Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah
(Resume Ceramah MT Ar Rusydu #4091210)
AHLUS SUNNAH WAL JAMAA’AH
MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMAA’AH
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc. MM.Pd
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Di zaman sekarang, fitnah telah merajalela. Dunia dihiasi oleh para ahli pidato, ahli Bid’ah telah membuka kedok jati dirinya sendiri sehingga tersebarlah Bid’ah mereka di muka bumi, dihidupkannya kembali madzhab nenek moyang mereka yang menyimpang dari Syar’i, serta maraknya pemikiran-pemikiran baathil dan tumbuh suburnya berbagai jamaa’ah-jamaa’ah modern yang menyimpang dari kebenaran. Semua ini adalah tindakan pengrusakan yang sangat keji dari musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى untuk merusak ‘aqidah kaum muslimin dan memutus mereka dari jalan yang lurus menuju kepada Allooh سبحانه وتعالى setelah jalan itu dibentangkan dengan demikian jelasnya bagi kaum muslimin oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
1432 tahun yang lalu.
Namun orang yang beriman tidak mudah terpedaya oleh tipuan musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى, justru mereka akan semakin kokoh keimanannya, sadar sepenuhnya akan kebenaran pesan yang telah disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Al Imaam At Turmudzy dalam Sunan-nya no: 2676 dari shohabat Al Irbaad Ibnu Saariyah رضي الله عنه sebagai berikut:
أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا
Artinya:
“Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertaqwa kepada Allooh, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup diantara kalian setelahku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak…”
Dan juga firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’aam (6) ayat 153 :
وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allooh kepadamu agar kamu bertakwa.”
Maka wajib bagi kaum muslimin untuk mengetahui mana Jalan yang Lurus itu, jalan dari Ath Thoo ifatul al Mashuuroh (Kelompok yang ditolong Allooh سبحانه وتعالى), yakni Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.
Maka melanjutkan kajian kita sebelumnya, kali ini pembahasan kita adalah mengenal “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah”. Bukan menurut versi ahli Bid’ah. Bukan menurut versi orang Syi’ah (dimana mereka mencampuradukkan antara yang haq dengan yang baathil, dan berusaha menipu manusia dengan menggunakan istilah “Syi’ah yang Sunni” dan sejenisnya, sehingga memperdaya orang-orang awam untuk menutupi jati diri mereka). Mari kita membahas Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah berdasarkan pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah itu sendiri, bukan dari pemahaman selainnya, atau kaum yang mengaku sepertinya.
Pembagian Dien berdasarkan Proses Diturunkannya
Berdasarkan proses diturunkannya, maka Dien itu terbagi menjadi 2 yakni:
1. Dienullooh, yakni dien atau ajaran yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى.
Disebut pula Samawi, yakni dien yang berasal dari Langit, karena landasannya adalah Wahyu. Pengitkutnya disebut Muslim dan Ahli Kitab, yaitu: Yahudi dan Nashroni.
2. Ghoiru Dienillaah, yakni dien atau ajaran yang berasal dari selain Allooh سبحانه وتعالى.
Disebut pula Watsani(penyembah Berhala), yakni dien yang landasannya bukan berasal dari Wahyu, melainkan berdasarkan: Filsafat, Budaya, Mimpi, Rasa, Kesepakatan, Undang-Undang buatan manusia, dan lain sebagainya. Jumlah ajaran Watsani itu adalah tak terhingga banyaknya. Pengikutnya disebut Musyrikin.
Pembagian tersebut adalah sebagaimana diberitakan Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Bayyinah (98) ayat 1 :
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
Artinya:
“Orang-orang kaafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.”
Lalu perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS Aali ‘Imroon (3) ayat 83 :
أَفَغَيْرَ دِينِ اللّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعاً وَكَرْهاً وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Artinya:
“Maka apakah mereka mencari dien yang lain (selain) dari dien Allooh, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allooh lah mereka dikembalikan.”
Kemudian dalam QS Aali ‘Imroon (3) ayat 85 :
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya:
“Barangsiapa mencari dien selain dienul Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (dien itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Pada mulanya, dien yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى itu aslinya hanyalah satu nama, yakni bernama “Islaam”. Namun, oleh pembesar-pembesar bani Isroo’iil nama tersebut diubah menjadi “Yahudi”, karena sifat ghuluuw (berlebih-lebihan) mereka sehingga mereka pun menisbatkan suatu nama kepada Nabi Ya’qub عليه السلام.
Demikian pula “Nashroni” itu berasal dari kata “Nashoro” yang artinya adalah “Menolong”, yang dimaksud mereka adalah “Menolong Isa عليه السلام”, yang kemudian dijadikan pula sebagai suatu nama dien.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 77 :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُواْ أَهْوَاء قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيراً وَضَلُّواْ عَن سَوَاء السَّبِيلِ
Artinya:
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam dien-mu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.”
Jadi pada asal muasalnya, seluruh dien itu adalah satu nama yakni Al Islaam, namun karena sifat ghuluuw / hawa nafsu yang diperturutkan dari pengikut-pengikut Nabi Ya’qub عليه السلام dan Nabi Isa عليه السلام yang menyimpang dari ajaran nabi-nabi mereka, maka nama Islaam pun dirubah menjadi Yahudi dan Nashroni, dan dirubah pula isi ajaran-ajarannya sehingga tidak lagi sesuai dengan apa yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى.
Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 132-133:
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إَلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ﴿١٣٢﴾ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿١٣٣
Artinya:
(132) “Dan Ibrohim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrohim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allooh telah memilih dien ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk dienul Islam“.
(133) Adakah kamu hadir ketika Ya`qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu ibadahi sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan beribadah pada Illah-mu dan Illah nenek moyangmu, Ibrohim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Allooh Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (muslim).”
Juga dalam QS Al Baqoroh (2) ayat 136 :
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Artinya:
“ Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allooh dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Robb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (muslim)“.
Juga dalam QS Aali ‘Imroon (3) ayat 52 :
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللّهِ آمَنَّا بِاللّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya:
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Isroo’iil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan dien) Allooh?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (dien) Allooh. Kami beriman kepada Allooh; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslim).”
Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah / tariikh Islaam, Nabi Ibrohim عليه السلام mempunyai 2 orang istri yakni Sarah (tinggal di Palestina) dan Hajar (tinggal di Mekkah). Dari Sarah, lahirlah nabi Ishaq عليه السلام. Dari Nabi Ishaq عليه السلام, lahirlah nabi Ya’qub عليه السلام. Dari nabi Ya’qub عليه السلام, lahirlah nabi Yusuf عليه السلام, dan seterusnya nabi-nabi yang merupakan keturunan bani Isroo’iil seperti: nabi Musa عليه السلام, nabi Harun عليه السلام sampai dengan nabi Isa عليه السلام. Sementara dari Hajar lahirlah nabi Ismail عليه السلام yang tidak menurunkan seorang nabi dan rosuul pun sampai dengan lahirnya nabi dan rosuul penutup, dialah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tetapi sesungguhnya, mereka semua adalah menganut dien yang satu, yakni Al Islaam. Pengikut-pengikutnyalah yang menyelewengkan ajaran mereka sehingga muncullah Yahudi dan Nashroni, sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Yahudi sendiri, kemudian terbagi menjadi 71 golongan. Yang selamat dari mereka hanya satu golongan; sedangkan 70 golongan lainnya adalah diancam masuk neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Demikian pula Nashroni, kemudian terbagi menjadi 72 golongan. Yang selamat dari mereka hanyalah satu golongan; sedangkan 71 golongan lainnya adalah diancam masuk neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Sementara Islam, juga terbagi menjadi 73 golongan. Satu golongan yang mengikuti Al Qur’an, As Sunnah dengan pemahaman As Salafush Shoolih (yakni Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah) adalah merupakan golongan yang selamat; sedangkan 72 golongan lainnya adalah diancam masuk neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Darimanakah pembagian ini? Pembagian ini adalah berdasarkan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri dalam Hadits melalui Abu Hurairoh رضي الله عنه:
تفرقت اليهود على إحدى وسبعين أو اثنتين وسبعين فرقة والنصارى مثل ذلك وتفترق أمتي ثلاث وسبعين فرقة
Artinya:
“Yahudi telah berpecah menjadi 71 atau 72 golongan, dan Nashoro seperti itu dan ummatku berpecah menjadi 73 golongan.” (Hadits Shohiih Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2640)
Lalu pertanyaannya, apabila ada 1 golongan selamat dari Yahudi dan 1 golongan selamat dari Nashroni, masih bolehkah ummat manusia sekarang mengikuti ajaran Yahudi dan Nashroni? Jelas tidak. Karena 1 golongan yang selamat dari Yahudi itu hanyalah berlaku pada masa nabi-nabi dan rosuul-rosuul dari kalangan bani Isroo’iil sebelum munculnya nabi dan rosuul terakhir yaitu Muhammad صلى الله عليه وسلم, demikian pula 1 golongan yang selamat dari Nashroni itu hanyalah berlaku pada masa nabi-nabi dan rosuul-rosuul dari kalangan bani Isroo’iil sebelum munculnya nabi dan rosuul terakhir yaitu Muhammad صلى الله عليه وسلم. Tetapi, begitu Allooh سبحانه وتعالى turunkan Syari’at Islam yang telah disampaikan oleh Muhammad Rosuululllooh صلى الله عليه وسلم, maka syari’at-syari’at yang ada sebelum turunnya Syari’at Islam tersebut telah dihapuskan atau tidak berlaku lagi. Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus tidak hanya pada bani Isroo’iil saja (sebagaimana Nabi Musa عليه السلام dan Nabi Isa عليه السلام), namun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus bagi seluruh ummat manusia di muka bumi ini.
Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Saba’ (34) ayat 28 :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
Juga Hadits dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melalui Abu Hurairoh رضي الله عنه, dimana beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
Artinya:
“Demi yang jiwaku ditangan-Nya, tidak ingin kudengar seorangpun dari ummat ini Yahudi atau Nashroni yang mati lalu tidak beriman kepada ajaran yang kubawa, kecuali dia akan menjadi penghuni neraka.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 403)
Bayangkan, betapa banyak musuh-musuh Al Islaam? Yang terdiri dari Musyrikin (Watsani), dan juga 213 Golongan yang Celaka (Al Firoqu Al Haalikatu), yang berasal dari 70 sekte Yahudi, 71 sekte Nashroni dan 72 sekte Islam yang menyimpang dari kebenaran.
Sementara yang selamat hanyalah 1 Golongan, yang disebut: Al Firqotu An Najiyyah (Golongan yang Selamat) yakni Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, sebagaimana dikhobarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam sabdanya melalui Mu’awiyah رضي الله عنه sebagai berikut:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى قَائِمَةً بِأَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ عَلَى النَّاسِ
Artinya:
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang tegak diatas kebenaran,tidak akan membahayakan mereka siapapun yang menghina dan menyelisihi mereka sehingga datang hari Kiamat sedang mereka tetap berada dalam kemenangan terhadap manusia.” (Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 5064)
Diriwayatkan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
تفرقت اليهود على إحدى وسبعين أو اثنتين وسبعين فرقة والنصارى مثل ذلك وتفترق أمتي ثلاث وسبعين فرقة
Artinya:
“Sesungguhnya Bani Isroo’iil terpecah menjadi 72 golongan, dan akan terpecah ummatku menjadi 73 golongan, semuanya didalam Neraka kecuali satu golongan.” Lalu para Shohabat bertanya: “Wahai Rosuulullooh, siapa dia?” Beliau menjawab, “Yaitu mereka yang berada pada apa yang telah ditempuh olehku dan oleh Shohabatku.” (Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2640, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه dan dihasankan oleh Syaikh Al Albaany)
Juga Hadits berikut ini:
وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار إلا ملة واحدة قالوا ومن هي يا رسول الله قال ما أنا عليه وأصحابي
Artinya:
“Dan ummatku akan pecah menjadi 73 golongan, seluruhnya didalam neraka kecuali satu”, Lalu para shohabat bertanya, “Siapa dia ya Rosuul?” Rosuul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Apa-apa yang aku dan para shohabatku diatasnya.”
(Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2641 dari ‘Abdullooh bin ‘Amr, رضي الله عنه, dihasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany)
Jadi semua diancam masuk neraka, kecuali satu golongan, yakni yang berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits, diatas pemahaman As Salafus Shoolih.
