Iman kepada Allooh dengan Sebenarnya (Bagian-1)
(Transkrip Ceramah AQI 301109)
IMAN KEPADA ALLOOH DENGAN SEBENARNYA (Bagian-1)
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Diantara yang menyebabkan orang masuk surga adalah karena orang itu beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى. Karena pentingnya perkara tersebut, maka kali ini kita akan membahas bagaimana agar Iman kepada Allooh سبحانه وتعالى itu “ber-isi”, bagaimana agar beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى itu memenuhi prosedur dan bagaimana agar iman kepada Allooh سبحانه وتعالى itu membuat kita kompeten untuk masuk ke dalam surga-Nya.
Tentunya Iman itu harus bermakna, bukan sekedar mengatakan “Aku beriman kepada Allooh”, lalu titik. Melainkan perlu kita telusuri, dalami, renungkan dan kita amati sejauh mana agar kita sesuai / tepat dengan Iman yang semestinya.
Kita ulangi lagi apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه dalam Kitab “Al Ibaanah An Syari’atil Firqotin Naajiyyah wa Mujaanabatu Al Firoqil Madzmuumah” karya Al Imaam Ibnu Baththoh رحمه الله Jilid I halaman 802-803 no: 1089 : “Tidak ada manfaatnya suatu perkataan (pernyataan), kecuali disertai dengan amal. Tidak bermanfaat suatu amalan, apabila tidak disertai dengan perkataan. Tidak bermanfaat pula perkataan dan perbuatan, bila tidak disertai niat. Tidak bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat, kecuali bersesuaian dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”
Maka ada 4 unsur yaitu: Perkataan, Perbuatan, Niat dan Sesuai dengan Sunnah.
Itulah bila kita ingin benar-benar beriman. Oleh karena itu, ketika kita beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, kita ungkapkan perkataan dengan: “Asyhadu an laa ilaaha illallooh wa asyhadu anna Muhammadur Rosuulullooh”, lalu berikutnya niat kita adalah tulus hanya untuk Allooh سبحانه وتعالى dan sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bila empat unsur tersebut tidak kita miliki, maka iman kita tidak benar, tidak sesuai atau tercela.
Demikian pula Al Imaam Al Hasan Al Bashri رحمه الله dalam Kitab “Al Ibaanah An Syari’atil Firqotin Naajiyyah wa Mujaanabatu Al Firoqil Madzmuumah” karya Al Imaam Ibnu Baththoh رحمه الله Jilid I halaman 803 no: 1090 mengatakan yang serupa dengan Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه. Bahwa, bila kita ingin benar imannya, maka iman kita itu hendaknya mempunyai empat unsur sebagaimana tersebut di atas.
Al Imaam Muhammad bin Husain Al Ajurri Asy Syafi’i رحمه الله yang hidup pada awal abad ke-3 Hijriyah, bila dirunut madzhabnya, beliau adalah Madzab Syafi’i, beliau رحمه الله mengatakan dalam Kitab “Asy Syari’ah” Juz I halaman 611 sebagai berikut:
“Ketahuilah oleh kalian (kaum Muslimin), mudah-mudahan Allooh menyayangiku dan menyayangi kalian, yang diyakini oleh ulama kaum muslimin bahwa beriman adalah kewajiban dari seluruh makhluk. Semua manusia wajib beriman, yaitu: membenarkan dalam hati, menyatakan dengan lisan dan mengamalkan dengan amal / perbuatan”.
Jadi Iman itu adalah wajib hukumnya bagi seluruh umat manusia (semua makhluk). Barangkali bila bisa sedikit digambarkan, Fir’aun–pun sebenarnya ada iman dalam hatinya (pada akhir hidupnya). Maka bila ada orang yang beriman hanya sampai pada batasan dalam hati saja, maka sungguh kuatir kalau bernasib seperti Fir’aun. Na’uudzu billaahi min dzaalik ! Karena ketika Fir’aun tenggelam di laut Merah, ia sudah menyerah, ia merasa tidak patut mengaku dirinya Tuhan yang paling tinggi di semesta alam ini. Ketika ia tenggelam dan ketika sakaratul maut, ia mengakui bahwa ada yang namanya Allooh سبحانه وتعالى. Tetapi terlambat. Namun demikian, ia pada akhirnya mengatakan adanya Allooh سبحانه وتعالى walau pun itu sudah tidak ada maknanya lagi bagi dirinya.
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى adalah perintah. Itu merupakan instruksi dari Allooh سبحانه وتعالى, kita wajib beriman. Jadi kalau kita beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى , membenarkan Allooh سبحانه وتعالى, berarti kita memenuhi panggilan dan perintah-Nya.
Lihat Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 136:
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya:
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allooh dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Robb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya“.
