Sholawat (Bagian-2) : Berbagai Redaksi (Kalimat) Sholawat Yang Sesuai Tuntunan Rosuul
(Transkrip Ceramah AQI 090511)
SHOLAWAT (BAGIAN-2) : BERBAGAI REDAKSI SHOLAWAT
SESUAI TUNTUNAN ROSUULULLOOH صلى الله عليه وسلم
Oleh: Ust. Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Bahasan kali ini adalah berkenaan dengan redaksi (kalimat) Sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Sholawat adalah Ibadah. Dan Ibadah itu hukum asalnya adalah Harom, sampai dengan ada ajarannya atau dalil yang menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil, maka tidak boleh melakukan apa pun.
Sholawat adalah perintah Allooh سبحانه وتعالى, juga perintah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Berarti Sholawat adalah Ibadah. Dan itu sudah kita kaji pada pertemuan-pertemuan yang lalu. Maka pada bahasan kali ini, kita akan ambil dari 2 sisi, yaitu :
1. Redaksi Sholawat yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
2. Bolehkah kita ber-Sholawat dengan redaksi (kalimat) karangan orang, yang tidak dari Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم?
Maka apa yang kita kaji ini bukanlah hal yang baru. Karena memang lebih dari 1432 tahun lalu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sudah mengajarkannya, para Shohabat sudah menyampaikannya, sehingga sampai kepada para ‘Ulama Ahli Hadiits dan sampai pula kepada kita dan akan kita pelajari. Puluhan riwayat yang menjelaskan kepada kita tentang Sholawat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Kita ambil beberapa riwayat (Hadits), mudah-mudahan bisa mencakup apa yang bisa kita ketahui dari redaksi Sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
1. Dalam Hadits Shohiih diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 6357 dan Imaam Muslim no: 935, melalui salah seorang Shohabat bernama Ka’ab bin ‘Ujroh رضي الله عنه, beliau berkata bahwa,
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَيْنَا فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ فَقُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Artinya:
“Sesungguhnya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم keluar menemui kami, lalu kami berkata:
“Ya Rosuulullooh, kami telah mengetahui bagaimana kami mengucapkan salam atas engkau. Bagaimana cara kami mengucapkan Sholawat atas engkau?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Katakanlah oleh kalian:
– “Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin kamaa shollaita ‘ala ali Ibroohiima innaka hamiidummajiidun
(Ya Allooh, kasih sayangilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah berikan kasih sayang atas keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia).”
– “Alloohumma baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin, kamaa barokta ‘ala ali Ibroohiima innaka hamiidummajiidun
(Ya Allooh, berkahilah terhadap Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau berkahi keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia).”
Adapun Salamnya, diucapkan dalam Tasyaahud sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 832 yaitu:
عَنْ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ فَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمُوهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Artinya:
Dari Syaqiiq bin Salamah رضي الله عنه berkata, bahwa ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata,
“Kami sholat dibelakang Nabi صلى الله عليه وسلم, lalu kami mengatakan, “Selamat atas Jibril, Mika’il. Selamat atas Fulan dan Fulan.”
Maka menolehlah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada kami, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى adalah ‘Assalaam’ (Yang Maha Selamat), maka jika salah seorang dari kalian sholat, maka katakanlah: “Segala penghormatan, sholawat dan segala kebaikan hanya milik Allooh سبحانه وتعالى. Assalamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh (Selamat untukmu, Wahai Nabi, juga kasih-sayang dan berkah-Nya). Selamat atas kami, hamba-hamba Allooh سبحانه وتعالى yang shoolih. Sesungguhnya kalian jika membacanya akan sampai pada setiap hamba Allooh سبحانه وتعالى yang shoolih, baik di langit maupun di bumi. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allooh سبحانه وتعالى, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Ada riwayat lain juga dari ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, bahwa Salam-nya dengan mengatakan “Assalamu’alannabiy warohmatulloohi wabarokaatuh.”
Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6265:
أن ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَفِّي بَيْنَ كَفَّيْهِ التَّشَهُّدَ كَمَا يُعَلِّمُنِي السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَهُوَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْنَا فَلَمَّا قُبِضَ قُلْنَا السَّلَامُ يَعْنِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya:
Bahwa ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata, “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajari kami tasyahud sebagaimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajari kami surat dari Al Qur’an, sedangkan telapak tanganku diantara kedua telapak tangan beliau صلى الله عليه وسلم. Segala penghormatan, sholawat dan segala kebaikan hanya milik Allooh سبحانه وتعالى. Assalamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh (Selamat untukmu, Wahai Nabi, juga kasih-sayang dan berkah-Nya). Selamat atas kami, hamba-hamba Allooh سبحانه وتعالى yang shoolih. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allooh سبحانه وتعالى, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Sedangkan beliau صلى الله عليه وسلم berada ditengah-tengah kami. Ketika beliau صلى الله عليه وسلم wafat, kami mengatakan “Assalamu’alannabiy warohmatulloohi wabarokaatuh(Semoga keselamatan dan keberkahan Allooh سبحانه وتعالى limpahkan untuk Nabi صلى الله عليه وسلم).”
2. Namun dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 3369, dari Shohabat Abu Humaid as Saa’idiy رضي الله عنه, bahwa beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Artinya:
“Ya Rosuulullooh, bagaimana cara kami mengucapkan Sholawat atas engkau?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Katakanlah oleh kalian:
“Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin wa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa shollaita ‘ala ali Ibroohiima wa baarik ‘ala Muhammadin wa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa barokta ‘ala ali Ibroohiima innaka hamiidummajiidun
(Ya Allooh, kasih-sayangilah Muhammad dan istri-istrinya serta keturunannya, sebagaimana Engkau kasih-sayangi keluarga Ibrohim, dan berkahilah atas Muhammad dan istri-istrinya beserta keturunannya, sebagaimana Engkau berkahi atas keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia).”
3. Dan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 6358, dari Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا السَّلَامُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ
Artinya:
“Ya Rosuulullooh, bagaimanakah mengucapkan Sholawat atas engkau?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Katakanlah oleh kalian:
“Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin ‘abdika wa rosuulika kamaa shollaita ‘ala Ibroohiima wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin kamaa barokta ‘ala Ibroohiima wa ali Ibroohiima
(Ya Allooh, kasih-sayangilah Muhammad, hamba-Mu dan utusan-Mu, sebagaimana kasih-sayang yang Engkau berikan kepada Ibrohim. Dan berkahilah atas Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau berkahi atas Ibrohim dan keluarganya).”
4. Dan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 934, dari Shohabat Abu Mas’uud رضي الله عنه (nama aslinya adalah ‘Uqbah bin Amir Al Anshory رضي الله عنه), beliau berkata,
أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِى مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قُولُوا « اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَالسَّلاَمُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ
Artinya:
“Kami mendatangi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pada saat kami berada di majlis Sa’ad bin ‘Ubadah رضي الله عنه (– seorang Shohabat yang termasuk disebutkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagai sepuluh dari orang yang bakal masuk surga – pent.), ketika itu Basyiir Ibnu Sa’ad رضي الله عنه berkata, “Ya Rosuulullooh, Allooh memerintahkan kami untuk mengucapkan Sholawat atas engkau, maka bagaimanakah kami mengucapkan Sholawat itu?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم terdiam sejenak, sehingga kami berangan-angan tidak menanyakan hal itu, lalu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Katakanlah olehmu:
“Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin kamaa shollaita ‘ala ali Ibroohiima wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin kamaa barokta ‘ala ali Ibroohiima fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiidun
(Ya Allooh, kasih-sayangilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana kasih-sayang yang Engkau berikan kepada keluarga Ibrohim. Dan berkahilah atas Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau berkahi atas keluarga Ibrohim. Di alam semesta ini, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia).
Adapun Salam, maka sebagaimana yang telah kalian ketahui.”
5. Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 1396, menurut Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth Sanadnya kuat, memenuhi Syarat Imaam Muslim, dari salah seorang Shohabat bernama Tholhah bin ‘Ubaidillah رضي الله عنه, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ قَالَ قُلْ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Artinya:
“Wahai Rosuulullooh, bagaimanakah mengucapkan Sholawat atas engkau?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Katakanlah olehmu:
“Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin kamaa shollaita ‘ala Ibroohiima innaka hamiidummajiidun wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin kamaa barokta ‘ala ali Ibroohiima innaka hamiidummajiidun
(Ya Allooh, kasih-sayangilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana kasih-sayang yang Engkau berikan kepada Ibrohim. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berkahilah atas Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau berkahi atas keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia).”
Itulah riwayat-riwayat yang bisa kita temukan dan Hadits-Haditsnya Shohiih.
Pernyataan ‘Ulama pada masa Awal (abad 1-3 Hijriyyah) dibandingkan dengan ‘Ulama Mutta’akhiriin (sesudah abad ke-4 Hijriyyah)
Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله yang menulis Kitab Jalaa’ul Al Afhaam Fishsholaati ‘Alaa Khoiril Anaam, menurut beliau ada 2 kelompok:
1. Kelompok yang mengatakan bahwa kita boleh menggabungkan redaksi-redaksi Sholawatdari beberapa riwayat (yaitu Kelompok ‘Ulama Mutta’akhiriin / sesudah abad ke-4 Hijriyyah).
Kata beliau رحمه الله, “Dalam mengucapkan Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, orang-orang mutta’akhiriin telah menempuh beberapa jalan, bahwa orang yang mengucapkan do’a hendaknya menggabungkan sholawat-sholawat yang redaksinya berbeda-beda. Cara yang demikian itu (– menggabungkan redaksi sholawat yang berbeda –) adalah cara terbaik. Dianjurkan kepada orang yang berdo’a agar mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan cara sebagai berikut:
“اللهم صل على محمد وعلى آل محمد وعلى أزواجه وذريته، وارحم محمدا وآل محمد وأزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم”
“Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin wa ‘ala azwaajihi wa dzurriyyatihi, warham Muhammadin wa ‘ala Muhammadin wa azwaajihi wa dzurriyyatihi, kamaa shollaita ‘ala Ibroohiima wa ‘ala ali Ibroohiim.
Artinya:
“Ya Allooh, limpahkanlah sholawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, juga istri-istrinya dan keturunannya, dan kasih sayangilah Muhammad juga keluarga Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau limpahkan sholawat atas Ibrohim dan keluarga Ibrohim.”
Demikian pula bila kita ingin mengatakan tentang “Barokah”, maka menjadi:
اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد …
“Alloohumma baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin…….”
Artinya:
“Ya Allooh, berkahilah atas Muhammad dan keluarga Muhammad…”
dan seterusnya.
Menurut Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله, mengapa yang demikian itu diperbolehkan, itu adalah supaya tepat sesuai dengan apabila ada riwayat yang ragu dalam meriwayatkan redaksi Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu, maka digabung atau agar do’a-do’a dengan lafadz-lafadz yang berbeda itu dijadikan satu.