Karena hidup di dunia ini hanyalah sekali, lalu mengapa kita menyia-nyiakan waktu dengan menengok ke berbagai ajaran lain yang diancam neraka oleh Allooh سبحانه وتعالى? Hendaknya kita mencukupkan diri untuk berusaha semoga Allooh سبحانه وتعالى memasukkan kita ke dalam 1 golongan yang selamat tersebut, berusaha menuntut ‘ilmu dien untuk mengetahui perkara-perkara apa saja yang diperintah dan dilarang oleh Allooh سبحانه وتعالى, lalu sesudahnya ber-‘amal shoolih sesuai tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan mendakwahkannya kepada orang-orang di sekitar kita, agar kita semua dapat bersama-sama selamat menuju ridho dan surga Allooh سبحانه وتعالى di hari kiamat nanti.
Dan janganlah kita tergolong orang-orang yang diberitakan oleh Hadits berikut yang diriwayatkan oleh Shohabat Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ فَمَنْ وَرَدَهُ شَرِبَ مِنْهُ وَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهُ أَبَدًا لَيَرِدُ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ قَالَ أَبُو حَازِمٍ فَسَمِعَنِي النُّعْمَانُ بْنُ أَبِي عَيَّاشٍ وَأَنَا أُحَدِّثُهُمْ هَذَا فَقَالَ هَكَذَا سَمِعْتَ سَهْلًا فَقُلْتُ نَعَمْ قَالَ وَأَنَا أَشْهَدُ عَلَى أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ لَسَمِعْتُهُ يَزِيدُ فِيهِ قَالَ إِنَّهُمْ مِنِّي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِي
Artinya:
“Aku akan mendahului kalian tiba di Haudh (telaga Al Kautsar). Barangsiapa yang tiba disana, pasti minum dan siapa saja yang minum darinya, pasti tidak akan dahaga selama-lamanya. Akan datang kepadaku sejumlah ummatku, aku mengenali mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian aku dipisahkan dari mereka.”
Abu Hazim berkata, “An Nu’man bin Abi ‘Ayyasy رضي الله عنه mendengarnya ketika aku sedang menyampaikan hadits ini kepada mereka. Beliau berkata, ‘Begitukah engkau mendengarnya dari Sahl bin Sa’ad?’”
“Benar!”, kataku. Ia lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه menambahkan (apa yang ia dengar dari sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tersebut),
“Sesungguhnya mereka dari ummatku.” Lalu dikatakan kepadaku, “Engkau tidak tahu apa yang mereka tukar / ganti sepeninggalmu!”
Maka aku katakan, “Menjauhlah, menjauhlah! Bagi yang menukar-nukar dien sepeninggalku!” – (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no : 7050)
Siapakah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah?
Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah berasal dari 4 kata:
1. Ahlu
2. Sunnah
3. Wa
4. Al Jamaa’ah.
Berikut ini, akan kita pelajari masing-masing kata tersebut, baik secara Etimologis maupun Terminologis-nya.
1. “Ahlu”
Didalam bahasa Arab, kata “Ahlu” baru memiliki makna sempurna bila digabungkan dengan suatu kata lain, contohnya:
– Ahlur rojul, bermakna: Istri Seseorang
– Ahlul Bayt, bermakna: Warga Rumah
– Ahlu An Nabiy, bermakna: Ummat Nabi
– Ahlul Hadiits, bermakna: Pemelihara Hadiits
– Ahlus Sunnah, bermakna: Pemelihara Sunnah
2. “Sunnah”
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian kita yang lalu, yang disebut sebagai “Sunnah” itu mengandung 4 (empat) komponen, yaitu:
1. Qowlun = Perkataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
2. ‘Amaalun = Perbuatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
3. Taqriirun = Apa-apa (dari para Shohabat) yang didiamkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (yang berarti disetujui oleh beliau صلى الله عليه وسلم)
4. Shifat = baik Perilaku maupun Fisik Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
Al Imaam Al Barbahaary رحمه الله berkata, “Sunnah itu adalah Islaam, dan Islaam itu adalah Sunnah.”
Imaam Ibnul Mandzuur رحمه الله dalam kitabnya yang berjudul “Lisaanul ‘Arob” menjelaskan bahwa, “Ahlul Qur’an adalah Hafadzotuhu (para Penghafal dan Pemelihara Al Qur’an).”
Maka makna dari “Haafidz” adalah “Menghafal” dan “Memelihara”.
Maka apabila “Ahlus Sunnah” adalah bermakna “Pemelihara Sunnah”, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu apa saja yang dimaksud dengan “Memelihara Sunnah” itu, yakni:
a) Menghafal (Al Qur’an maupun Hadiits)
b) Mempelajari (Al Qur’an Maupun Hadiits)
c) Memisah-misah / memilah-milahkannya, sehingga dapat diketahui mana yang tergolong :
c.1) Hadiits Maqbuul (Diterima):
– Shohiih
– Hasan
– Muttawatir
c.2) Hadiits Marduud (Ditolak):
– Maudhuu’ (Palsu)
– Dho’iif (Lemah)
d) Menyebarkan / mendakwahkannya
e) Menghidupkan sunnah / mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
f) Membelanya, bila ada musuh-musuh Islam yang mencelanya.
Lalu hendaknya kita introspeksi diri kita masing-masing, sudahkah kita mengamalkan apa yang menjadi makna “Memelihara Sunnah” diatas?
Sudahkah kita menghafal ayat-ayat Al Qur’an?
Sudahkah kita menghafal Hadiits-Hadiits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم?
Atau apakah, Al Qur’an itu malah teronggok disudut-sudut rumah kita karena jarangnya disentuh, dibaca apalagi dipelajari, direnungkan serta diamalkan isinya?
Atau apakah, satu buku Hadiits pun kita tidak punya didalam rumah-rumah kita; apalagi membaca, memahami serta mengamalkan isinya kalau memilikinya pun juga tidak?
Lalu kita menepuk-nepuk dada sambil menyeru lantang “Aku ini adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah” atau “Ana Salafy“, padahal Al Qur’an dan Hadiits pun kita tidak tahu apalagi hafal; karena kita lebih sibuk memenuhi akal dan pikiran kita dari televisi, majalah, koran serta meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah. Jangan-jangan kita barulah sebatas mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.
Sudahkah kita ber-‘amal shoolih berdasarkan Hadits-Hadits yang Shohiih, Hasan atau Muttawatir saja?
