Syahadat Risalah
(Transkrip Ceramah AQI 281209)
SYAHADAT RISALAH
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Sebagai kelanjutan dari bahasan tentang “Laa ilaaha illallooh” sebagai intisari daripada pernyataan iman kita kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka kali ini kita bahas tentang Syahadat Risalah. Maksud Syahadat Risalah adalah Syahadat setelah Syahadat Tauhiid.
Kita semua tahu bahwa Syahadat ada dua pilar yaitu :
- Bersyahadat bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allooh سبحانه وتعالى (Syahadat Tauhiid),
- Bersyahadat bahwa Muhammad adalah hamba Allooh dan utusan Allooh سبحانه وتعالى. Syahadat inilah yang disebut sebagai Syahadat Ar Risaalah.
Dengan demikian Syahadat Ar Risalah menunjukkan bahwa kita bersaksi, meyakini, berikrar dan bersumpah bahwa Muhammad bin ‘Abdillah صلى الله عليه وسلم adalah hamba Allooh سبحانه وتعالى dan utusan-Nya.
Syahadat tersebut juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari syarat “Laa ilaaha illallooh”. Karena tidak mungkin orang mengucapkan “Asyhadu an laa ilaaha illallooh” tanpa mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadur Rosuulullooh”.
Seperti dikatakan oleh seorang ‘aalim pada akhir abad ini yaitu Syaikh Hafidz Hakami dalam Kitab beliau yang berjudul “Al A’laam As Sunnah Al Mansyuuroh” (200 Tanya Jawab tentang ‘Aqiidah) ketika ditanya apakah hubungan kedua Syahadat tersebut, beliau mengatakan: “Dua Syahadat ini adalah mutalazimataan, artinya satu sama lain saling terkait.”
Kata beliau selanjutnya: “Syarat-syarat Syahadat yang pertama (Laa ilaaha illallooh), adalah merupakan syarat Syahadat kedua (Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluhu). Sebagaimana Syahadat kedua (Muhammad ‘abduhu wa Rosuuluhu) merupakan syarat bagi Syahadat pertama yaitu “Laa ilaaha illallooh”.”
Sebelum masuk bahasan tentang “Syahadat Risalah”, penting untuk diyakini oleh kaum Muslimin bahwa Allooh سبحانه وتعالى itu mengutus Rosuul, tidak mengutus anak. Jadi sungguh berbeda dengan apa yang diyakini oleh orang-orang Nashoro bahwa ‘Isa عليه السلام adalah anak Allooh سبحانه وتعالى. Padahal sesungguhnya, dalam kitab Injil yang asli pun disebutkan bahwa Allooh سبحانه وتعالى tidak beranak dan tidak diperanakkan..
Hal ini sangat penting untuk mendasari muqoddimah bahasan kita kali ini, dan itu adalah sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an surat Maryam (19) ayat 88-92 :
َقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (٨٨) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (٨٩) تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (٩٠) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (٩١) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (٩٢)
Artinya:
(88) “Dan mereka berkata, “Allooh Yang Maha Pengasih mempunyai anak.”
(89) Sungguh, kamu telah membawa sesuatu yang sangat mungkar,
(90) Hampir saja langit pecah dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu),
(91) Karena mereka menganggap Allooh Yang Maha Pengasih mempunyai anak.
(92) Dan tidak mungkin bagi Allooh Yang Maha Pengasih mempunyai anak.”
Juga firman-Nya dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 171:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلا تَقُولُوا ثَلاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا
Artinya:
“Wahai Ahli Kitab! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allooh kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allooh dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allooh dan rosul-rosul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allooh Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Allooh dari (anggapan) mempunyai anak, Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Cukuplah Allooh sebagai saksinya.”
Jadi Nabi dan Rosuul adalah manusia-manusia pilihan yang dimuliakan Alloohسبحانه وتعالى. Oleh karena itu Rosuul bukanlah anak Allooh سبحانه وتعالى, melainkan Rosuul adalah manusia pilihan Allooh سبحانه وتعالى. Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم juga salah seorang diantara pilihan. Maka kita sering juga mengatakan untuk Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Al Musthofa atau Al Muhtar, yang artinya adalah “pilihan”.
Jadi Syahadat Risalah adalah bersyahadat bahwa Muhammad adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, Muhammad adalah utusan Allooh سبحانه وتعالى dan bahwa kita harus bersumpah, bersaksi, berikrar, dan meyakini bahwa Muhammad adalah Rosuulullooh sebagaimana tercantum dalam banyak ayat, antara lain adalah dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 151 berikut ini :
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu Rosuul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah (*), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
(*) Yang dimaksud Hikmah adalah Sunnah Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Kemudian Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an surat At Taubah (9) ayat 128 juga berfirman sebagai berikut :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rosuul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih, lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.”
Rosuul yang dimaksud adalah seorang dari kaummu sendiri (manusia) dan sifat dari Rosuul itu adalah ‘Aziizun ‘alaihi (عَزِيزٌ عَلَيْهِ) (sangat mulia), hariishun (حَرِيصٌ) (merasa berat atas penderitaan umatnya), tidak suka ada perkara yang memberatkan umatnya. Contoh: Tentang siwak atau tentang sholat malam di bulan Romadhon, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak ingin siwak ataupun sholat malam di bulan Romadhon itu dianggap sebagai ibadah yang Wajib (fardhu) oleh ummatnya. Hariishun juga berarti bersifat gigih membela terhadap kaum mu’minin. Apa saja yang memberikan manfaat kepada kaum mu’minin, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم selalu paling gigih memperjuangkannya.
Kemudian terhadap kaum mu’minin, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم juga bersifat ro’uufun (رَءُوفٌ) (pengasih) dan rohiimun (رَحِيمٌ) (penyayang).
Dari Al Qur’an surat At Taubah (9) ayat 128 diatas dapatlah diketahui bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mempunya sifat yaitu: ‘Aziizun, Hariishun, Ro’uufun, dan Rohiimun.
Dari ke-empat sifat tersebut sayangnya tidak satu pun yang tercantum dalam sifat-sifat yang seringkali dinyatakan oleh sebagian kalangan kaum Muslimin sebagai: Siddiiq, Amaanah, Tabligh dan Fathoonah. Padahal justru sifat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yakni ‘Aziizun, Hariishun, Ro’uufun dan Rohiimun inilah sifat yang Allooh سبحانه وتعالى beritakan di dalam Al Qur’an tentang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (seperti dalam ayat Al Qur’an diatas). Sementara Siddiiq, Amaanah, Tabligh dan Fathoonah itu tidak ada landasan pemberitaannya (dalilnya) dalam ayat Al Qur’an; itu adalah hasil karangan / perkataan orang saja.
Di dalam Al Qur’an, Allooh سبحانه وتعالى pun berfirman dalam QS al Munaafiquun (63) ayat 1 sebagai berikut :
وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ
Artinya:
“Allooh mengetahui bahwa engkau (ya Muhammad) adalah utusan-Nya.”
Ini adalah bukti bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah Rosuullullooh, utusan-Nya. Dan bagian daripada beriman Syahadat Risalah adalah kita wajib meyakini bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم ditetapkan sebagai Rosuulullooh (utusan Allooh سبحانه وتعالى). Karena Allooh سبحانه وتعالى sebagai Pencipta alam semesta ini lah yang menyatakan demikian.
Dengan demikian bagi kita adalah merupakan tuntutan bahkan konsekuensi untuk menetapkan, meyakini dan meng-imani bahwa Muhammad adalah utusan Allooh سبحانه وتعالى.
Apakah yang dimaksud dengan Syahadat terhadap Risalah Muhammad صلى الله عليه وسلم ?
Menurut penjelasan para ulama, disini dinukilkan pernyataan Syaikh Hafidz Hakami dalam kitabnya “Al A’laam As Sunnah Al Mansyuuroh” :
“Yang dimaksud bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allooh adalah MEMBENARKAN dengan pasti DARI HATI yang paling dalam, yang bersesuaian dengan pernyataan lisan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allooh untuk semua makhluk, apakah itu manusia ataukah jin.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman, memberitakan bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah berfungsi sebagai saksi bagi kita, sebagai pemberi kabar gembira, dan sebagai pemberi peringatan keras. Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah menyeru kita menuju jalan Allooh dan (Al Qur’an) itu bukan karangannya sendiri. Dengan idzin Allooh سبحانه وتعالى. Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah (ibarat) lampu yang menerangi, oleh karena itu siapa yang ingin terang benderang dengan cahaya wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى, maka berimanlah kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم.”
Perkataan beliau Syaikh Hafidz Hakami selanjutnya adalah sebagai berikut :
1) “Wajib lah atas kita untuk membenarkan seluruh apa saja yang diberitakan oleh Muhammad صلى الله عليه وسلم, apakah berita itu tentang masa lampau ataukah berita masa yang akan datang,
2) Wajib membenarkan perkara yang dihalalkan oleh beliau dan kita wajib pula mengimani dan membenarkan apa-apa yang diharomkan beliau.
3) Hendaknya menjalankan dan patuh terhadap apa yang menjadi perintah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
4) Menghentikan apa saja yang dilarang oleh Muhamamad صلى الله عليه وسلم.
5) Mengikuti syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم dan selalu menetapi dan menepati Sunnah-sunnah beliau, apakah kita dalam keadan sendiri atau terang-terangan di hadapan orang banyak, disertai dengan rasa puas dan ridho terhadap perkara apa saja yang menjadi ketetapan Muhammad صلى الله عليه وسلم dengan penuh pasrah.
6) Bahwa ketaatan kita kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم merupakan ketaatan kepada Allooh سبحانه وتعالى.
7) Bermaksiat, menyelisihi, melanggar terhadap Sunnah Muhamamad صلى الله عليه وسلم adalah wujud maksiat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hanyalah penyampai risalah Allooh سبحانه وتعالى dan Allooh tidak me-wafatkan Muhammad hingga Allah sempurnakan Al Islam terlebih dahulu. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah meninggal, maka berarti syari’at Allooh سبحانه وتعالى telah lengkap (disampaikan).
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah menyampaikan Islam ini dengan sejelas-jelasnya, meninggalkan umatnya benar-benar berada di atas terang-benderang. Tidak ada orang yang menyeleweng, mencari jalan lain, dan menyelisihi ajaran Muhamamad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wafat dan meninggalkan Islam dalam keadaan sempurna ini, kecuali orang itu akan menjadi orang yang binasa. Banyak masalah yang terkait dengan perkara ini.
Janganlah berulang-kali mengatakan “Asyhadu anna Muhammadur Rosuulullooh”, tapi kita tidak mengetahui kandungan yang ada di dalam Syahadat bahwa Muhammad itu Utusan Allooh. Seolah-olah konsekuensi itu sesuatu yang boleh dilalui begitu saja dan dianggap tidak penting, atau lebih penting mengurusi hidup keseharian kita daripada hal tersebut. Tidak semestinya kita sebagai kaum Muslimin bersikap demikian.
Syahadat Risalah seperti dikemukakan di atas, yaitu menyatakan dan bersaksi bahwa “Muhammad adalah hamba Allooh dan Muhammad adalah Utusan Allooh”. Banyak bukti yang memberikan argumentasi bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم itu adalah manusia biasa. Beliau adalah hamba Allooh سبحانه وتعالى, seperti diri kita.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an surat Al Isro’ (17) ayat 1 :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya:
“Maha Suci Allooh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Di sini Allooh سبحانه وتعالى menyatakan bahwa yang diperjalankan dari Mekkah ke Masjidil Aqsho adalah hamba-Nya, yaitu Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dengan demikian, ternyata Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah Hamba Allooh سبحانه وتعالى.
Juga dalam Al Qur’an surat Al Jinn (72) ayat 19 disebutkan bahwa :
وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا
Artinya:
“Dan bahwasanya tatkala hamba Allooh (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya.”
Yang dimakusd “hamba Allooh” dalam ayat tersebut adalah Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Kemudian dalam Al Qur’an surat An Najm (53) ayat 10 pun dijelaskan bahwa:
فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى
Artinya:
“Lalu Dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allooh wahyukan.”
Yang dimaksud “hamba-Nya” dalam ayat tersebut adalah Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Dan dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 23 dijelaskan :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allooh, jika kamu orang-orang yang benar.”
Dalam ayat tersebut yang dimaksudkan sebagai “hamba Kami” adalah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Begitu pula dalam Hadits yang sangat panjang tentang Syafa’at pada hari Kiamat, yaitu Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 194 dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa ketika itu manusia sudah mendatangi para nabi (sejak Nabi ‘Adam عليه السلام sampai dengan Nabi ‘Isa عليه السلام), maka tidak ada satu Nabi pun yang bisa memberikan Syafa’at kecuali Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sehingga dalam Hadits tersebut diberitakan bahwa manusia berbondong-bondong datang kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan mereka meminta Syafa’at kepada beliau صلى الله عليه وسلم oleh karena ketinggian martabat beliau disisi Allooh سبحانه وتعالى:
فيقولون يا محمد أنت رسول الله وخاتم الأنبياء وغفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر اشفع لنا إلى ربك ألا ترى ما نحن فيه ؟ ألا ترى ما قد بلغنا ؟ فأنطلق فآتي تحت العرش فأقع ساجدا لربي ثم يفتح الله علي ويلهمني من محامده وحسن الثناء عليه شيئا لم يفتحه لأحد قبلي ثم يقال يا محمد ارفع رأسك سل تعطه اشفع تشفع فأرفع رأسي فأقول يا رب أمتي أمتي فيقال يا محمد أدخل الجنة من أمتك من لا حساب عليه من الباب الأيمن من أبواب الجنة وهو شركاء الناس فيما سوى ذلك من الأبواب والذي نفس محمد بيده إن ما بين المصراعين من مصاريع الجنة لكما بين مكة وهجر أو كما بين مكة وبصرى
Artinya:
Mereka berkata : “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allooh سبحانه وتعالى, engkau adalah Penutup para Nabi, Allooh سبحانه وتعالى telah memberikan ampunan atas dosa yang telah engkau lakukan (seandainya ada). Maka, mintakanlah Asy Syafaa’ah kepada Robb-mu untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang sedang menimpa kami?”.
Maka aku (Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم) pergi dan mendatangi Tahtal ‘Arsy (kebawah Al ‘Arsy). Lalu aku bersujud kepada Robb-ku. Kemudian Allooh سبحانه وتعالى memberiku pertolongan dan pemberitahuan yang tidak pernah Dia berikan kepada seseorang sebelum aku. Dia berfirman, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, maka engkau akan diberi. Mintalah Asy Syafaa’ah, maka engkau akan diizinkan untuk memberi Asy Syafaa’ah.”
Lalu aku mengangkat kepalaku, dan aku mengatakan : “Ya Allooh, tolonglah ummatku! Tolonglah ummatku!”
Aku dijawab: “Wahai Muhammad, masukkanlah ke surga ummatmu yang bebas hisab dari pintu kanan surga, dan selain mereka lewat pintu yang lain lagi.” Demi Allooh yang menguasai diri Muhammad, sesungguhnya antara dua daun pintu di surga sebanding antara Mekkah dan Hajar (– daerah Palestina – pent.), atau antara Mekkah dan Bashra (– Iraq – pent.).”
Hadits tersebut menyatakan bahwa Muhammad adalah hamba Allooh سبحانه وتعالى bahkan diantara keistimewaannya bahwa martabat ‘ubuudiyyah Muhammad صلى الله عليه وسلم itu mencapai semua nabi / rosuul. Sehingga menjadi rujukan, bila manusia ingin minta syafa’at ketika hari Kiamat datang; maka itu hanya lah kepada Nabi Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tidaklah mungkin seorang (hamba) mendapat martabat seperti itu, melainkan jika ia telah mencapai derajat penghambaan yang sangat tinggi kepada Allooh سبحانه وتعالى. Maka jika kita ingin menjadi hamba Allooh, jadilah hamba yang sangat patuh kepada Allooh, sehingga akan menduduki derajat yang tinggi dalam pandangan Allooh سبحانه وتعالى.
Semakin tinggi iman, taqwa dan ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka semakin seseorang itu menjadi hamba Allooh yang sesungguhnya. Sebagaimana Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Mutholib صلى الله عليه وسلم, yang Allooh سبحانه وتعالى pilih menjadi manusia yang disebut hamba Allooh. Padahal beliau adalah manusia pilihan; dan manusia pilihan itu berderajat “hamba”.
Kita sering mengaku “hamba Allooh”, tetapi apakah derajat penghambaan kita sudah seperti penghambaan Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم terhadap Allooh سبحانه وتعالى ? Itulah yang harus kita introspeksi pada diri kita sendiri.
Perhatikanlah Al Qur’an surat Al Fath (48) ayat 29 :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Artinya:
“Muhammad itu adalah utusan Allooh dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allooh dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikian lah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allooh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allooh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shoolih diantara mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Maksudnya, bahwa Allooh سبحانه وتعالى menyatakan dalam ayat tersebut Muhammad adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Muhammad adalah utusan Allooh.
Dan dalam Al Qur’an surat Al Ahzaab (33) ayat 40 :
إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الْأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا
Artinya:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi Dia adalah Rosuulullooh dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allooh Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Rosuul lebih tinggi daripada Nabi, dan setiap Rosuul adalah Nabi, tetapi tidak setiap Nabi adalah Rosuul.
Jika Nabi ditutup (diakhiri) maka pasti Rosuul juga ditutup. Dan setelah itu tidak boleh ada nabi baru. Siapa yang meyakini bahwa ada nabi baru, berarti orang itu keluar dari iman kepada Allooh سبحانه وتعالى, iman kepada Al Islam dan iman kepada kerosuulan Muhammad صلى الله عليه وسلم, berarti ia adalah kafir, keluar dari Al Islam.
Perhatikanlah Al Qur’an surat Al A’roof (7) ayat 158 :
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya:
“Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allooh kepadamu semua, yaitu Allooh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allooh dan Rosuul-Nya, Nabi yang Ummiy yang beriman kepada Allooh dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.”
Maksudnya, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri menyatakan atas perrintah Allooh سبحانه وتعالى untuk mengatakan bahwa: beliau itu adalah utusan Allooh سبحانه وتعالى, untuk seluruh manusia. Siapa yang tidak mengimani Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai Rosuulullooh, maka bukankah menurut firman Allooh سبحانه وتعالى tersebut berarti ia bukan lah manusia. Maka bila orang ingin mempertahankan statusnya sebagai manusia, maka ia wajib mengimani bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah utusan Allooh سبحانه وتعالى. Dan itu Allooh Robbul ‘aalamin yang menyatakannya.
Itulah tuntutan setelah kita berikrar dan faham apa yang dimaksud “Muhammad adalah Rosuulullooh” dan memahami apa yang menjadi kandungan dan unsur yang kita yakini, ketika kita mengucapkan: “Asyahadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rosuuluh”.
Maka dalam salah satu kitab bernama Kitab “Dienul Haq”, yang ditulis oleh Syaikh ‘Abdurrohman bin Hammad ‘Ali ‘Umar, dikatakan bahwa:
“Pengertian Syahadat yang menyatakan: ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allooh’, berarti kita haruslah mentaati perkara apa saja yang diperintahkan Allooh سبحانه وتعالى dan diperintahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan membenarkan apa saja yang diberitakan oleh Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan menjauhi apa saja yang dilarang dan diancam oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan tidak melakukan suatu ibadah apapun terhadap Allooh سبحانه وتعالى kecuali dengan melalui Syari’at yang disyari’atkan oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”
Berikutnya juga dikatakan dalam kitab tersebut :
“Selain itu kalian harus mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allooh untuk segenap manusia, dan Muhammad itu adalah hamba, tidak boleh disembah. Muhammad itu adalah utusan Allooh, tidak boleh didustakan dengan mengatakan bahwa Muhammad bukan utusan Allooh. Muhammad itu harus ditaati, harus diikuti. Barangsiapa yang mentaati Muhammad صلى الله عليه وسلم maka ia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang maksiat kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka ia akan masuk ke dalam neraka.
Bagian dari makna “Muhammad adalah utusan Allooh” adalah engkau mengetahui dan meyakini bahwa engkau harus menerima apa yanag disyari’atkan Muhammad صلى الله عليه وسلم baik dalam perkara aqidah maupun dalam perkara-perkara ibadah yang Allooh, perintahkan; apakah juga dalam masalah perundang-undangan, perhukuman atau pun juga dalam masalah syari’at (hukum); baik itu dalam perkara perilaku, moral, akhlak, maupun dalam membangun dam membina keluarga; juga dalam perkara halal dan harom. Semuanya harus mengikuti ajaran dan syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Tidak mungkin kita berlaku terhadap semua perkara tersebut diatas itu kecuali melalui jalan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang mulia; ia adalah jalan Muhammad صلى الله عليه وسلم, karena Rosuulullooh Muhammad adalah penyampai risalah dari Allooh سبحانه وتعالى.”
Berulang-ulang kita akan sering mendapatkan pernyataan seperti itu dari para ‘ulama Salaf maupun ‘ulama Kholaf, bahwa makna “Asyhadu anna Muhammadur Rosuulullooh” seperti (antara lain) yang dikatakan dalam kitab tersebut diatas. Karena kita memahami bahwa pernyataan “Asyhadu anna Muhammadur Rosuulullooh” haruslah mempunyai nilai konsekuensi, bukan sekedar perkataan yang mudah dikatakan dan dilontarkan begitu saja. Maka setiap kita harus mengetahui dengan benar dan tepat, apa makna dan kandungan dari Syahadat Risalah itu.
Bila ada berita yang disampaikan Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yaitu berita tentang umat-umat yang telah lalu, tentang apa yang terjadi hari ini (sekarang), ataupun apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, kalau itu berasal dari Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka kita wajib membenarkannya. Tidak boleh ragu dan tidak boleh harus selalu berdasarkan rasio kita semata. Karena rasio (akal) kita manusia adalah terbatas. Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hanya menyampaikan Wahyu saja yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى.
Berikutnya, misalnya ada kata-kata “taat kepada perintah Rosuulullooh” berarti kita harus tahu perintah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu apa saja. Perintah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berbentuk kata perintah atau berita yang maknanya perintah; semua itu dibahas dalam “Ushul Fiqih”. Tidak selamanya sesuatu otomatis bermakna “perintah”, tetapi bisa jadi didalamnya ada cara lain yang dengan itu kita mengetahui bahwa itu adalah perintah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Demikian juga “larangan Rosuulullooh” adalah banyak, bisa shoriih (nyata) dilarang dengan lafadz “dilarang”, atau dengan berita yang maknanya menunjukkan bahwa hal itu adalah “pekerjaan yang dilarang”.
Kemudian perintah “tidak melakukan suatu peribadatan” ini pun harus dipahami oleh kaum Muslimin. Karena ada sebagian diantara kalangan kaum Muslimin yang mengatakan bahwa sesuatu kebiasaan (yang dilakukan oleh masyarakat turun temurun) itu dianggapnya sebagai ibadah, dan ia acapkali berkata: ”Ini kan ibadah… ini kan baik”. Tetapi kalau dicheck maka perbuatan itu tidak ada contohnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka seharusnya tidaklah boleh dilakukan oleh kaum Muslimin dan tidak boleh dianggap sebagai Ibadah.
Bagian dari konsekuensi “Asyhadu anna Muhammadur Rosuulullooh” adalah, bahwa kita harus konsekuen apakah sesuatu ajaran itu ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ataukah tidak.
Kalau tidak ada ajaran itu dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka jangan menganggap baik atas ajaran yang demikian itu. Karena sesungguhnya baik dan buruk itu adalah milik Allooh سبحانه وتعالى dan haruslah berpatokan sebagaimana yang disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Singkatnya, kalau menurut Allooh dan Rosuul-Nya sesuatu itu baik, maka pastilah hal itu baik; walaupun menurut akal manusia belum tertangkap atau tercerna.
Demikian pula kalau menurut Allooh dan Rosuul-Nya sesuatu itu tidak baik / buruk, maka pasti itu buruk, walaupun akal manusia belum bisa mencernanya.
Bila kita bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allooh سبحانه وتعالى (Asyhadu anna Muhammadan ‘Abdulloohi war Rosuuluh), maka tidak kurang dari 5 perkara yang harus kita lakukan :
1) Mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Yang dimaksud cinta disini itu cinta yang bagaimana? Ada cinta karena biologis dan ada cinta karena iman, bahkan ada cinta karena ras (suku).
Cinta kepada isteri adalah bisa jadi hanya cinta karena biologis. Tetapi yang lebih tinggi dari semua itu adalah cinta karena Iman. Dengan Iman, cinta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu harus lah timbul dari dalam diri kita; karena instruksi cinta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah langsung dari Allooh سبحانه وتعالى.
Apakah seseorang itu bertemu dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ataukah bermimpi bertemu dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ataukah tidak, apakah orang itu senang dengan orang Arab ataukah tidak, maka ia tetap wajib mencintai Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tidak ada kaitannya dengan suku (ras), melainkan karena semata-mata membenarkan apa yang dari Allooh سبحانه وتعالى. Karena perintah-Nya itu mengharuskan kita ummat Islam untuk mencintai Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka wajib kita laksanakan.
Dalam Hadits shohiih Riwayat Al Imaam Muslim no: 44, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Artinya:
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sehingga aku lebih kalian cintai daripada kalian mencintai anak atau kepada bapak-ibu kalian dan lebih mencintai dari seluruh manusia.”
Sudahkah kita lebih mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dibandingkan dengan mencintai anak kita sendiri atau orang-tua kita sendiri? Hal ini tidak semudah yang dikatakan.
Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6632 , bahwa :
قَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَرُ
Artinya:
‘Umar bin Khoththob رضي الله عنه pernah berikrar di hadapan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم: “Demi Allooh, sesungguhnya engkau yang paling aku cintai dari segala sesuatu, kecuali diriku.”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tidak, wahai ‘Umar, pernyataan engkau itu tidak benar. Seharusnya engkau mencintai aku lebih dari engkau mencintai dirimu sendiri”.
Mendengar sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ‘Umar bin Khoththob langsung bersumpah lagi: “Demi Allooh, sesungguhnya engkau ya Rosuulullooh lebih aku cintai daripada aku mencintai diriku sendiri”.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menyahut, “Sekarang baru benar, wahai ‘Umar.”
Artinya ‘Umar bin Khoththob رضي الله عنه langsung meluruskan pernyataannya, tidak perlu menunggu lama-lama. Berarti ‘Umar bin Khoththob رضي الله عنه mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang berarti ia adalah orang yang sudah terbukti keimanannya.
Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 16 dan Al Imaam Muslim no: 43, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
Artinya:
“Ada tiga perkara, siapa yang terdapat dalam tiga perkara itu maka ia akan merasakan manisnya iman. Pertama, ia menjadikan Allooh dan Rosuul-Nya paling ia cintai daripada selain keduanya….”
Maka wajib hukumnya kita mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kalau kita tidak mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berarti kita sama dengan orang-orang kufar.
2) Menyatakan/ bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allooh dan utusan-Nya
Di dalamnya harus ada unsur bahwa kita membenarkan berita, semua berita yang disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wajib kita benarkan. Sampai kepada misalnya, seandainya ada berita bahwa: “Umat ini suatu hari akan mengalami penyakit yang menjangkiti umat-umat terdahulu”. Ternyata penyakit itu adalah Al Bathor dan Al Baghdho (satu sama lain saling membenci).
Peluang penyakit tersebut ada pada umat yang sekarang ini, karena umat sekarang suka meniru umat terdahulu. Kalau peluang itu tidak kita jaga dan kita waspadai maka kaum muslimin mudah diadu domba. Berita dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ini wajib kita benarkan dan wajib kita waspadai.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an surat Azzumar (39) ayat 33 :
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Artinya:
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya,mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Disebut sebagai orang-orang yang bertaqwa adalah mereka yang membenarkan orang yang membawa kebenaran, yaitu Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Jadi bila ada orang yang mencela dengan mengatakan bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم itu orang biasa saja, atau meremehkan dengan mengatakan bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم itu hanyalah membawa tradisi Arab saja, maka yang demikian itu didesas-desuskan oleh orang-orang liberalis, mereka adalah orang yang tidak takut kepada kemurtadan. Itu berbahaya. Dalam ayat tersebut Allooh سبحانه وتعالى berfirman bahwa orang yang ingin disebut bertaqwa harus membenarkan apa yang dibawakan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Perhatikanlah Al Qur’an surat At Taghobun (64) ayat 8 :
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالنُّورِ الَّذِي أَنْزَلْنَا وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya:
“Maka berimanlah kamu kepada Allooh dan Rosuul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allooh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Maka kalau orang itu hendak kafir atau hendak mengingkari, Allooh Maha Mengetahui. Maka orang wajib beriman kepada Allooh dan wajib beriman kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan beriman kepada Al Qur’an yang merupakan cahaya yang terang. Orang yang ingin kepada kekufuran berarti ia menginginkan kegelapan.
Perhatikan pula surat An Najm (53) ayat 3 – 4 :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4
Artinya:
(3) “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.”
(4) “Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Maka apa yang diberitakan oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bukan hawa nafsu, melainkan WAHYU. Kalau itu menancap pada hati sanubari kita, maka kita tidak akan terpengaruh oleh syubhat yang ditiup-tiupkan oleh orang-orang liberal.
Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 403, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
Artinya:
“Demi yang jiwa Muhammad di tangan Allooh, tidak ingin aku dengar seorangpun dari umat ini Yahudi-kah atau Nasrani-kah dan orang itu mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku bawa, melainkan orang itu akan menjadi penghuni neraka”
Itulah ancaman dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Oleh karena itu hadits dan ayat diatas sangat jelas, apa yang datangnya dari Nabi Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wajib kita mengimani dan membenarkannya.
3) Berhukum pada Syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Inilah yang sampai saat ini masih bermasalah. Banyak kaum muslimin Indonesia yang masih ketakutan terhadap hukum dan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى. Seolah-olah dianggapnya sholat itu bukan Syari’at Allooh سبحانه وتعالى. Kaum Muslimin di Indonesia ini masih banyak yang baru memahami sebatas bahwa sholat lima waktu itu adalah wajib hukumnya. Nah, padahal ada Syari’at yang lain yang berkenaan dengan perkara sholat lima waktu itu, yang mana syari’at tersebut tidak diperhatikannya. Contoh: Syari’at yang berkenaan dengan masalah pemberian SANKSI bagi orang yang meninggalkan sholat lima waktu itu dengan sengaja padahal ia mengetahui wajibnya sholat.
Mengapa kaum Muslimin di Indonesia ini mau menjalankan syari’at tentang sholat lima waktu; tetapi mereka tidak mau menjalankan syari’at yang berkenaan dengan pemberian sanksi terhadap orang yang meninggalkan sholat lima waktu itu dengan sengaja? Ini adalah penting untuk disadari. Karena syari’at Islam itu tidak boleh diambilnya hanya sepotong-sepotong belaka, atau dipilah-pilih yang sesuai hawa nafsunya saja.
Padahal di dalam Syari’at Islam, ada hukuman bagi orang yang meninggalkan sholat lima waktu. Terhadap orang yang meninggalkan sholat lima waktu, maka Pemerintahan kaum Muslimin berhak untuk mengambil tindakan. Disuruhlah orang itu bertaubat. Kalau tidak mau bertaubat, maka orang tersebut dapat diberi hukuman Had. Itulah Syari’at Allooh سبحانه وتعالى.
Perhatikanlah Al Qur’an surat An Nisaa’ (4) ayat 65 :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Ternyata banyak perkara yang terjadi di dalam masyarakat kita ini, keputusan-keputusannya bukan lah keputusan yang menunjukkan sikap patuh kepada keputusan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, melainkan patuh kepada keputusan yang berdasarkan HAWA NAFSU. Kalaulah demikian, dimana fungsi Syahadat kita? Kita selalu menyatakan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allooh سبحانه وتعالى, tetapi begitu sampai kepada konsekuensi, maka masing-masing kita lalu sibuk mencari-cari alasan. Berarti kita ini belum konsekuen.
Kemudian perhatikan pula Al Qur’an surat ‘Asyuuroo (42) ayat 21 :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya:
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allooh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allooh? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allooh), tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.”
Maksudnya, apakah mereka itu merasa dirinya berhak untuk membuat syari’at atau peraturan atau perundang-undangan di luar ketetapan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan di luar ketetapan Al Islam? Bila mereka berbuat demikian, maka berarti mereka itu telah membuat syari’at yang tidak pernah mendapatkan izin dari Allooh سبحانه وتعالى. Padahal pemberi izin adalah hanya Allooh سبحانه وتعالى.
Lihat Al Qur’an surat Al Hujuroot (49) ayat 1 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allooh dan Rosuul-Nya*] dan bertakwalah kepada Allooh. Sesungguhnya, Allooh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
*] Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allooh dan Rosuul-Nya.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memutuskan suatu keputusan, tetapi kaum Muslimin malah memutuskan perkara dengan keputusan yang selain itu. Dimanakah Syahadat kita?
Allooh سبحانه وتعالى memutuskan sesuatu, tetapi kaum Muslimin malah memutuskan perkara dengan undang-undang yang lain yang bukan berasal dari keputusan Allooh dan Rosuul-Nya. Itulah yang dimaksud dengan “mendahului Allooh dan Rosuul-Nya”, sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al Hujuroot (49) ayat 1 diatas.
Kita dilarang “mendahului” Allooh dan Rosuul-Nya; tetapi dalam kenyataannya kaum Muslimin di negeri kita ini masih tetap melanggarnya. Dimanakah Syahadat kita?
Perhatikan Al Qur’an surat Al Ahzab (33) ayat 36 :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Artinya:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allooh dan Rosuul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allooh dan Rosuul-Nya maka sungguh lah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Maksudnya, Jika Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya sudah menetapkan suatu perkara, lalu ada orang yang memilih ketetapan yang lain selain ketetapan Allooh dan Rosuul-Nya, dan barangsiapa yang maksiat kepada Allooh dan Rosuul-Nya berarti ia sudah sangat sesat.
Ayat tersebut sungguh membuat kita takut. Siapa yang mencari pilihan selain apa yang dipilih oleh Allooh dan Rosuul-Nya, maka orang itu menjadi orang yang sangat sesat; walaupun orang itu sehari-harinya mengaku muslim !!! Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Terdapat perkataan para ‘ulama antara lain adalah Syaikh Muhammad bin Ibrahim dalam kitabnya yang berjudul “Tahkim Syar’illah”, beliau berkata: “Makna syahadat bahwa Muhammad adalah hamba Allooh dan Rosuul-Nya, berarti berhukum kepada hukum Allooh saja, dan tidak berhukum kepada selain hukum Allooh سبحانه وتعالى. Dan itu berbarengan dengan wujud peribadatan hanya terhadap Allooh سبحانه وتعالى saja, karena kandungan dua kalimah syahadat adalah bahwa yang diibadahi hanyalah Alloh dan Muhammad adalah yang diikuti, dan yang memutuskan suatu hukum.”
Terakhir, jika kita beraksi bahwa Muhammad adalah hamba Allooh dan Rosuul-Nya, maka berarti kita tidak beribadah kecuali hanyalah dengan syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Tidak menamakan, tidak menggandengkan, tidak meng-kategorikan sesuatu sebagai ibadah kecuali jika yang demikian itu terdapat, termaktub, tercatat, terwariskan di dalam syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم bahwa hal itu memang merupakan ibadah.
Perhatikanlah Al Qur’an surat Al Ahzab (33) ayat 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosuulullooh itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allooh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allooh.”
Kemudian Allooh سبحانه وتعالى berikan ancaman, yaitu antara lain dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ (4) ayat 115 :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Artinya:
“Dan barangsiapa yang menentang Rosuul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
Maka orang wajib mengikuti apa yang dibawakan Muhammad صلى الله عليه وسلم. Siapa yang menyelisihi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tempatnya adalah neraka Jahanam. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 4590, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Artinya:
“Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien (agama) kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak.”
Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh berkata dan berbuat sesuatu lalu mengkategorikannya sebagai suatu ibadah, kecuali jika hal itu benar-benar ada ketentuannya (ada daliil-nya) dari Allooh سبحانه وتعالى dan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Demikianlah bahasan kali ini mudah-mudahan bermanfaat.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 11 Muharrom 1431 H – 28 Desember 2009 M.
—– oOo —–
Silahkan download PDF : Syahadat Risalah AQI 281209 FNL
assalamu’alaikum wr wb ustadz……
saya izin mengcopy paste artikel di atas sebagai sarana pendekatan diri pada ALLAH سبحانه وتعالى . syukron katsir. jazakumullahu khoiron
Wa’alaikumussalaam. Silakan saja, selama menjaga keotentikan naskahnya