh keluarnya air (yang dimaksud dalam hal ini adalah mani), baik karena Jima’ maupun karena Mimpi Basah.

Jika seseorang bermimpi dan mengeluarkan air (mani) ketika tidur maka berdasarkan Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Bukhoory no : 130 dan Imaam Muslim no: 738,

أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ جَاءَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَتْ الْمَاءَ فَغَطَّتْ أُمُّ سَلَمَةَ تَعْنِي وَجْهَهَا وَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَتَحْتَلِمُ الْمَرْأَةُ قَالَ نَعَمْ تَرِبَتْ يَمِينُكِ فَبِمَ يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا

Artinya:

Dari Ummu Salamah رضي الله عنها bahwa Ummu Sulaim رضي الله عنها, ia bertanya, “Yaa Rosuulullooh, sesungguhnya Allooh tidak malu terhadap yang haq, maka apa-kah perempuan (juga) wajib mandi bila mimpi?

Jawab beliau صلى الله عليه وسلم , “Ya, jika ia melihat air (mani).”

Maka Ummu Salamah رضي الله عنها menutup wajahnya, dan berkata, “Apakah wanita mimpi (– sebagaimana dialami oleh laki-laki – pent.)?

Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya, karena dengan apa anaknya akan menyerupai?

Sedangkan jika seseorang mengeluarkan air ketika tidak tidur, maka apabila yang keluar itu adalah Mani, maka Wajib Mandi Junub, tetapi jika yang keluar itu adalah Wadi / Madzi / kencing maka tidak wajib Mandi Junub, melainkan cukup berwudhu jika akan melakukan sholat.

Hal ini adalah sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 847, dan Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan bahwa Hadits ini Hasan Lighoirihi, dan Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shohiih Sunnan Abi Daawud mengatakan bahwa Sanad Hadits ini Hasan atau Shohiih,

عن على قال : كنت رجلا مذاء فسألت النبي صلى الله عليه و سلم فقال إذا حذفت فاغتسل من الجنابة وإذا لم تكن حاذفا فلا تغتسل

Artinya:

Dari Shohabat ‘Aali رضي الله عنه berkata, “Aku adalah orang yang sangat sering keluar madzi, maka aku bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, maka beliauصلى الله عليه وسلم menjawab, “Apabila kamu memuncratkan air (mani), maka mandi janabatlah, namun manakala kamu tidak memuncratkan (keluar tanpa syahwat), maka tidak perlu mandi janabat.”

Juga diriwayatkan dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Abu Daawud no: 236,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الرَّجُلِ يَجِدُ الْبَلَلَ وَلاَ يَذْكُرُ احْتِلاَمًا قَالَ « يَغْتَسِلُ ». وَعَنِ الرَّجُلِ يَرَى أَنَّهُ قَدِ احْتَلَمَ وَلاَ يَجِدُ الْبَلَلَ قَالَ « لاَ غُسْلَ عَلَيْهِ ». فَقَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ الْمَرْأَةُ تَرَى ذَلِكَ أَعَلَيْهَا غُسْلٌ قَالَ « نَعَمْ إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ

Artinya:

Dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, ia berkata, “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pernah dita-nya tentang seorang laki-laki yang mendapati (kainnya) basah dan ia tidak ingat ihtilaam (bermimpi basah)?”

Maka jawab Beliauصلى الله عليه وسلم , “Ia harus mandi.”

Kemudian (ditanya lagi) perihal seorang laki-laki yang yakin bahwa dirinya ihtilaam, namun ternyata ia tidak mendapati basah (pada kainnya).

Maka jawab Beliau صلى الله عليه وسلم, “Tidak ada kewajiban mandi atasnya.”

Maka Ummu Sulaim رضي الله عنها berkata, “Wanita bermimpi dan melihat air (mani), apakah wajib mandi?”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Sesungguhnya wanita adalah pasangan laki-laki.

Dari Hadits ini, diperoleh pelajaran bahwa jika seseorang bermimpi kemudian mendapati basah (air mani) maka hendaknya ia Mandi Junub, tetapi jika tidak maka ia tidak wajib untuk Mandi Junub.