Ataukah, kita tidak peduli Hadits jenis apa yang dipakai? Semata-mata hanyalah berdasarkan: “Ah yang penting kan ber-‘amal toh?…” atau “Palsu-Palsu kan juga Hadits…”, atau berdasarkan: “….katanya Ustadz begitu kok….” atau “…katanya pak kyai harus seperti itu….”, dan berbagai jenis “…katanya….” tanpa memperhatikan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aa’isyah رضي الله عنها sebagai berikut:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Artinya:
“Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 4590)
Tidakkah kita mempunyai usaha untuk menjaga agar ‘amalan kita itu hendaknya sesuai tuntunan yang shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم agar ‘amalan tersebut tidak tertolak, sebagaimana yang diberitakan dalam Hadits diatas?
Adapun bagi para penyebar / pendakwah dien ini, sudahkah memilah dan memilih untuk hanya menyampaikan Hadits-Hadits yang Shohiih, Hasan dan Muttawatir saja?
Tidak takutkah kepada ancaman yang telah disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Al Mughiiroh bin Syu’bah رضي الله عنه sebagai berikut,
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ
Artinya:
“Barangsiapa meriwayatkan sebuah Hadits dariku, dilihat ternyata hadits itu dusta, maka sesungguhnya ia termasuk salah satu dari para pendusta.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1)
Dan Hadits shohiih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya:
“Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah dengan tempat duduknya di Neraka.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 110 dan Imaam Muslim no: 4)
Atau dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al Mughiroh bin Syu’bah رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ فَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya:
“Sesungguhnya, berdusta atas namaku tidaklah seperti berdusta atas nama orang lain, barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, maka bersiaplah dengan tempat duduknya di dalam api Neraka.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 5)
Maka hendaknya para Da’i memperhatikan ancaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ini, dan berhati-hati agar menyampaikan / mendakwahkan Hadits-Hadits yang Maqbuul saja. Seandainya menyampaikan Hadits yang Dho’iif dan Maudhuu’, itu pun adalah untuk menjelaskan tentang ke-dho’iif-an dan ke-maudhuu’-an Hadits tersebut.
Lalu sudahkah kita mengaplikasikan sunnah tersebut dalam kehidupan sehari-hari? Janganlah kita mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, namun di dalam perkara-perkara yang sederhana sekalipun, seperti contohnya perkara berpakaian, kita enggan untuk mengamalkan syari’at Allooh سبحانه وتعالى bahkan lebih rela mengikuti syari’at orang kaafir; para akhwatnya enggan untuk berjilbab dan lebih suka mengikuti pakaian orang kaafir ataupun ber-tabarruj, para ikhwannya enggan untuk tidak ber-Isbal bahkan lebih suka mengikuti pakaian orang Barat dengan jeans ketat yang menampakkan aurot-nya.
Tidakkah kita memperhatikan peringatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه berikut ini:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ « فَمَنْ »
Artinya:
“Kalian akan mengikuti adat tradisi ummat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga sekiranya mereka masuk dalam lubang dobb (– sejenis biawak –) sekalipun, niscaya kalian akan mengikutinya juga.”
Para Shohabat bertanya, “Wahai Rosuulullooh, apakah yang dimaksud itu orang-orang Yahudi dan Nashroni?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?”
(Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 6952)
Lalu sudahkah kita membela Al Qur’an dan As Sunnah dikala dihina dan diolok-olok oleh musuh-musuh Al Islaam? Bila istri dan anak kita dicela atau dihina orang, kita merasa marah; tetapi mengapa tatkala dien kita (Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) yang dicela, dihina, diolok-olok dan dipojokkan lalu kita malah diam saja?
3. “Wa”, artinya adalah “Dan”.
Merupakan kata sambung yang menyetarakan antara kata sebelum dan sesudahnya.
4. “Al Jamaa’ah”,
Secara etimologis (secara bahasa), adalah bermakna:
a) Ijma’ (إجماع) artinya adalah Ittifaq ( اتفاق) = adalah “Sepakat”, merupakan lawan dari kata “Berselisih “ (Ikhtilaaf / اختلاف)
b) Ijtima’ = الاجتماع = artinya adalah “Berkumpul”, merupakan lawan dari kata “Iftirooq (افتراق)” yaitu “Berpecah”.
c) Al Jam’u ( الجمع) = artinya adalah “Bergabung” merupakan lawan dari kata “Tafarruq (التفرق)” yaitu “Bercerai-berai”
Sedangkan pengertian “Al Jamaa’ah” secara terminologis, maksudnya adalah:
a) Shohabat,
b) Apa-apa yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan shohabatnya (pada zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hidup) diatas ajaran / sunnah itu,
c) Kelompok yang dipimpin seseorang.
Kelompok yang dipimpin seseorang ini bisa merupakan:
– Kelompok Kecil (Shughro), dimana pimpinannya disebut Imaam dan orang yang dipimpinnya disebut Ma’muum.
Jumlah pimpinan kelompok-kelompok kecil (shughro) ini banyak, diantara mereka ada yang benar dan ada pula yang baathil.
– Kelompok Besar (Kubro) yang ber-skala dunia, dimana pimpinannya disebut dengan Imaam atau Al Kholiifah atau Amiirul Mu’miniin dan orang yang dipimpinnya disebut Jamaa’ah.
Pimpinan kelompok besar bagi kaum muslimin (seluruh dunia) ini sekarang masih ghoib.
Bahkan bisa juga, Al Jamaa’ah itu berarti sekelompok orang / sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
Al Jamaa’ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah.
Perintah agar Bersatu dan Larangan untuk Berpecah-belah
Berikut ini adalah berbagai perintah baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah yang memerintahkan kaum muslimin untuk bersatu diatas kebenaran dan melarang mereka untuk bercerai-berai, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 103:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (dien) Allooh, dan janganlah kamu bercerai-berai…”
Juga firman-Nya dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 105 :
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya:
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih, sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka….”
Hadits dari Shohabat Jaabir bin Samuroh dari ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنهما, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَنَالَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنْ الِاثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَلَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ وَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ تَسُرُّهُ حَسَنَتُهُ وَتَسُوءُهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ
Artinya:
“Barangsiapa diantara kalian yang menginginkan di tengah-tengah Surga, maka hendaknya ia berjamaa’ah (bersatu)! Sesungguhnyasyaithoon itu bersama seorang, dan dia dari dua orang adalah lebih jauh….”
(Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 177, Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth berkata Hadits ini Shohiih, para perawinya tsiqoot (terpercaya), termasuk para perawi dari Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)
Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata, “Al Jamaa’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.” (diriwayatkan oleh Imaam Al Laalika’i dalam kitabnya “Syarah Ushuul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah”)
Jadi makna “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah” adalah satu golongan yang telah dijanjikan selamat oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena berlandaskan pada ittiba’us Sunnah (mengikuti As Sunnah) dan apa-apa yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, akhlaq, maupun perilaku, dan selalu menyertai jamaa’ah kaum muslimin yang sepakat diatas kebenaran.
Nama lain dari “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah” adalah:
– Ahlus Sunnah (Pemelihara Sunnah)
– Ahlil Atsar (Pemelihara Peninggalan Rosuul صلى الله عليه وسلم, Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin)
– Ahlil Hadiits (Pemelihara Hadiits)
– Al Firqotun Naajiyyah (Golongan yang Selamat)
– Ath Thoo’ifah Al Manshuuroh (Kelompok yang Ditolong)
– Ahlul Jamaa’ah (Kelompok yang Berpegang teguh pada Jamaa’ah kaum Muslimin)
– As Salafus Shoolih (Salaf yang Shoolih)
“As Salaf” secara etimologi (secara bahasa), bermakna “Terdahulu”.
Sedangkan secara terminologi, bila dikatakan “As Salaf” oleh para ‘Ulama, maka yang dimaksud adalah: Shohabat (Pendamping Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), Taabi’iin (Yang Mengikuti Shohabat), Taabi’ut Taabi’iin (Yang Mengikuti Pengikut Shohabat)
“As Salaf” dari sisi tinjauan waktu, maka mereka sudah tidak ada lagi karena ketiga generasi pertama tersebut sudah meninggal. Namun “As Salaf” dari sisi ajaran, maka yang dimaksud adalah mereka yang mengikuti ajaran As Salaf (Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin), dan mereka (para pengikut Salaf) itu disebut sebagai “Salafy”. Sedangkan dalam bentuk jamak, apabila jumlahnya banyak, maka mereka disebut “Salafiyyuun”.
Namun, hendaknya perlu diperhatikan bagi siapa pun yang mengaku bermanhaj Salaf bahwa sesungguhnya bukanlah merupakan sesuatu hal yang penting, apalagi menjadi bahan untuk berbangga-bangga diri yang dapat berujung pada Ashobiyyah ataupun Hizbiyyah untuk menyematkan kata “As Salafy” misalnya, sebagai suatu julukan atau pengakuan atau publikasi diri; namun disisi lain ‘aqidah, ibadah, perilaku, maupun akhlaq-nya dalam kiprah dan kehidupannya sehari-hari justru tidaklah mencerminkan apa yang dicontohkan oleh As Salaf. Karena jikalau demikian, maka itu bukannya mendekatkan, malah justru mencoreng nama baik Salaf itu sendiri.
Cukup dan hendaknya puas jika kita berusaha segigih, sekeras, seserius dan sesadar mungkin dalam berbagai peri kehidupan kita untuk selalu berkiblat, berorientasi dan mencontoh pola hidup dalam berbagai sisinya dari kalangan Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin.
Justru, jika ada yang mengaku-ngaku “si Fulan Salafy”, padahal ucapan dan tindakannya tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam kriteria Salaf sebagaimana diterangkan diatas, maka orang itu adalah “Salafy Al Maz’uum” atau “Salafy yang Baru Mengaku-Ngaku saja”, dimana hal ini justru akan membuat nama Salafy tercoreng olehnya.
Kembali pada bahasan kita sebelumnya tentang “Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah”.
Ada sebagian kalangan di beberapa belahan dunia Islam, termasuk di tanah air kita Indonesia ini, yang menyematkan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah itu pada Abul Hasan Al Asy’ary رحمه الله dan Abu Manshuur Al Maaturidy. Padahal Abul Hasan Al Asy’ary رحمه الله (dari Iraq) dan Abu Manshuur Al Maaturidy (dari Samarkandi) tersebut hidupnya di abad ke-3 Hijriyah, berarti 200 tahun lebih sesudah zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya. Sungguh sangat “kesiangan” bila menyematkan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah itu kepada mereka. Bahkan kedua orang ini bukan saja berbeda negara, tetapi keduanya tidak pernah bertemu, tidak pernah bersepakat dan tidak pernah mendirikan ‘aqidah yang disebut dengan Asy’ariyyah dan atau Al Maaturidiyyah, apalagi Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah.
Lalu ada lagi sebagian kalangan, yang memberikan julukan “Wahaby” kepada Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, padahal Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab رحمه الله (‘Ulama dari Saudi Arabia) itu hidupnya di abad ke-11 Hijriyah. Lebih jauh dan lebih “kesiangan” lagi dari zaman para Shohabat, Taabi’in, Taabi’ut Taabi’iin.
Sikap maupun tuduhan mereka yang seperti itu sesungguhnya sangat keliru dan tidak berdasar sama sekali, karena para ‘Ulama yang teguh didalam menyerukan Sunnah, tidaklah semata-mata berpatokan pada Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab رحمه الله ataupun Ibnu Taimiyah رحمه الله; melainkan (sebagaimana telah dijelaskan secara panjang lebar diatas) adalah menyeru manusia untuk ittiba’us Sunnah (mengikuti As Sunnah) dan apa-apa yang dibawa oleh Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, Shohabat, Taabi’iin, dan Taabi’ut Taabi’iin, baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, akhlaq, maupun perilaku, dan selalu menyertai jamaa’ah kaum muslimin yang sepakat diatas kebenaran.
Apabila ‘ilmu yang disampaikan oleh ‘Ulama Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab رحمه الله ataupun Ibnu Taimiyah رحمه الله sesuai Al Qur’an, As Sunnah yang shohiihah dengan pemahaman As Salafush Shoolih, maka seorang Salafy tentunya mengambil ‘ilmu tersebut dari mereka. Apabila tidak berkesesuaian, maka dia pun tidak akan mengambilnya. Demikianlah sikap seorang Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah atau Salafy, yang tidak menjadikan dirinya taqlid pada ‘Ulama atau madzhab tertentu, namun dia hanyalah tunduk sepenuhnya terhadap dalil yang shohiih, karena itulah yang datang dari Pimpinan Salafush Sholiih, yakni Muhammad bin ‘Abdillah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Dengan demikian, maka definisi Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah tidaklah keluar dari definisi As Salaf. Jadi As Salaf adalah Ahlus Sunnah yang dimaksudkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam Hadits-Hadits yang telah dijelaskan diatas. Dan Ahlus Sunnah adalah Salafush Shoolih dan orang-orang yang mengikuti jejaknya.
