Beriman Pada Malaikat
(Transkrip Ceramah AQI 220506)
BERIMAN KEPADA MALAIKAT
Oleh : Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Beriman kepada Malaikat merupakan rukun Iman kedua. Orang yang tidak beriman kepada Malaikat, maka orang tersebut tidak bisa disebut sebagai mu’min; atau bahkan ia terhukumi sebagai orang yang kaafir. Kaafir kepada Allooh سبحانه وتعالى dan kaafir kepada ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 177:
…الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ …
Artinya:
“… sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allooh, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi …”
Ketika kita mengatakan beriman kepada Malaikat, maka hendaknya kita tahu apa yang harus tercakup dalam kata “Iman” tersebut. Pembahasan tentang Malaikat sebenarnya cukup luas, namun karena keterbatasan waktu maka hanya akan dibahas topik-topik yang termasuk penting untuk diketahui. Terutama untuk menetralisir, mengklarifikasi dan meluruskan beberapa pemahaman yang salah selama ini, berkenaan dengan “Beriman kepada Malaikat”.
Secara bahasa, kata “Malaikat” menurut para ahli Tauhid adalah berasal dari dua suku kata. Ada yang mengatakan berasal dari kalimat Lam – Alif (Hamzah) – Kaf, sehingga dibaca La-a-Ka.
Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa “Malaikat” berasal dari bahasa Arab dan berasal dari kata Alaka, menjadi: Ma’lak. Kalau La-a-Ka menjadi Mal-Aka.
Tetapi dua-duanya maknanya sama, yaitu bermakna Ar Risaalah. Dalam bahasa Indonesia, bermakna: Surat, Misi. Dalam bahasa Inggris, bermakna: The Message (artinya: Risaalah).
Para ‘Ulama lalu menanyakan, mengapa Malaikat bermakna Risaalah? Ternyata memang Malaikat itu merupakan utusan Allooh سبحانه وتعالى. Jadi Malaikat maknanya adalah Para Utusan Allooh سبحانه وتعالى.
Harap jangan dipahami bahwa ketika kita katakan “Para Utusan Allooh سبحانه وتعالى”, lalu yang teringat hanyalah Jibril عليه السلام saja. Karena sesungguhnya para Utusan Allooh سبحانه وتعالى itu banyak dan dalam banyak perkara, misalnya urusan mati, lahir, rizqi, dllnya yang merupakan kepentingan manusia. Dan Allooh سبحانه وتعالى dengan kasih sayangnya selalu mengutus Malaikat kepada kita, manusia.
Demikian itu adalah secara bahasa. Tetapi secara istilah, yang disebut “Malaikat” adalah jamak dari kata “Malak”. Maka kalau disebut Malaikat itu sudah merupakan kata bentuk jamak, artinya banyak Malak.
Tetapi kita sering rancu dalam menggunakan bahasa, dengan menyebutkannya sebagai “Para Malaikat”, bahkan ada pula yang menyebutkannya dengan “Para Malaikat-Malaikat”. Hal tersebut keliru. Karena Malaikat itu artinya adalah Banyak Malak.
Intinya, Malaikat adalah para Utusan Allooh سبحانه وتعالى untuk keperluan makhluk-Nya diatas alam jagad raya ini.
Para ‘Ulama ‘Aqiidah mendefinisikannya dengan lebih komprehensif, lebih sempurna, mencakup berbagai sisi yang harus kita yakini (dalam hal Malaikat), yaitu bahwa Malaikat adalah makhluk Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana makhluk-makhluk yang lain, diciptakan oleh Allooh سبحانه وتعالى dari cahaya (nuur), dimana mereka senantiasa taat dan tidak pernah berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Diantara Malaikat tersebut ada yang diketahui namanya, sedangkan bilangan (jumlah) mereka itu hanya Allooh سبحانه وتعالى yang tahu. Malaikat tersebut dibagi dalam berbagai peran dan tugas.
Bentuk Malaikat adalah besar dan mempunyai sayap. Diantaranya ada yang mempunyai dua sayap, tiga, empat dan ada pula yang mempunyai sayap lebih dari itu. Malaikat mampu untuk menyerupai sesuatu yang lain ataupun menjelma menjadi seperti manusia, sesuai dengan keadaan yang diizinkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam Al Qur’an surat Faathir (35) ayat 1 diberitakan sebagai berikut :
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلاً أُولِي أَجْنِحَةٍ مَّثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
“Segala puji bagi Allooh Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allooh menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allooh Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Malaikat adalah makhluk yang mulia, tidak berjenis kelamin (baik laki-laki maupun perempuan), tidak kawin dan tidak pula berketurunan. Malaikat tidak makan dan tidak minum, tetapi makanannya adalah tasbih (ucapan Subhaanallooh) dan tahlil (ucapan Laa Illaaha Illallooh). Mereka disifati diantaranya adalah dengan kebaikan, keindahan, malu dan disiplin.
Maka, dari berbagai arti, makna dan istilah serta definisi diatas, ada beberapa hal yang perlu untuk diluruskan, yakni:
Bahwa Malaikat adalah makhluk
Janganlah kita keliru dalam memahami hal ini, karena kalau sampai salah persepsi dan salah ‘aqidah maka dapat mengakibatkan kekeliruan dalam meyakininya. Seperti kekeliruan yang terjadi pada pemahaman dari orang-orang Yahudi, dimana mereka meyakini bahwa Malaikat adalah Anak-anak Perempuan Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana dijelaskan dalam QS. An Nahl (16) ayat 57:
وَيَجْعَلُونَ لِلّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُم مَّا يَشْتَهُونَ
Artinya:
“Dan mereka menetapkan bagi Allooh anak-anak perempuan. Maha Suci Allooh, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki).”