2. Jima’ (berhubungan suami istri), sekalipun tidak mengeluarkan air mani

Berjima’ adalah merupakan penyebab wajibnya seseorang Mandi Junub, apakah keluar mani ataukah tidak.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 292 dan Imaam Muslim no: 809,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ الْغَسْلُ رواه البخاري ومسلم وعند مسلم « وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ »

Artinya:

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, dari Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda, “Apabila seseorang duduk diantara empat anggota badan (istrinya), lalu bersungguh-sungguh memperlakukannya (yaitu jima’), maka ia wajib mandi, sekalipun tidak mengeluarkan (air mani).”

Sementara dalam riwayat Imaam Muslim:Walaupun tidak mengeluarkan air (mani).”

Adapun dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 608, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany,

عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم قالت إذا التقى الختانان فقد وجب الغسل . فعلته أنا ورسول الله صلى الله عليه و سلم فاغتسلنا

Artinya :

Dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, beliau berkata, “Jika kedua khitan bertemu, maka telah wajib mandi. Aku dan Rosuulullooh melakukannya, sehingga kami mandi bersama.”

3. Orang kaafir yang baru masuk Islam

Jika orang kaafir masuk menjadi Muslim, maka Wajib bagi dia untuk mandi, sebagai-mana hal ini terdapat dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 605 dan Imaam An Nasaa’I no: 188, dan di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany,

عن قيس بن عاصم : أنه أسلم فأمره النبي صلى الله عليه و سلم أن يغتسل بماء وسدر

Artinya:

Dari Qais bin ‘Aashim رضي الله عنه bahwa ia masuk Islam, lalu diperintah oleh Nabi صلى الله عليه وسلم agar mandi dengan menggunakan air yang dicampur dengan daun bidara.”

4. Berhentinya darah haidh dan nifas

Sebagaimana telah terdahulu, bahwa Haidh dan Nifas adalah menjadi penyebab wajibnya Mandi atas wanita.

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 320 dan Imaam Muslim no: 779,

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي

Artinya:

Dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy رضي الله عنها pada saat istihadhoh, beliau menanyakannya kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “ Itu darah penyakit dan bukan haidh. Maka jika (waktu) haidh datang, maka tinggal-kanlah sholat dan apabila (waktu) haidh berakhir, maka mandilah dan sholatlah !”

Dalam hal ini status hukum Nifas adalah sama dengan hukum Haidh.

—–

HAIDH, NIFAS & ISTIHADHOH

Pengertian Haidh, Nifas dan Istihadhoh:

Haidh atau ‘Aadah-syahriyyah adalah darah wanita yang keluar setiap bulan.

Nifas adalah darah wanita yang keluar karena melahirkan.

Istihadhoh adalah darah wanita yang keluar di luar waktu-waktu haidh dan nifas, disebabkan oleh penyakit.

Jadi jika seorang wanita biasa mengeluarkan darah Haidh atau Nifas secara teratur, maka darah yang keluar melebihi dari kebiasaannya adalah darah istihadhoh.

Perbedaan antara Darah Haidh/ Nifas dan Darah Istihadhoh:

Darah haidh adalah darah kehitaman dan memiliki aroma yang khas, sebagaimana telah difahami oleh kaum wanita. Sementara darah istihadhoh adalah darah berwarna merah segar.

Hal ini dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 286, dan Hadits ini di-Hasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dimana Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Fathimah binti Abi Hubaisy رضي الله عنها:

إِذَا كَانَ دَمُ الْحَيْضَةِ فَإِنَّهُ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِى عَنِ الصَّلاَةِ فَإِذَا كَانَ الآخَرُ فَتَوَضَّئِى وَصَلِّى فَإِنَّمَا هُوَ عِرْقٌ

Artinya:

Apabila darah haidh, maka ia berwarna hitam yang sudah dikenal (oleh kaum wanita), maka hendaklah kamu berhenti dari sholat, namun jika berwarna lain, maka hendaklah kamu berwudhu’, karena ia adalah darah yang berasal dari pembuluh darah.”