Itulah pengertian yang lebih khusus dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli Bid’ah dan orang-orang yang mengikuti keinginan nafsunya, seperti induk dari berbagai sempalan dan sekte yang muncul setelah terbunuhnya Kholiifah ke-3 yakni Utsman bin Affan رضي الله عنه: Roofidhoh (Syi’ah), Qodariyyah, Jahmiyyah, Jabariyyah, sebagaimana diutarakan oleh Al Imaam ‘Abdullooh Ibnul Mubarok رحمه الله (seorang Taabi’iin).
Al Imaam Muhammad Ibnus Siriin رحمه الله, seorang Taabi’iin berkata,
“Orang-orang terdahulu tidak pernah bertanya tentang sanad, tetapi begitu terjadi fitnah, maka mulailah ditanya tentang sanad. Kalau mereka Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, maka diambil Hadiitsnya. Dan jika dari Ahlul Bid’ah maka tidak diambil Hadiitsnya.”
Demikian sekelumit tentang pengenalan dari Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, semoga bermanfaat.
Sekian dulu bahasan pada kesempatan kali ini, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى selalu melimpahkan taufiq dan hidayah kepada kita semua untuk istiqomah sampai akhir hayat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Kamis malam, 3Muharrom1432 H – 09Desember 2010 M.
——- 0O0 ——-
Silakan download PDF : AhlusSunnah Mnrt AhlusSunnah AR RUSYDU#4FNL
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Assalamu‘alaikum Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
Ustadz A Rofi’i, mohon izin copy paste, untuk dipelajari
Semoga Allooh selalu melindungi dan menerima amal baik Ustad A Rofi’i Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
silakan saja, semoga menjadi ‘ilmu yang bermanfaat… Barrokalloohu fiika
Alhamdulillah.. Akhirnya terjawab sudah gundah gulana dan tanda tanya saya..Semoga tuan al Achmad Rofi’i dan kita sama-sama diberi kemudahan di dunia dan di akhirat, amiin… Salam dari saya: abdecusbandy.wordpress.com
ALHAMDULILLAH…. Semgoa Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa menjadikannya sebagai ‘ilmu yang bermanfaat bagi antum dan kaum muslimin pada umumya… Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’alaa pun senantiasa memberikan hidayah, taufiq, dan keistiqomahan bagi ana, antum, keluarga dan kaum muslimin untuk berada di jalan yang lurus hingga akhir hayat… Barrokalloohu fiika
Assalaamu’alaikum… salam kenal ya ustadz?
Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh, barrokalloohu fiika….
Izin copy paste ustadz, barokalloohufik
Silakan saja, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi ana, antum, keluarga dan kaum muslimin pada umumnya… Waffaqokalloohu lithoo’atihi…
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Bagaimana kabarnya Ustadz? Dulu saya ikut kajian di Masjid Salsabila, Bekasi setiap sabtu pagi. Namun saat ini saya tidak lagi mendapatkan kajian dari Ustadz secara langsung, hanya rekaman saja.
Kalau boleh tahu, dimana Ustadz sekarang mengajar tiap sabtu atau ahad? Saya ingin menimba ilmu lagi dari antum.
Barokallahu fiika.
Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
Setiap hari Sabtu, biasanya Ustadz konsentrasi di Lembaga Pendidikan sehingga tidak ada jadwal ceramah keluar. Sedangkan hari Ahad ke-1 setiap bulannya (sekitar pkl. 9 pagi – dhuhur), insya Allooh Ustadz mengisi kajian di Masjid Al Hikmah, Perum. Irigasi, Bekasi Barat. Antum dapat menghubungi contact person: pak Sujana (0815-74437772) untuk menanyakan materi kajian dll…
Zaadakalloohu hirshon (Semoga Allooh tambahkan padamu kegigihan) dalam menuntut ilmu Syar’i, mengamalkannya dan istiqomah hingga akhir hayat…
Jazakallahu khoiron ya Ustadz.
Assalamu’alaikum wr.wr
Terima kasih Ustadz atas ilmunya.
Saya jadi lebih memahami Islam. Selama ini saya hanya sekedar tahu Islam saja, tanpa saya tahu lebih dalam. Kalau Ustadz tidak keberatan, saya minta tolong untuk dapat membimbing saya dalam Islam, karena jujur saya belum sepenuhnya menjalankan ajaran Islam. Dan tolong bantuannya dalam menjalankan ajaran Islam. Kalau Ustadz berkenan, tolong kiranya Ustadz bisa mengirimkan nomor HP Ustadz, supaya saya bisa lebih leluasa belajar dan mendalami Islam dengan Ustadz ke alamat e-mail saya atau sms ke nomor 082175680495. Sekali lagi saya mohon bantuannya. Terimakasih.
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberikan kemudahan bagi anda untuk menuntut ‘ilmu dien, mengamalkannya serta istiqoomah diatasnya hingga akhir hayat. Jawaban telah disampaikan melalui email anda.. Barokalloohu fiik
Assalamu’alaikum…..
Sekedar pengen tanya Ustadz, bukannya ketentuan pemakaian hadist sudah ada Ustadz, artinya kalau memang hadist itu Maudlu’, Ahad dengan kata lain tidak shahih, tidak mutawatir itu BISA di jadikan amal shaleh pada diri kita, asal tidak bertentangan dengan nilai-nilai Syari’at dan yang dilarang keras adalah dijadikan HUJJAH/ dasar hukum??????????????
Kemudian menurut saya sebagai orang awam di era saat ini, yang bisa bener-bener kekeh mengikuti Salaf secara UTUH itu hanya orang-orang yang berkecimpung dalam hal agama dan itupun kurang utuh, menurut saya era / zaman ulama’-ulama’ salaf kan beda dengan zaman kita sekarang, sekaligus tantangan problematika semakin kompleks.