Itulah redaksi dari Allooh سبحانه وتعالى bahwa kita harus menyatakan beriman dengan beberapa perkara sebagai berikut :
- Beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى,
- Beriman kepada apa yang diturunkan oleh Allooh سبحانه وتعالى kepada kita, yaitu Al Qur’an, juga suhuf yang diturunkan kepada Ibrohim, kepada Ismail, kepada Ishaq, kepada Ya’qub, dan kepada Asbath (keturunan Ya’qub termasuk diantaranya Bani Isro’il), kepada Musa dan ‘Isa عليهم السلام,
- Beriman terhadap apa saja yang Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada para Nabi, dari Robb mereka yaitu Allooh سبحانه وتعالى, dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lain, dan kami semua adalah muslimun, yang tunduk dan patuh kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Berarti Iman kepada Allooh adalah perintah dari Allooh سبحانه وتعالى.
Lihat Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 177 :
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allooh, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”
Jadi jika ingin mendapatkan kebajikan maka sebetulnya hendaknya kita beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, karena beriman adalah perintah dari Allooh سبحانه وتعالى.
Lihat Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 256 :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut* dan beriman kepada Allooh, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allooh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
*Thoghut, ialah syaithoon dan apa saja yang diibadahi SELAIN daripada ALLOOH سبحانه وتعالى
Tidak ada paksaan dalam Islam bagi orang-orang kaafir yang tidak mau untuk menyatakan ke-Islaman mereka (masuk Islam). Karena sudah jelas mana yang merupakan petunjuk Allooh سبحانه وتعالى dan mana yang merupakan kesesatan.
“Laa ilaaha illallooh” adalah kunci daripada Iman kita. Oleh karena itu bila seseorang mengatakan kaafir kepada Thoghut berarti ia hanya beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, dan itu sama dengan “Laa ilaaha illallooh”.
Dalam Hadits Jibril, Allooh سبحانه وتعالى menjelaskan kepada kita, bahwa kita disuruh beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, kepada Malaikat, Kitab-Kitab-Nya, para Rosuul-Nya, hari Akhir dan takdir Allooh سبحانه وتعالى yang baik maupun yang buruk.
Perhatikanlah Hadits Jibril yang panjang berikut ini, yang diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim no: 8, bahwa:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya:
Umar bin Khoththoob رضي الله عنه berkata : “Suatu ketika, kami (para Shohabat) duduk di dekat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tiba-tiba muncullah kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun diantara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan ke lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya diatas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allooh, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rosuul Allooh; menegakkan sholat; menunaikan zakat; shoum di bulan Romadhon, dan engkau menunaikan haji ke Baitullooh, jika engkau telah mampu melakukannya,”
Lelaki itu berkata, “Engkau benar”, maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab, “Iman adalah engkau beriman kepada Allooh; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rosuul-Nya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allooh yang baik dan yang buruk,”
Ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allooh seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Ia berkata, “Engkau benar.”
Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadinya hari Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai ‘Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab, “Allooh dan Rosuul-Nya lebih mengetahui,”
Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”
Jadi beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى adalah disyari’atkan, baik dalam Al Qur’an maupun dalam Hadits.
Selanjutnya, agar kita yakin bahwa jika kita beriman akan masuk surga, perhatikan ayat berikut. Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an surat At Taghoobun (64) ayat 9:
يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ذَلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya:
“(Ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allooh mengumpulkan kamu pada hari Pengumpulan (untuk dihisab), itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allooh dan beramal shoolih, niscaya Allooh akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga (jannah) yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar.”
Jadi, jika siapa yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى dan ber-amal shoolih maka balasannya adalah: Allooh سبحانه وتعالى akan hapuskan kesalahannya, kemudian Allooh سبحانه وتعالى akan memasukkannya ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai dan mereka kekal selamanya di dalam surga.
Jadi jelas dan tegas, bahwa beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, menyebabkan kita masuk ke dalam surga Allooh سبحانه وتعالى.
Maka siapa yang mengidam-idamkan dirinya menikmati surga yang Allooh سبحانه وتعالى persiapkan untuk mereka orang yang beriman, maka berimanlah kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Berikutnya dalam Al Qur’an surat Ath Thalaaq (65) ayat 11 :
رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِ اللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا
Artinya:
“(Dan mengutus) seorang Rosuul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allooh yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal shoolih dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allooh dan mengerjakan amal yang shoolih niscaya Allooh akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allooh memberikan rizqi yang baik kepadanya.”
Barangsiapa yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى dan ber-amal shoolih, maka Allooh سبحانه وتعالى akan memasukkannya (orang yang beriman dan ber-amal shoolih itu) ke dalam surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai dan ia dalam keadaan kekal di dalam surga itu. Siapa yang masuk ke dalam surga maka ia telah mendapatkan karunia Allooh سبحانه وتعالى berupa rizqi yang sangat baik.
