Skip to content

Keutamaan Bulan Romadhoon

13 August 2010

(Transkrip AQI 260905)

KEUTAMAAN BULAN ROMADHOON

Oleh:  Ustadz Achmad Rofi’i ,Lc.


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Pada bulan Romadhoon ada ibadah-ibadah yang khas yang sudah tentu kaum muslimiin melakukan, yaitu :

1. Shoum, karena shoum memang merupakan Rukun Islam.

2. Qiyaamul Lail, sholat malam. Sesungguhnya Qiyaamul Lail itu sudah umum dan telah di aba-abakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Sholat yang paling afdhol (utama) setelah sholat fardhu adalah sholatul lail”- (Hadits Riwayat Imaam Muslim dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Berarti, sesungguhnya orang yang telah terbiasa sholatul lail (sholat malam, Tahajjud),  maka itu sudah tidak aneh bagi dirinya. Yang bisanya dilakukan atas kehendak sendiri di tengah malam atau menjelang akan tidur atau sepertiga malam terakhir, tetapi ketika Romadhoon dilakukan waktu ba’da shalat Isya dengan berjama’ah. Yang berbeda hanya teknisnya saja.

3. Tilawaatul Qur’an, juga sudah biasa dilakukan. Tetapi yang khas pada bulan Romadhoon adalah Tilawaatul Qur’an lebih ditingkatkan lagi, sehingga mempunyai makna yang ganda. Bukan saja ditingkatkan kualitasnya, tetapi juga kuantitasnya.

4. Zakat, biasa dilakukan pada bulan-bulan lain kalau itu merupakan zakat perdagangan, hasil bumi atau zakat Maal. Yang khas dalam bulan Romadhoon tentu zakat Fitrah.

Tetapi orang membayarkan zakat yang lainnya seperti zakat Maal, biasanya dilakukan pada bulan yang utama (Romadhoon). Misalnya: seseorang mempunyai tanggungan membayar zakat mestinya jatuh di bulan Dzulqo’dah, tetapi dia membayar zakatnya itu lalu dilakukan- nya pada bulan Romadhoon; seperti itu dibolehkan.

5. Lailatul Qodar, tentu malam itu lebih baik dari pada seribu bulan.

6. I’tikaf, karena itu dilakukan selama 9 atau 10 hari terakhir di bulan Romadhoon.

7. Al Ihsan, karena memang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم benar-benar mencontohkan kepada kita bahwa pada hari-hari biasa beliau صلى الله عليه وسلم adalah seorang dermawan dan lebih dermawan lagi ketika dalam bulan Romadhoon, sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dari Anas bin Maalik رضي الله عنه, kata beliau bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah orang yang paling berani dalam berderma, dan lebih dermanya lagi ketika dalam bulan Romadhoon.

8. Sholat ‘Iedul Fithri, itu sebagai tanda berakhirnya Romadhoon dan awal dari hasil tempaan bulan Romadhoon itu sendiri.

Dari sekian ibadah yang khas pada bulan Romadhoon itu, bisa ditarik beberapa pelajaran dan hikmah, diantaranya adalah 20 hikmah sebagai berikut:

1.Pelajaran Taat dan Patuh pada Allooh سبحانه وتعالى.

Bulan Romadhoon mengajarkan kepada kita untuk selalu taat dan patuh kepada perintah Allooh سبحانه وتعالى. Dengan sampainya bulan Romadhoon, kita dididik oleh Allooh سبحانه وتعالى agar kita menjadi orang yang terbiasa patuh dan taat menjalankan perintah Allooh سبحانه وتعالى. Satu bulan ada 29 hari. Kalau pun lebih, itu karena ru’yah sehingga Romadhoon disempurnakan menjadi 30 hari. Itu adalah kepatuhan kita kepada Allooh سبحانه وتعالى.  Kalau diperintah shoum, maka shoumlah kita. Ketika disuruh makan, maka makanlah kita.

2. Pendidikan Kesabaran.

Bulan Romadhoon mendidik kita untuk bersabar. Bersabar menahan lapar, bersabar menjalankan kepatuhan kepada Allooh سبحانه وتعالى.  Bersabar dari hari ke hari sampai akhir bulan, barulah kita ber-‘Iedul Fithri. Secara emosional juga disuruh bersabar, bahkan kalau ada orang mengajak bertengkar kepada kita, kita harus sabar dan menahan emosi kita, dengan mengatakan: “Innii shooimun – Aku sedang shaum.”

Jadi sabar itu diajarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan juga oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.  Khususnya di bulan Romadhoon. Sabar bukan berarti kalah atau mengalah. Sabar adalah mengendalikan diri atau mengendalikan emosi.

3. Qona’ah.

Di bulan Romadhoon kita diajarkan sifat Qona’ah. Artinya, berapa pun pemberian Allooh سبحانه وتعالى harus kita terima dengan ikhlas, dengan puas. Itu lah yang terbaik, tidak boleh lalu untuk menutupi kekurangannya adalah dengan jalan mencuri, curang atau korupsi. Kalau pun seseorang itu harus lapar, karena memang sudah nasibnya, maka harus diterima.

4. Mengingat Sejarah Masa Lalu Kaum Muslimiin.

Para ‘Ulama apabila masuk Romadhoon, berhentilah majlis ta’limnya, kita juga demikian. Tidak ada lagi mengajar atau belajar, melainkan mereka mengganti dengan sirroh, tentang perjuangan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tentang perjuangan para shohabat, semua itu dikaji dalam bulan Romadhoon. Meskipun dalam keadan lapar, tetapi mereka tetap bergairah dan bersemangat karena teringat tentang sejarah perjuangan kaum muslimin.

Pada bulan Romadhoon mereka melakukan perang Badar, Perang Uhud. Artinya bulan Romadhoon jangan lemah semangat, harus tetap energik, memperjuangkan dan menghidupkan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

5. Bulan Penuh Berkah.

Bahwa seluruh waktu yang ada pada bulan Romadhoon penuh dengan barokah. Artinya, kita kaum muslimin yang meskipun tidak bertempat tinggal di Haromain (Dua kota suci, yaitu: Mekkah dan Madinah), kita masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan barokah dari Allooh سبحانه وتعالى dalam beribadah.

Karena kita tahu bahwa barokah dalam beribadah itu ada dua, yaitu Barokatuzzamaan (Berkah waktu) dan Barokatulmakaan (Berkah tempat).

Mengenai Barokatulmakaan (tempat), ada tiga tempat di dunia ini yang diberkahi oleh Allooh سبحانه وتعالى, yaitu Masjidil Haram Makkah, Masjidil Nabawy Madinah dan Masjidil Aqsho.  Negeri-negeri tersebut diberikan barokah oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Artinya, kalau ada orang beribadah di negeri-negeri tersebut, maka Allooh akan lipat-gandakan pahalanya di sisi Allooh سبحانه وتعالى.

Bagi orang yang tidak bertempat tinggal di negeri-negeri tersebut, Allooh سبحانه وتعالى berikan peluang lain yaitu Barokatuzzamaan (berkahnya waktu). Berkahnya waktu itu sebetulnya diberikan setiap hari kepada kita, yaitu yang disebut dengan Tsuluutsullailil akhiir, sepertiga malam yang terakhir.

Misalnya: dini hari jam 02.00 sampai 04.00 itu adalah waktu yang sangat barokah. Dan Allooh سبحانه وتعالى tahu bahwa itu bagi orang-orang yang memang gigih untuk menuju prestasi yang tinggi di sisi Allooh سبحانه وتعالى. Dan itu hanya sedikit orang yang menggunakan waktu barokah sepertiga malam terakhir setiap hari itu. Maka Allooh سبحانه وتعالى berikan lagi kasih-sayang-Nya kepada kita satu bulan penuh.

Kalau sehari 24 jam maka bisa dihitung 24 X 29 hari semuanya barokah, Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada kita. Yang bila kita beribadah pada hari-hari itu akan Allooh lipat-gandakan pahalanya.

Ini menunjukkan bahwa shoum bisa berpeluang lebih dari 700 kali lipat. Lebih berkah lagi ketika masuk malam Lailatul Qodar. Kepada siapa yang mau berkorban untuk tidak tidur malam untuk mencari keutamaan yang Allooh سبحانه وتعالى janjikan kepada mereka, yaitu satu malam dari malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir di bulan Romadhoon.

Siapa yang dapat, maka ia lebih baik beramalnya daripada beramal seribu bulan. Ini pun jarang yang lalu bergegas untuk mencari dan berusaha mendapatkannya.

6. Kesamaan Derajat Manusia.

Bulan Ramadhan memberikan pelajaran bahwa kita adalah sama derajatnya dihadapan Allooh سبحانه وتعالى. Tidak diajarkan adanya gap antara si miskin dan si kaya. Sama-sama merasakan lapar dan haus. Yang berpangkat tinggi maupun rendah, sama. Sama-sama patuh kepada Allooh سبحانه وتعالى. Nuansa demikian hendaknya kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa semua manusia sama, yang berbeda hanyalah ketaqwaannya kepada Alloohسبحانه وتعالى.

7. Sikap Solidaritas.

Bulan Romadhoon mengajarkan sikap solidaritas. Dalam bulan Romadhoon ada keseimbangan dalam bermasyarakat. Bahwa orang yang mempunyai harta dan sudah mencapai nishob dan haulnya, mengeluarkan sesuatu yang sebenarnya bukan haknya, yakni  mengeluarkan zakatnya 2,5%. Itu bukan hak kita, melainkan hak fakir miskin dan yang termasuk dalam golongan 8 asnaf. Itu adalah bagian dari solidarits kita, bagian dari pemerataan dan bagiannya para fakir miskin.

Dan itu diajarkan dalam bulan Romadhoon.Terlebih lagi kalau diingat bahwa kita disunnahkan untuk memberikan makan buka shoum kepada orang lain.

8. Memperkuat Ukhuwwah Kaum Muslimiin.

Dari shoum kita diajarkan senasib-sepenanggungan. Satu lapar, semua lapar. Sholat pun tidak berbeda, semua di masjid. Dalam hal makan, tidak ada si kaya dan si miskin, semua sama.  Kita akan turun kalau kita merasa tinggi, atau mengajak orang naik kalau orang itu lebih rendah dari kita. Itu adalah sikap mulia. Mulia karena kita tidak menganggap bahwa orang lain lebih rendah dari diri kita. Semua sama.

Atau memberikan kebahagiaan kepada mereka, semua itu tidak lepas dari beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.  Karena memberikan kebahagiaan kepada orang lain adalah ibadah.

9. Disiplin Dalam Berbagai Perkara.

Shoum atau tidak, harus dengan keputusan. Keputusannya adalah Ru’yah.Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

“Shuumuu li ru’yaatihii, wafthuuruu li ru’yatihiiShoumlah kalian bila kalian melihat Ru’yah (bulan) dan berbukalah  ketika kalian melihat ru’yah.” – (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Jadi kita disiplin. Kita akan shoum karena melihat ru’yah dan membatalkan shoum karena melihat ru’yah. Disiplin setiap hari. Misalnya: ketika waktu fajar kedua, kita haroom makan dan minum, dan ketika terbenam matahari kita harus berbuka shoum.

Tidak boleh mengatakan: “Saya masih kuat, nanti saja makan jam 22.00.” Tidak boleh, bila sudah terbenam matahari (Maghrib) harus buka shoum, makan dan minum.

Demikian pula dengan hal yang lainnya, semua harus dengan keputusan. Jadi semua harus disiplin. Sayangnya kaum muslimin masih belum disiplin.