Dan dalam QS Al Isroo’ (17) ayat 40:
أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُم بِالْبَنِينَ وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلآئِكَةِ إِنَاثاً إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلاً عَظِيماً
Artinya:
“Maka apakah patut Robb memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).”
Pengertian yang keliru seperti orang Yahudi tersebut menyebabkan mereka kufur. Mengapa? Karena mereka mempunyai pengertian yang salah, yaitu:
Pertama, orang Yahudi meyakini bahwa Allooh سبحانه وتعالى beranak.
Kedua, orang Yahudi mengatakan bahwa anak Allooh adalah perempuan.
Ketiga, orang Yahudi memahami bahwa Malaikat adalah anak Allooh سبحانه وتعالى. Dan ini adalah salah besar.
Tidak kurang dari tiga kesalahan fatal dilakukan oleh orang-orang Yahudi dalam waktu yang sama, karena mereka meyakini bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allooh سبحانه وتعالى.
Yang benar adalah bahwa Malaikat adalah makhluk Allooh سبحانه وتعالى, karena Allooh سبحانه وتعالى tidak mempunyai anak, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Ikhlaas (112) ayat 3-4:
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Artinya:
“Dia (Allooh) tiada beranak dan tidak pula diperanakkan”
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ
Artinya:
“dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia“.
Jadi, Malaikat adalah makhluk Allooh سبحانه وتعالى. Karena makhluk, maka harus ada nilai sejarahnya, darimana dia berasal. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjelaskan kepada kita tentang asal muasal dari tiga jenis makhluk didalam Hadits Shohiih, dimana beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
Artinya:
“Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin itu diciptakan dari api; sedangkan manusia dan Adam, Allooh ciptakan seperti yang telah digambarkan oleh Allooh kepada kalian.” (Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 7687 dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها)
Seperti yang telah digambarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, bahwa manusia itu diciptakan dari tanah (QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 59):
…خَلَقَهُ مِن تُرَابٍ ثِمَّ قَالَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
Artinya:
“ … Allooh menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allooh berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia.”
Juga dalam QS. Al Mu’minuun (23) ayat 12:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.”
Bahkan Allooh سبحانه وتعالى jelaskan darimana terpancarnya air mani itu, yakni dari sulbi tulang belakang, dalam QS. At Thooriq (86) ayat 6-7:
خُلِقَ مِن مَّاء دَافِقٍ ﴿٦﴾ يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ ﴿٧
Artinya:
“ Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.”
Allooh سبحانه وتعالى sudah menjelaskan secara gamblang tentang asal usul maupun sifat manusia, sehingga kalau ada orang yang mengatakan bahwa manusia itu berasal dari kera (teori Darwin), maka tidak usah dipercaya karena teori itu berasal dari orang yang kaafir kepada Allooh سبحانه وتعالى. Bagi kita orang yang beriman, tidak perlu lagi membahas tentang teori Darwin tersebut, karena kita hendaknya beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى beserta segala firman-Nya, membenarkan apa saja yang datang dari Allooh سبحانه وتعالى bahwa berdasarkan firman Allooh سبحانه وتعالى, manusia itu berasal dari tanah.
Sedangkan Malaikat, ada yang mempunyai nama dan ada yang tidak diberitakan namanya. Bukan berarti tidak ada namanya. Dan untuk perkara ‘Aqiidah, maka kita hanya menetapkan dan hanya mengetahui jika ada berita dari Allooh سبحانه وتعالى. Kalau tidak ada berita dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka berarti kita tidak tahu dan tidak boleh sok tahu (berlagak tahu). Karena sikap sok tahu terhadap Allooh صلى الله عليه وسلم itu, bukanlah sikap hamba yang ber-adab.
Tentang bilangan, jumlah dan kuantitas ataupun kepadatan Malaikat, tidak ada yang tahu. Yang mempunyai pengetahuan tentang hal ini hanyalah Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat 31:
… وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ …
Artinya:
“ … Dan tidak ada yang mengetahui tentara Robb-mu melainkan Dia sendiri…”
Malaikat itu selalu patuh dan taat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Tidak pernah ada Malaikat yang lalai seperti halnya manusia, bosan beribadah kepada Alloohسبحانه وتعالى, lalu berma’shiyat, berbuat dzolim bahkan kufur kepada Allooh سبحانه وتعالى. Tidak ada. Semua Malaikat memang diciptakan sejak awal untuk selalu patuh kepada Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Anbiyaa’ (21)ayat 26-28:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَداً سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُونَ ﴿٢٦﴾ لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ ﴿٢٧﴾ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُم مِّنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ ﴿٢٨
Artinya:
“ Dan mereka (orang-orang musyrik) berkata: “Robb Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak”, Maha Suci Allooh. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya. Allooh mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allooh, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.”
Allooh سبحانه وتعالى menciptakan makhluk dalam tiga kategori, yaitu:
1) Makhluk yang hidupnya selalu taat, patuh dan beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, dia lah Malaikat.
2) Makhluk yang selalu kufur dan ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى, dia lah iblis dan sekutunya.
3) Makhluk yang ada yang seperti Malaikat (taat, patuh) dan ada yang seperti iblis, dia lah yang disebut dengan Al Insaan atau Al Basyar, yaitu manusia. Manusia bisa kaafir dan bisa mu’min. Yang mu’min pun ada yang lebih sering berada dalam keadaan taat dan patuh kepada Allooh سبحانه وتعالى dan ada pula mu’min yang terkadang berma’shiyat.
Manusia dalam berbagai tingkatan, lebih bervariasi dibandingkan dengan makhluk yang lain. Malaikat itu monoton, mereka selalu patuh pada Allooh سبحانه وتعالى. Iblis juga monoton, selalu ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Sedangkan manusia, ada yang ma’shiyat dan ada pula yang taat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Itulah takdir Allooh سبحانه وتعالى. Kita hendak meniru siapa, apakah meniru Malaikat yang selalu patuh dan taat pada Allooh سبحانه وتعالى, ataukah meniru iblis yang selalu ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Sedangkan Jin, bisa pula seperti Malaikat yang patuh dan taat, bisa pula seperti iblis yang ma’shiyat. Maka manusia dan jin, disebut sebagai makhluk mukallaf (dikenai beban dan syari’at).
Perbedaan antara Malaikat dan Manusia :
1) Dari awal penciptaan, bahwa manusia diciptakan dari tanah, sedangkan Malaikat diciptakan dari cahaya.
2) Manusia diberi syahwat dan diberi akal oleh Allooh سبحانه وتعالى, sedangkan Malaikat tidak. Maka Malaikat tidak punya nafsu.
Diantara Malaikat yang kita ketahui antara lain: Jibril, Mika’il, Isrofil, Malakul Maut, Munkar, Nakir, Roqib ‘Atid, Maalik dan Ridhwaan.
Jibril عليه السلام adalah Malaikat yang bertugas untuk menyampaikan Wahyu, Mika’il عليه السلام adalah Malaikat yang bertugas untuk menurunkan rizqy, Isrofil عليه السلام adalah Malaikat yang bertugas untuk meniup Sangkakala, Malakul Maut adalah Malaikat yang bertugas untuk mencabut nyawa, Munkar dan Nakir adalah Malaikat yang bertugas untuk memberi pertanyaan di kubur, Roqib ‘Atid عليه السلام adalah Malaikat yang bertugas untuk mengawasi dan mencatat amalan manusia, Maalik عليه السلام adalah Malaikat yang bertugas untuk menjaga Neraka dan Ridhwaan عليه السلام adalah Malaikat yang bertugas untuk menjaga surga.
Semua itu adalah Hikmah dari Allooh سبحانه وتعالى kepada kita bahwa Malaikat itu diciptakan untuk selalu patuh dan taat kepada Allooh سبحانه وتعالى, serta merupakan bagian dari Ibroh (pelajaran) kepada kita, manusia.
Ketika kita beriman kepada Malaikat, apa yang harus kita cakup dalam beriman itu?
Al Imaam Al Baihaqy رحمه الله sebagaimana dinukil oleh Al Imaam Jalaaluddin As Suyuuthy رحمه الله dalam Kitab berjudul “Al Jaami’ush Shoghiir.”, bahwa beriman kepada Malaikat haruslah mempunyai (minimal) 3 poin sebagai berikut:
1) Membenarkan adanya Malaikat
Kita harus meng-imani bahwa Malaikat itu ada.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 285:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ …
Artinya:
“Rosuul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Robb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allooh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rosuul-rosuul-Nya..”
Barangsiapa mengingkari adanya Malaikat, maka ia telah kaafir, berdasarkan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 136:
… وَمَن يَكْفُرْ بِاللّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيداً
Artinya:
“… Barangsiapa yang kafir kepada Allooh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosuul-rosuul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”
Kita harus meluruskan ‘Aqiidah kita bahwa Allooh سبحانه وتعالى menciptakan makhluk, ada yang Dzohir dan ada yang Ghoib. Berarti ada alam lain, selain alam manusia.
Termasuk Fudhul (mengerjakan sesuatu perkara yang tidak berguna), kalau masih ada orang yang ingin menyelidiki alam yang lain, seperti contohnya: melakukan “Ekspedisi Alam Ghoib”, mencari-cari tempat yang gelap apakah di tempat tersebut ada jin-nya ataukah tidak, atau menjadikan jin sebagai topik pencarian, dsbnya. Bagi kita orang yang beriman, ada acara-acara tersebut ataukah tidak, maka tidaklah boleh menggoyahkan ‘Aqiidah kita; karena kita beriman bahwa di luar alam manusia memang ada alam yang lain, baik itu alam Jin ataukah alam Malaikat.
Jin dan Malaikat sama-sama berada di alam Ghoib, tetapi alamnya berbeda masing-masing. Dan tentang semua alam itu tidak ada khobar, tidak ada berita dari Wahyu, jadi tidak perlu kita melakukan penyelidikan tentangnya; lebih baik gunakan waktu kita untuk beribadah, bertasbih, bertahlil, berdo’a, membaca Al Qur’an, beramal shoolih daripada melakukan penyelidikan yang tidak ada gunanya. Cukup lah bagi kita beriman bahwa memang ada alam Jin dan alam Malaikat.
2) Memposisikan Malaikat sesuai dengan posisinya
Tidak mengkultuskan Malaikat, atau menjadikannya sebagai Tuhan, karena sesungguhnya Malaikat adalah makhluk Allooh سبحانه وتعالى.
Bahkan dalam sifatnya, Malaikat itu merasa sakit dan terganggu, seperti halnya manusia yang bisa merasa sakit dan terganggu.
Sebagaimana dijelaskan dalam Hadits, Malaikat pembawa rahmat Allooh سبحانه وتعالى tidak akan masuk suatu rumah yang didalamnya terdapat patung, gambar (foto-foto), anjing dan lonceng; karena mereka merasa terganggu. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
Artinya:
“Sesungguhnya rumah yang terdapat didalamnya patung-patung (gambar-gambar), Malaikat tidak masuk kedalam rumah tersebut.” (Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 5658 dan Al Imaam Muslim no: 5639 dari Abu Tholhah رضي الله عنه)
Juga sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:
لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ صُورَةٌ
Artinya:
“Malaikat tidak akan masuk suatu rumah yang terdapat didalamnya anjing ataupun patung-patung.” (Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 3322 dan Al Imaam Muslim no: 5636 dari Abu Tholhah رضي الله عنه)
Oleh karenanya, kita tidak boleh memperlakukan mereka dengan semena-mena, sekehendak hati kita, karena semua itu ada aturannya.
3) Kita harus mengakui bahwa Malaikat ada yang dijadikan utusan kepada manusia
Malaikat ada yang diutus untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia itu sendiri. Diantara Malaikat itu ada yang dijadikan semacam “divisi khusus” untuk mengurusi manusia. Dan ada juga Malaikat yang bertugas tidak sama sekali berhubungan langsung dengan kemaslahatan manusia, seperti: Malaikat yang bertugas memikul ‘Arsy. Ada yang bertugas memikul Sangkakala, maka ia akan menunggu terus sampai Kiamat. Kalau belum ada perintah untuk meniup Sangkakala, maka ia tetap memikulnya dan tidak mau meniupnya.
Hukum beriman kepada Malaikat
Beriman kepada Malaikat adalah suatu keharusan. Selain berbagai ayat yang telah dijelaskan diatas, ada banyak lagi firman Allooh سبحانه وتعالى lainnya seperti dalam QS. Asy Syuroo (42) ayat 5:
… وَالْمَلَائِكَةُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِمَن فِي الْأَرْضِ …
Artinya:
“… dan malaikat-malaikat bertasbih serta memuji Robb-nya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi...”
Jadi Malaikat itu ada dan harus kita imani bahwa mereka punya pekerjaan dan pekerjaan itu adalah atas perintah dan kehendak Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam QS. Al A’roof (7) ayat 206, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ لاَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Robb-mu tidaklah merasa enggan menyembah Allooh dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud.”
Malaikat tersebut berakhlak baik, tidak sombong seperti halnya sebagian manusia, bahkan Malaikat senantiasa beribadah, bertasbih dan bersujud kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Dan dalam QS Al Baqoroh (2) ayat 98, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
مَن كَانَ عَدُوّاً لِّلّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللّهَ عَدُوٌّ لِّلْكَافِرِينَ
Artinya:
“Barangsiapa yang menjadi musuh Allooh, malaikat-malaikat-Nya, rosuul-rosuul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allooh adalah musuh orang-orang kafir.”
Atas dasar ayat ini, maka bila ada orang yang kaafir terhadap Malaikat, maka ia adalah orang yang kaafir menurut Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam kitab yang berjudul ‘Alamu al Malaikatil Abroor, yang ditulis oleh Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asqor, dijelaskan tentang berbagai perkara yang hendaknya kita yakini berkenaan dengan Malaikat, yakni sebagai berikut:
Malaikat yang satu tugasnya berbeda dengan Malaikat yang lain. Selama ini yang sering kita dengar adalah bahwa Jibril عليه السلام itu tugasnya mengantarkan Wahyu, lalu Mika’il عليه السلام tugasnya menurunkan rizqy; tetapi disamping itu sebenarnya masih banyak Malaikat lainnya yang mungkin belum sering kita dengar.
Diantara tugas Malaikat adalah bertasbih kepada Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana dijelaskan diatas dan juga dalam QS Ghofir (40) ayat 7:
الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْماً فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ
Artinya:
“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Robb-nya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Robb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala.”
Lalu dalam QS Al Anbiyaa’ (21) ayat 19-20:
وَلَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِندَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ ﴿١٩﴾ يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ ﴿٢٠
Artinya:
“ Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”
Dan dalam QS. Fushshilat (41) ayat 38:
فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِندَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ
Artinya:
“ Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Robb-mu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.”
Bila ingin meniru Malaikat, maka jangan ada rasa bosan untuk beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Diantara tugas Malaikat adalah menyampaikan apa yang Allooh سبحانه وتعالى perintahkan kepada hamba-hamba Allooh سبحانه وتعالى dan para Rosuul, yaitu menurunkan Wahyu atas perintah-Nya. Hal ini dijelaskan dalam QS. Asyu’aroo (26) ayat 192-195:
وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٩٢﴾ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ ﴿١٩٣﴾ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ ﴿١٩٤﴾ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ ﴿١٩٥
Artinya:
“ Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Robb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.”
Oleh karena itu, Al Qur’an itu berbahasa Arab, karena memang demikian ketentuan Allooh سبحانه وتعالى. Jibril عليه السلام hanyalah sebagai pembawa Wahyu belaka, tidak mempunyai wewenang untuk mengubah-ubah isi Al Qur’an sama sekali.
Diantara Malaikat, ada yang bertugas mencatat amalan baik dan buruk. Sementara ini dari 10 tugas Malaikat yang disebutkan diatas, ada sebagian orang yang meyakini bahwa Roqib dan ‘Atid adalah 2 Malaikat. Padahal dalam riwayat yang benar adalah bahwa Roqib dan ‘Atid bukanlah nama Malaikat, melainkan nama pekerjaannya yaitu Roqibun (mengawasi) dan ‘Atidun (mencatat). Tugas mengawasi dan mencatat itu disebut: Roqiibun wa ‘Atiidun, dan itu bukanlah nama Malaikat. Hal ini termasuk yang perlu diluruskan.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Qoof (50) ayat 18:
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Artinya:
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
Dari ayat tersebut diatas, harus kita pahami bahwa Roqib dan ‘Atid adalah nama tugas (perkerjaan) Malaikat. Bukan nama dari 2 Malaikat, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang.
Demikian pula dengan Izroo’il, yang bukan merupakan nama Malaikat. Tidak ada dari riwayat yang shoohih bahwa ada Malaikat bernama Izroo’il. Adapun yang disebut “Izroo’il” didalam Al Qur’an adalah nama dari tugas (pekerjaan)-nya Malaikat, yakni Malakul Maut.
Meskipun tidak ada Malaikat bernama Roqib dan ‘Atid, tetapi fungsinya ada, yakni Malaikat yang tugasnya mengawasi dan mencatat setiap perbuatan manusia, sehingga hendaknya kita merasa selalu diawasi. Bila kita beriman kepada Malaikat, maka hendaknya kita sadar bahwa ada Utusan Allooh سبحانه وتعالى yang senantiasa mengawasi dan mencatat apa pun yang kita lakukan.
Perhatikanlah hikmah dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم shoum pada hari Senin dan Kamis ketika ditanya oleh para shohabat itu adalah sebagaimana yang beliauصلى الله عليه وسلم sabdakan:
عن أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال تعرض الأعمال يوم الإثنين والخميس فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم
Artinya:
“Aku suka bahwa ketika Malaikat melapor kepada Allooh سبحانه وتعالى, termasuk dilaporkannya adalah aku dalam keadaan shoum.” (Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 747 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Hal ini merupakan pelajaran bahwa hendaknya kita berupaya agar dalam segala kesempatan, segala aktivitas dan gerak kita ketika Malaikat bergilir menyampaikan laporannya kepada Allooh سبحانه وتعالى, ia membawa catatan bahwa kita sedang beramal shoolih. Jangan sampai kita mengira seolah-olah Allooh سبحانه وتعالى tidak melihat kita, sehingga bebas berbuat ma’shiyat, ataupun mengucapkan kata-kata yang buruk sebebas-bebasnya. Orang yang demikian, adalah karena ia tidak beriman bahwa senantiasa ada Malaikat yang mencatatnya dan ada Allooh سبحانه وتعالى yang melihatnya.
Ingatlah akan Hadits yang diberitakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika beliau ditanya oleh Jibril عليه السلام :
قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Artinya:
“Apakah itu ihsan?” Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Hendaknya engkau mempunyai keyakinan ketika engkau beramal ibadah itu engkau melihat Allooh. Kalau engkau tidak mampu melihat-Nya, maka yakinilah bahwa Allooh melihatmu.” (Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 50 dan Al Imaam Muslim no: 102 dari ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه)
Bila jiwa dan sikap demikian itu ada pada diri kita, maka in syaa Allooh kita tidak akan berani berbuat yang buruk, karena sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى senantiasa mengawasi kita.
Ada lagi Malaikat yang tugasnya mencabut nyawa. Kalau si Fulan matinya ditetapkan hari Kamis pukul 13.15, maka Malaikat dengan tepat melaksanakan perintah itu, tanpa bisa diundur ataupun dimajukan waktunya. Dan seseorang tidaklah tahu kapan nyawanya akan dicabut, dan dimana ia akan mati. Tetapi sayangnya, banyak diantara kita yang tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Seolah-olah jadwal kematiannya itu bisa diundurkan. Padahal kematian itu selalu mengintai, tanpa tahu jadwal datangnya kapan. Kalau kita beriman bahwa ada Malaikat yang ditugaskan untuk mencabut nyawa sesuai dengan perintah Allooh سبحانه وتعالى, kita akan selalu siap agar jangan sampai ketika dicabut nyawanya adalah dalam keadaan berbuat ma’shiyat atau kematian yang Su’ul Khootimah. Yang demikian ini hendaknya senantiasa kita camkan dalam diri kita.
Dalam QS As Sajdah (32) ayat 11, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
قُلْ يَتَوَفَّاكُم مَّلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Artinya:
“Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)-mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Robb-mu lah kamu akan dikembalikan.”
Dan dalam QS. Al An’aam (6) ayat 61:
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُم حَفَظَةً حَتَّىَ إِذَا جَاء أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرِّطُونَ
Artinya:
“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.”
Maka harus kita yakini bahwa Allooh mengutus Malaikat kepada kita untuk urusan mati. Maka bila disebutkan Izroo’il, maka itu adalah peranannya dan bukanlah namanya. Karena tidak benar ada Malaikat yang bernama Izroo’il.
Dalam buku yang dinukilkan dari apa yang dinyatakan oleh Al Imaam Ibnu Katsiir رحمه الله dalam kitab “Al Bidaayah Wan Nihaayah”, kata beliau رحمه الله: “Telah ada dalam beberapa riwayat penamaan Malaikat Maut dengan nama Izro’il, tetapi tidak ada penamaan seperti itu didalam Al Qur’an, juga tidak ada didalam hadits-hadits yang shohiih.”
Kalau tidak ada dalam Hadits-hadits yang shohiih, berarti ada dalam Hadits yang lemah. Hadits yang lemah menurut para Ahli Hadits tidak lah bisa dipakai dalam perkara ibadah, apalagi dalam perkara ‘aqiidah. Oleh karena itu, tidak bisa dibenarkan pemakaian nama tersebut, karena tidak berdasarkan kepada Al Qur’an dan Hadits yang shohiih.
Diantara Malaikat, ada yang bertugas sebagai qoriin (teman) bagi seseorang dan tidak berpisah darinya. Dan ada yang bertugas menyeru para hamba untuk berbuat baik, ada yang bertugas menghadiri jenazah orang-orang shoolih. Ada pula yang bertugas berperang dengan kaum Muslimin dan meneguhkan mereka dalam berjihad melawan musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى.
Disamping itu, ada pula Malaikat yang tugasnya mencari dimana ada Majlis-majlis Dzikir (maksudnya: Majlis Ta’lim), bukan majlis dzikir sebagaimana yang marak dilakukan oleh orang di zaman sekarang dimana mereka berdzikir beramai-ramai dengan suara keras dikomando oleh pimpinannya (dimana hal ini sebenarnya tidak dilakukan di zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم). Majlis-majlis dzikir yang dimaksudkan adalah Majlis-majlis Ta’lim. Apabila ditemukan oleh Malaikat suatu majlis ta’lim, maka mereka katupkan sayapnya, mereka turun ikut memenuhi majlis ta’lim tersebut dan mendo’akan mereka orang-orang yang ikut duduk dalam majlis ta’lim itu.
Didalam kitab, dijelaskan bahwa Malaikat itu mendo’akan manusia dalam 22 kondisi, antara lainnya adalah ketika seseorang duduk di Majlis Ta’lim. Bila kita ingin dido’akan oleh Malaikat, maka gigihlah dalam beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam suatu hadits diriwayatkan oleh Imaam Muslim, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya:
“Barangsiapa yang menolong (meringankan) mu’min yang berada dalam kesulitan, maka orang ini pun akan Allooh ringankan (bantu) dari kesulitan-kesulitan yang dialami kelak di hari kiamat.” (Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 7028 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Jadi bila kelak kita mungkin mendapatkan kesulitan pada hari Kiamat ketika proses hisab, maka Allooh سبحانه وتعالى akan ringankan kita dengan pahala menolong orang lain yang mengalami kesengsaraan ketika kita masih di dunia.
Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berikutnya adalah:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Artinya:
1) “Barangsiapa yang memberi jalan keluar orang yang sedang kesulitan dari kesulitan dunia, maka Allooh سبحانه وتعالى akan beri dia jalan keluar dari kesulitan Hari Kiamat.
2) Barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang sedang dalam kesulitan, maka Allooh سبحانه وتعالى akan mudahkan orang (– yang menolong itu –) dari kesulitan di dunia dan di akherat.
3) Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allooh سبحانه وتعالى akan tutupi aibnya di dunia dan di akherat. Allooh سبحانه وتعالى selalu menolong seorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya.
4) Barangsiapa yang meniti jalan yang dengan jalan itu orang mencari ‘ilmu, maka Allooh سبحانه وتعالى akan mudahkan dia dengannya menuju ke surga.” (Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 7028 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم selanjutnya bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Artinya:
“Tidaklah suatu kaum berkumpul pada suatu tempat yang itu merupakan rumah-rumah Allooh (– maksudnya: Masjid – pen.), dimana disana mereka membaca kitab Allooh (Al Qur’an), dan ber-tadarrus (mempelajari Al Qur’an) diantara mereka, melainkan akan Allooh turunkan ketentraman, ketenangan dan Allooh akan selimuti mereka dengan kasih sayang-Nya, dan dikelilingi oleh Malaikat dan Allooh sebut-sebut yang demikian itu kepada Malaikat yang ada disisi Allooh سبحانه وتعالى.” (Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 7028 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Hadits tersebut kaya akan pelajaran. Tetapi di zaman sekarang, yang seringkali terjadi adalah justru kebalikan dari isi Hadits tersebut. Kalau ada orang yang sedang mengalami kesulitan, malah justru semakin dipersulit dan bukannya dipermudah. Misalnya: dikala sedang sulit ekonomi, sedang sempit, harga-harga malah justru dinaikkan. Dalam dunia dagang, semakin barang sulit ditemukan, maka harganya semakin tinggi, berarti bertentangan dengan hadits tersebut diatas. Orang sedang kesulitan, justru dinaikkan harganya untuk mengambil untung sebesar-besarnya. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan Al Islam. Demikian juga di bidang birokrasi, administrasi dsbnya, dikala orang sedang membutuhkan itu malah dipersulit administrasinya, lalu diminta untuk membayar sekian dan sekian padahal orang tersebut hanyalah sekedar ingin mendapatkan haknya.
Maka renungkanlah Hadits tersebut diatas yang sebenarnya banyak nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kalau kita sedang berkumpul dalam rangka mempelajari Al Qur’an dan Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yakinilah bahwa Malaikat sedang berada di sekeliling kita. Hanya kita tidak melihatnya, karena mereka ghoib. Dan tidak perlu kita selidiki keberadaan Malaikat itu. Yang jelas Malaikat itu selalu hadir dalam tempat-tempat yang terpuji, dan sebaliknya syaithoon dan jin yang faasik atau kaafir selalu hadir di majlis-majlis keburukan (kejahatan).
Diantara tugas Malaikat adalah mengucapkan selamat kelak di hari kiamat kepada hamba-hamba Allooh سبحانه وتعالى yang setia, ketika mereka akan memasuki surga Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam Al Qur’an Surat Azzumar (39) ayat 73, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَراً حَتَّى إِذَا جَاؤُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
Artinya:
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Robb dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya (malaikat): “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya. ”
Dan dalam QS. Ar Ra’d (13) ayat 23-24, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالمَلاَئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾ سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ﴿٢٤
Artinya:
“(Yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shoolih dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun `alaikum bima shabartum“. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”
Tugas Malaikat yang lain adalah menyiksa manusia yang kaafir, yang membantah kepada Allooh سبحانه وتعالى, dan Malaikat ini sangat bengis dan menakutkan.
Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS At Tahrim (66) ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allooh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Juga dalam QS Al Mudatstsir (74) ayat 27-31:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ ﴿٢٧﴾ لَا تُبْقِي وَلَا تَذَرُ ﴿٢٨﴾ لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِ ﴿٢٩﴾ عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ ﴿٣٠﴾ وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلَّا مَلَائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَاناً وَلَا يَرْتَابَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْمُؤْمِنُونَ وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلاً كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ ﴿٣١
Artinya:
“Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mu’min itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): “Apakah yang dikehendaki Allooh dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allooh menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Robb-mu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.”
Dikatakan oleh Al Imaam Ibnul Qayyim رحمه الله dalam kitab beliau yang berjudul “Ighoosastullaghafaan” bahwa Malaikat itu Allooh سبحانه وتعالى tugaskan dalam proses penciptaan manusia, ketika sperma bertemu ovum lalu bersatu menjadi calon manusia (embrio) dstnya dari fase-fase penciptaan manusia itu yang membimbingnya adalah Malaikat.
Malaikat itu ada juga yang ditugaskan untuk mencatat rizqi manusia, amalannya apa, kapan matinya, apakah ia termasuk orang bahagia atau sengsara sampai kepada matinya. Jadi dari sejak mulai proses terjadinya manusia sampai manusia itu mati, semua dalam pengawasan Malaikat yang diutus sesuai dengan kehendak Alloohسبحانه وتعالى.
Malaikat itu dari sisi bentuk tubuhnya adalah yang sebagaimana disabdakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dari Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 4729, dari Shohabat Jaabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه, terdapat dalam “Silsilah Hadits Shohiih” Jilid I no: 151, dimana beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
أذن لي أن أحدث عن ملك من ملائكة الله تعالى من حملة العرش، ما بين شحمة أذنه إلى عاتقه مسيرة سبعمائة سنة
Artinya:
“Aku diberi izin untuk memberitakan kepada kalian tentang Malaikat yang membawa ‘Arsy, sesungguhnya jarak antara telinganya sampai pundaknya sejarak tujuh ratus tahun.”
Maksudnya jarak antara telinga ke pundak Malaikat itu menurut berita dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits shohiih diatas adalah sejarak 700 tahun perjalanan.
Ada Malaikat lain yang kurang dikenal, padahal disebutkan didalam Al Qur’an, yaitu Malaikat yang disebut dengan Harut dan Marut.
Perhatikan firman Allooh dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 102:
وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ…
Artinya:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaithoon-syaithoon pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kaafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaithoon-syaithoon lah yang kaafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu jangnalah kamu kafir…”
Para ‘Ulama ‘Aqiidah menyimpulkan dari ayat tersebut bahwa orang yang mempelajari sihir dan orang yang mengajarkan sihir adalah kaafir.
Demikianlah, kalau kita sudah mendengar bahwa Malaikat itu tugasnya ada yang mengawasi, berarti kita ini senantiasa diawasi. Kalau kita merasa diawasi maka harus selalu mengendalikan diri, selalu di jalan Allooh سبحانه وتعالى.
Demikian pula kalau ada Malaikat yang ditugaskan untuk mencabut nyawa, maka hendaknya kita berusaha agar sebelum nyawa kita dicabut adalah hendaknya mengisi hidup ini dengan yang lebih berkualitas disisi Allooh سبحانه وتعالى.
TANYA JAWAB:
Pertanyaan:
Mengenai bentuk Malaikat, manakah yang sesungguhnya, apakah seperti yang diterangkan diatas bahwa jarak antara telinga ke pundaknya saja lebarnya 700 tahun perjalanan, ataukah seperti orang berjubah putih yang mengajarkan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang rukun Imaan, ataukah seperti yang dilihat oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم di perang Badar ketika Malaikat membantu kaum muslimin di perang Badar tersebut?
Jawab:
Di dalam Al Qur’an dan Hadits, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mendefinisikan sedemikian detail tentang fisik dan perilaku Malaikat. Diantara karakteristik Malaikat yang diciptakan oleh Allooh سبحانه وتعالى adalah bahwa Malaikat itu diberi kemampuan untuk menjelma (menyerupai) menjadi seperti yang Allooh سبحانه وتعالى kehendaki. Malaikat ada yang bentuknya seperti disebutkan diatas yaitu dengan jarak antara telinga ke bahu, panjangnya adalah 700 tahun perjalanan. Subhaanallooh, Allooh سبحانه وتعالى yang telah menciptakan makhluk sedemikian besarnya. Sulit untuk kita bayangkan.
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَأَى جِبْرِيلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ
Artinya:
“Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم melihat Jibril عليه السلام memiliki 600 sayap.”
Jadi seperti disebutkan dalam Hadits diatas bahwa Jibril عليه السلام mempunyai 600 sayap (Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 450, dari Shohabat Ibnu Mas’uud رضي الله عنه)
Sulit pula dibayangkannya karena itu memang bukan alam zhohir.
Tetapi Malaikat juga diberi kemampuan untuk menjelma seperti manusia. Itu merupakan kekuasaan Allooh سبحانه وتعالى untuk memperlihatkan jelmaan Malaikat yang satu kepada yang lain.
Dalilnya adalah QS Maryam (19) ayat 16-19, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَاناً شَرْقِيّاً ﴿١٦﴾ فَاتَّخَذَتْ مِن دُونِهِمْ حِجَاباً فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَراً سَوِيّاً ﴿١٧﴾ قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَن مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيّاً ﴿١٨﴾ قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَاماً زَكِيّاً ﴿١٩
Artinya:
“Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Robb Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Robb-mu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”.
Dalam ayat tersebut, Allooh سبحانه وتعالى menjelaskan bahwa Jibril عليه السلام datang kepada Maryam dalam bentuk sebagai manusia.
Kita tidak bisa melihat Malaikat dalam bentuk aslinya, karena mereka adalah ghoib. Tetapi Allooh سبحانه وتعالى membukakan kepada sebagian hamba-Nya, seperti kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang pernah melihat Jibril عليه السلام dalam bentuk aslinya dua kali, sebagaimana difirmankan dalam QS At Takwiir (81) ayat 22-23:
وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجْنُونٍ ﴿٢٢﴾ وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ ﴿٢٣
Artinya:
“ Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.”
Dan dalam QS. An Najm (53) ayat 13-14:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى ﴿١٣﴾ عِندَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى ﴿١٤
Artinya:
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.”
Tentang bilangan ada berapa jumlah Malaikat, adalah misalnya dijelaskan dalam Hadits ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melakukan Isra’ Mi’raj, beliau صلى الله عليه وسلم bersabda :
هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ
Artinya:
“Ini adalah Baytul Ma’mur dan sholat di Baytul Ma’mur itu sebanyak 70.000 malaikat setiap hari. Apabila mereka sudah sholat lalu keluar tidak kembali.”
(Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 3207 dan Al Imaam Muslim no: 429 dari Maalik bin Sho’sho’ah رضي الله عنه)
Subhaanallooh, bayangkan setiap hari 70.000 malaikat sholat di Baytul Ma’mur, maka banyak sekali jumlah malaikat itu. Itu baru malaikat yang masuk dan keluar di Baytul Ma’mur. Belum lagi menurut Hadits yang lain, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda bahwa setiap tetes air hujan dijaga oleh setiap malaikat kemana turunnya air tersebut. Bayangkan, berapa banyak tetes air hujan itu. Dan Allooh سبحانه وتعالى yang lebih Maha Mengetahui tentang jumlah malaikat seluruhnya.
Malaikat itu tidak suka pada sesuatu yang kotor dan malu terhadap sesuatu yang bermakna aurot. Di rumah yang apabila ada gambar sesuatu yang bernyawa dipajang, atau ada anjing atau penghuninya dalam keadaan junub, maka Malaikat tidak mau masuk ke dalam rumah tersebut.
Pertanyaan:
1) Malaikat adalah ruh yang suci. Mengapa hanya Malaikat Jibril yang disebut Ruh yang Suci?
2) Mengenai Malaikat Harut dan Marut, apakah itu nama Malaikatnya ataukah pekerjaannya?
Jawaban:
1) Julukan yang diberikan Allooh سبحانه وتعالى untuk Jibril عليه السلام memang Ruuhul Quddus (Ruh Suci). Julukan Jibril عليه السلام sebelumnya, sebagaimana diceritakan oleh pendeta Waraqoh bin Naufal, adalah Naamus. Jadi Jibril عليه السلام disebut pula Naamus.
2) Sesuai bunyi ayat yang Allooh سبحانه وتعالى firmankan, maka Harut dan Marut adalah nama yang diberikan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Pertanyaan:
1) Bagaimana kita menyikapi terhadap orang yang mengklaim bahwa ia bisa berinteraksi dengan makhluk ghoib?
2) Ada perkataan bahwa manusia bisa lebih mulia daripada malaikat, benarkah?
3) Kita tidak boleh menyakiti jin, malaikat atau hewan. Tetapi kita kadang menemui hewan yang menjengkelkan seperti kecoa atau tikus di rumah kita. Bolehkah hewan yang sepert itu dibunuh?
Jawaban:
1) Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tidak mengingkari kemungkinan seorang manusia yang bisa berkomunikasi dengan Jin. Yang demikian juga dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholiih al Utsaimiin رحمه الله. Tetapi jika seperti yang ditayangkan di TV-TV, dimana ada orang yang menangkap jin lalu digiring dan dikepungnya seolah-olah ia melihat jin, lalu dimasukkan jin tersebut kedalam botol. Maka yang seperti ini adalah tayangan TV yang berbahaya bagi ‘Aqiidah kaum muslimin. Karena Jin itu dinyatakan oleh Allooh سبحانه وتعالى adalah ghoib.
Dan arti dari kata “Jin“, adalah “tersembunyi, tidak kelihatan“. Jadi kalau ada orang mengaku melihat yang ghoib, maka sesungguhnya itu bertentangan dengan firman Allooh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya dalam QS. An Naml (27) ayat 65:
قل لا يعلم من في السموات والأرض الغيب إلا الله …
Artinya:
“ Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghoib, kecuali Allooh…”
Juga Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al An’aam (6) ayat 59:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ …
Artinya:
“Dan pada sisi Allooh-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri…”
Juga Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Jinn (72) ayat 26-27:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدا إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ
Artinya:
“(Dia adalah Robb) Yang Mengetahui yang ghoib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghoib itu. Kecuali kepada rosuul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.”
Berarti tidak ada yang tahu perkara yang ghoib, kecuali Allooh سبحانه وتعالى. Sehingga bila ada orang yang mengaku dia tahu tentang perkara yang ghoib, maka orang tersebut adalah salah satu dari berbagai kemungkinan berikut ini: Ia berbohong atau berdusta belaka, atau dia adalah Jin yang menjelma menjadi manusia, atau dia adalah orang yang bekerjasama denga Jin. Dan orang yang bekerjasama dengan Jin, hendaknya ia memperhatikan ancaman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS Al Baqoroh ayat 102 yang telah dijelaskan diatas.
2) Benar, manusia bisa lebih mulia dibandingkan dengan Malaikat. Karena manusia diberi oleh Allooh سبحانه وتعالى akal dan syahwat, sehingga mereka bisa lebih bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى bila bisa mengendalikan dirinya.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS Al Isroo’ (17) ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan , Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
3) Binatang-binatang yang membahayakan manusia boleh dibunuh, kecuali ular. Apabila ada ular masuk ke rumah kita, dan ularnya spesifik yakni di lehernya ada belang-belangnya, maka menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak boleh langsung dibunuh. Tetapi diberikan ultimatum, “Hai, kalau kamu makhluk jelmaan Jin, keluarlah dari rumah ini. Tetapi kalau kamu tidak mau keluar dari rumah ini, akan aku bunuh kamu.”
Lalu ditunggu sampai ular tersebut mau keluar sendiri dari rumah kita. Atau kita bacakan Ruqyah, misalnya Al Faatihah, An Naas, Al Falaq dstnya. Kalau ular tersebut keluar dan menghilang, maka berarti itu Jin. Tetapi kalau ular itu tidak mau keluar, maka boleh dibunuh saja.
Kecoa, tikus boleh dibunuh. Kecuali semut, tidak boleh dibunuh. Dan membunuh hewan adalah tidak boleh dengan cara dibakar. Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ
Artinya:
“Tidak boleh meng-adzab makhluk dengan api.” (Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 3017 dari Ibnu Abbas رضي الله عنه)
Alhamdulillah, sekian bahasan pada kesempatan ini, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى selalu melimpahkan taufiq dan hidayah kepada kita semua untuk istiqomah sampai akhir hayat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 24 Rabi’ul Awwal 1427 H – 22 Mei 2006 M.
——- 0O0 ——-
Silakan download PDF : Beriman pada Malaikat AQI 220506 FNL