Jelaslah pada kita bahwa orang yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى akan menjadikannya masuk ke dalam surga Allooh سبحانه وتعالى .
Hanya harus kita pahami bahwa beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى itu apa maksudnya? Kita harus tahu jangkauannya. Ternyata jangkauan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى itu tidak boleh kurang dari empat perkara :
- Beriman tentang adanya Allooh سبحانه وتعالى. Kalau Allooh سبحانه وتعالى tidak ada, maka mustahil alam semesta ini ada dan mustahil juga kita ada.
- Beriman pula tentang Rububiyyah, yaitu meyakini bahwa Allooh سبحانه وتعالى -lah yang Mencipta, meyakini bahwa Allooh سبحانه وتعالى yang Menghidupkan dan Mematikan, Allooh سبحانه وتعالى yang memberikan kita manfaat, Allooh سبحانه وتعالى yang memberikan kita madhorot atau musibah, Allooh سبحانه وتعالى yang mengatur seluruh peredaran alam semesta ini.
- Beriman tentang ke-Uluhiyyah–an Allooh سبحانه وتعالى. Uluhiyyah artinya bahwa Allooh سبحانه وتعالى lah satu-satunya, tidak ada yang lain, tidak ada sekutu bagi Allooh سبحانه وتعالى untuk dijadikan tempat beribadah dan mengabdi kepada-Nya.
- Beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى dan membenarkan serta mengimani pula bahwa Allooh سبحانه وتعالى mempunyai Nama-Nama dan Allooh سبحانه وتعالى mempunyai Sifat-Sifat. Lalu harus kita kaji dan lahirkan dalam bentuk refleksi sikap, refleksi berfikir, refleksi beramal, bahwa Allooh سبحانه وتعالى mempunyai Nama dan Sifat. Maka kalau ada orang yang korupsi, itu karena mereka rapuh keyakinan dan keimanan mereka kepada Nama dan Sifat Allooh سبحانه وتعالى. Bukankah Allooh Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, bahkan sampai ke dalam hati manusia pun Allooh Maha Tahu dan Maha Melihat. Korupsi menunjukkan bahwa iman orang yang melakukannya “keropos“, rapuh.
Syaikh Hafidz Hakami dalam kitabnya yang berjudul “Ma’arijul Qobul” dalam tiga jilid yang besar-besar, beliau mengatakan: “Kalau ada orang selalu mengucapkan “Laa ilaaha Illallooh” dengan menghitung lafadz-nya ataupun menghafalkannya maka tidaklah cukup dengan hanya mengucapkannya dan menghitung-hitung bacaannya, karena yang ia ucapkan itu lepas seperti anak panah, lepas dari busurnya, tidak ada maknanya sama sekali. Karena ia hanya sekedar ber-wirid, tidak punya kandungan yang dalam tentang konsekuensi ucapan “Laa ilaaha Illallooh” itu. Bahkan mengucapkannya secara sering dan hafal, tetapi kamu lihat bahwa orang yang seperti itu justru banyak terjadi dalam perbuatannya ia melakukan perkara-perkara yang bertentangan dengan apa yang ia ucapkan”.
Mengucapkan “Laa ilaaha illallooh”, artinya tidak ada sesuatu yang berhak diibadahi kecuali Allooh سبحانه وتعالى, tetapi kenyatannya ia beribadah kepada selain Allooh سبحانه وتعالى.
Jika ada orang yang mengikuti selain Allooh سبحانه وتعالى, apakah itu berupa perundang-undangan, syari’at, aturan-aturan, keyakinan sampai kepada sugesti, berarti orang itu tidak patut mengatakan (mengucapkan) “Laa ilaaha illallooh”, karena walaupun ucapan itu keluar dari mulutnya, ternyata telah batal sendiri oleh perbuatannya. Karena “Laa ilaaha illallooh” baru sebatas sampai pada lisannya saja, belum memberikan pancaran konsekuensi yang benar dari “Laa ilaaha illallooh” itu dalam kehidupannya sehari-hari.
Al Imaam Wahab bin Munabbih رحمه الله dalam Kitab “Faathul Baari” Jilid III halaman 109, penjelasan Hadits no: 1179, ketika ditanya: “Bukankah ucapan “Laa ilaaha Illallooh” adalah kunci masuk surga?”.
Beliau رحمه الله menjawab: “Benar, tetapi tidak semua kunci mempunyai gigi. Kalau kamu diberi kunci untuk membuka pintu dan kunci itu bergigi, maka dengan kunci itu pintu akan terbuka. Jika kunci itu tidak bergigi maka pintu itu tidak akan terbuka untukmu”.
Bagaimana agar “Laa ilaaha illallooh” yang kita ucapkan dan kita yakini benar-benar berisi, maka :
Pertama: Kita harus ber-ilmu tentang arti “Laa ilaaha illallooh”. Artinya: Tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya, kecuali hanyalah Allooh سبحانه وتعالى. Kalau ada orang masih percaya kepada keris, atau minta bantuan jin, maka orang tersebut belum paham apa arti “Laa ilaaha illallooh”. Maka hendaknya kita berilmu, jangan sampai sesat seperti orang-orang musyrikin.
Maka iman yang akan memasukkan kita ke dalam surga, ada kriterianya.
Dalam sebuah Hadits shohiih diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim no: 206, melalui salah seorang shohabat bernama ‘Utsman bin ‘Affan رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Artinya:
“Barangsiapa mati sedangkan ia mengetahui (berilmu) tentang Laa ilaaha illallooh (tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allooh), maka ia akan masuk surga”.
Maksudnya, itu bukan lah sekedar mengatakan (mengucapkan) “Laa ilaaha illallooh“, tetapi ia tidak berilmu, tidak paham apa makna “Laa ilaaha illallooh“. Lalu bisakah ia masuk surga? Tidak. Tidak lah demikian.
Ia harus lah paham, berilmu dan tahu makna arti “Laa ilaaha illallooh” itu. Karena ucapan “Laa ilaaha illallooh” merupakan statement, suatu pernyataan, suatu sumpah, suatu janji kepada Allooh سبحانه وتعالى, bahwa tidak ada sesuatu yang diibadahi dengan benar kecuali Allooh سبحانه وتعالى.
Kalau hal itu tidak dipahami dan tidak diketahui, maka ibadah orang itu hanya sebatas seremonial saja, BUKAN merupakan bentuk TAUHIID kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Kedua: Harus yakin dan benar. Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an surat Al Hujuraat (49) ayat 15 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allooh dan Rosuul-Nya, kemudian mereka TIDAK RAGU-RAGU dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allooh. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Jadi bukan basa-basi, bukan sekedar mengucap “Laa ilaaha illallooh“. Karena bila hanya sekedar mengucapkan, maka anak TK juga bisa mengucapkan “Laa ilaaha illallooh“. Jadi bukan hanya sekedar mengucapkannya saja. Apa bentuk kebenaran anda mengucapkan “Laa ilaaha illallooh“, menurut ayat tersebut ternyata adalah :
- Beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى,
- Beriman kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,
- Tidak ragu,
- Berjihad di jalan Allooh سبحانه وتعالى dengan harta dan nyawa.
Perhatikan pula dalam Hadits berikut ini:
Perhatikan pula dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 27, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda : “Apabila ada orang mengatakan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Artinya:
“Aku bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allooh, dan aku (Muhammad) adalah utusan Allooh; tidak ada seorang hamba pun yang bertemu dengan Allooh, TIDAK RAGU dengan dua persaksian itu, kecuali orang itu akan masuk ke dalam surga.”
Itulah hal yang harus kita ketahui, bahwa kalau kita ingin benar dalam “Laa ilaaha Illallooh”, maka dalam diri kita TIDAK BOLEH ADA KERAGUAN, harus yakin benar dalam diri kita bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam Hadits yang lain, yakni Hadits Riwayat Al Imaam Ibnu Hudzaimah no: 2802, dari Shohabat Jaabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ قَالَ: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ مُوقِنًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Artinya:
“Orang yang mengatakan Laa ilaaha illallooh Muhammadur Rosuulullooh dengan yakin, TANPA RAGU-RAGU, orang tersebut tidak akan terhalang untuk masuk surga Allooh سبحانه وتعالى”.
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 31, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ
Artinya:
“Wahai Abu Hurairoh, siapa saja yang kamu temui di balik dinding ini, lalu orang itu mengatakan, bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allooh; ia LURUS dan YAKIN dengan kesaksian itu, beritahukanlah kabar gembira kepada orang itu bahwa ia akan masuk ke dalam surga”.
Contoh orang yang tidak yakin, misalnya:
Baru diuji dengan sakit sedikit saja, ia sudah mengeluhkan perkaranya kepada dukun. Atau diuji dengan kesulitan sedikit, seperti sulit mencari kerja atau diuji dengan kemiskinan, lalu datang lah baginya “dewa penyelamat” yang mengatakan padanya, “Makanya jangan lah menjadi muslim. Itulah akibatnya kalau kamu menjadi muslim. Sudah lah kamu masuk ke gereja saja, masuk Kristen, nanti kamu akan punya kerjaan, punya penghasilan” dstnya. Kemudian ia tergiur, lalu “Laa ilaaha Illallooh”-nya menguap, ‘aqidah-nya menjadi luntur, keyakinannya menjadi hilang, istiqomah-nya juga lenyap, karena orang itu tidak yakin pada makna “Laa ilaaha Illallooh”.