Jadi kebolehan itu adalah sebatas menggabungkan redaksi sholawat yang ada riwayatnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan bukannya merupakan kebolehan untuk menggunakan redaksi Sholawat yang tidak ada riwayatnya sama sekali dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Redaksinya haruslah tetap dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tetapi karena redaksinya berbeda-beda, maka redaksi yang berbeda-beda itu dijadikan (digabung) menjadi satu redaksi. Jadi sebatas hal ini saja.
2. Kelompok ‘Ulama yang lain mengatakan bahwa tidak boleh menggabungkan redaksi-redaksi Sholawat dari beberapa riwayat (yaitu Kelompok ‘Ulama pada masa-masa awal / abad 1-3 Hijriyyah)
Kelompok ‘Ulama yang kedua ini menyatakan, bahwa yang dibolehkan adalah pada suatu waktu mengucapkan Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagaimana misalnya contoh redaksi Sholawat yang pertama, lalu di waktu yang lain mengucapkan Sholawat dengan redaksi Sholawat yang kedua, lalu di lain waktu lagi dengan redaksi sholawat yang ketiga, demikian seterusnya; tetapi redaksi-redaksi sholawat tersebut tidak boleh digabungkan menjadi satu. Yang boleh adalah diucapkan redaksi yang satu di satu waktu, dan redaksi yang lain di waktu yang lain.
Menurut Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله, landasan pendapat kelompok ‘Ulama kedua ini adalah karena cara Sholawat dengan menggabungkan berbagai redaksi itu adalah Baru (Bid’ah). Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak mengajarkannya. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memang mengajarkan redaksi Sholawat yang berbeda-beda, tetapi tidak mencontohkannya dengan digabung menjadi satu. Kata Imaam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah رحمه الله, Para Imaam Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang terkenal, mereka tidak memperbolehkan menggabungkan redaksi-redaksi sholawat menjadi satu, dan mereka tidak mengenal hal yang demikian itu.
Beberapa alasan mengapa tidak diperbolehkan untuk menggabungkan redaksi-redaksi sholawat tersebut, antara lain adalah:
Pertama, ‘Ulama pada masa-masa awal (abad 1 – 3 Hijriyyah), mereka itu mengucapkan sholawat persis sesuai dengan redaksi Sholawat yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Menurut mereka, menggabungkan redaksi sholawat adalah hal Baru (Bid’ah), maka tidak boleh dilakukan.
Kedua, alasan tidak boleh digabungkannya redaksi-redaksi Sholawat itu adalah karena kalau seandainya redaksi sholawat itu boleh digabungkan, maka hendaknya orang yang mengucapkan sholawat itu pun melakukan hal ini terhadap berbagai perkara lainnya, seperti misalnya: Syahadat pun semestinya dibolehkan dengan berbagai redaksi. Dan itu bisa jadi bukan saja dalam tempat yang berbeda, tetapi misalnya sujudnya pun dibolehkan untuk berbeda, dan seterusnya. Dan hal-hal seperti ini tidak dikenal serta tidak dianjurkan oleh para ‘Ulama pada masa-masa awal, karena menurut mereka itu adalah merupakan Bid’ah.
Ketiga, tidak boleh menggabungkan redaksi-redaksi sholawat tersebut, bukan hanya di dalam sholat saja, tetapi di luar sholat pun juga tidak dibolehkan.
Keempat, karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun belum pernah menggabungkan semua redaksi sholawat tersebut dalam waktu pembacaan yang sama. Namun, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mencontohkannya dengan cara terkadang membaca redaksi sholawat yang satu, lalu di lain waktu terkadang membaca dengan redaksi sholawat yang lainnya. Demikian pula ucapan dalam ruku’ atau sujud ketika sholat, yang terdapat riwayat yang shohiih dengan redaksi-redaksi bacaan yang berbeda, tetapi hal itu adalah digunakan untuk variasi, bukan untuk digabungkan redaksi-redaksinya menjadi satu.
Menurut para ‘Ulama Ahlus Sunnah, bahwa yang dimaksud dengan Sholawat adalah makna dan pengungkapan yang menunaikan pada makna yang dimaksud.
Maka, kalau sudah mengucapkan salah satu redaksi (kalimat Sholawat), maka itu sudah mewakili. Jadi, bukan untuk menggabungkan berbagai redaksi sholawat yang berbeda-beda menjadi satu.
Yang penting adalah kita mengucapkan Sholawat. Itu sudah cukup. Adapun, redaksi sholawat itu ada yang panjang dan ada yang pendek, maka silakan pilih, dan tidak dalam bentuk menggabungkan redaksi-redaksi tersebut menjadi satu. Karena satu redaksi adalah menjadi pengganti dari redaksi dengan lafadz yang lain. Maka tidaklah dianjurkan untuk menggabungkan, seperti misalnya “Muhammad” dengan “ ‘Abdika wa Rosuulika” atau dengan lafadz-lafadz yang lain.
Dengan demikian, adalah cukup apabila kita punya beberapa redaksi sholawat yang shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, lalu pilihlah salah satu, atau boleh digunakan bervariasi dalam waktu yang berbeda-beda, misalkan hari ini membaca sholawat dengan redaksi shohiih yang pertama, lalu esok hari dengan redaksi shohiih yang kedua, lalu lusa dengan redaksi shohiih yang ketiga, dan seterusnya; maka yang demikian itu boleh, tetapi tidak untuk digabungkan.
Perkataan Para ‘Ulama tentang Redaksi Sholawat
Imaam As Sakhoowy رحمه الله dalam Kitab Al Qoulul Badii’, beliau menyatakan : “Kita bisa mengambil dalil dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang mengajarkan kepada para Shohabat-nya tentang bagaimana ber-sholawat atas beliau صلى الله عليه وسلم, setelah para Shohabat tersebut bertanya perihal sholawat. Itulah redaksi (kalimat), dan cara pengucapan sholawat yang paling afdhol (utama). Seandainya seseorang mengucapkan sumpah dengan mengucapkan sholawat atas beliau صلى الله عليه وسلم, maka itulah sholawat yang terbaik.”
Jadi, menurut Imaam As Sakhoowy رحمه الله, maknanya bahwa Sholawat itu hendaknya adalah puas dengan apa yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Jangan mengarang sholawat sendiri. Karena sholawat yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم terhadap para Shohabatnya itu adalah sholawat yang dipilih oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka pastilah itu sholawat yang paling mulia dan afdhol. Sehingga, sebagaimana dapat diambil hikmahnya dari Hadits diatas, ketika Rosuululloh صلى الله عليه وسلم ditanya oleh seorang Shohabat-nya tentang bagaimanakah cara ber-sholawat, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun terdiam sejenak, sebelum kemudian menjawab tentang redaksi sholawat (yang Haditsnya telah diuraikan diatas). Karena sholawat yang berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah merupakan bagian dari Wahyu yang diwahyukan oleh Allooh سبحانه وتعالى kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Al Faqiihi ‘Abdullooh bin Ahmad رحمه الله (wafat tahun 972 Hijriyyah), kata beliau bahwa Ibnu Mandah رحمه الله (termasuk dari kalangan ‘Ulama Pendahulu Ummat), beliau menukil dari sekian para Shohabat termasuk juga yang lainnya, yang memiliki pemahaman yang dalam tentang dien menjelaskan bahwa lafadz yang dikeluarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mempunyai kemuliaan.
Beliau رحمه الله menjelaskan juga bahwa Sholawat dengan lafadz “Sholalloohu ‘alaihi wasallam” adalah yang terbaik. Didalamnya terkandung makna sastra yang ringkas dan simple, dengan sisi makna yang paling sempurna. Maka dari itu, para ‘Ulama, penulis, baik dari kalangan ‘Ulama terdahulu maupun ‘Ulama Mutta’akhiriin, mereka sepakat untuk iltizam (puas) dengan redaksi yang diberikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم saja.
Imaam An Nawawy رحمه الله dalam Kitab Al Majmu’ (Ensiklopedi Fiqih Asy Syaafi’iy yang terluas) mengatakan bahwa: “Mestinya dikumpulkan apa yang terdapat dalam Hadits-Hadits Shohiih.”
Jadi Imaam An Nawawy رحمه الله termasuk ‘Ulama yang setuju (sepakat) dengan apa yang dikemukakan oleh Imaam Ibnul Qoyyim رحمه الله, bahwa boleh menggabungkan riwayat-riwayat yang shohiih tentang Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk dijadikan satu redaksi. Contohnya adalah sebagai berikut:
اللهم صل على محمد عبدك ورسولك النبي الأمي وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنّك حميد مجيد
“Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin ‘abdika wa rosuulika nabiyyil ummiyyi, wa ‘ala ali Muhammadin wa azwaajihi wa dzurriyyatihi, kamaa shollaita ‘ala Ibroohiima wa ‘ala ali Ibroohiima wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadin wa azwaajihi wa dzurriyyatihi, kamaa barokta ‘ala Ibroohiima wa ‘ala ali Ibroohiima fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiidun.”
Artinya:
“Ya Allooh limpahkanlah sholawat atas Muhammad, hamba-Mu dan utusan-Mu, seorang Nabi yang ummi, juga kepada keluarga Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau limpahkan sholawat atas Ibrohim dan keluarga Ibrohim. Ya Allooh berkahilah pada Muhammad dan keluarga Muhammad, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau berkahi Ibrohim dan keluarga Ibrohim. Di alam semesta ini, sesungguhnya Engkau Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”
Sholawat yang digabungkan redaksinya tersebut, tidak lebih dari 3 baris kalimat (bandingkan dengan kalimat sholawat-sholawat hasil karangan manusia yang banyak beredar di sebagian kalangan masyarakat kita, yang insya Allooh akan kita bahas dalam kajian mendatang yang bertemakan: “Sholawat yang Bukan Sholawat”). Meskipun demikian, penggabungan redaksi-redaksi yang shohiih dari Sholawat dengan cara seperti ini pun masih diperselisihkan oleh para ‘Ulama. Karena para ‘Ulama mengatakan, “Ini adalah susunan rangkaian Sholawat yang kita susun sendiri.”
Kalau misalnya ada orang yang mengatakan bahwa dengan cara seperti itu, kita pun bisa menyusun juga sholawat dari riwayat-riwayat yang lain lalu kita gabung-gabungkan dengan susunan kita sendiri, maka ketahuilah bahwa yang demikian itu adalah termasuk yang diperselisihkan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah. Tidak berada dalam kesepakatan mereka.
Yang jelas-jelas disepakati adalah apa yang redaksinya berasal dari Hadits yang shohiih, sebagaimana telah diuraikan diatas. Silakan praktekkan sesuai dengan apa yang berasal dari Hadits-Hadits Shohiih tersebut saja.
Imaam As Sakhoowy رحمه الله menyebutkan, dari guru beliau bernama Imaam Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله (tokoh yang sangat dikenal dikalangan madzab Asy Syaafi’iy) yang mengatakan bahwa, “Penyusunan redaksi gabungan (sholawat) itu pada akhirnya menjadi perselisihan, mana yang semestinya didahulukan atau dikebelakangkan, mana yang ditambahkan atau yang tidak ditambahkan. Dan setiap orang bisa memiliki susunan yang berbeda.”
Penambahan kalimat “Sayyidina” pada redaksi Sholawat adalah Bid’ah
Dikatakan oleh Syaikh ‘Abdurrouuf Muhammad ‘Utsman dalam Kitab beliau Mahabbaturrosuul (Cinta Rosuul antara Sunnah dan Bid’ah), beliau mengatakan, “Jika jelas kepada kita bahwa redaksi yang sesuai Sunnah dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka kita mengetahui bahwa apa yang diada-adakan oleh kebanyakan tokoh-tokoh Sufi dari redaksi-redaksi Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu dengan meng-klaim bahwa redaksi itu mengandung pahala dan ganjaran yang sangat banyak, maka Sholawat yang mereka (– tokoh-tokoh Sufi – pent.) karang itu tidaklah akan bisa menyaingi martabat, tingkat kemuliaan dan keberkahan sebagaimana redaksi yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada para Shohabat dan kepada ummatnya, dalam tata-cara Sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Itupun kalau Sholawat mereka terbebas dari unsure kultus maupun Bid’ah.”
Maksudnya, kalaupun Sholawat yang mereka (tokoh-tokoh Sufi) karang itu terbebas dari Bid’ah, Syirik dan Kultus, tetap saja yang lebih berkah dan lebih mulia adalah redaksi Sholawat yang diajarkan langsung oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
“Sebagaimana, hendaknya kita catat bahwa tidak ada satu riwayat pun dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang redaksi Sholawat atas Rosuul yang ditambah dengan kata “Sayyidina”.”
Artinya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mengajarkan apakah itu dalam sholat ataupun di luar sholat, redaksi seperti: “Alloohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammadin.”
Kata “Sayyidina” adalah tambahan, dan tidak pernah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Maka apa yang diriwayatkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab Sifat Sholat Nabi, dimana beliau menukil dari Fatwa atau Jawaban Imaam Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله, ketika beliau ditanya sebagai berikut:
– Bagaimana sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, apakah sholawat itu Wajib atau Sunnah?
– Apakah dipersyaratkan untuk menambah lafadz “Sayyid” dalam Sholawat, misalnya: “Alloohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammadin” atau “Sayyidi kholqi”, atau “ ‘Ala sayyidi waladi adam” ?
– Ataukah kita hanya terpaku pada pembacaan “Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin” ?
Maka Jawaban beliau رحمه الله adalah sebagai berikut:
Kita tahu bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Sayyid. Tetapi kita tidak perlu mengucapkan “Alloohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammadin”, tidak perlu dengan “Sayyidina”. Karena tidak pernah terdapat dalam riwayat (Hadits) tentang cara ber-sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan penambahan lafadz tersebut.
Selanjutnya Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله menjelaskan, “Kalau kita mengikuti lafadz (redaksi) sholawat sesuai dengan apa yang terdapat dalam Riwayat dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka itu adalah lebih kuat. Tidak boleh kita mengatakan bahwa, “Rosuul صلى الله عليه وسلم tidak menambahkan kata “Sayyidina”, karena beliau tawadhu’.”
Jadi, kita tidak boleh mengatakan demikian, dan tidak boleh kita menambahkan jawaban yang seperti itu.
Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله mengatakan, “Kalau saja penambahan kata “Sayyidina” itu ada, rojih (kuat), dan disandarkan pada hujjah yang kuat, maka pasti akan ada, datang riwayatnya dari Shohabat, lalu dari Taabi’iin. Tetapi kami belum pernah menemukan (riwayatnya).”
Kalau yang mengatakan “Kami belum pernah menemukan riwayatnya” adalah orang sekapasitas Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله, yang sangat jauh kapasitasnya dari orang-orang biasa seperti kita ini, maka bila beliau رحمه الله telah memberikan pernyataan demikian; itu berarti bahwa beliau رحمه الله telah meneliti, memeriksa berbagai riwayat yang bertumpuk-tumpuk dan ternyata bahwa beliau (Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله) tidak pernah menemukan, bahwa Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menambahkan kata “Sayyidina” kedalam Sholawat. Tidak pula hal itu ditemukan riwayatnya dari para Taabi’iin.
Padahal riwayat tentang Sholawat dari Nabi itu banyak sekali. Tetapi tidak pernah ditemukan dalam riwayat-riwayat tersebut ada kata “Sayyidina”. Demikianlah pernyataan dari ‘Ulama Ahlus Sunnah Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله. Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan sholawat maka tidak perlu menggunakan kata “Sayyidina”, sebagaimana kekeliruan ini banyak tersebar di sebagian kalangan masyarakat.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Sayyid, tetapi kelak di hari Kiamat dan bukan di dunia. Hal ini adalah sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 6079, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ
Artinya:
“Aku adalah Tuan (Sayyid) anak Adam pada hari Kiamat. Aku adalah orang yang pertama kali kuburannya dibuka, pemberi Syafa’at pertama kali dan orang yang pertama kali diberi Syafa’at.”
Maksudnya, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagai Tuan (Sayyid) anak Adam (manusia) bukan di dunia, melainkan kelak di Hari Kiamat. Adapun kalau dikatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Sayyid di dunia, maka beliau صلى الله عليه وسلم bahkan mengingkarinya, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 4808, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Abi Nadhrota رضي الله عنه, beliau berkata. “Aku bertindak sebagai duta Bani ‘Amiir pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka kami mengatakan,
فَقُلْنَا أَنْتَ سَيِّدُنَا. فَقَالَ « السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ». قُلْنَا وَأَفْضَلُنَا فَضْلاً وَأَعْظَمُنَا طَوْلاً. فَقَالَ « قُولُوا بِقَوْلِكُمْ أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ
Artinya:
“Wahai Rosuulullooh, engkau adalah Tuan kami (Sayyidina)”
(– Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hendak disebut Sayyid oleh para Shohabat, hal tersebut karena beliau memang keturunan Quraisy, bangsawan, suku bangsa pembesar di Mekkah – pent.), tetapi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak meng-iya-kan, bahkan justru beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Yang Sayyid (Tuan) adalah Allooh Yang Maha Pemilik Berkah dan Maha Tinggi.”
Sehingga kami katakan, “Anda terbaik dari kami dan teragung dari kami.”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Katakanlah oleh kalian dengan perkataan kalian atau sebagian perkataan kalian, dan jangan syaithoon menyeret kalian.”
Jadi, Rosuullooh صلى الله عليه وسلم tidak suka disebut “Sayyid”, bahkan dari Hadits diatas nampak bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberikan kewaspadaan agar kita tidak terseret oleh tipu daya syaithoon, maka apalagi jika kultus ditujukan kepada beliau صلى الله عليه وسلم sebagaimana yang banyak dilakukan oleh kaum Muslimin di zaman sekarang, maka tentu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم akan lebih melarangnya.
Lalu dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 3445, dari Shohabat Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Artinya:
“Sesungguhnya aku ini tidak lebih adalah hamba Allooh dan Utusan-Nya, maka katakan oleh kalian kepadaku (sebutlah untukku): Hamba Allooh dan Rosuul-Nya.”
Demikian jelas dan gamblang dan mudah bagi kita untuk menjalankan Sunnah ini, karena semua berdasarkan riwayat dan hujjah (dalil), oleh karena itu tidak perlu mencari-cari perkara lain.
Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitabnya “Sifat Sholat Nabi” memberikan penjelasan bahwa dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Ath Thobrony رحمه الله, dengan Sanad yang Shohiih, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
ما تركت شيئا يقربكم من الله إلا أمرتكم به
Artinya:
“Aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang sesuatu itu bisa mendekatkan kalian kepada Allooh, kecuali aku sudah perintahkan kalian dengannya.”
Juga dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 7445, dalam suatu khutbah sebagaimana diriwayatkan oleh Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه sebagai berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَقَامًا مَا تَرَكَ شَيْئًا يَكُونُ فِى مَقَامِهِ ذَلِكَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ إِلاَّ حَدَّثَ بِهِ حَفِظَهُ مَنْ حَفِظَهُ وَنَسِيَهُ مَنْ نَسِيَهُ قَدْ عَلِمَهُ أَصْحَابِى هَؤُلاَءِ.
Artinya:
“Telah berdiri Rosuul صلى الله عليه وسلم di hadapan kami, ketika itu Rosuul صلى الله عليه وسلم menyebutkan sehingga tidak ada yang tertinggal sedikit pun dari Perkara Dien ini sampai dengan hari kiamat, kecuali Rosuul صلى الله عليه وسلم menyampaikannya. Hafal bagi yang hafal, lupa bagi yang lupa. Dimana para shohabat-shohabatku telah mengetahuinya.”
Dan dalam Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 21399, dari Shohabat Abu Dzar Al Ghifaari رضي الله عنه, bahwa beliau berkata:
قَالَ أَبُو ذَرٍّ لَقَدْ تَرَكَنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يُحَرِّكُ طَائِرٌ جَنَاحَيْهِ فِي السَّمَاءِ إِلَّا أَذْكَرَنَا مِنْهُ عِلْمًا
Artinya:
“Sungguh Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم telah meninggalkan kita, bahkan sampai burung yang menggerakkan kedua sayapnya di langit, kecuali telah Rosuul صلى الله عليه وسلم sebutkan ‘ilmu tentangnya.”
Berarti semua apa yang menjadikan kita dekat dengan Allooh سبحانه وتعالى sudah ada penjelasannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Maka kalau ada orang yang mengatakan bahwa “Ada yang lebih baik”, atau “Ada yang baru”, atau “Ada yang tidak ada dalam ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sehingga ada yang baru, dan yang lebih bagus”, maka orang tersebut seolah-olah mengatakan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم telah mengkhianati risalah (dengan tidak menyampaikan suatu risalah kepada ummatnya).
Juga sebagaimana dalam Hadits diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 4882, dari ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم selanjutnya bersabda,
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
Artinya:
“Tidak ada seorang nabi pun sebelum aku, kecuali hak atas orang itu untuk menunjuki ummatnya terhadap kebaikan yang dia ketahui dan memberi ancaman kepada ummatnya agar mereka menjauhi dari apa yang mereka (para nabi) itu ketahui.”
Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Itulah yang hendaknya kita camkan baik-baik, boleh juga dihafal beberapa redaksi sholawat yang berasal dari riwayat-riwayat yang shohiih diatas, serta silakan dipilih dari berbagai redaksi shohiih tersebut yang mana yang hendak diamalkan. Yang penting adalah agar dalam mengucapkan Sholawat, hendaknya kita merujuk kepada Hadits-Hadits yang shohiih. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah mengajarkan sedemikian rupa, maka silakan mengamalkan salah satu dari redaksi-redaksi yang shohiih tersebut, atau silakan pula bila mau menghafal keseluruhan redaksi yang shohiih tersebut.
Insya Allooh dalam kajian mendatang, akan kita bahas dengan tema tentang: “Sholawat-Sholawat yang bukan Sholawat dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
- Bagaimana dengan Sholawat yang lebih singkat “Alloohumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad” ? Apakah ada dasarnya?
- Orang ber-sholawat dengan membaca “Sholalloohu ‘ala Muhammad, sholalloohu ‘alaihi wassallam” secara beramai-ramai (koor) di masjid-masjid / musholla-musholla selesai sholat dan dzikir, apakah itu ada dasarnya?
- Dalam Ilmu Hadits disebutkan Al Kutubussittah, urutannya adalah Imaam Al Bukhoory, Imaam Muslim dan seterusnya hingga yang terakhir adalah Imaam Ibnu Maajah. Tetapi ada beberapa ‘Ulama yang mengatakan bahwa urutannya adalah tidak seperti itu. Bahkan Imaam Maalik dalam Al Muwaatho’ urutannya adalah lebih diatas daripada Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim. Apakah dasarnya dan apa kelebihan masing-masing dengan urut-urutan seperti tersebut? Bagaimana urutannya menurut Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله?
Jawaban:
- 1. Tentang Mustholahul Hadiits (Ilmu Hadits):
Para ‘Ulama sudah melakukan Dirosah (penelitian, kajian yang mendalam) tentang semua Kitab Hadits. Bila kita hendak menilai, tentu harus dilihat dari sisi tinjauannya. Misalnya dari sisi pertama kali yang ditulis, sebenarnya Al Muwaththo’ adalah lebih dahulu dibandingkan Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim.
Kalau dinilai dari sisi ke-shohiihan atau dari seni menulis, maka Shohiih al Imaam Muslim adalah lebih baik daripada Shohiih al Imaam Al Bukhoory. Imaam Muslim رحمه الله sangat sistematis dalam penyusunan Kitab dan Bab. Bila beliau رحمه الله mengulang suatu Hadits, beliau tidak mengulang dengan redaksinya, tetapi mengulang dengan sanad-nya. Sehingga terkesan bahwa Shohiih Muslim tidak banyak mengulang Hadits. Sedangkan Imaam Al Bukhoory رحمه الله mengulang-ulang Hadits. Dari tinjauan ini, maka orang mengatakan bahwa Shohiih Imaam Muslim adalah lebih baik daripada Shohiih Imaam Al Bukhoory.
Tetapi bila dilihat dari tinjauan lain, bahwa kedalaman Fiqih Imaam Al Bukhoory رحمه الله adalah tidak bisa disebandingkan dengan kedalaman Fiqih Imaam Muslim رحمه الله. Imaam Al Bukhoory رحمه الله seolah-olah memang mengulang-ulang Hadits, tetapi pengulangan Hadits dalam Shohiih Imaam Al Bukhoory pasti ada bedanya jika dikaji dengan Hadits lainnya yang sama. Misalnya, Hadits pertama diulang-ulang 5 kali oleh Imaam Al Bukhoory رحمه الله, namun bila dikaji satu persatu dengan teliti, ternyata kelimanya adalah tidak sama. Itulah keistimewaan Imaam Al Bukhoory رحمه الله. Bahkan Imaam Muslim رحمه الله pun mengakui hal tersebut.
Tentang Ibnu Maajah :
Dalam Hadits Sunnan Ibnu Maajah bahkan terdapat Hadits Palsu. Kitab yang empat yaitu:
a) Sunnan Abu Daawud,
b) Sunnan At Turmudzy,
c) Sunnan An Nasaa’i,
d) Sunnan Ibnu Maajah
Urutan seperti tersebut adalah berdasarkan kriteria ke-shohiihan, keabsahan, kevalidan suatu Hadits. Para ‘Ulama mengatakan bahwa hendaknya urutannya adalah seperti tersebut diatas.
Kalau dilihat dari mana yang paling dahulu, maka Imaam Maalik Al Muwatho’ adalah lebih baik, karena disitu adalah campuran; ada Hadits Marfuu’ (مرفوع = yaitu Hadits yang sanadnya tersambung sampai kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), ada Hadits Mauquuf (موقوف = yaitu Hadits yang sanadnya tersambung sampai kepada Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم),ada Ijtihad para Shohabat, sehingga lebih kompleks.
Termasuk misalnya Musnad Imaam Ahmad, keistimewaannya adalah bahwa Hadits dari setiap Shohabat dikoleksikan, misalnya semua Hadits-Hadits dari Abu Hurairoh رضي الله عنه itu apa saja, lalu dari Abu Bakar As Siddiq رضي الله عنه Hadits-Haditsnya apa saja, dan seterusnya. Keistimewaan ini mempunyai kelas masing-masing.
Tentang Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, beliau adalah Muhaddits (Ahli Hadits) abad sekarang yang sangat dikenal dalam dunia Islam, walaupun Muhaddits itu tidak hanya beliau رحمه الله saja, ada juga Muhaddits-Muhaddits yang lain. Hanya saja beliau رحمه الله ditakdirkan oleh Allooh سبحانه وتعالى untuk terpublikasikan karya ilmunya, terutama yang dibidang Hadits. Banyak karya beliau رحمه الله, terutama dalam men-Takhrij Hadits. Walaupun, tentunya ada juga ‘Ulama lain yang mengkritisi beliau رحمه الله.
2.Tentang ucapan “Sholalloohu ‘alaihi wassallam” atau dalam bentuk perintah “Shollu ‘ala an Nabiy” atau “Sholalloohu ‘ala Muhammad, sholalloohu ‘alaihi wassallam”, maka redaksi-redaksi tersebut adalah redaksi yang sederhana dan sesuai dengan Hadits-hadits yang ada. Jadi minimal sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah seperti itu. Dan sholawat itu tidak untuk dilagukan (koor) / dinyanyikan bersama-sama.
Pertanyaan:
1. Tentang Bid’ah, apakah orang mengerjakan sholat dan ada Bid’ahnya maka ia akan masuk neraka?
2. Ada orang yang suka mengaku sebagai Ahlul Bait. Mohon dijelaskan apa itu Ahlul Bait?
Jawaban:
1.Tentang Bid’ah, adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 4609, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari salah seorang Shohabat bernama Al Irbaadh Ibnu Saariyah رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Artinya:
“Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, karena setiap perkara yang baru adalah Bid’ah. Setiap Bid’ah adalah sesat.”
Apakah setiap Bid’ah tempatnya di neraka? Ancamannya memang demikian. Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imaam An Nasaa’i no: 1578, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat bernama Jaabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri yang mengancam dengan,
وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
Artinya:
“Dan sejahat-jahat perkara adalah perkara-perkara barun. Dan setiap perkara baru adalah Bid’ah dan setiap Bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah didalam neraka.”
Jadi Ahlul Bid’ah terancam masuk neraka. Hanya saja, neraka itu bertingkat-tingkat. Ada yang paling bawah, ada yang pertengahan dan ada yang paling atas (paling ringan). Dosa-dosa besar juga tidak hanya satu derajat, ada dosa besar yang paling besar, misalnya Syirik.
2.Tentang Ahlul Bait, yang juga suka disebut Habiib, yang mengaku sebagai keturunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Sebetulnya hal ini sudah kita ingkari dalam penjelasan kita di kajian-kajian sebelum ini. Itu merupakan tanggungjawab mereka kalau mereka mengaku-ngaku sebagai keturunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tetapi ternyata sebenarnya adalah bukan. Kalau bukan keturunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, lalu mengaku sebagai keturunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka itu adalah Harom hukumnya.
Pertanyaan :
1.Tentang Sholawat kepada Nabi, ada perintahnya dari Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Ahzaab (33) ayat 56:
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Shollu ‘alaihi wa sallimuu tasliimaa”, artinya: ber-sholawatlah kepada Nabi صلى الله عليه وسلم (saja). Dalam ayat tersebut tidak disebutkan termasuk terhadap keluarga Nabi صلى الله عليه وسلم.
Maka pernah ada pertanyaan, apakah Hadits tentang sholawat itu tidak bertentangan dengan ayat Allooh سبحانه وتعالى?
2.Dalam pembukaan seseorang yang berpidato, setelah Salam kepada Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Shohabat, lalu ada kata-kata, “Dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman”. Bagaimana dengan kata-kata yang terakhir tersebut?
Jawaban:
Dijelaskan diatas bahwa redaksi-redaksinya adalah berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan Haditsnya adalah Muttafaqun ‘alaih. Artinya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan
“Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin, wa azwaajihi wa dzurriyatihi”. Itu berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, kita harus mengimaninya, menerima, meyakini dan upayakan untuk mempraktekkannya. Lalu ada kata-kata, “Dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman”.
Maka, sudah dijelaskan diatas bahwa Sholawat itu artinya adalah do’a. Masing-masing do’a tidak sama artinya, tergantung obyeknya. Kalau Sholawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم artinya kita memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى, agar beliau صلى الله عليه وسلم dimuliakan. Kita juga mendo’akan kepada keluarga Nabi صلى الله عليه وسلم, agar keluarga Nabi صلى الله عليه وسلم diselamatkan, disejahterakan. Demikian pula kita mendo’akan kaum Muslimin dan Muslimat.
Dan karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mencontohkan demikian, maka kita ikuti saja. Mudah-mudahan itu bagian dari Ibadah kita.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 6 Rabi’uts Tsaani 1432 H – 9 Mei 2011
—–
Download PDF-File:
Redaksi Sholawat AQI 090511FNL
Berikut ini, simaklah audio ceramah “Redaksi Sholawat Sesuai Tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ” selengkapnya :
Download:
Berbagai Redaksi Sholawat Sesuai Tuntunan Rosuulullooh Bagian-1
Berbagai Redaksi Sholawat Sesuai Tuntunan Rosuulullooh Bagian-2
Berbagai Redaksi Sholawat Sesuai Tuntunan Rosuulullooh Bagian-3
Subhanallah…kajian-kajian Ustadz sangat menarik… Bagaimana caranya jika ingin bisa dikirimi secara teratur kajian-kajian Ustadz lainnya melalui facebook? Terima kasih sebelumnya…
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Insya Allooh… anti dapat mengirimkan permintaan anti untuk mendapatkan kiriman tautan-tautan facebook mengenai ceramah-ceramah Ust. Achmad Rofi’i — hafidzohullooh — secara teratur ke facebook : Baabul Khoiir… yang bersimbolkan pintu… Kirimkan alamat facebook anti agar kami dapat memasukkannya kedalam daftar kiriman tautan… Barokalloohu fiiki
Terima kasih banyak atas ilmunya… mohon ijin copy paste ya…
Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat
Assalamualikum, Bolehkah kita membaca sholawat seperti ini :
Alloohumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohiim wa ‘ala ali Ibroohiima wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammad kamaa barokta ‘ala Ibroohiim wa ‘ala ali Ibroohiim fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiidun
Dalam sholat ?
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Boleh… Barokalloohu fiika
Alhamdulillah, terimakasih atas ilmunya ustad…. mohon izin copy paste ya …
Alhamdulillah…. Silakan saja ya akhi… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika
file yang bagian ketiga kok tidak ada ustadz?
yang ada cuma audio nya.
saya mohon izin untuk mendownload
Yang bagian ke-3 adanya dalam bentuk Audio. Belum sempat diketik. Tapi antum bisa download baik tulisan maupun audionya…. silahkan saja…. semoga menjadi ilmu bermanfaat. Barokalloohu fiika