Masa Haidh dan Nifas:

Masa Nifas, tidak ada batasan waktu tersingkat, tetapi para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah berbeda pendapat dalam masa terpanjang/ terlamanya Nifas. Ada yang mengatakan 40 hari dengan berlandas-kan Hadits Shohiih Riwayat Imaam At Turmudzy no: 139, menurut Syaikh Nashi-ruddin Al Albaany Hadits ini Hasan Shohiih,

عن أم سلمة قالت : كانت النفساء تجلس على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم أربعين يوما

Artinya:

Dari Ummu Salamah رضي الله عنها, ia berkata, “Kaum wanita yang nifas tidak sholat pada masa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم selama 40 hari….

Bahkan Al Imaam At Turmudzy رحمه الله mengatakan bahwa Ahli Ilmu dari kalangan Shohabat Nabi صلى الله عليه وسلم dan Taabi’iin, juga setelah mereka bersepakat bahwa wanita yang Nifas meninggalkan sholatnya selama 40 hari, kecuali jika dia mengalami bersih dari darah Nifas sebelum masa 40 hari itu, maka dia hendaknya Mandi Janabat dan segera Sholat. Dan jika dia masih mengalami pendarahan setelah waktu 40 hari, maka kebanyakan Fuqoha, termasuk Al Imaam Sofyan Ats Tsaury, ‘Abdullooh bin Mubaarok, Al Imaam Asy Syaafi’iy, Al Imaam Ahmad dan Ishaaq رحمهم الله mengatakan untuk tidak meninggalkan Sholat. Sedangkan menurut Al Imaam Al Hasan Al Bashry رحمه الله, meninggalkan sholat boleh sampai 50 hari jika belum mengalami bersih dari darah. Juga menurut Imaam ‘Atho’ bin Abi Robaah dan Asy Sya’by رحمهم الله mengatakan masa terpanjang Nifas adalah 60 hari.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 785, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Ummu Habiibah رضي الله عنها :

امْكُثِى قَدْرَ مَا كَانَتْ تَحْبِسُكِ حَيْضَتُكِ ثُمَّ اغْتَسِلِى وَصَلِّى

Artinya:

Berhentilah kamu (selama haidh itu masih menahanmu), kemudian mandilah dan sholatlah!

Jika tidak bisa membedakan antara darah Haidh dan darah Istihadhoh, maka hendak-lah ia mengikuti kebiasaan kaum wanita pada umumnya.

Hal ini adalah sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits oleh Imaam Abu Daawud no: 287, dan menurut Syaikh Nashiruddin Al Albaany Hadits ini Hasan, dimana Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepada Hamnah binti Jahsy رضي الله عنها,

إِنَّمَا هَذِهِ رَكْضَةٌ من رَكَضَاتِ الشَّيْطَانِ فَتَحَيَّضِى سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةَ أَيَّامٍ فِى عِلْمِ اللَّهِ ثُمَّ اغْتَسِلِى حَتَّى إِذَا رَأَيْتِ أَنَّكِ قَدْ طَهُرْتِ وَاسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّى ثَلاَثًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً أَوْ أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً وَأَيَّامَهَا وَصُومِى فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكِ وَكَذَلِكَ فَافْعَلِى فِى كُلِّ شَهْرٍ كَمَا تَحِيضُ النِّسَاءُ وَكَمَا يَطْهُرْنَ مِيقَاتَ حَيْضِهِنَّ وَطُهْرِهِنَّ

Artinya:

Sesungguhnya itu hanyalah salah satu dari dorongan syaithoon. Maka hendaklah kamu menjalani masa haidh 6 hari atau 7 hari menurut ilmu Allooh, kemudian mandilah hingga apabila engkau melihat bahwa engkau sudah suci dan bersih, maka sholatlah selama 24 malam atau 23 hari dan shoum lah, karena sesungguhnya itu cukup bagimu. Dan begitulah hendaknya kamu berbuat pada setiap bulan, sebagaimana kaum wanita berhaidh dan sebagaimana mereka bersuci sesuai dengan ketentuan waktu haidh dan waktu sucinya.”

Hukum berkenaan dengan Haidh dan Nifas:

Larangan bagi Wanita yang Haidh dan Nifas, adalah :

1. Shoum

Dan shoum tersebut harus diqodho’-nya ketika ia telah suci. Hal ini adalah sebagaimana telah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 789 berikut ini :

عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

Artinya:

Dari Mu’aadah yang bertanya kepada ‘Aa’isyah  رضي الله عنها, istri Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم.

Beliau bertanya, “Kenapa wanita yang haidh itu disuruh mengqodho shoum dan tidak disuruh mengqodho sholat?”

‘Aa’isyah رضي الله عنها, pun bertanya, “Apakah kamu Khawarij?”

Jawab Mu’aadah, “Bukan, aku bukanlah orang Khawarij, tetapi aku hanyalah semata-mata bertanya.”

Jawab ‘Aa’isyah رضي الله عنها, “Haidh itu kami alami, lalu kami diperintah untuk meng-qodho shoum dan tidak meng-qodho sholat.”

2. Jima’

Hal ini adalah sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 222 :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya:

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah kotoran“. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allooh kepadamu. Sesungguhnya Allooh menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

3.Tidak membaca mushaf Al Qur’an, kecuali dalam keadaan sangat dibutuhkan seperti: guru yang sedang mengajar, atau membacanya dari hafalan Al Qur’an, atau dari Al Qur’an tarjamah, atau dari buku-buku yang mengandung ayat-ayat Al Qur’an.

Sebagaimana hal ini difatwakan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah seperti Syaikh Bin Baaz dan Syaikh ‘Utsaimiinرحمهما الله dan lain-lain.

Hukum Wanita yang mengalami Istihadhoh

Wanita Istihadhoh tidak dilarang terhadap perkara diatas sebagaimana wanita Haidh dan Nifas, hanya saja ia harus berwudhu’ untuk setiap kali akan sholat, sebagaimana hal ini telah diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 228,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِحَيْضٍ فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي قَالَ وَقَالَ أَبِي ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ الْوَقْتُ

Artinya:
dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, beliau berkata bahwa Fathimah bintu Abi Abi Hubaisy رضي الله عنها datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, bertanya, “Ya Rosuulullooh, sungguh aku wanita yang mengalami istihadhoh, maka aku tidak suci. Apakah aku tinggalkan sholat?

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Tidak, hal itu adalah merupakan penyakit, dan bukan haid, maka jika masa haidh mu tiba, tinggalkanlah olehmu sholat, dan jika masa haidh mu berakhir, maka cucilah darahmu, kemudian sholat lah.”

Dan ayahku (Abu Hubaisy رضي الله عنه) berkata, “Dan berwudhu’lah kamu untuk setiap sholat, sehingga datang waktu itu.”

—–

Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

sumber:  http://www.ustadzrofii.wordpress.com

—–

Download PDF-File:

Bersuci Bg Muslimah 14.85×10.5

Demikianlah, buku kecil ini disampaikan sebagai salah satu materi dalam Dauroh “Panduan Praktis Bersuci Bagi Muslimah“, dan berikut ini simaklah audio ceramah dauroh tersebut selengkapnya :

Download:

Panduan Praktis Bersuci Bagi Muslimah Bagian-1

Panduan Praktis Bersuci Bagi Muslimah Bagian-2

Panduan Praktis Bersuci Bagi Muslimah Bagian-3

Panduan Praktis Bersuci Bagi Muslimah Bagian-4

14 Comments leave one →
  1. Setyo permalink
    31 May 2011 5:10 am

    Assalamu’alaikum Ustadz, mohon izin untuk mengcopy materi diatas baik tulisan maupun audionya
    Jazakallah, wassalamu’alaikum..

    • 31 May 2011 4:06 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh… silakan saja, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat…. Barokalloohu fiika

  2. arie ummu aisya permalink
    31 May 2011 10:49 pm

    Assalamu’alaikum
    Ustadz ana minta izin copas materi di atas, insya Alloh ini akan sangat berguna bagi ana khususnya dan ummahat, semoga Allooh Ta’ala membalas dengan sebaik-baik balasan dari sisi-Nya serta pahala dan jannah-Nya.
    Jazaakumulloh khairan jazaa, Barakallahu fiika

    • 1 June 2011 6:57 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiik

  3. 1 June 2011 12:40 pm

    Assalamu’alaikum Ustadz minta ijin copas materi diatas…Jazakallah

    • 1 June 2011 3:15 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiiki

  4. suryanto permalink
    3 June 2011 10:52 am

    Assalamu‘alaikum Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Ustadz A Rofi’i, mohon izin copy paste, untuk dipelajari
    Semoga Allooh selalu melindungi dan menerima amal baik Ustad A Rofi’i Aamiin.

    Dan mohon kami di beri penjelasan mengenai tanda baca di Mushaf Al Qur’an :
    Bila Mushaf dari Madinah yaitu = ٱﷲ diatas alif ada tandanya seperti mim menghadap keatas
    Bila Mushaf Al Qur’an selain dari Madinah yaitu = ﺍﷲ diatas alif tidak ada tandanya.
    Atas kesediaan Ustad memberikan penjelasan kami mengucapkan terima kasih, karena kami sudah mencari tahu dari lingkungan kami tidak ada yang punya refernsi tentang perbedaan mushaf tersebut diatas.
    Wassalamu’alaikum Warrohmatulloohi Wabarokaatuh.

    • 7 June 2011 5:44 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Barangkali yang bapak maksudkan adalah seperti tulisan ٱﷲ pada QS. Al A’roof (7) ayat 26 di Mushaf Madinah? Dimana tanda tersebut tidak hanya kita dapati pada lafadz ٱﷲ saja, tetapi pada selainnya juga.

      Tanda itu artinya adalah bermakna WAQOF LAAZIM atau semestinya “BERHENTI PADA AKHIR KATA YANG DIATASNYA ADA TANDA TERSEBUT“, atau sebagai tanda bahwa “KALIMAT ITU ADALAH DIBACA IQLAAB“, atau “ALIF YANG MENANDAKAN BAHWA KALIMAT ITU HARUS DIBACA SEBAGAI HURUF ALIF BERSUKUN“.

      Adapun tanda baca tersebut tidak dalam mushaf-mushaf yang diterbitkan oleh selain Madinah, ini memang sebagaimana dijelaskan oleh penerbit Mushaf Madinah bahwa ada beberapa penandaan ekstra sebagai upaya untuk mempermudah bagi para pembaca dan oleh mereka telah dijelas tentang penggunaan tanda-tanda tersebut, biasanya di bagian belakang Mushaf Madinah. Dan tanda itu tidak hanya satu, tetapi banyak. Ada yang berbentuk lingkaran, ada yang berbentuk bintang delapan, ada yang berbentuk mihrob, ada yang berbentuk titik tiga, dll yang tanda-tanda ini tidak ada di mushaf lain.

      Barokalloohu fiika

  5. arfi permalink
    29 August 2012 3:08 pm

    Ustadz, ijin copas materi-materinya yah (termasuk di halaman lain)…Alhamdulillah…mulai tercerahkan. Semoga Allah selalu melindungi dan merahmati Ustadz…Terima kasih

    • 29 August 2012 7:48 pm

      Silakan saja, anda boleh mengcopy paste sebagian / seluruh artikel dan mendownload seluruh audio ceramah yang ada pada Blog ini selama menjaga keotentikan naskahnya, semoga menjadi ilmu bermanfaat… dan semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menambah kegigihan anda dalam menuntut ilmu dien… Apabila anda berminat untuk memiliki CD MP3 Audio Ceramah yang ada pada Blog ini SECARA GRATIS, maka silakan anda mengajukan permintaan Anda pada pak Bambang (08128213460)… Barokalloohu fiik

  6. 29 December 2012 1:09 pm

    Assalaamu alaikum wr. wb. saya mohon izin mencopy paste bimbingan ustaz ini untuk kepentingan mengajar ibu-ibu dimajlis taklim. Kiranya pak ustaz berkenan mengizinkannya. Semoga Allah akan melimpahkan pahala yang besar kepada ustaz yang telah berkenan menulis bimbingan ini sehingga kami dapat belajar dan mengajarkan kepada saudara-saudara kami. sekali lagi terimakasih.

    • 29 December 2012 7:08 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiiki

  7. Dina maya ariyani permalink
    26 June 2015 10:06 am

    Assalamualaikum wr.wb. Ust. mohon ijin untuk menyalin ulang materi – materi diatas.
    Jazakallah wa barakallah fiika
    Waslm wr.wb.

    • 6 July 2015 7:15 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiiki…

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: