Jawaban Islam terhadap Syubhat yang Dituduhkan pada Muslimah
JAWABAN ISLAM TERHADAP
“SYUBHAT YANG DITUDUHKAN PADA WANITA MUSLIMAH
DI DUNIA ISLAM“
Karya: Asy Syaikh ‘Abdullooh al Jalaaly
Penterjemah: Ust. Achmad Rofi’i, Lc.
الحمد لله حمدا كثيرا طيبا مباركا كما يحب ربنا ويرضاه والصلاة والسلام على النبي الأمي الذي يؤمن بالله وكلماته وبعد
Risalah ini saya namakan:
شبهات في طريق المرأة المسلمة في العالم الإسلامي
(Jawaban Islam terhadap Syubhat yang Dituduhkan pada Wanita Muslimah di Dunia Islam)
Penamaan risalah ini karena zaman kita sekarang ini adalah zaman syubhat (keragu-raguan), terlebih lagi terhadap wanita muslimah yang senantiasa menjadi sasaran musuh-musuh Islam di zaman perang dingin ini; yaitu perang pemikiran dan prinsip. Perang ini dilancarkan karena gagalnya mereka dalam melancarkan perang senjata sepanjang perjalanan sejarah Islam; sehingga menjadi keharusan bagi mereka menebarkan fitnah dalam masyarakat kaum muslimin, dimana dalam hal ini wanita adalah merupakan media penghancur yang paling berbahaya bagi kaum pria bahkan bagi ummat secara menyeluruh.
Karena itu, musuh Islam telah menjadikan isu perempuan sebagai senjata yang memusnahkan hingga berkata salah seorang diantara mereka:
“Sesungguhnya tidak ada sesuatu apa pun yang mampu menyeret suatu masyarakat pada jurang kehancuran selain perempuan, maka siapkanlah mereka untuk hal ini.”
Saya memilih pembahasan tentang syubhat-syubhat ini. Dan setelah memperhatikan desakan-desakan dari sebagian ikhwan kita yang memiliki ghiroh terhadap masa depan wanita muslimah, maka saya memutuskan untuk menulis sedikit tentang hal itu dengan memohon pertolongan Alloohسبحانه وتعالى. Dalam hal ini, saya akan mencukupkan pembicaraan tentang syubhat-syubhat yang peka yang dapat mengantarkan pada penyimpangan atau kebejatan moral, walloohul musta’aan.
Syubhat-syubhat terpenting itu adalah:
1. Syubhat tentang poligami.
2. Mengapa thalak itu hanya ada pada tangan laki-laki dan tidak pada tangan perempuan.
3. Mengapa persaksian seorang wanita itu hanya dinilai setengah persaksian seorang laki-laki, bahkan dalam masalah-masalah tertentu persaksian wanita itu tidak dapat diterima.
4. Wanita dan kebebasan.
5. Warisan bagi wanita.
6. Mengapa wanita-wanita dilarang mengadakan berpergian tanpa disertai mahrom-nya.
7. Sikap Islam terhadap pendidikan dan pekerjaan bagi wanita.
8. Memukul wanita.
Wahai ukhti Muslimah, saya hadiahkan kepada anti risalah yang ringkas ini dengan berharap kepada Allooh, semoga saya diberi taufik didalamnya serta semoga mendatangkan didalamnya ganjaran dan pahala bagi saya sebagaimana saya berdo’a kepada-Nya agar risalah ini bermanfaat bagi anti untuk mendapatkan kebenaran yang jelas dan terang yang selama ini anti cari.
Untuk men-download, klik berikut ini: Syubhat tentang Wanita Muslim FNL
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Bismillah… saya ingin bertanya.. Ustadz bagaimanakah kriteria-kriteria seorang istri yang patut diberi talak atau dipoligami?… Terimakasih atas jawabannya…
Wassalam
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Ketahuilah bahwa terdapat perbedaan yang jauh antara Hukum Cerai dan Hukum Poligami.
1) Cerai bisa terjadi, dan tidak tercela hukumnya kalaulah memang Cerai itu adalah Solusi Terbaik bagi sang Suami maupun sang Istri. Misalnya: Sangat tipis harapan kemaslahatan (baik dunia maupun akhirat) diraih oleh kedua belah pihak, apabila rumahtangga itu dipertahankan. Apalagi seandainya dapat dipastikan ada bahaya yang tergambar yang akan terjadi jika rumahtangga itu berlanjut. Pada saat itulah Cerai berarti solusi, dan tidak dibenci oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Misalkan: Suami / Istrinya fasiq dan atau murtad, yang sudah diusahakan untuk diperbaiki tapi nihil hasilnya.
2) Poligami adalah seorang Suami beristri lebih dari satu, sampai dengan empat. Jika Suami memang berkemampuan untuk itu, baik dari kejiwaan, finansial, jasmani, manajemen dan kemaslahatan; maka Poligami harus diyakini sebagai Syari’at dari Allooh سبحانه وتعالى Pencipta dan Penguasa semesta alam dan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, manusia pilihan yang ma’shum. Dan setiap ummatnya harus menerima, tidak keberatan dengan hal itu.
Dan karena dalam Islam, Pemimpin keluarga adalah laki-laki, sedangkan Pemimpin adalah pemegang keputusan dan penentu kebijakan, maka boleh/tidaknya melakukan poligami bukanlah atas keputusan / restu istri.
Demikianlah, semoga memberi kejelasan bagi anda… Barokalloohu fiika