Dan yang saya tau kebenaran manusia tidak ada yang mutlak, pendapatnya sesuai dengan latar belakangnya, dan dalam berpendapat tidak lepas dari nilai SUBJEKTIFITAS-nya, itu terlihat pada banyaknya Tafsir-Tafsir al-Qur’an yang ada, dan berbeda2 jenis serta karakternya, tak terkecuali Tafsir-Tafsir yang Salaf.
Kebenaran MUTLAK hanya milik ALLAH itu.
Mohon penjelasannya ya Ustadz, saya anak muda yang masih awam…
Terima kasih sebelumnya.
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Sekedar jawaban,
1. Justru, HADITS YANG SHOHIIH SAJA, BELUM KITA JAMAH, BELUM KITA KAJI, BAHKAN BANYAK YANG BELUM KITA AMALKAN, mengapa kita masih menganggap baik sesuatu yang berasal, bahkan dari hadits Dho’iif, Palsu atau yang Tidak ada dalilnya sama sekali ???? Padahal PERKARA IBADAH ITU BAKU !!! TIDAK BOLEH DITAMBAH, TIDAK BOLEH DIKURANG. Kalau dipaksakan juga dilakukan, maka resikonya adalah berdosa dan amalannya sia-sia.
2. Ketahuilah, bahwa ISLAM ITU UNTUK ORANG SEKARANG JUGA, BAHKAN UNTUK ORANG YANG AKAN DATANG, DAN BUKAN HANYA UNTUK ORANG-ORANG DAHULU SAJA. Islam itu sangat lengkap dan sangat mudah, juga relevan dengan berbagai keadaan, tempat dan zaman. Bukan hanya untuk orang yang pandai, bukan untuk orang yang bodoh; bukan untuk orang yang kaya saja, dan bukan untuk orang miskin; bukan untuk para ulama dan orang shoolih saja, tetapi juga bahkan untuk orang kaafir dan orang yang berbuat ma’shiyat. SEMUA BISA, JIKA ADA KEMAUAN. Bertanyalah pada ahli ‘ilmu tentang bagaimana mengamalkan Islam atau belajar dengan benar melalui para ahli ‘ilmu.
3. Perlu diketahui bahwa, yang MAHA TAHU TENTANG AL QUR’AN ADALAH ALLOOH, karena Allooh lah yang berfirman.
Ketahuilah, bahwa manusia yang paling tahu tentang Al Qur’an adalah Muhammad Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, dan ketahuilah bahwa yang Maha Tahu tentang Al Qur’an, As Sunnah dan Al Islam adalah para Shohabat. Berikutnya adalah para ‘Ulama Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin dan para Imaam yang mu’tabaar seperti Imaam 4 madzab.
Ketahuilah, bahwa Islam itu adalah Wahyu dan dijabarkan juga oleh Wahyu, kemudian oleh orang-orang yang paling faham tentang Wahyu.
Akan tetapi, jika Islam dijabarkan, diterangkan oleh RO’YU (AKAL) / PENDAPAT / RASA / MIMPI / KESEPAKATAN MANUSIA, APALAGI YANG BUKAN AHLI DALAM BIDANG DIEN, APALAGI OLEH ORANG-ORANG RASIONALIS, APALAGI OLEH ORANG-ORANG ORIENTALIS ATAU PENGIKUT ORIENTALIS, APALAGI OLEH ORANG-ORANG KAAFIR yang sudah pasti tidak mengimani dan meyakini kebenaran Islam, MAKA ITU PASTI SUBJEKTIF !!! Dan dengan itulah, KESESATAN SANGAT DEKAT DENGAN MEREKA !
Jika, suatu perkara disandarkan pada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kebinasaannya.
Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberi kita semua petunjuk pada jalan-Nya yang lurus, jalan yang dicintai dan diridhoi oleh-Nya….
Sekedar pengen diskusi ini ustadz,
menanggapi jawaban dari ustadz,
Poin 1 : saya sepakat dengan ustadz, namun bukan berarti kita mendustakan hadist2 yang “kurang” shahih kan? misalnya ahad,hasan dan lainnya asal tidak “PALSU” dan tidak bertentangan dg dalil2 yg POKOK. karena menurut saya antara hadist2 itu berkesinambungan dan saling menguatkan, asal membawa kebaikan klo dlm bhs arab di katakan “ziyadatul Khoir”.
Poin 2 : saya sangat setuju dg ustadz klo “islam” untuk siapa pun, kapan pun dan dimanapun,. namun dari pertanyaan saya sebelumnya yang saya garis bawahi adalah penerapan ajaran SALAF yang “murni” menurut saya kurang “pas” jika di terapkan kepada semua umat islam pada Era saat ini, karena tantangan dunia (globalisasi) semakin meningkat, tidak seperti era Salaf dulu (abad ke-3). manusia diciptakan didunia sebagai “Kholifah” di bumi tentu harus bisa mengatur tantangan globalisasi dimana masyarakat sekarang lebih bisa menerima hal-hal yg ilmiah dan Rasional tidak sekedar Dogmatis. itu juga dapat di lihat dari beberapa sumber klo manusia di perintahkan untuk berfikir dan menganalisa, misalkan dalam ayat2 al-Qur’an (ketika saya baca al-Qur’an) saya sering menemukan ayat yang diakhiri dengan kata Afala ya’kiluun, afala tatafakkaruun. kemudian wahyu pertama yg diterima Rosulullah berbunyi (IQRO’) klo saya artikan sebagai membaca dalam konteks berfikir dan menganalisa karena Rosul pada waktu itu UMMY (tdk bisa membaca), dan banyak lg alasan bahwa kita diperintah untuk berfikir dan menganalisa segala sesuatu.
Poin 3 : tentang penafsiran al-Qur’an dan agama islam,. menurut saya bukannya semua Tafsir yang saat ini masih beredar dan dipelajari baik dari kalangan akademisi maupun pesantren itu hasil karya manusia yang tidak lepas dari AKAL, RASAnya dan juga latar belakangnya? itu dapat kita lihat dari profil dan Sejarah Hidup para Mufassir itu sendiri. misalkan seorang Mufassir dulu ahli bahasa maka beliau menafsiri al-Qur’an ya secara kebahasaan (tata bahasa), jika beliau dulu ahli fikih maka menafsiri lebih condong ke arah (halal-haram, boleh-tidak), jika dari ahli tasawuf maka lebih condong pada hal-hal yang bersifat metafisik, dan seterusnya…..
Mohon jawaban dan penjelasannya ya ustadz karena saya org awam yang ingin mencari Keridloan Allah dan pengen mengislamkan Semua orang. hehehe………….
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
1. Untuk diketahui bahwa: Hadits itu ada yang MAQBUL (DITERIMA) dan ada yang MARDUUD (TERTOLAK).
Bagian dari yang MAQBUL (DITERIMA), didalamnya ada beberapa macam, antara lain:
a) HADITS MUTTAWATIR, baik makna maupun lafadznya
b) HADITS AHAD, yang SHOHIIH LIDZAATIHI, SHOHIIH LIGHOIRIHI, HASAN LIDZAATIHI, HASAN LIGHOIRIHI
Adapun bagian dari yang MARDUUD (TERTOLAK), adalah :
a) HADITS DHO’IIF (LEMAH)
b) HADITS MAUDHUU’ (PALSU)
2) Yaa akhi… Waspadalah dengan pernyataan anda yang nadanya “Bahwa Islam TIDAK LAGI RELEVAN DENGAN ZAMAN KINI DAN ZAMAN YANG AKAN DATANG…”
Keyakinan seperti ini sangatlah berbahaya, karena bisa mengakibatkan MURTAD-nya seseorang yang meyakini hal ini !!!
Contoh:
– Kalau orang mencuri itu dipotong tangannya hanya cocok untuk orang zaman dahulu, dan orang zaman sekarang tidak perlu dipotong tangannya.
– Jika waris, wanita adalah 1/2 bagian dari laki-laki itu hanyalah cocok untuk orang zaman dahulu, dan tidak cocok untuk orang di zaman sekarang, dll
Pemahaman yang seperti ini adalah BERBAHAYA !
3) Justru harus anda ketahui, keberagaman tafsir yang terjadi (selain dari TAFSIR versi TASAWWUF yang anda sebutkan tadi) adalah merupakan kesempurnaan daripada Wahu Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa itu sendiri, karena terbukti bisa dipandang, diterjemahkan dan dijabarkan dari berbagai disiplin ilmu.
Dan keberagaman itu, bukanlah dari sisi 1 bidang bertentangan dengan bidang yang lain.
Adapun pemahaman bahwa Al Qur’an pada saat ini boleh ditafsirkan oleh PENDAPAT SETIAP ORANG, maka itu adalah PENYESATAN, karena BERBEDA JAUH ANTARA PARA MUFASSIR DENGAN ORANG-ORANG YANG MENAFSIRKAN AL QUR’AN DENGAN PENDAPATNYA SENDIRI DI ZAMAN SEKARANG INI, dimana Al Qur’an ditafsirkan dengan Ro’yu (Interpretasi, Rasa, Kecenderungan, bahkan budaya yang ada pada saat ini), padahal yang paling paham tentang Al Qur’an adalah Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa, karena Allooh lah yang berfirman; atau Rosuulullooh Sholallohu ‘Alaihi Wassallam, karena Rosuulullooh lah yang diberi Wahyu oleh Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa untuk menafsirkan dan menjabarkannya; atau Para Shohabat karena para Shohabat adalah para Murid dan orang Arab yang hidup di zaman Al Qur’an itu turun; atau para Imaam yang mu’tabar (valid) karena mereka adalah orang-orang yang paling mengerti dan memahami Al Qur’an tersebut dengan pemahaman yang benar… Sangat jauh berbeda dibandingkan dengan orang-orang di zaman sekarang yang menafsirkan Al Qur’an tersebut, dengan mengambil penafsiran yang datang dari orang-orang Kaafir, maupun orang-orang Orientalis.
Adapun penafsiran versi Bahasa tidak mutlak diterimanya, karena tidak berhak diambil jika bertentangan dengan Tafsir Al Qur’an terhadap Al Qur’an atau Tafsir Hadits terhadap Al Qur’an
Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa senantiasa memberikan hidayah dan taufiq kepada kita semua agar berada di jalan-Nya yang lurus, dan istiqomah hingga akhir hayat…
Assalamu Alaikum Ustadz, saya izin copy……
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat…. Barokalloohu fiika
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Saya sangat suka pendapat Ustadz. Kalo bisa Ustadz, kajiannya tentang definisi bid’ah biar saya tahu tentang bid’ah lebih mendalam, kebanyakan ustadz di zaman sekarang ini membid’ah-bid’ahkan sesuatu yang baru dalam dunia islam, contoh peringatan maulid NABI MUHAMMAD SAW, tahlilan, yasinan malem Jum’at……> mohon jawabannya.
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Insya Allooh perkara Bid’ah akan segera dijelaskan dalam sekitar 6 seri kajian, agar kaum muslimin paham apa yang dimaksud dengan Al Bid’ah… Barokalloohu fiika
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Ustadz Rofi’i,
Ana mohon izin untuk mengcopy semua ilmu dan content yang berguna di web Ustadz Rofi’i ini…
Semoga dapat bermanfaat DUNIA & AKHIRAT untuk ana, keluarga ana dan semua orang….
dan Semoga Allah SWT melimpahkan Kesehatan, Keselamatan, Rahmat dan Barokah-NYA untuk Ustadz Rofi’i dan keluarga…..
Syukron katsiyron….
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua… Dan semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menambah kegigihan antum dalam menuntut ilmu dien, mengamalkannya serta istiqomah didalamnya hingga akhir hayat… Barokalloohu fiika
Aamiin yaa ROBBAL ‘alaamiin…
Assalaamu’alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh….
Ustadz yang dimuliakan Alloh….
Izinkan saya menimba ilmu dari ustadz…semoga kita bisa memahami Islam dengan benar
(Allohumma faqqihnaa fid-diin wa ‘allimnaa takwiilah…..allohumma ihdinaa limakhtulifa fiih minal haqqi bi idznika innaka tahdii man tasyaau ilaa shiraatin mustaqiim….aamiin)
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Silakan saja ya akhi… semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menjadikannya sebagai ilmu yang bermanfaat bagi ana, keluarga, antum dan kaum Muslimin pada umumnya… Dan semoga pula Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menambah kegigihan antum dalam menuntut ilmu dien, mengamalkannya, mendakwahkannya dan istiqomah diatasnya hingga akhir hayat… Aamiiin