Orang yang mudah terkena “virus” yang dibawa angin dan badai, hal itu adalah karena ia pada dasarmya tidak yakin. Orang yang yakin dengan kandungan “Laa ilaaha Illallooh”, adalah seperti dicontohkan oleh Tsumayyah رضي الله عنها, seorang wanita syahidah pertama kali dalam Islam (ibu dari Ammar bin Yasir رضي الله عنه) yang disiksa oleh orang kaafir, untuk kembali kepada ajaran nenek-moyang mereka (menjadi musyrikah), tetapi ia (Tsumayyah رضي الله عنها) tetap teguh pendiriannya dalam mempertahankan “Laa ilaaha Illallooh”, sampai akhirnya ia dibunuh oleh orang kaafir jahiliyyah. Mengapa ia dengan gigih mempertahankan “Laa ilaaha Illallooh” ? Itu karena ia yakin dengan sebenar-benarnya terhadap makna “Laa ilaaha Illallooh”.
Maka kita hendaknya melakukan introspeksi, apakah “Laa ilaaha illallooh” kita sudah benar atau belum. Kalau kita ingin bermartabat dalam mengucapkan “Laa ilaaha illallooh“, tirulah orang-orang terdahulu seperti Tsumayyah رضي الله عنها. Orang-orang zaman dahulu mempertahankan “Laa ilaaha illallooh” sampai mati. Karena mereka yakin bahwa itulah jalan yang benar. Tidak lalu menjadi ragu dan guncang oleh badai ujian.
Al Imaam Al Qurthubi رحمه الله dalam Kitab “Al Mufhim Limaa Asykala min Shohiih Muslim” Jilid I halaman 160 mengatakan: “Bukan lah hanya sekedar mengucapkan dua kalimah syahadat, tetapi harus ada KEYAKINAN KUAT DALAM HATI bahwa benar-benar tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allooh سبحانه وتعالى.”
Ketiga: Menerima syari’at Allooh سبحانه وتعالى dan menerima Sunnah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Jangan sampai mengucapkan “Laa ilaaha illallooh” tetapi tidak mau melaksanakan syari’at-Nya, bahkan membangkang terhadap syari’at Allooh سبحانه وتعالى.
Seperti dalam Al Qur’an surat Az Zukhruf (43) ayat 23 – 25:
وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (23) قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (24) فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (25
Artinya:
(23) ”Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: ‘Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka’.”
(24) ”(Rosuul itu) berkata: ‘Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?’ Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya’.“
(25) “Maka Kami binasakan mereka maka perhatikan lah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.”
Mungkinkah kita harus menunggu datangnya adzab (siksa) Allooh سبحانه وتعالى, seperti disebutkan dalam ayat-ayat tersebut, akibat mendustakan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم ?
Pada zaman sekarang, mulai tumbuh dan muncul orang-orang yang mendustakan Allooh سبحانه وتعالى dan syari’at Allooh سبحانه وتعالى, mereka menolak, tidak mau menerima syari’at Allooh سبحانه وتعالى, disangkanya mereka perkasa seperkasa orang-orang terdahulu yang lebih perkasa darinya.
Beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى berarti menerima apa yang datang dari Allooh سبحانه وتعالى. Mereka yang tidak menerima apa yang datang dari Allooh سبحانه وتعالى, tidak menerima syari’at Allooh سبحانه وتعالى maka berarti imannya hanya bohong belaka.
Lihat dalam Al Qur’an surat Ash Shofaat (37) ayat 35 – 36:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ (36
Artinya:
(35) “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallooh’ (tiada Tuhan yang berhak diibadahi melainkan Allooh), mereka menyombongkan diri,”
(36) “Dan mereka berkata: ‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?’“
Bayangkan, Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diolok-olok, dikatakan seorang penyair gila, bahkan mereka demikian sombong. Ini adalah karena mereka tidak menerima. Maka kalau ada orang seperti yang tersebut dalam ayat diatas, misalnya mengatakan bahwa Al Qur’an itu adalah karangan Muhammad صلى الله عليه وسلم , Al Qur’an adalah beliau صلى الله عليه وسلم terima dari orang Kristen yaitu ketika Muhammad صلى الله عليه وسلم (muda) dibawa oleh pamannya Abu Tholib ke negeri Syam, atau bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah majnun (orang gila), dstnya. Maka mereka adalah orang-orang yang tidak menyatakan “Laa ilaaha illallooh“, dan tidak menerima apa yang menjadi konsekuensi-nya.
Kalau kita menyatakan “Laa ilaaha illallooh“, maka kita harus siap menerima syari’at Allooh سبحانه وتعالى, dan itu adalah konsekuensi yang harus kita terima.
Ke-empat : Kita harus patuh. Kalau kita mengatakan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, mengatakan “Laa ilaaha illallooh” maka selanjutnya kita harus patuh kepada ajaran Allooh سبحانه وتعالى, tidak boleh membangkang, tidak boleh melanggar. Kita harus sesuai dengan kehendak Allooh سبحانه وتعالى. Apa yang Allooh سبحانه وتعالى kehendaki, perintah, atau Allooh سبحانه وتعالى gariskan; maka harus lah kita tepati. Itulah yang disebut patuh.
Lihat Al Qur’an surat Luqman (31) ayat 22:
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
Artinya:
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allooh, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya kepada Allooh-lah kesudahan segala urusan.”
Dalam Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang terdapat dalam kitab “Arba’in an Nawawiyyah”, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr رضي الله عنه, bahwa beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به
Artinya:
“Tidaklah dianggap beriman salah seorang dari kalian, sampai ia mengikuti apa yang aku (Muhammad) bawa”.
Itulah hal-hal yang perlu diperhatikan, bahwa “Laa ilaaha illallooh” tidak hanya sekedar diucapkan, tetapi harus mempunyai refleksi yang jelas.
Seperti yang dikatakan oleh Al Imaam Ibnu Katsiir رحمه الله ketika menafsirkan Al Qur’an surat An Nisaa’ (4) ayat 65:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya:
“Maka demi Robb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Bahwa Allooh سبحانه وتعالى bersumpah dengan diri-Nya Yang Mulia, bahwa tidak disebut beriman dari kalian sehingga kalian berhukum kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam segala perkara. Barangsiapa yang Allooh سبحانه وتعالى putuskan benar maka itulah yang benar dan harus diikuti dan dipatuhi secara bathin maupun dzohir.
Itulah konsekuensi orang yang mengatakan “Laa ilaaha illallooh”, orang yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالىdengan sebenar-benarnya.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
- Tentang ucapan “Laa ilaaha illallooh” bagi orang yang ber-ilmu pasti sudah paham. Tetapi nyatanya ada orang yang dipandang ber-ilmu, sudah menyandang titel Profesor, Doktor di bidang agama, bahkan menjadi Menteri Agama, tetapi ia masih percaya kepada mimpi seseorang yang mengatakan bahwa di pemakaman Batutulis Bogor ada harta karun. Kemudian ia minta digali tempat yang dimaksud, ternyata tidak ditemukan apa-apa. Bagaimana dengan Prof. Dr yang demikian itu yang katanya ia orang yang ber-ilmu?
- Bagaimana sikap kita sebagai orang muslim dengan beredarnya film Kiamat 2012? Bagaimana dengan ajaran yang tidak percaya dengan adanya Hari Kiamat?
- Bagaimana dengan orang yang mengatakan bahwa esok hari akan terjadi Kiamat?
- Bagaimana dengan ucapan “Assalamu’alaikum” kepada para mahasiswa ketika seorang dosen hendak mengajar? Bagaimana pula dengan ajakan kepada para mahasiswa untuk mengucapkan “BismillaahirrohmaAnirrohiIm” ketika hendak memulai sesuatu?
Jawaban:
- Percaya kepada mimpi, bagi kita sebagai seorang muslim, sebagai seorang pengikut ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, siapapun kita (baik laki-laki maupun perempuan, baik orang bermartabat atau orang biasa) rumusnya adalah sama. Rumusnya adalah: Tidak boleh percaya kepada mimpi. Karena mimpi bukan lah dalil. Bahkan telah dibahas dalam ‘Aqidah, yaitu tentang Tathoyyur. Ia adalah bagian dari syirik. “Kalau orang melindas kucing tentu akan celaka. Kalau ada kupu-kupu masuk rumah berarti akan ada tamu. Kalau ada burung gagak di atas atap rumah, maka akan terjadi kematian.” Ada ini dan itu, dst-nya. Semua itu adalah mirip dengan kepercayaan Jaahiliyyah zaman dahulu. Sama juga apa bila ada orang bermimpi bertemu dengan Wali Anu, misalnya, dikatakan dalam mimpi itu bahwa ada segumpal emas di bawah pohon Anu, maka hal yang demikian bagi kita orang muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah tidak boleh menjadikan mimpi sebagai dalil. Kalau mimpi itu bagian dari Tathoyyur maka itu adalah bagian dari ke-syirikan. Dan itu tidak boleh dibenarkan. Kalau itu dilakukan oleh seorang intelektual, maka itu adalah musibah yang terjadi pada ummat ini.
- Tentang Hari Kiamat. Orang yang tidak percaya, tidak beriman kepada adanya Hari kiamat, dalam istilah para ‘ulama disebut: Addahriyun. Mereka yang tidak percaya dengan Hari Kiamat akan selalu bersenang-senang di dunia, karena mereka menganggap selesai di dunia ini maka selesai lah sudah, tidak ada apa-apa lagi. Yang demikian adalah wajar diucapkan oleh orang-orang kaafir, tetapi kita sebagai muslim / mu’min tidak boleh mengatakan demikian. Kalau ada orang muslim yang tidak percaya kepada adanya Hari Kiamat, maka ia telah murtad, keluar dari Islam. Dan ia kufur.
- Kalau ada orang yang mengatakan bahwa esok hari akan terjadi Kiamat, kita ingat bahwa Kiamat ada dua yaitu Kiamat Kubro (Kiamat Besar) dan Kiamat Sughro (Kiamat Kecil alias kematian seseorang). Jangankan Kiamat Kubro (Besar), sedangkan Kiamat Sughro (Kecil) tidak ada seorang pun yang tahu. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Barangsiapa yang mati, berarti telah tegak padanya kiamat”.
Tidak seorangpun yang tahu kapan terjadi Kiamat. Adapun film Kiamat 2012 semuanya itu tidak benar. Itu adalah ilustrasi atau fantasi orang-orang per-film-an di Barat, dan itu adalah permainan komputer. Semua itu adalah khayalan belaka, bagian dari kebohongan. Kaum muslimin tidak perlu ikut-ikutan melihat film tersebut. Seharusnya MUI atau ‘ulama segera memberikan fatwa atas film itu, karena apabila terjadi penyesatan akibat film itu, maka yang bertanggungjawab pertama kali di hadapan Allooh سبحانه وتعالى adalah mereka yang mengaku ‘ulama. Intinya, tidak boleh meyakini bahwa Kiamat akan terjadi pada tahun 2012. Karena Kiamat adalah rahasia Allooh سبحانه وتعالى.
4. Tentang mengucap “Assalamu’alaikum” dan memulai sesuatu dengan “Bismillah” adalah boleh. Karena Rosuululloohصلى الله عليه وسلم memang mengajarkan demikian.
Pertanyaan:
Ada keterangan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah seorang yang ummiy (tidak bisa baca-tulis), konotasinya adalah bodoh. Padahal beliau adalah manusia yang super-cerdas. Mengapa beliau disebut “Ummiy”?
Jawaban:
Ummiy-nya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم merupakan Mu’jizat dari Allooh سبحانه وتعالى untuk beliau (Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم). Karena dengan ke-Ummiy-an Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (yang tidak bisa baca-tulis) itu justru memberikan bukti kebenaran Islam. Bahwa Islam bukan karangan Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Islam bukan hasil telaah ajaran-ajaran orang terdahulu. Tidak. Kalau Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tahu tentang sejarah kaum ‘Aad, kaum Tsamud, dan berbagai sejarah dunia yang telah lalu, sampai kepada masalah-masalah Fiqih (hukum), beliau صلى الله عليه وسلم sangat tahu dan menguasai masalah dien dan masalah apapun, itu semata-mata karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menerima wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى.
Ketika Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم tidak menulis, menambah kokoh bukti bahwa Al Qur’an bukan tulisan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, melainkan tulisan (catatan) orang-orang di sekeliling beliau yang memang orang-orang intelek, seperti Ali bi nAbi Thalib, Zaid bin Tsaabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal رضي الله عنهم dan lain-lainnya, orang-orang yang merupakan team sekretaris, penulis wahyu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Seperti ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menyuruh kepada Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه untuk menulis perjanjian itu.
Ummiy-nya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم justru adalah bentuk Mu’jizat beliau صلى الله عليه وسلم , bukan merupakan cela atau kekurangan beliau صلى الله عليه وسلم. Dengan ke-ummiy-annya beliau صلى الله عليه وسلم tersebut justru merupakan hikmah yang sangat besar.
Pertanyaan:
Tentang Iman, bahwa Iman harus diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan perbuatan, diiringi dengan niat dan dilakukan sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Sementara itu bila kita amati ada orang bersumpah atau disumpah dalam upacara-upacara resmi kenegaraan (seperti ditayangkan TV-TV), kita lihat orang yang disumpah atau bersumpah selalu mengucapkan “Demi Allooh” dst-nya, dan disaat itu pula di atas kepala orang yang bersumpah itu ada Mushaf Al Qur’an yang dipegang oleh seseorang. Apakah pelaksanaan sumpah yang demikian itu sesuai dengan Sunnah? Kalau tidak sesuai, apakah berlaku sah sumpahnya itu? Bagaimana cara bersumpah yang sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم?
Jawaban:
Tidak ada ajaran dan tuntunan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bahwa apabila seseorang akan bersumpah di atas kepalanya ada Al Qur’an. Tidak ada ajaran seperti itu. Itu pelengkap seremonial saja di Indonesia. Karena orang Indonesia senang seremonial, lalu diatas orang bersumpah diadakan Kitab Al Qur’an, sebagai simbol.
Tetapi itu bukan bentuk pembenaran bahwa orang mengadakan sumpah modelnya seperti itu. Menurut ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bila orang ingin bersumpah, ucapkan saja sumpahnya itu: “Walloohi” (Demi Allooh), dan seterusnya. Tidak harus dengan upacara. Yang sebetulnya berbahaya adalah bermain-main dengan sumpah.
Meskipun Al Qur’an ditaruh di atas kepalanya, kalau tidak jujur, bekerja bukan untuk kepentingan negara / rakyat, tetapi untuk kepentingan pribadi / golongan, tidak sesuai dengan sumpahnya, lalu berdusta, tidak amanah, yang seharus “tidak” lalu dikatakan “iya”, yang seharusnya “setuju” tetapi mengatakan “tidak setuju”, dst-nya; semua itu adalah bagian dari pemalsuan sumpah. Jika yang bersumpah itu mengharapkan rizqi dari sumpahnya itu, maka rizqinya menjadi tidak barokah.
Sumpah menurut Sunnah caranya mudah, yaitu dengan mengucapkan“Walloohi” (Demi Allooh). Sumpah itu tidak boleh untuk main-main, tidak boleh disepelekan. Menurut Syari’at Islam, apabila orang sudah bersumpah, maka kita harus mempercayai apa yang dijadikan sumpahnya itu. Menurut Syari’at Islam, misalnya seseorang dituduh mencuri, ada bukti dan saksinya, ada faktanya dan ada dua orang saksi, lalu orang yang dituduh mencuri itu bersumpah dengan mengatakan: “Demi Allooh, saya tidak mencuri”, maka hentikanlah orang yang menuduh ia pencuri, karena orang tersebut sudah bersaksi, bersumpah atas nama Allooh سبحانه وتعالى. Dan ia dibebaskan, tidak dihukum potong tangan.
Maka bersumpah menurut Syari’at Islam sangat mudah dilakukan, tetapi yang penting adalah konsekuensinya, kejujurannya. Sedangkan bersumpah dengan cara meletakkan Mushaf Al Qur’an di atas kepala yang bersumpah (disumpah) itu tidak ada ajarannya dalam Islam. Model yang demikian itu sudah seharusnya ditinggalkan, tidak dilakukan dan tidak ditradisikan.
Sekian bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 14 Dzul Hijjah 1430 H – 30 November 2009 M
—– oOo —–
Silahkan download PDF : Iman Kepada Allooh-1 AQI 301109 FNL
Bang numpang mampir bang. Blognya mantap
ALHAMDULILLAH. Semoga bermanfaat bagi antum…
Assalamualaykumwarakhmatullahi wabarakatuh
Ustadz ana mau tanya:
Seringkali ana mendengar pertanyaan tentang pembagian Tauhid yaitu: tauhid Rububiyyah ,tauhid uluhiyyah ,dan tauhid Asma wa sifat. Yang jadi pertanyaan, darimana asal dari pembagian Tauhid ini Ustadz ?…
Jazakallahu khairan
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
1. Tauhid Rububiyyah = adalah keyakinan kita terhadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, bahwa Dia lah saja yang Maha Pencipta, Maha Memberi Rizqy, Maha Menghidupkan, Maha Mematikan, Maha Pemberi Manfaat, dan Madhorot dan yang Maha Menguasai dan Mengatur segala makhluk-Nya
2. Tauhid ‘Uluhiyyah = adalah keyakinan kita terhadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, bahwa Dia lah saja yang Maha berhak dengan sebenarnya untuk diibadahi; dan dipersembahkan kepada-Nya seluruh bentuk persembahan.
3. Tauhid Al Asmaa’ Wash Shifaat = adalah keyakinan kita terhadap Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, bahwa Allooh memiliki Nama-Nama yang baik dan Shifat-Shifat yang Tinggi, sebagaimana ditetapkan dan diberitakan oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dalam Al Qur’an dan oleh Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam didalam Sunnah-Sunnahnya, dan bahwa Allooh tidak ada yang menyerupai-Nya segala sesuatu apa pun, dan bahwa Allooh Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
3 (Tiga) hal diatas dapatlah kita simpulkan sebagaimana Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberitakannya kepada kita dalam Ummul Qur’an (QS. Al Faatihah) sebagai berikut:
– Tauhid Rububiyyah terdapat dalam ayat 2 dan ayat 4
– Tauhid ‘Uluhiyyah terdapat dalam ayat 5, 6 dan 7
– Tauhid Al Asmaa’ Wash Shifaat terdapat dalam ayat 1, ayat 3
Semoga kita diberikan kemudahan untuk memiliki keyakinan yang benar dan kukuh, serta istiqomah didalamnya.. Barokalloohu fiika
Assalamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Pak Ustadz Mohon format PDF nya untuk kajian ini.
Jazakallohu khoiron
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Alhamdulillah format PDF artikel ini sekarang telah bisa antum download… Barokalloohu fiika