10. Bangga Menampakkan Syi’ar-Syi’ar Islam.

Bulan Romadhoon mengajarkan untuk bangga menampakkan syi’ar-syi’ar Islam yang diajarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى. Jangan merasa kecil-hati, malu atau minder ketika kita berpegang teguh pada sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Misalnya: kita harus mondar-mandir dari rumah ke masjid  minimal lima kali sehari untuk melaksanakan sholat lima waktu, itu harus bangga. Apalagi di bulan Romadhoon, masjid menjadi penuh sesak oleh jama’ah, maka kita harus bangga.

Orang kafir akan menjadi sesak dadanya, melihat kaum muslimin yang demikian kompak.  Tetapi sayangnya kaum muslimin belum berani untuk memperlihatkan syi’ar yang demikian itu.

11. Allooh سبحانه وتعالى Memberi Peluang Ampunan Kepada Kita.

Bulan Romadhoon mendidik kita untuk yakin akan hal tersebut. Yakinlah bahwa Allooh سبحانه وتعالى memberikan ampunan di bulan Romadhoon secara khusus.

Tentu dihari-hari lain Allooh سبحانه وتعالى juga memberikan ampunan, tetapi di bulan Romadhoon pemberian ampunan itu lebih ditingkatkan lagi. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberitakan kepada kita:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Jika datang bulan Romadhoon pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, syaithoon dibelenggu. (Hadits Riwayat Imaam Muslim dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Itu menunjukkan bahwa bulan Romadhoon penuh dengan ampunan dari Allooh سبحانه وتعالى.  Sayangnya, bagi orang yang imannya masih kurang, bulan Romadhoon tidak ada bedanya dengan bulan lain. Maksiat tetap dijalaninya, yang riba tetap menjalani riba.

12. Iman kepada Yang Ghoib, juga diajarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى melalui bulan Romadhoon.

Kenapa orang semangat melakukan shoum di bulan Romadhoon? Karena ia diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, dan Allooh سبحانه وتعالى adalah Ghoib.

Mengapa orang bersemangat untuk shoum, karena ia berharap dengan  apa yang ada di sisi Allooh سبحانه وتعالى (kasih-sayang, ampunan dan surga Allooh سبحانه وتعالى). Yang semuanya itu ghoib. Orang yang percaya dan membenarkan yang ghoib itu, ia akan bersemangat. Dan semua perintah itu berasal dari sesuatu yang Ghoib. Maka beriman kepada yang ghoib juga diajarkan ketika bulan Romadhoon.

Orang yang tidak percaya kepada yang ghoib, maka ia tidak akan punya semangat untuk melakukan shoum. Ia melakukan hanya karena orang lain.

13. Kesempatan untuk Beramal Shoolih.

Bulan Romadhoon penuh kesempatan untuk beramal shoolih. Tinggal pilih mana yang kita mau, dan mana yang kita mampu. Bila mampunya hanya sholat At Taroowih, usahakan sholat Taroowihnya dengan benar, jangan seperti sholat balapan (adu cepat).

Shoum juga punya kwalitas, mana kwalitas shoum yang akan kita pakai. Kata para ‘Ulama bahwa shoum itu ada tiga tingkatan:

–   Tingkat pertama ialah orang yang shoum hanya sekedar menahan lapar, dahaga dan syahwat.

–   Tingkat kedua (tingkat pertengahan) ialah mereka yang shoum sudah dengan menjaga lisannya, tidak mau bertengkar, tidak ghibah, dsbnya.Tangannya tidak mau memegang sesuatu yang haroom, kakinya tidak melangkah kepada perbuatan maksiat.

–   Tingkat ketiga (yang paling tinggi) ialah shoum dimana tidak lagi terlintas dalam hatinya sesuatu yang membawa kepada maksiat, karena sudah diputus sejak awal. Berpikir ke arah maksiat saja sudah tidak pernah.

14. Selalu Merajut Silaturohim antara Kaum Muslimin.

Dan itu selalu dididik oleh Allooh سبحانه وتعالى ketika dalam shalat berjama’ah, antara lain dengan sholat Taroowih. Dan ketika orang yang selalu berusaha untuk mendapatkan shaf pertama, selalu bertemu dengan orang yang sama-sama berusaha demikian. Bila kita lihat di Masjid Nabawy di Madinah, di shaf pertama orang selalu penuh berdesakan, orang yang shoum dan buka shoum membawa kurma dari rumah. Karena bila ditinggal, tempatnya akan ditempati orang. Maka dengan segala persiapan ia berusaha untuk mendapatkan shaf pertama.  Jadi silaturohim di bulan Romadhoon itu lebih ditekankan lagi, karena ada buka bersama, ada shalat Taroowih dsbnya. Termasuk bertemu ketika sholat ‘Iedul Fithri.

15. Kita Diajarkan untuk Menyayangi Orang Lemah.

Umpamanya dengan shadaqoh ‘Iedul Fithri atau pun Zakat Fitrah. Zakat Fitrah tidak harus kepada Panitia Zakat Fitrah saja, tetapi boleh langsung diberikan kepada orang fakir-miskin di dekat tempat tinggal kita. Sehingga disitu justru akan terjadi pertemuan wajah antara si kaya dengan si miskin,  lalu timbul rasa saling menyayangi, tidak ada lagi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

16. Mengajarkan untuk Ikhlas.

Romadhoon mengajarkan kepada kita untuk beribadah dan beramal secara ikhlas karena Allooh سبحانه وتعالى. Karena shoum Romadhoon itu tidak terlihat oleh siapa pun.

17. Dilatih untuk Berkurban di Jalan Allooh سبحانه وتعالى.

Kurban tenaga harus mondar-mandir ke masjid, berkurban untuk tidak makan dan tidak minum dan menahan syahwat di siang hari, berkurban fisik, berkurban perasaan, pikiran, harta dan tenaga karena Allooh سبحانه وتعالى.

18. Memperlihatkan Kewibawaan Kaum Muslimin di hadapan Musuh-Musuh Allooh سبحانه وتعالى.

Bayangkan, di bulan Romadhoon terjadi jihad, berarti kaum muslimin mampu memperlihatkan kewibawaannya; apalagi jihad mereka itu selalu menang. Bisa kita lihat pada waktu sholat Taroowih dan sholat ‘Iedul Fithri. Ini menunjukkan bahwa kaum muslimin bukan saja kwantitas tetapi juga kwalitasnya. Bahwa penampilan mereka adalah sikap hasil dari ibadah Romadhoon.

19. Menghadirkan Kemuliaan yang Diberikan Allooh سبحانه وتعالى.

Kita meyakini bahwa apa yang kita amalkan pada bulan Romadhoon, Allooh سبحانه وتعالى betul-betul melipat-gandakan pahalanya. Memang yang kita harapkan bukan berlipatnya pahala, melainkan Ridho Allooh سبحانه وتعالى.

Hendaknya kita yakini bahwa pada bulan Romadhoon, Allooh سبحانه وتعالى dengan Maha Mulia-Nya betul-betul melipat-gandakan pahala kepada kita, dan Allooh سبحانه وتعالى memberikan ampunan setiap malam dan kita dibebaskan dari api neraka.

Hadits yang mengatakan bahwa sepuluh hari pertama Allooh سبحانه وتعالى akan memberikan rahmat-Nya, sepuluh hari kedua Allooh سبحانه وتعالى akan memberikan ampunan dan sepuluh hari ketiga Allooh سبحانه وتعالى akan membebaskan dari api neraka, hadits tersebut adalah Dho’iif (Lemah). Tidak boleh ada seorang muslim yang meyakini keyakinan itu dengan berlandaskan pada hadits tersebut.

Tetapi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam hadits yang shohiih bersabda:

ولله عتقاء من النار . وذلك في كل ليلة

“Pembebasan dari api neraka ada pada setiap malam di bulan Romadhoon”(Hadits Riwayat Ibnu Maajah dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)

20. Menampakkan Nikmat Allooh سبحانه وتعالى.

Pada bulan Romadhoonm Allooh سبحانه وتعالى mengajarkan kepada kita untuk menampakkan nikmat yang Allooh berikan kepada kita.

Nikmat yang telah Allooh سبحانه وتعالى berikan, tampakkanlah dan perlihatkan ketika di bulan Romadhoon. Misalnya: dengan penampilan fisik yang baik, bila ke masjid dengan menggunakan harta yang Allooh سبحانه وتعالى berikan kepada kita, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى firmankan:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

7.31. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid (Qs Al A’roof ayat 31)

Bila kita diberikan rizqi, perlihatkanlah bahwa kita mendapatkan kelapangan dari Allooh سبحانه وتعالى. Jangan hanya disimpan saja.

Demikianlah keutamaan-keutamaan bulan Romadhoon, sehingga Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para shohabat serta para orang yang shoolih dahulu ketika datang bulan Romadhoon,  bahkan sebelum datang bulan Ramadhan mereka melakukan dua perkara, yaitu:

–       Pertama, adalah Berdo’a,

Diantara do’a yang dirindukan oleh orang-orang shoolih terdahulu adalah mereka berdoa mulai sejak 6 bulan sebelum datangnya bulan Romadhoon, memohon agar Allooh mempertemukan mereka dengan bulan Romadhoon. Dan berdoa sampai dengan 6 bulan sesudah Romadhoon berlalu, memohon agar amalan mereka di bulan Romadhoon diterima oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Walaupun sebenarnya disampaikan dalam hadits yang lemah, seperti diriwayatkan oleh Imaam Ath Thobroony dan diriwayatkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali, dalam Kitab Wadzooif Romadhoon, diriwayatkan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdo’a:

” اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان “

“Alloohumma bariklanaa fii Rajaba wa Sya’baan wa balighnaa Romadhoon”Ya Allooh berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah pada bulan Romadhoon. Hanya saja hadits ini dho’iif sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam kitabnya Misykaatul Mashoobih.

Kedua, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melakukan khutbah sebelum memasuki bulan Romadhoon.

Haditsnya diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah dan Imaam Al Baihaqy dari Salman Al Farisi رضي الله عنه. Haditsnya panjang, singkatnya saja khutbah beliau adalah memberikan pengarahan, pembekalan dan pengingatan kepada kita tentang apa yang semestinya kita lakukan pada bulan Romadhoon. Atau me-review tentang agenda-agenda yang seharusnya kita fokuskan pada bulan Romadhoon.

Janganlah seakan-akan tidak ada bedanya antara bulan Romadhoon dan bukan bulan Romadhoon. Padahal bila kita ingin mendapatkan berkah dari Allooh سبحانه وتعالى, semestinya adalah wajar misalnya kita kurangi jam-kerja. Kalau kita sering mencontoh ke negara-negara Barat, maka kita (negara Indonesia) pun juga harus mencontoh ke negara-negara Timur-Tengah yang menjalankan syari’at Islam, misalnya Saudi Arabia yang antara lain mengatur jam-kerja ketika bulan Romadhoon, yaitu dari jam 10.00 sampai jam 14.00 dipotong dengan sholat Dhuhur. Kalangan swasta sampai jam 16.00. Itu menunjukkan bahwa mereka mengurangi jam-kerja untuk memberikan kesempatan agar orang banyak beribadah.

Demikian juga mengurangi beban untuk produksi, dibandingkan diluar bulan Romadhoon. Kita harus ingat bahwa bulan Romadhoon adalah bulan beribadah. Maka jadikanlah bulan ini untuk fokus beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Kalau pun berkurang produksinya,  kurangnya juga tidak akan sebanding dengan nilai keutamaan Romadhoon seperti diterangkan diatas. Pada intinya adalah mengkondisikan berbagai perkara, sehingga kita bisa sempurna beribadah pada bulan Romadhoon.

Ada beberapa kitab yang ditulis oleh ‘Ulama pendahulu kita antara lain Imaam As Suyuuthy, Ibnu Rajab, Ibnu Usaamah, dll tentang masalah Bid’ah yang biasa muncul pada bulan Romadhoon. Contohnya: Pada malam-malam tertentu (umpama malam Lailatul Qodar), dilakukan sholat Alfiyah (seribu Al Fatihah) sebanyak seratus roka’at, setiap roka’at membaca Al Fatihah 10 kali. Itu adalah Bid’ah.

Dan ada juga Bid’ah yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Indonesia, dimana itu dikaitkan dengan bulan Romadhoon (sementara Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para ‘Ulama Salaful Ummah tidak pernah mencontohkannya), sehingga tergolong menjadi Bid’ah. Misalnya:

Perbuatan Bid’ah ketika menjelang bulan Romadhoon:

1. Sebelum Romadhoon atau hari-hari menjelang Romadhoon orang melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur memang disunnahkan, tetapi bila ziarah kubur dikaitkan dengan “motivasi dan sebab” datangnya bulan Romadhoon, maka menjadi Bid’ah.

Sesuatu itu dihukumi sebagai Bid’ah (menurut Syeikh Shoolih Al Utsaimiin رحمه الله) jika ada satu dari 6 perkara: Diantaranya adalah sebab.

Jika sebab munculnya suatu amalan itu, tidak berasal dari Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,  maka itu tergolong Bid’ah.

Misalnya bila ada orang ziarah kubur karena sebab menjelang (memasuki) bulan Romadhoon, maka itu sudah Bid’ah.

2. Kebiasaan bermaaf-maafan.

Misalnya menjelang Romadhoon lalu saling bermaaf-maafan antara seseorang dengan orang yang lainnya. Lalu minta maaf ketika itu bedanya dengan Halaal Bi Halaal apa?

Sebelum Romadhoon sudah minta maaf, berarti sudah nol-nol. Setelah Romadhoon selesai, minta maaf lagi, berarti nol-nol lagi. Lalu maksudnya bagaimana?

Oleh karena itu, bermaaf-maafan dengan cara seperti itu juga Bid’ah.

Yang benar adalah kalau seseorang berbuat salah, seharusnya seketika itu juga dia meminta maaf. Jangan sampai meminta maaf itu ditangguhkan sampai menjelang Romadhoon atau 1 Syawwal, dengan harapan di waktu itu nanti ada maaf-maafan. Bisa jadi usia kita tidak sampai Romadhoon atau 1 Syawwal, sungguh merugi bila kita menangguhkan meminta maaf kepada orang yang kita berbuat salah padanya.

Jadi perkara yang demikian itu tidak ada contohnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Bermaaf-maafan itu adanya ketika (pada saat) kita berbuat salah, maka kita langsung datang kepada orang yang kita merasa salah kepadanya, lalu meminta maaf disaat itu juga.  Ini lah yang disyariatkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Perbuatan Bid’ah pada permulaan bulan Romadhoon:

Pertama, kebanyakan kaum muslimin menggunakan Hisab. Dan itu adalah Bid’ah menurut para ‘Ulama. Karena yang disunnahkan adalah sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

Shoumlah kalian apabila kalian melihat bulan, dan berbukalah kalian bila kalian melihat bulan. Jika terhalang penglihatan kalian melihat bulan, sempurnakan lah bulan Sya’ban tigapuluh hari. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Itulah tehnik yang dijelaskan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Begitu jelasnya,kenapa masih percaya dengan Hisab?

Seakurat apa pun matematik, kalaupun itu betul penghitungannya, itu tetap salah. Karena orang tersebut menjalankan shoum semata-mata melandaskan karena Hisab.

Sedangkan orang yang menjalankan shoum karena Ru’yah, dasarnya adalah ittiba’ (mengikuti) Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Sehingga  orang yang semata-mata hanya berdasarkan Hisab, itu adalah Bid’ah. Maka apa pun yang kita perbuat, hendaknya adalah berdasarkan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Walaupun para ‘Ulama dalam fatwa-fatwanya, termasuk Hai’at Kibaar Al ‘Ulama dalam koleksi fatwanya (Majmuu’ Fataawa), pada akhirnya tetap bersikap toleran. Dan menyarankan untuk tidak bertengkar dan tidak berselisih diantara kaum muslimiin.

Bagi mereka yang tetap bersikukuh untuk mengatakan bahwa ru’yahnya di Saudi Arabia, dan yang lainnya lagi mengatakan bahwa ru’yahnya Ahlul Balad, setelah para ulama menyepakati sesuai dengan Sunnah yang berdasarkan ru’yah,  pada akhirnya merekapun berbeda pendapat.   Pertama mereka sepakat bahwa Hisab adalah Bid’ah dan Sunnahnya adalah Ru’yah, tetapi setelah sampai kepada ru’yah, para ‘Ulama pun berbeda pendapat.

Beda pendapatnya adalah apakah: “Ru’yahnya itu satu untuk semua ataukah setiap negeri (Balad) mempunyai hak untuk ru’yah masing-masing?

Namun dua pendapat itu tetap dihargai dan tidak perlu diperuncingkan. Boleh dikaji dan ada kitabnya.

Pada waktu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masih hidup, terjadinya perselisihan antara Abu Quraib dan Ibnu Abbas رضي الله عنهما adalah antara Palestin dan Madinah. Bila diukur jarak antara kedua tempat itu kira-kira 1000 Km (kalau di Indonesia itu kira-kira jaraknya antara Jakarta sampai Surabaya).

Maka bila Indonesia sudah dikategorikan satu negeri, lalu sudah diputuskan negeri Indonesia, maka berarti berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia. Kalau itu dijadikan suatu keputusan.  Tetapi bila misalnya ada suatu keputusan bahwa walaupun Indonesia itu satu negeri, tetapi ru’yahnya bisa berbeda, sebetulnya menurut hasil ijtihad para ‘Ulama diatas, masih bisa berbeda lagi.

Maka kembali kepada kebijakan, kalau mau diputuskan semua balad (negeri), termasuk Imaam Syafi’iy mengatakan batasan suatu negeri itu berapa kilometer?  Itu pun menjadi suatu permasalahan yang panjang. Oleh karena itu, kalau saja nanti ada keputusan pemerintah bahwa telah terlihat (berdasarkan ru’yah), maka itu boleh diikuti.

Tetapi kalau keputusan pemerintahnya hanya berdasarkan Hisab semata-mata, itu tetap berhak untuk tidak dipatuhi, karena itu bukan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Kedua, kekeliruan dan termasuk yang menjadikan Bid’ah pada bulan Romadhoon pada kaum muslimiin di Indonesia adalah: Ibadah musiman.

Dianggapnya, bahwa bulan Romadhoon itu musim ibadah, sehingga masjid dimana-mana ramai. Selesai sholat Taroowih, semua masjid speakernya menyala, disana mengaji, disini mengaji, dimana-mana mengaji.

Padahal yang benar adalah: lakukan mengaji tetapi tanpa speaker. Karena mengaji tanpa speaker adalah lebih mendekati Sunnah, lebih mendekati ikhlas, dan tidak membuat orang menjadi berdosa.

Kalau pun ingin mengadakan Taddarus, membaca Al Qur’an, jangan sampai dikeluarkan suaranya melalui speaker. Karena orang lain di luar tidak mendengarkannya, sementara aturan membaca Al Qur’an itu harus lah untuk di dengar. Orang yang tidak mendengarkan lalu akan menjadi berdosa.

Firman Allooh سبحانه وتعالى: “Jika kalian ingin mendapatkan kasih-sayang Allooh, maka dengarkan dan perhatikan lah bacaan Al Qur’an”.

Orang yang mendengar bacaan Al Qur’an tetapi tidak memperhatikan, tetap mengobrol dan sebagainya, maka ia menjadi berdosa. Sehingga yang benar adalah, ramaikan lah masjid tetapi terbatas di dalam masjid saja.

Ketiga, ada sebagian orang terutama anak-anak muda, menjadikan momen-momen sesudah sahuur menjadi waktu untuk berpacaran. Berjalan-jalan berdua-dua lain jenis, bukan mahromnya. Mereka shaum tetapi maksiat juga.

Yang demikian itu harus sering diingatkan oleh para da’i  atau ustadz di masjid. Karena mereka pada hakekatnya jahil, tidak tahu tentang aturan agama, dianggapnya itu boleh-boleh saja, berpacaran sebelum menikah dan sebagainya. Padahal itu adalah zina, tidak sesuai dengan syari’at Allooh سبحانه وتعالى.

Keempat, ada suatu keyakinan bahwa Romadhoon dibagi tiga, seperti disampaikan diatas, yang menurut Syeikh Nashiraddin Al Albaany رحمه الله sudah termasuk kategori Bid’ah, yakni sepertiga pertama bulan Romadhoon kita akan diberikan rahmat (dikasihi) oleh Allooh سبحانه وتعالى, sepertiga mendapatkan ampunan (maghfiroh) dari Allooh سبحانه وتعالى dan sepertiga yang terakhir adalah pembebasan dari api neraka. Meyakini anggapan yang isinya demikian itu termasuk Bid’ah.

Kelima, bila sampai pertengahan bulan Romadhoon lalu ada yang disebut Nuzuulul Qur’an. Katanya, tanggal 17 Romadhoon adalah Nuzuulul Qur’an.

Peringatan Nuzuulul Qur’an tidak seyogyanya selalu pada pertengahan atau 17 Romadhoon.  Karena dalam hal ini para ‘Ulama berselisih pendapat tentang kapan tepatnya Nuzuulul Qur’an. Dan tidak ada kesepakatan.

Berarti, melakukan peringatan Nuzuulul Qur’an, pertama-tama secara kronologis, itu tidak ada kesepakatan ‘Ulama, kedua secara syar’ie juga tidak ada ajarannya.

Kalau memang ada ajarannya, tentulah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dari sejak dulu sudah menggalakkan bahwa 17 Romadhoon supaya diadakan peringatan Nuzuulul Qur’an. Tetapi tidak pernah ada ajaran dan contoh yang demikian itu dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Maka itu adalah bagian dari Bid’ah.

Keenam, penyimpangan dalam bulan Ramadhan adalah sibuk dan repot menghadapi ‘Iedul Fithri. Termasuk harga-harga barang menjadi naik, yang akan membuat susah bagi orang miskin. Bagi orang kaya, kenaikan harga itu tidak menjadi masalah, tetapi bagi kaum miskin mereka akan menjadi pusing. Dan itu bisa menjadikan kaum miskin yang muslim menjadi jauh dari taat kepada Allooh سبحانه وتعالى karena mereka menjadi kesulitan.

Padahal semestinya dalam bulan Romadhoon, semuanya itu dipermudah. Tetapi karena semua itu adalah gejala yang sudah mengglobal. Itu menjadikan masalah, karena setiap bulan Romadhoon kesannya harga-harga serba mahal, pakaian harus baru.

Image semacam itu seharusnya tidak usah muncul karena itu tidak lah berdasarkan ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Ketujuh, pada malam ‘Iedul Fithri melakukan Takbir keliling, itu tidak ada ajarannya. Bahkan menjadi semacam trendy, sampai-sampai dikeluarkan uang untuk bensin, dibuang waktu untuk keliling kota dan biaya-biaya lain dikeluarkan, yang semuanya itu tidak ada ajarannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Kedelapan, pasca Romadhoon lalu mengadakan Halaal Bi Halaal.

Sampai sekarang tidak tahu dari mana dan siapa yang mencetuskan istilah Halaal Bi Halaal itu. Padahal yang benar tidak ada acara apapun setelah ‘Iedul Fithri selesai.

Setelah sholat ‘Iedul Fithri tidak ada apa-apa lagi kecuali disunnahkan untuk shoum sunnah selama enam hari.

Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Barang siapa yang shoum Romadhoon, lalu diikuti dengan shoum enam hari di bulan Syawwal, maka orang itu seperti shoum seumur hidup.”  (Hadits Riwayat Imaam Muslim dari Abu Ayyuub Al Anshoory رضي الله عنه)

Demikianlah, bid’ah-bid’ah itu kita semua sering melihat dan mengalaminya, tetapi semuanya tidak ada dalilnya, tidak ada dasarnya dan tidak ada kebenarannya untuk dikaitkan sebagai syi’ar Islam. Karena syi’ar Islam harus berlandaskan dalil dari Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Pertanyaan:

Untuk memulai puasa dan mengakhirinya dengan Ru’yah, bagaimana kalau tidak terlihat bulan, tetapi secara Hisab sudah memasuki Romadhoon ?

Jawaban:

Yang benar adalah kita tidak menggunakan kata “puasa”, tetapi gunakanlah “shoum”.  Karena puasa itu dari bahasa Sansekerta (Hindu), yaitu asal kata “upa” dan “wasa” yang artinya menahan diri. Sedangkan Shoum bukan hanya sekedar menahan diri, tetapi menahan hawa nafsu, tidak makan dan minum serta mengendalikan syahwat sejak fajar sampai terbenamnya matahari.

Kalau shoum diartikan dengan puasa, itu baru sampai pada tahap etimologis, sekedar bahasa.  Sedangkan hukum syar’I adalah terkait pada terminologinya, bukan pada etimologi. Jadi gunakanlah kata “Shoum” bukan “Puasa”.

Kalau tidak terlihat bulan, maka digenapkan Sya’ban menjadi 30 hari, lalu masuk Romadhoon. Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ

غُبِّيَ artinya awan. Kalau terhalang oleh awan, tidak terlihat, maka hitunglah atau genapkan menjadi 30 hari. Kalau kita perhatikan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang dimaksud Ru’yah artinya dengan mata telanjang. Bukan dengan alat, misalnya dengan teropong dll.

Yang diperintahkan adalah: “Jika kalian terhalang (ada unsur penghalang), yang dimungkinkan mata kita tidak bisa melihat bulan  karena terhalang. Berarti menunjukkan bahwa “melihat” disini artinya dengan mata, bukan dengan alat. Boleh alat digunakan, tetapi hanya sebagai pembantu, tidak menjadi bagian dari ibadah. Yang ibadah adalah mata, bukan alat.

Jadi tetap yang dipatuhi adalah Ru’yah bukan metode Hisab.

Pertanyaan:

Apa jalan keluar bila terjadi selisih antara Ahlur Ru’yah dan Ahlul Hisab? Manakah yang akan diikuti ?

Jawaban:

Yang diikuti adalah Ru’yah.

Pertanyaan:

Bagaimana bila seorang muslim memulai dan mengakhiri shoum lebih lambat dibanding orang yang berada di Mekkah dan Madinah, padahal Indonesia lebih cepat waktu siang dan malamnya ketimbang waktu di Mekkah dan Madinah? Apakah berarti waktu mulai dan mengakhiri shoum muslim di Indonesia salah?

Jawaban:

Memang ada perbedaan. Sebetulnya di Indonesia agak sulit, karena Indonesia adalah negara tropis, apalagi di Indonesia belum ada kepastian waktu musim hujan atau kemarau. Walau pun musim kemarau, Allooh سبحانه وتعالى tetap memberikan hujan.

Tetapi di belahan dunia Timur Tengah sana, walaupun musim dingin juga tidak ada hujan.  Kalau malam kita melihat ke langit, langit disana selalu terang benderang. Apalagi kalau mulai terbenam matahari, kalau orang keluar kota, akan terlihat terang benderang bintang-bintang dan bulan dari ufuk barat sampi ufuk timur terlihat semua.

Sementara di Indonesia terhalang oleh awan, gunung, pohon-pohonan dll.

Maka mereka berpendapat agar berkiblat pada satu keputusan. Dan seperti yang ditulis oleh Imaam Asy Syaukaany dalam Kitabnya, beliau رحمه الله mengatakan: “Kalau suatu negara sudah ada Khaliifahnya, maka cukup dengan perintah Khaliifah untuk menentukan kapan mulai shoum dan kapan mengakhirinya. Tetapi  di dunia ini sekarang belum ada Khaliifah. Yang ada hanya orang yang mengaku Khaliifah saja.”

Pertanyaan:

Bagaimana dengan orang yang berada di belahan bumi utara atau selatan, yang kebetulan waktu siangnya atau malamnya sangat panjang?

Jawaban:

Para ‘Ulama mengatakan: “Qiaskan dengan negeri terdekat.

Pertanyaan:

Bolehkah tidur dan makan di masjid seperti dilakukan oleh orang-orang Jamaah Tabligh? Bagaimana Haditsnya?

Jawaban:

Masjid adalah tempat untuk beribadah, tempat untuk sholat. Masjid bukan dapur dan bukan tempat tidur. Jadi masjid tidak boleh untuk tempat memasak. Kecuali kalau tempat masak itu dikhususkan untuk  penjaga masjid. Berarti itu khusus bagi penjaga (marbot) masjid saja,  bukan untuk orang lain.

Tidur di masjid, hukumnya jaiz (boleh), tetapi kalau serombongan orang serempak tidur semua di masjid, maka itu tidak boleh.

Tetapi kalau waktu Shubuh setelah sholat Qobliyatal Shubuh sebelum iqomat lalu tiduran miring kekanan dengan berbantalkan tangan, itu boleh, karena itu sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kalau tidur itu terjadi di Masjidil Haram atau di masjid Nawaby di Madinah, itu boleh saja, karena tidak semua orang disana bisa menyewa penginapan atau hotel.

Tetapi kalau di Indonesia, sebaiknya tidak tidur di masjid, karena akan menganggu kebersihan dan keindahan masjid.

Pertanyaan:

Apakah hukumnya bermaaf-maafan ketika hari ‘Iedul Fithri?

Jawaban:

Untuk bermaaf-maafan tidak usah menunggu ‘Iedul Fithri. Dan untuk Halaal Bi Halaal, itu tidak ada dasarnya dari Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya berjima’ pada malam ‘Iedul Fithri ?

Jawaban:

Halal.  Boleh saja.

Pertanyaan:

Saya sejak kecil ditinggal ibu, karena beliau meninggal, saya diasuh oleh orang lain (wanita).  Apakah wanita yang mengasuh saya itu termasuk mahrom saya?

Jawaban:

Kalau wanita itu menyusui anda, maka ia adalah mahrom.Tetapi kalau tidak menyusui anda, maka ia bukan mahrom anda. Boleh menikah dengannya.

Pertanyaan:

Bagaimana dengan Naqsabandiyah?

Jawaban:

Naqsabandiyah adalah bagian dari sekte Shufi. Juga Tijaniyah, Qodiriyah, Rifa’iyah semua itu adalah sekte Shufi. Semua itu adalah Bid’ah, sesat.

Ciri-ciri mereka adalah adanya amalan-amalan wirid, ada bertapa, ada keyakinan Wali,  katanya yang menjaga dunia adalah para Wali, itulah keyakinan mereka.

Pertanyaan:

Bagaimana halnya dengan sungkem kepada orang tua, apakah termasuk Bid’ah atau Sunnah ?

Jawaban:

Sungkem bisa berakibat pada syirik. Karena tidak boleh ada orang yang sujud kepada selain Allooh سبحانه وتعالى.

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya bila antara sholat Isya dengan sholat Taroowih diadakan ceramah agama secara terus-menerus?

Jawaban:

Tidak terus-menerus. Maka ada sebagian ‘Ulama yang membolehkan, karena itu sebagai suatu momentum untuk dakwah, menasehati, dan untuk mengingatkan.

Yang dibolehkan adalah antara sholat Isya dengan Taroowih, jangan antara shalat Taroowih dengan Witir. Karena antara shalat Taroowih dengan Witir adalah satu paket, jangan dipotong oleh ceramah.

Boleh ceramah antara sholat Isya dengan shalat Taroowih, tetapi yang menyampaikan ceramah harus orang yang memang berilmu, jangan sembarang orang.

Pertanyaan:

Mohon dijelaskan makna: “Di bulan Romadhoon, syaithoon dibelenggu. Tetapi mengapa kemaksiatan masih tetap ada?

Jawaban:

Maksudnya, menurut para ‘Ulama, bahwa pada bulan Romadhoon itu syaithoon mendapatkan ketidak-leluasaan untuk menyesatkan dan menggoda manusia. Jangankan orang shoolih, orang yang tidak shoolih saja ada malunya berbuat maksiat bila datang bulan Romadhoon.  Sampai kalau mereka makan di warung, yang kelihatan hanya tumit-tumitnya saja. Artinya mereka yang tidak shoum pun merasa malu.

Jadi di bulan Romadhoon ,syaithoon tidak bisa leluasa menggoda manusia.

Pertanyaan:

Bagi orang yang ketika masa jahil-nya ia tidak pernah shoum, lalu setelah insyaf dan ingin bertaubat, bagaimanakah caranya bertaubat dari dosa karena meninggalkan shoumnya itu ?

Jawaban:

Orang yang meninggalkan shoum dan ia tahu bahwa itu adalah fardhu shoum, dan ia tinggalkan dengan sengaja, maka ia tidak usah qodho tetapi ia bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى dan jangan mengulangi lagi. Demikian solusinya.

Pertanyaan:

Ibadah apakah yang disunnahkan ketika I’tikaf dan adakah rukun-rukun yang harus dipenuhi ketika I’tikaf?

Jawaban:

Makna dari I’tikaf adalah Kholwat, mencari ketenangan dalam keheningan untuk bermunajat kepada Allooh سبحانه وتعالى, misalnya: “Ya Allooh, saya ini bodoh, berikan ilmu kepada saya, saya ini miskin, berikan harta, saya ini kurang, berikan kecukupan”, dll. Silakan, minta dengan cara sendiri, ambil tempat di masjid, yang penting ia bisa ‘nyambung’ (khusyu’) dengan Allooh سبحانه وتعالى.

Ketika I’tikaf, acaranya adalah masing-masing. Tidak boleh dikoordinir. Tempatnya pun masing-masing, silakan ambil tempat dibagian masjid itu mana yang kiranya cocok bagi dirinya. Selama I’tikaf disitu terus. Orang lain tidak boleh mengganggu dan apalagi menyuruh pindah dari tempat itu.

Demikianlah bahasan kita kali ini semoga ada manfaatnya,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 23 Sya’ban 1426 H – 23 September 2005 M

—–0O0—–

Silakan download PDF : Keutamaan Bln RomadhoonAQI 260905 FNL

3 Comments leave one →
  1. haris permalink
    1 August 2011 5:42 am

    Ana mau copy Ustadz untuk bahan ceramah di bulan Ramadhan

    • 1 August 2011 2:35 pm

      Silakan saja…. semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua…. Barokalloohu fiika

  2. 7 June 2016 7:47 pm

    Izin copan n share yah pak ustadz .

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: