Perkara yang Membatalkan Al Islam
(Transkrip Ceramah AQI 080210)
PERKARA YANG MEMBATALKAN AL ISLAM
Oleh: Ust. Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Pada pertemuan kali ini, kita in-syaa Allooh akan membahas tentang 10 perkara yang dapat membatalkan Al Islam. Hendaknya kaum Muslimin harus bersikap cermat dan waspada terhadap berbagai perkara yang merupakan Pembatal ke-Islaman seseorang, karena tidak mustahil seseorang itu merasa bahwa dirinya masih ber-“Laa Ilaaha Illallooh”; padahal “Laa Ilaaha Illallooh”-nya bisa jadi sebenarnya TERANCAM batal oleh berbagai perkara yang diyakininya / dikatakannya / diperbuatnya.
Maka dibawah ini disampaikan apa yang dinyatakan oleh salah seorang Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada abad ke-3 Hijriyah, yaitu Al Imaam Al Humaidi رحمه الله dalam Kitab “As Sunnah” yang ditulis oleh Al Imaam Al Khollal رحمه الله yang meriwayatkan kepada kita tentang adanya suatu kaum yang sesungguhnya telah sangat keliru dalam memahami tentang perkara Iman, dimana kaum itu memandang seseorang masih sebagai Muslim padahal sebetulnya orang tersebut bisa jadi sudah keluar dari Al Islam.
Al Imaam Al Humaidi رحمه الله berkata: “Aku diberitahu tentang suatu kaum (orang-orang) yang mengatakan: “Sesungguhnya barang siapa yang mengakui tentang sholat, zakat, shoum, haji, tetapi ia tidak mengerjakannya sampai dengan ajalnya, kalaupun mengerjakan sholat, punggungnya bersandar membelakangi Kiblat (maksudnya: malas); maka orang itu tetap dihukumi sebagai Mu’min selama ia tidak menolak, tidak membantah, tidak membangkang jika mengetahui bahwa ia meninggalkan hal itu dalam keimanannya. Jika ia mengakui bahwa itu fardhu menghadap Kiblat, maka ia masih mu’min, belum keluar dari Al Islam.”
Al Imaam Al Humaidi رحمه الله mengisahkan secara lengkap tentang sikap kaum tersebut dan beliau رحمه الله TIDAK MEMBENARKAN pendapat kaum itu. Kata Al Imaam Al Humaidi رحمه الله: “Itu adalah merupakan kekufuran terhadap Allooh سبحانه وتعالى, kekufuran yang nyata dan benar-benar kufur. Itu sudah menyelisihi Kitabullooh (Al Qur’an) dan Sunnah Rosuul-Nya, menyelisihi sikap dan amalan kaum muslimin”.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam surat Al Bayyinah (98) ayat 5 :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5)
Artinya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allooh dengan MEMURNIKAN KETAATAN kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus*, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
* Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allooh) dan jauh dari kesesatan.
Kata beliau Al Imaam Al Humaidi رحمه الله: “Orang yang tidak seperti dimaksud pada ayat diatas, berarti ia tidak diatas dien yang benar”.
Maksud Al Imaam Al Humaidi رحمه الله dalam ayat tersebut jelas-jelas disebutkan bahwa: “Dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan demikian itulah agama yang lurus”. Dengan demikian sebenarnya orang-orang yang sudah mengetahui perintah Allooh سبحانه وتعالى ini tetapi tidak mau / menolak / membangkang untuk menjalankan perintah tersebut antara lain misalnya perintah untuk sholat, maka mereka TERANCAM kafir dengan kekufuran yang nyata. Jadi tidaklah cukup hanya sekedar mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha Illallooh” berulang kali, namun dalam kenyataannya ia pada hakekatnya menolak mengikuti tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Karena kalaulah demikian maka mereka itu sebenarnya terancam menjadi kafir, tetapi tidak merasa bahwa dirinya sudah terancam menjadi kafir.
Maka marilah kita proteksi, kita lindungi, kita jaga iman kita, jangan sampai kita menjadi orang yang seperti disebutkan diatas.
Al Imaam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah رحمه الله dalam Kitabnya “Ashshowa’iq Al Mursalah” mengatakan: “Kufur adalah menolak apa yang diketahuinya bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم membawa ajaran itu. Apakah perkara yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu termasuk masalah ilmiyyah (keyakinan, teoritis) ataukah perkara praktek. Siapa yang menolak ajaran yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم setelah mereka mengetahuinya bahwa benar-benar perkara itu dibawakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka orang itu adalah kaafir.”
Syaikh ‘Abdurrohman bin Naashir As Sa’dy رحمه الله, ‘Ulama Ahlus Sunnah yang hidup di abad ke-11 Hijriyah mengatakan dalam kitab berjudul “Al Irsyad Ila Ma’rifatil Ahkam” halaman 557: “Dan batasan kufur yang universal, yang mencakup seluruh macam kekufuran dan seluruh rincian (item) kekufuran adalah menolak apa yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, atau menentang (menolak) sebahagiannya, sebagaimana iman itu meyakini tentang apa yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan konsisten mengamalkan ajaran itu secara detail. Dan kekufuran itu adalah perkara yang kontradiktif. Manakala salah satu dari keduanya itu terjadi dengan ketetapan yang sempurna, maka yang lainnya menjadi hilang”.
Islam bukanlah suatu perkara yang bisa dibagi-bagi. Seakan-akan tidak mengapa bila beriman (percaya) sebagian dan kufur terhadap sebagian yang lainnya. Atau yang penting dalam beberapa bagian beriman, walaupun sebagian yang lain di-kafiri. Bukan begitu!! Pemahaman seperti ini tidak benar. Dalam Islam, tidak boleh dan tidak berlaku keyakinan untuk mengimani yang dianggapnya “perkara yang besar-besar” saja, lalu seakan-akan “perkara yang kecil-kecil” tidak mengapa untuk dikafiri. Dalam Islam, tidak dikenal aturan bahwa bagian ini penting dan bagian yang lain tidak penting, sehingga lalu yang kurang penting dengan semaunya diingkari / ditolaknya.
Islam adalah satu kesatuan yang utuh, tidak boleh dikafiri satu pun dari ajarannya. Inilah yang harus kita pahami dan kita yakini dengan sesungguhnya. Oleh karena itu marilah kita introspeksi kepada diri kita, sejauh mana kita benar-benar mengakui, meyakini, mengimani bahwa ini adalah ajaran Islam; kemudian kita konsekuen dalam keyakinan dan pengamalan kita.
Jangan sampai kita meyakini dalam hati, tetapi ketika diajak untuk mengamalkan maka merasa berat untuk mengerjakannya. Lalu alih-alih mengatakan: “Biarlah, perkara yang itu dikerjakan oleh para ustadz saja. Seperti kita-kita ini tidak usah…” Nah, pernyataan yang seperti ini tidak benar ! Semua muslim sama hak dan kewajibannya. Dan Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS Al Hujuroot (49) ayat 13:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Semua manusia itu sama, yang paling mulia di sisi Allooh adalah orang yang bertaqwa.”
Lalu siapa yang berani mengakui bahwa dia-lah orang yang paling bertaqwa? Tidak ada, kecuali Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ! Beliau bersabda:
وقال أنا أتقاكم لله تعالى وأشدكم خشية
Artinya:
“Akulah yang paling taqwa dari kalian, aku yang paling takut kepada Allooh سبحانه وتعالى.”
Ada beberapa ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa banyak hal yang terjadi dalam kehidupan ini yang bisa menyebabkan seseorang itu terancam menjadi kufur.
Misalnya perhatikan QS. Al Maa’idah (5) ayat 17 :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (17)
Artinya:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allooh itu ialah Al masih putera Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allooh, jika Dia hendak membinasakan Al masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?”. kepunyaan Allooh lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. dan Allooh Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Jadi kekufuran itu bisa terjadi karena PERKATAAN. Seseorang itu bisa jadi kufur karena berkata-kata yang berbahaya. Oleh karena itu hendaknya kita berhati-hati dengan kata-kata, berhati-hati dengan lisan kita. Karena dengan mengatakan sesuatu, bisa jadi terjerembab kedalam kekufuran.
Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa siapa yang mengatakan bahwa “Isa ibnu Maryam adalah Tuhan” maka ia telah kaafir.
Penyebab kekafiran seseorang adalah dia menyatakan dengan mulutnya (berkata) bahwa ada tuhan selain Allooh سبحانه وتعالى, yakni: ‘Isa ibnu Maryam.
Apabila ada seseorang yang mengaku Muslim, maka semestinya ia hanya meyakini bahwa Robb-nya, Tuhan-nya hanyalah satu yaitu Allooh سبحانه وتعالى. Kalau ia membenarkan bahwa ada selain Allooh untuk dijadikan sebagai Tuhan, berarti ia telah membenarkan kekufuran. Orang yang membenarkan kekufuran, bisa terancam menjadi kafir.
Kita hanya meyakini bahwa Robb kita, Ilaah kita hanyalah satu yaitu Allooh سبحانه وتعالى. Dan sikap demikian inilah yang disebut sebagai: At Tauhiid. Apabila ada orang meyakini bahwa ada Tuhan lain selain Allooh سبحانه وتعالى, maka ia terancam menjadi kaafir. Karena orang tersebut kufur berdasarkan QS. Al Maa’idah (5) ayat 17 diatas.
Oleh karena itu, paham Pluralisme atau paham apa pun, yang meyakini bahwa ada Tuhan yang lain selain Allooh سبحانه وتعالى, atau meyakini dan membenarkan keyakinan lain selain Al Islam, maka hal tersebut menyebabkan seseorang dapat terancam menjadi kaafir, keluar dari Al Islam.
Lihat QS. At Taubah (9) ayat 65 – 66 :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
Artinya:
(65) “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allooh, ayat-ayat-Nya dan Rosuul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
(66) “Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
Jelas dalam ayat tersebut diatas, bahwa jika ada seseorang yang mengolok-olok Allooh سبحانه وتعالى, mengolok-olok ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى (baik ayat kauniyyah maupun ayat syar’iyyah, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah), dan mengolok-olok Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka orang yang demikian (yang mengolok-olok Allooh سبحانه وتعالى, Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم, Al Qur’an dan As Sunnah) itu sebenarnya terancam menjadi kafir sesudah beriman (atau murtad).
Maka kita janganlah ragu dan bimbang. Jika kita menemukan ada orang yang mempunyai gejala yang mengindikasikan keyakinan dan sikapnya itu adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat diatas, maka menurut Allooh سبحانه وتعالى, orang tersebut bisa terancam menjadi kaafir, murtad, keluar dari Al Islam. Tidak usah ragu-ragu, karena ini urusan ‘aqiidah, tidak ada basa-basi dalam urusan ‘aqiidah.
Perhatikan pula dalam QS. Muhammad (47) ayat 25 – 28 :
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ (25) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ (26) فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ (27) ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ (28)
Artinya:
(25)“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaithoon telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka”.
(26) “Yang demikian itu, karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allooh (orang-orang Yahudi): “Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan”, sedangkan Allooh mengetahui rahasia mereka.”
(27) “Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka?”
(28) “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allooh dan karena mereka membenci keridho’an-Nya, sebab itu Allooh menghapus (pahala) amal-amal mereka.”
Mereka kembali ke belakang artinya mereka murtad, karena mereka benci kepada apa yang Allooh سبحانه وتعالى turunkan, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Jadi bila ada orang yang membenci Al Qur’an dan As Sunnah, membenci Syari’at Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, menurut Allooh سبحانه وتعالى orang tersebut terancam menjadi murtad, keluar dari Al Islam.
Perhatikan QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 32 :
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (32)
Artinya:
“Katakanlah: “Ta’atilah Allooh dan Roosul-Nya, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allooh tidak menyukai orang-orang kaafir”.
Bahwa orang yang kafir menurut Allooh سبحانه وتعالى, adalah orang-orang yang berpaling dari ketaatan kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم. Artinya: orang yang tidak taat kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم terancam kufur.
Perhatikan QS. An Nuur (24) ayat 46 – 48 :
لَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (46) وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ (47) وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ (48)
Artinya:
(46) “Sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang memberi penjelasan. Dan Allooh memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus.”
(47) “Dan mereka (orang-orang munaafiq) berkata: “Kami telah beriman kepada Allooh dan Rosuul (Muhammad), dan kami mentaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. Sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.”
(48) “Dan apabila mereka diajak kepada Allooh* dan Rosuul-Nya, agar Rosuul menghukumi (mengadili / memutuskan perkara) diantara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.”
* Maksudnya: dipanggil untuk bertahkim kepada Kitabullooh.
Yang dimaksud: “Wa maa ulaa ika bil mu’minin” (وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ)– Dan mereka bukanlah orang yang beriman, mereka kufur kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم dan menyatakan ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى dan mereka menolak untuk menetapkan hukum sesuai dengan kehendak Allooh سبحانه وتعالى.
Maka hendaknya kita berhati-hati, jangan sampai kita terperosok ke dalam perkara yang kufur dimana kekufuran itu seringkali tidak terasa.
Berikut ini dinukil dari Kitab “Dar’u Ta’arudil ‘Aqli wa Naqli”, seorang Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada abad ke-3 Hijriyyah yakni Al Imaam Al Ishaq Ibnu Rohaway رحمه الله, beliau berkata: “Dan termasuk perkara yang disepakati terhadap terancam kufurnya, dihukuminya seseorang (terancam) keluar dari Islam (murtad) adalah seperti difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam Surat An Nuur ayat 47 diatas, yaitu orang yang berpaling dari ketaatan dan orang itu berarti bukanlah orang mu’min.”
Kata beliau Al Imaam Al Ishaq Ibnu Rohaway رحمه الله selanjutnya, perhatikan QS. Al Fath (48) ayat 16 :
قُلْ لِلْمُخَلَّفِينَ مِنَ الْأَعْرَابِ سَتُدْعَوْنَ إِلَى قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقَاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ فَإِنْ تُطِيعُوا يُؤْتِكُمُ اللَّهُ أَجْرًا حَسَنًا وَإِنْ تَتَوَلَّوْا كَمَا تَوَلَّيْتُمْ مِنْ قَبْلُ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (16)
Artinya:
“Katakanlah kepada orang-orang Badui yang tertinggal: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allooh akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu BERPALING sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengadzab kamu dengan adzab yang pedih“.
Juga kata beliau Al Imaam Al Ishaq Ibnu Rohaway رحمه الله, perhatikanlah QS. Al Qiyaamah (75) ayat 31 – 32 :
فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّى (31) وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (32)
Artinya:
(31) “Karena ia dahulu tidak mau membenarkan (Rosuul dan Al Quran) dan tidak mau mengerjakan sholat,”
(32) “Tetapi ia mendustakan (Rosuul) dam BERPALING (dari kebenaran)”.
Kemudian kata Al Imaam Al Ishaq Ibnu Rohaway رحمه الله: “(Dengan demikian dapatlah) diketahui bahwa yang dimaksud “berpaling” adalah bukan mendustakan, tetapi berpaling dari ketaatan. Maka manusia itu hendaknya membenarkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم atas apa saja yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم beritakan, dan mentatatinya atas apa yang beliau perintahkan.”
Kebalikan “membenarkan” adalah “mendustakan”. Kebalikan dari “ketaatan” adalah “berpaling”.
Kata beliau رحمه الله: “Dengan demikian, tidak adanya iman dari orang yang berpaling dari amalan yang seharusnya diamalkan, betapapun ia sudah mengatakan “Laa ilaaha illallooh” tetapi ia tidak menjalankan apa yang menjadi konsekuensi Laa ilaaha illallooh, maka orang itu adalah (terancam) kafir, keluar dari Al Islam.”
Na’uudzubillaahi min dzaalik.
Menurut keterangan para ‘Ulama Ahlus Sunnah, terdapat berbagai perkara yang termasuk bisa membatalkan Syahadat dan ke-Islam-an seseorang, jumlahnya bisa sampai ratusan perkara. Kalau diringkas bisa menjadi 10 (sepuluh) macam penyebab batalnya Syahadat (ke-Islaman) seseorang, yaitu :
1. Syirik
Syirik yaitu jika seseorang itu menyekutukan Allooh سبحانه وتعالى. Padahal seharusnya ia hanya beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى saja, tidak membuat sekutu (tandingan) terhadap Allooh سبحانه وتعالى, apa pun bentuknya.
Kalau ternyata orang tersebut berbuat syirik maka ia termasuk orang yang terancam batal syahadatnya (keluar dari Al Islam). Dalilnya perhatikanlah QS. An Nisaa’ (4) ayat 48:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (48)
Artinya:
“Sesungguhnya Allooh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allooh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
Perhatikan pula QS. Al Maa-idah (5) ayat 72:
وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا (72)
Artinya:
“… Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allooh, maka pasti Allooh mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidak ada bagi orang-orang dzolim itu seorang penolong pun.”
Artinya, orang yang berbuat syirik tidak akan mendapatkan pertolongan Alloohسبحانه وتعالى, dan ia akan bersama-sama orang musyrikin zaman dahulu di dalam neraka, karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman bahwa harom mereka itu masuk ke dalam surga, bila sampai matinya ia tidak juga mau bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
2. Menjadikan seseorang sebagai perantara dalam beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Meminta kepada seseorang untuk dijadikan perantara (koneksi) dalam beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى, lalu bergantung kepadanya, maka orang seperti itu terancam kaafir, keluar dari Al Islam, sesuai kesepakatan para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Maka menjadikan seseorang menjadi perantara dalam beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى, kemudian bergantung serta berkeluh-kesah kepadanya, maka yang demikian itu bisa mengancam orang tersebut keluar dari Al Islam.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an Surat Az Zumar ayat 3 :
لَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Artinya:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allooh-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allooh (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allooh dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allooh akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allooh tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”
Dalam kitabnya yang berjudul “Al Irsyaad illaa Shohiihil I’tiqod”, Syaikh Shoolih Fauzan Al Fauzan mengatakan sebagai berikut: “Barangsiapa dari manusia yang mengakui bahwa Allooh Yang Mencipta, Yang Memberi Rizqi; tetapi orang itu menjadikan adanya perantara antara manusia dengan Allooh dalam masalah ibadah, berarti orang itu telah mengada-ada dalam ajaran Islam, yang sebenarnya tidak diijinkan oleh Allooh سبحانه وتعالى. Karena Allooh سبحانه وتعالى telah memerintahkan agar manusia beribadah langsung kepada Allooh سبحانه وتعالى tanpa perantara.”
3. Tidak mengkafirkan orang kafir (Yahudi, Nashroni) dan orang musyrik
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Bayyinah (98) ayat 6 sebagai berikut:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”
Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang kafir (baik dari kalangan Yahudi maupun Nashroni) dan orang musyrik, atau ragu terhadap kekufuran mereka (orang kafir, orang musyrik) atau membenarkan faham / keyakinan mereka (orang kafir, orang musyrik), maka kaum Muslimin yang tidak mengkafirkan orang kafir dan orang musyrik itu pun terancam menjadi kaafir, karena ia berarti telah mendustakan QS. Al Bayyinah (98) ayat 6 diatas.
Contoh: Orang Yahudi / Nashroni adalah kaafir menurut Allooh سبحانه وتعالى, tetapi ada seorang Muslim yang tidak berani untuk mengkafirkan orang Yahudi / Nashroni, atau ia ragu-ragu dengan kekafiran orang Yahudi / Nashroni tersebut sehingga ia pun berkilah dengan mengatakan: “Saudara-saudara kita dari kalangan Yahudi dan Nashroni”, maka si Muslim yang tidak meyakini akan kafirnya orang Yahudi / Nashroni maupun orang musyrik, maka ia pun terancam menjadi kafir, keluar dari Al Islam, karena ia pada hakekatnya tidak yakin dan ragu-ragu terhadap firman Allooh سبحانه وتعالى diatas.
Dengan demikian seorang muslim hendaknya benar-benar meyakini Al Qur’an dan As Sunnah. Sebab bila tidak, seolah-olah ia membenarkan kekufuran. Oleh karena itu harus diyakini betul oleh kaum Muslimin bahwa tidak ada ajaran yang benar selain Al Islam.
4. Meyakini ada yang lebih baik dan lebih sempurna daripada Islam
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imron (3) ayat 19 :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Artinya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhoi) disisi Allooh hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allooh maka sesungguhnya Allooh sangat cepat hisab-Nya.”
Juga berfirman dalam QS. Aali ‘Imron (3) ayat 85 :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya:
“Barangsiapa mencari agama selain (agama) Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Barangsiapa yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم ada yang lebih sempurna, atau meyakini bahwa selain Al Islam ada yang lebih sempurna, atau mengakui bahwa ada hukum yang lebih baik daripada hukum Allooh سبحانه وتعالى, maka orang tersebut terancam menjadi kaafir, murtad (keluar dari Al Islam) berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an diatas.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz رحمه الله dalam Kitabnya yang berjudul “Majmuu Fataawaa wa maqoolaat mutanawwi’ah” berkenaan dengan bahasan “Nawaaqidul Islaam” (Pembatal-Pembatal Ke-Islaman) berkata sebagai berikut :
من اعتقد أن الأنظمة والقوانين التي يسنها الناس أفضل من شريعة الإسلام، أو أنها مساوية لها، أو أنه يجوز التحاكم إليها، ولو اعتقد أن الحكم بالشريعة أفضل، أو أن نظام الإسلام لا يصلح تطبيقه في القرن العشرين، أو أنه كان سببا في تخلف المسلمين، أو أنه يحصر في علاقة المرء بربه، دون أن يتدخل في شئون الحياة الأخرى، ويدخل في الرابع أيضا من يرى أن إنفاذ حكم الله في قطع يد السارق أو رجم الزاني المحصن لا يناسب العصر الحاضر، ويدخل في ذلك أيضا كل من اعتقد أنه يجوز الحكم بغير شريعة الله في المعاملات أو الحدود أو غيرهما، وإن لم يعتقد أن ذلك أفضل من حكم الشريعة؛ لأنه بذلك يكون قد استباح ما حرمه الله إجماعا، وكل من استباح ما حرم الله مما هو معلوم من الدين بالضرورة؛ كالزنا، والخمر، والربا، والحكم بغير شريعة الله – فهو كافر بإجماع المسلمين.
Artinya:
– “Barangsiapa yang meyakini bahwa perundangan dan peraturan yang ditetapkan oleh manusia lebih baik daripada Syari’at Islam,
– atau perundangan dan aturan itu sama dan sederajat dengan Syari’at Islam,
– atau diperbolehkan untuk berhukum kepada hukum selain hukum Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan itu lebih baik daripada aturan Islam,
– atau menganggap bahwa aturan Islam itu tidak patut pelaksanaannya di abad 20,
– atau menganggap aturan Islam itu menjadi penyebab terbelakangnya kaum muslimin,
– atau Syari’at Islam itu membatasi hubungan manusia dengan Allooh سبحانه وتعالى, bahwa Syari’at Islam itu hanya mengatur hubungan manusia dengan Allooh saja, tidak ada kaitan dengan perkara hidup dan kehidupan manusia (berpaham sekuler),
– atau orang yang berpandangan bahwa pelaksanaan hukum Allooh سبحانه وتعالى untuk dipotongnya tangan seorang pencuri atau dirajamnya seorang pezina itu semua tidak relevan, lalu boleh berhukum dengan hukum selain Syari’at Allooh سبحانه وتعالى, dalam urusan mu’amalat, atau dalam perkara Huduud, atau perkara yang selainnya.
– dan setiap orang yang membolehkan apa yang diharomkan Allooh, yang merupakan paten bagian dari dien, seperti zina, khomer, riba, dan berhukum kepada selain Syari’at Allooh,
maka orang tersebut hukumnya kaafir, keluar dari Islam, dengan kesepakatan (ijma’) kaum Muslimin.”
Singkatnya, jika ada orang meyakini bahwa Islam tidak patut, Islam tidak relevan lagi, Islam tidak berlaku lagi di zaman ini, Islam tidak lebih sempurna, dan seterusnya; atau dengan kata lain ia meyakini bahwa Islam tidak bisa diterapkan pada zaman sekarang, maka dia terancam bukan lagi Muslim, melainkan kaafir. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
5. Membenci apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 150 :
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا (١٥٠) أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا (١٥١
Artinya:
(150) “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allooh dan rosuul-rosuul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allooh dan rosuul-rosuul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain)”, serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir)”
(151) “Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan.”
Walaupun orang itu mengamalkan sebagian dari ajaran Islam, namun ia membenci sebagian ajaran Islam yang lainnya maka ia terancam menjadi kaafir berdasarkan QS. An Nisaa’ (4) ayat 150 ini.
Misalnya: membenci Jilbab bagi perempuan, maka orang yang demikian itu bisa terancam menjadi murtad, keluar dari Al Islam. Sungguh berbahaya !
Atau misalnya: Menganggap hukum waris dimana perempuan mendapat separoh bagian dari laki-laki itu sebagai peraturan yang tidak adil, sehingga ia menuntut untuk disamakan bagian warisannya dengan laki-laki. Kalau dia menganggap pendapatnya itu lebih baik daripada aturan Allooh سبحانه وتعالى, maka orang yang seperti ini bukanlah berkarakter seorang Muslim. Bahkan dia terancam murtad, keluar dari Al Islam.
6. Mengolok-olok sedikit saja dari Al Islam
Apabila seseorang mengolok-olok Al Islam walaupun sebagian dari ajarannya, atau mengolok-olok ajaran Al Islam tentang pahala atau tentang hukuman-hukumannya; maka ia terancam kafir / keluar dari Al Islam.
Misalnya diberitakanlah tentang suatu Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1520, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه bahwa:
وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً
Artinya:
“Tidaklah seseorang bersuci dengan sempurna, kemudian bersengaja pergi ke masjid dari masjid-masjid yang ada, kecuali Allooh catatkan baginya setiap langkah yang dia langkahkan sebagai suatu kebajikan dan Allooh angkat dengannya satu tingkat dan Allooh hapus dengannya satu kesalahan.”
Nah ketika diberitakan tentang Hadits bahwa siapa yang pergi ke masjid untuk sholat berjamaah, maka pahala dari setiap langkah kakinya adalah sekian dan sekian, kemudian hal itu diolok-olok maka orang yang mengolok-olok tersebut terancam menjadi kafir.
Atau misalnya ketika ada Hadits yang shohiih sebagaimana berikut ini yakni Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 17182, dan Al Imaam At-Turmudzi no: 1663, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albaany dalam As-Shohiihah no: 3213 :
إِنَّ لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ سِتَّ خِصَالٍ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ مِنْ دَمِهِ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَيُحَلَّى حُلَّةَ الْإِيمَانِ وَيُزَوَّجَ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ وَيُجَارَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيَأْمَنَ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ
Artinya:
“Bagi orang yang mati syahid di sisi Allooh enam keutamaan, ia diampuni tatkala pertama kali darahnya mengalir, ia melihat tempat duduknya di surga, ia dihiasi dengan pakaian keimanan, dan ia dinikahkan dengan 72 bidadari, ia diselamatkan dari adzab kubur, dan diberi keamanan di hari kebangkitan.”
Nah, ketika Hadits yang memberitakan bahwa barangsiapa yang mati syahid di medan jihad, maka pahalanya adalah bidadari di surga itu disampaikan, lalu hal itu diolok-olok, maka orang yang mengolok-oloknya itu terancam menjadi kaafir, keluar dari Al Islam. Ayatnya seperti telah dijelaskan diatas yaitu QS. At Taubah (9) ayat 65.
7. Sihir
Sihir bisa membatalkan “Laa ilaaha illallooh”. Maka jangan bermain-main dengan sihir, walaupun lewat media massa dimana sihir di zaman sekarang ini banyak dipublikasikan. Bahkan di zaman sekarang ini pula, tidak jarang dibentuk berbagai paguyuban untuk kaderisasi Sihir di tengah-tengah masyarakat. Padahal Sihir merupakan pembatal “Laa ilaaha illallooh”; sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 102 :
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artinya:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaithoon-syaithoon pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu melakukan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir, tetapi syaithoon-syaithoon itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, padahal keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu sesuatu yang dapat memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka (ahli sihir) tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allooh. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barang siapa yang menukar (kitab Allooh) dengan sihir itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 9532, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, di-Hasan-kan oleh Syaikh Syu’aib al Arnaa’uth, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَنْ أَتَى كَاهِناً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Artinya:
“Barang siapa yang mendatangi kahin (dukun) dan membenarkan apa yang dikatakannya, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم.”
8. Membantu orang musyrikin dan orang-orang kafir untuk memerangi Islam dan kaum Muslimin
Termasuk membantu orang-orang kafir memberikan data tentang keadaan kaum muslimin kepada orang-orang kaafir / musyrik dengan tujuan agar kaum muslimin menjadi kalah dalam peperangan untuk meninggikan kalimat Allooh سبحانه وتعالى atau dalam masalah apapun juga yang bermakna memerangi Al Islam, maka hal ini mengancam dapat menyebabkan kufurnya seseorang dari Al Islam.
Perhatikan QS. Al Maa-idah (5) ayat 51 :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلَاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا (51)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, JANGAN LAH KAMU MENGAMBIL ORANG-ORANG YAHUDI DAN NASHRONI MENJADI PEMIMPIN-PEMINPIN(MU); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu TERMASUK GOLONGAN MEREKA. Sesungguhnya Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim.”
Al Imaam Ibnu Hazm رحمه الله mengatakan: “Bahwa yang dimaksud “termasuk golongan mereka” (dalam ayat tersebut) artinya menjadi kaafir. Hukumnya adalah sama dengan orang kaafir.”
9. Meyakini bahwa sebagian muslim bisa keluar dari ajaran Muhammad صلى الله عليه وسلم
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Asy Syuuro ayat 21:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
Artinya:
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allooh yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allooh?”
Juga berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 87 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allooh halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allooh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Contoh: seseorang yang dalam keyakinan ber-agama-nya menganggap dirinya sudah sampai tingkat Ma’rifat, sehingga yang seharusnya sholat lantas menganggap boleh untuk tidak sholat. Yang seharusnya shoum (puasa) lantas menganggap dirinya boleh untuk tidak shoum. Yang tidak boleh berzina, lantas menganggap dirinya boleh untuk berzina, dan seterusnya. Biasanya hal ini dari kalangan orang-orang Shufi (Tassawuf), yang mengatakan bahwa manusia ini digolongkan menjadi empat tingkatan: Syari’at – Thoriqot – Hakikat – Ma’rifat. Menurut mereka, kalau sudah sampai ke tingkat Ma’rifat, maka yang harom pun bisa menjadi halal, lantas semuanya dianggapnya menjadi halal bahkan sampai perkara yang diperintahkan Allooh سبحانه وتعالى seakan-akan boleh untuk ditinggalkan. Dan yang dilarang Allooh سبحانه وتعالى pun seakan-akan boleh untuk dikerjakan. Maka berhati-hatilah dengan keyakinan seperti ini, yang dapat menyebabkan seseorang bisa menjadi kaafir dan murtad.
Berhati-hati lah dengan apa yang menjadi keyakinan diantara sebagian kalangan Shufi yang mengatakan: “Bahwa Nabi Khidir عليه السلام (di zaman Nabi Musa عليه السلام) boleh keluar dari syari’at Nabi Musa عليه السلام, maka kita sekarang juga boleh keluar dari ajaran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.”
Orang yang berkeyakinan demikian itu terancam menjadi kaafir, keluar dari Al Islam. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
10. Menolak Al Islam, tidak mau mempelajarinya serta tidak mau mengamalkannya
Jangan sampai ada diantara kaum Muslimin yang menolak mempelajari Al Islam, apalagi menolak untuk mengamalkannya. Maka sangatlah memprihatinkan bila ada seorang Muslim yang mengatakan: “Tidak usah mengaji lah, sebab kalau mengaji kan lantas kita menjadi tahu segala larangan-larangan yang ada…. Wah daripada tahu larangan-larangan, lebih baik tidak usah tahu, agar kita bisa bebas mengerjakan apa saja… kan kita tidak tahu.”
Orang yang seperti ini sebenarnya ia berada dalam posisi yang “berbahaya”, karena ia dapat tergolong menjadi orang yang menolak dienullooh (Al Islam), tidak mau mempelajari dan tidak mau mengamalkan dien ini sehingga orang itu pun terancam menjadi kaafir.
Perhatikanlah QS. As Sajdah (32) ayat 22 :
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
Artinya:
“Dan siapakah yang lebih dzolim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Robbnya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.”
Maksudnya: Allooh سبحانه وتعالى itu berfirman bahwa orang yang paling dzolim adalah orang yang diingatkan dengan ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى tetapi orang itu kemudian menolak. Sungguh akan Allooh سبحانه وتعالى membalas orang-orang yang semacam itu.
Itulah perkara-perkara yang dapat merupakan Pembatal ke-Islam-an yang harus kita waspadai. Semuanya berbahaya. Hendaknya kita introspeksi apakah ada diantara perkara-perkara tersebut di dalam diri kita atau keluarga kita.
Setiap muslimin hendaknya menghindarinya, dan takut hal tersebut akan terjadi pada dirinya. Kita berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى dari perkara yang dapat membuat Allooh سبحانه وتعالى murka dan kita pun berlindung kepada-Nya dari hukuman-Nya yang sangat pedih.
Perlu ditambahkan disini berkaitan dengan : Permasalahan “Aliansi Kebebasan dan Kemerdekaan Beragama dan Ber-kepercayaan” (AKKBB) yang katanya materinya diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK), maka hal itu ada relevansinya dengan bahasan kita kali ini.
Maksudnya, perlu dipertajam bahwa: Jika Undang-undang No. 1 Tahun 1965 yang ditandatangani oleh Presiden pertama RI (Ir. Sukarno) akan “diacak-acak” dan kemudian direvisi; dalam artian bahwa penistaan terhadap agama dilarang, atau bahwa orang tidak boleh lagi mengatakan bahwa Ahmadiyah itu sesat atau Syiah Roofidhoh itu sesat, orang tidak boleh lagi mengatakan bahwa Muhammad Mushodiq itu sesat karena ia mengaku sebagai Nabi setelah Muhammad صلى الله عليه وسلم; maka ini semua adalah pertanda bahwa Indonesia semakin hari semakin terpuruk dan semakin hancur. Tidak mustahil Allooh سبحانه وتعالى menurunkan kepada Indonesia ini bencana yang lebih besar daripada tsunami.
Dan aliansi itu pada hakekatnya telah mengkhianati para tokoh pendiri bangsa Indonesia, yaitu para kaum Muslimun, dan mereka para pendiri bangsa yang mengatakan bahwa: Dengan Rahmat Allooh Yang Maha Kuasa negara Indonesia ini dibentuk / didirikan.
Kemudian dengan hati-hatinya mereka (pendiri bangsa) berusaha agar orang-orang yang hendak menjalankan Syari’at agamanya dapat hidup dengan leluasa. Maka bila kekufuran dan kebathilan dibolehkan untuk hidup di Indonesia, lalu tidak jelas lagi antara Al Haq (kebenaran) dan yang Bathil. Tidak ada lagi patokan yang benar, dan yang mana yang salah, karena semuanya dianggap benar. Apabila sampai terjadi keadaan yang seperti itu, sama saja dengan menciptakan dunia hewan, siapa yang kuat dia lah yang menang.
Dalam Islam tidak ada ajaran bahwa yang Benar itu berbilang, tetapi yang Benar itu adalah Satu. Maka apa yang sedang diajukan oleh kelompok Aliansi itu ke MK, bisa menyebabkan perang saudara di antara bangsa sendiri dan akan terjadi pertumpahan darah, karena bagaimana mungkin dien yang benar itu kemudian dipersalahkan. Bagaimana mungkin yang salah dibenarkan.
Maka hendaknya kita kaum muslimin bisa memposisikan dengan benar dan menyikapi sesuai dengan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى. Sehingga kita tetap di atas jalan yang benar, bukan di atas jalan hawa-nafsu, apalagi menuruti keinginan / pesanan dari negara –negara kafir atau negara-negara yang berpaham sekuler yang memang sengaja membuat kaum muslimin tidak lagi teguh di atas pendiriannya (istiqomah), bahwa seakan-akan kaum muslimin harus lebih mengutamakan Hak Azasi Manusia (HAM) daripada mengutamakan HAK ALLOOH سبحانه وتعالى.
Demikian bahasan kali ini, mudah-mudahan bermanfaat dan semakin mantap kita dalam ber-‘aqiidah.
TANYA-JAWAB
Pertanyaan :
Seperti dijelaskan diatas bahwa ajaran Shufi, semakin tinggi Ma’rifat golongan Shufi itu, semakin mudah mereka melakukan yang harom. Apakah itu bisa dibuktikan? Mohon penjelasan.
Jawaban:
Sudah menjadi bagian ajaran Shufi (Tassawuf) bahwa ajaran Tassawuf itu dari berbagai sumber, berbagai aliran. Dan Shufi bukan lah ajaran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan Shufi itu di-nisbath-kan pada guru mereka dari masing-masing aliran. Misalnya: Tijaniyah, Qodiriyah, Naqsabandiyah, dll. Semua itu adalah nama-nama pendirinya, bukan nama-nama ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Seperti misalnya: Al Hallaaj yang menyatakan tentang keyakinan Wihdatul Wujuud seperti “di mana-mana ada Allah” dan “semua yang ada ini adalah Allah”, atau bahwa “semua rupa adalah bagian dari bentukan dan perwujudan dari Allooh”, sehingga apa yang mereka kerjakan adalah benar adanya karena itu adalah Kehendak dan Pekerjaan Allooh سبحانه وتعالى. Berhati-hatilah terhadap pemahaman seperti mereka itu!!
Kalau kita hendak membuktikan, hendaknya kita gali. Dalam kitab-kitab mereka, ada pembagian tingkatan seperti disebutkan diatas: Syari’at – Thoriqot – Hakikat – Ma’rifat yang menunjukkan bahwa menurut mereka manusia itu bertingkat-tingkat. Hal itu disebutkan dalam kitab-kitab mereka. Maka pembuktiannya adalah melalui kitab-kitab mereka itu.
Dalam keyakinan mereka (para Shufi), apabila sudah sampai tingkatan yang paling tinggi maka akan membolehkan segala perkara yang dikemukakan diatas. Bahwa yang harom, bagi mereka yang sudah pada tingkat Ma’rifat itu menjadi boleh. Dan masih saja ada sebagian kaum muslimin yang terjerumus dalam membenarkan kesesatan ini, yang menunjukkan bahwa paham demikian itu memang ada dalam masyarakat.
Oleh karena itu, maka kita harus berhati-hati dan cermat. Bagaimana pun ketinggian derajatnya dalam Islam, tetapi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri giginya sampai-sampai tanggal dan berdarah ketika terkena pukulan dalam peperangan. Beliauصلى الله عليه وسلم juga ikut bersama para shohabat mengangkat batu-bata ketika membangun masjid Nabawy, beliau صلى الله عليه وسلم juga ikut berjihad bersama para shohabatnya, bahkan bermusyawarah mencari strategi perang yang terbaik. Itu semua menunjukkan bahwa semua ada dalam satu strata (tingkat) dihadapan Allooh سبحانه وتعالى. Hanya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dilebihkan melalui mu’jizat.
Sementara orang-orang Shufi membuat kelas, bertingkat-tingkat. Orang yang masih dalam tingkat Syari’at harus sholat, shoum, membayar zakat dsbnya. Sedangkan bila sudah sampai tingkat Ma’rifat, akan berbeda dengan tingkat Syari’at. Orang yang sudah sampai tingkat Ma’rifat, menurut mereka, misalnya hendak sholat Jum’at di Masjdil Harom, maka mereka cukup masuk ke dalam kamarnya. Itu semua keyakinan mereka, yang menunjukkan bahwa yang demikian itu ada dalam masyarakat. Oleh karena itu kita harus berhati-hati.
Pertanyaan :
Dari kajian-kajian kita beberapa session ini, kalau dibandingkan dengan keadaan ke-Islaman masyarakat pada umumnya di Indonesia, bahkan ke-Islaman pada diri atau keluarga kita, sungguh masih memprihatinkan. Padahal dalam kenyataannya, pembinaan Islam yang dilakukan dalam masyarakat kita bervariasi, bermacam-macam, ada yang membolehkan sesuatu, ada yang tidak membolehkan dsb. Sehingga apa yang dijelaskan diatas, kami berpendapat agak sulit dicapai dalam waktu dekat ini. Upaya apakah yang perlu kita lakukan untuk menghadapi masyarakat yang demikian itu?
Jawaban:
Apa yang anda kemukakan adalah benar adanya. Memang prihatin sekali kita ini dengan keadaan ke-Islaman di masyarakat kita. Padahal yang kita bahas baru tentang Syahadat, membahas tentang “Laa ilaaha illallooh Muhammadur Rosuulullooh” .
Konsekuensinya adalah: Selain Al Islam adalah salah, yang benar hanyalah Al Islam, selain Allooh سبحانه وتعالى adalah Bathil, dan yang Haq itu hanyalah Allooh سبحانه وتعالى, dstnya. Kenyataannya masih berbenturan dengan berbagai hal dalam masyarakat bahkan mungkin juga dalam diri kita.
Kalau kita balik melihat ke belakang perjalanan Republik ini, sosialisasi tentang Islam, sosialisasi tentang ajaran Muhammad صلى الله عليه وسلم, sosialisasi ajaran Al Qur’an dan Hadits, kalah gencarnya dibanding sosialisasi tentang Posyandu, Keluarga Berencana atau pun iklan dI TV-TV. Padahal iklan suatu produk di TV dengan biaya bermilyar-milyar rupiah itu sanggup mereka bayar hanya untuk beberapa detik tayangan.
Tetapi sosialisasi Islam, di Indonesia ini sejak abad ke-7 Hijriyah sampai sekarang sudah abad ke-15 Hijriyah (berarti sudah lebih dari 7 abad), kenyataannya kitab “Riyaadhush Shoolihiin” yang demikian mudah untuk dipelajari dan sudah menjadi kitab pegangan umat Islam di seluruh dunia, tapi di Indonesia saja masih dianggap aneh. Ada yang menganggap bahwa kitab itu membawa agama baru. Padahal kitab itu ditulis oleh Al Imaam An Nawawy رحمه الله, dimana beliau hanya mewariskan kepada kita ummat Islam, dan isinya adalah Al Qur’an dan Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Oleh karena itu, menjawab pertanyaan diatas:
Pertama, jangan anda lalu putus asa. Tidak ada kata terlambat. Bahwa selama hayat masih dikandung badan, kita tetap Tholabul ’ilmi (menuntut ilmu). Tetapi seharusnya, Tholibul ‘ilmi itu hendaknya dilaksanakan secara sistematis, sehingga dalam waktu yang relatif singkat, kita bisa memahami tentang struktur pemahaman Islam dengan benar.
Bila mengajinya asal menyentuh, maka ketika kebetulan hadir, dia hanya tahu masalah yang dibahas. Itu saja. Sedangkan bila kita belajar secara sistimatis, maka kita akan tahu dan paham secara runtut (urut) sejak dari awal – tengah – dan akhirnya.
Namun demikian, dengan pengajian-pengajian, apalagi pengajiannya ter-program dan baik, mudah-mudahan akan membentuk konstruksi pemahaman yang membuat kita semakin benar dan semakin baik.
Kedua, adanya suatu tekad, keberanian untuk menyatakan bahwa yang benar adalah benar, bahwa ilmu itu harus lah diamalkan dan dipraktekkan. Karena bila kita sudah tahu tetapi tidak mau mempraktekkan, lalu apa bedanya hari ini dengan hari kemarin?
Oleh karena itu, bila kita sudah tahu, ubahlah diri kita, tingkatkan diri kita, terus-menerus meningkat, berubah. Dan belajarlah untuk tahu, setelah tahu kemudian berubah. Mengubah diri untuk mendekatkan diri kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Ketiga, gunakan MLD (Multi Level Dakwah) untuk memantapkan diri kita, dan mem-percepat sosialisasi. Dengan Multi Level Dakwah, kalau kita sudah tahu tentang suatu ilmu yang didapat dari Majlis Ta’lim, sampaikan lagi kepada orang lain, kepada keluarga, kepada teman, dstnya. Mudah-mudahan sosialisasi Islam semakin cepat.
Keempat, harus sabar. Bisa jadi apa yang kita pelajari dan pahami, lalu apa yang kita amalkan (kerjakan), apa yang kita sampaikan kepada orang, lalu orang itu akan mengatakan: “Pelajaran apa lagi ini?” Disangkanya itu ajaran baru. Padahal tidak ada yang baru. Kalau ada ajaran baru, berarti kita ini sesat. Katakan bahwa itu ajaran sudah 14 abad yang lalu. Kalau semua itu sudah autentik, berasal dari Al Qur’an dan Hadits-Hadits yang shohiih, pahamnya sudah jelas, lalu mana yang baru?
Perayaan Maulid itu baru atau lama? Kalau Perayaan Maulid muncul ketika abad ke-6 Hijriyah, dan pada abad ke-1 Hijriyah tidak ada Maulid. Lalu manakah yang sebenarnya baru? Tentu Perayaan Maulid itu yang baru, yang mengada-ada.
Maka kita dituntut untuk sabar dari cemoohan orang-orang yang tidak tahu. Sekian bahasan kali ini, mudah-mudahan bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 24 Shofar 1431 H – 8 Februari 2010
—– oOo —–
Silakan download PDF : Pembatal Al Islam AQI 080210 FNL