Skip to content

Tanda-Tanda Hari Kiamat (Bagian-2)

19 March 2011

(Transkrip Ceramah AQI 070108)

TANDA-TANDA HARI KIAMAT (BAGIAN-2)

Oleh:  Ust. Achmad  Rofi’i, Lc.

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allõh سبحانه وتعالى,

Tentang “Tanda-tanda Qiyamah Qubro yang telah terjadi dan masih berlangsung / berulang” dari Kitab “Al Yaumul Akhir” yang ditulis oleh Syaikh Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, pada pertemuan terdahulu kita sudah membahasnya sampai pada nomor 2. Maka untuk kali ini kita akan membahas pada nomor-nomor yang berikutnya.

Berkenaan dengan “Tanda-tanda Qiyamah Qubro yang telah terjadi dan masih berlangsung / berulang” yang pertama (dari kitab tersebut) adalah: “Peperangan dan Kemenangan”, lalu kedua adalah: “Keluarnya para Dajjal” atau para Nabi Palsu. Untuk yang pertama: tentang khobar (berita) “Kemenangan”, maka Wahyu Allõh سبحانه وتعالى telah menjelaskan kepada kita, bahwa Islãm akan memiliki kejayaan di masa depan. Masa depan Islãm itu ada di tangan kaum Muslimin sekali lagi. Oleh karena itu orang-orang kãfir jauh-jauh hari sudah merasa sangat khawatir tentang hal ini, sehingga mereka pun melakukan berbagai upaya untuk mencegahnya. Namun, upaya orang-orang kãfir tersebut pastilah akan sia-sia belaka karena Allõh سبحانه وتعالى telah menetapkan apa yang menjadi Kehendak-Nya dan Kehendak Allõh سبحانه وتعالى tidak akan mampu dilawan oleh makhluq-Nya.

Tentang berita “Kemenangan”, maka dalam Hadits shohĩh riwayat Al Imãm Muslim no: 7440, dari Shohabat Tsauban رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِىَ الأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِى سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِىَ لِى مِنْهَا

Artinya:
Sesungguhnya Allõh سبحانه وتعالى telah membentangkan kepadaku bumi, aku lihat bagian timurnya dan bagian baratnya. Umatku akan sampai ke pelosok dimana aku melihat dari bagian bumi itu.”

Maksudnya, umat Islãm kelak akan tersebar sampai pada setiap pelosok bumi yang telah diperlihatkan kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, yaitu di seluruh muka bumi. Bukan hanya besarnya jumlah umat Islãm, bahkan dikatakan dalam Hadits tersebut bahwa Kekuasaan Islãm itu sampai di Timur dan di Barat. Maka hendaknya dipahami, kalau hal itu sekarang belum terjadi maka in syã Allõh pasti suatu saat akan terjadi.

Selanjutnya dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 7440 tersebut, Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم pun bersabda :

وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الأَحْمَرَ وَالأَبْيَضَ

Artinya:
Aku diberi dua simpanan berharga yang terpendam yaitu Al Ahmar (– para ulama mengartikan emas — pen.), dan Al Abyad (– maksudnya perak — pen.)”.

Hadits tersebut menjelaskan kepada kita tentang kemenangan-kemenangan yang akan diraih pada masa yang akan datang.

Dalam Hadĩts yang lain, diriwayatkan oleh Al Imãm Al Bukhõry no: 8326 dan Al Imãm Ibnu Hibban رحمه الله dalam Shohĩh-nya no: 6701, dari Shohabat Tamim Ad Dãri رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

ليبلغن هذا الأمر مبلغ الليل و النهار و لا يترك الله بيت مدر و لا وبر إلا أدخله هذا الدين بعز عزيز أو بذل ذليل يعز بعز الله في الإسلام و يذل به في الكفر

Artinya:
Sesungguhnya perkara dĩn ini (Islãm), benar-benar sungguh akan sampai kepada belahan bumi yang terjangkau oleh malam dan siang. Allõh tidak akan membiarkan darat atau lautan-Nya, kecuali Allõh akan memasukkan Islãm dengan keperkasaan orang yang perkasa yang memperjuangkan Islãm, atau dengan kehinaan yang dengan kehinaan itu orang-orang kãfir menjadi terhina.”

Maksudnya, di belahan bumi mana saja, dimana malam bisa menjangkau belahan bumi itu maka Islãm akan sampai di situ. Oleh karena itu, kita sebagai muslim hendaknya optimis bahwa sebenarnya masa depan dunia ini ada di tangan Islãm dan kaum Muslimin.

Adapun berita tentang Nabi Palsu, maka dalam kitab tersebut sudah dijelaskan tentang adanya “Dajjãlun, Kadzãbun (pendusta-pendusta yang sangat ulung)” dan bilangannya dekat dengan bilangan 30 (tigapuluh). Semua mereka mengaku sebagai Utusan Allõh سبحانه وتعالى.

Dalam Hadĩts yang diriwayatkan oleh Al Imãm Al Bukhõry no: 3609 dan Al Imãm Muslim no: 7526, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَقْتَتِلَ فِئَتَانِ فَيَكُونَ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَاهُمَا وَاحِدَةٌ وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ

Artinya:
Tidak akan terjadi Hari Kiamat sehingga dua kelompok orang saling berperang dan berakibat terbunuhnya banyak orang, padahal apa yang mereka seru sebetulnya satu. Dan tidak akan terjadi Hari Kiamat sampai Allõh سبحانه وتعالى bangkitkan di tengah-tengah mereka para Dajjal, para pendusta, lebih dekat bilangannya dari 30 orang, semua mereka mengaku bahwa dia adalah utusan Allõh.”

Itulah tanda-tanda hari Kiamat, karena pada awal Hadĩtsnya, Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم telah bersabda bahwa tidak akan terjadi hari Kiamat kecuali sampai tanda-tanda yang dijelaskan diatas itu terjadi.

Tanda-tanda Qiyamah Qubro yang telah terjadi dan masih berlangsung, bahkan berulang”yang berikutnya adalah :

3) Jika Suatu Perkara sudah Dilimpahkan kepada Orang yang Bukan Ahlinya

Apabila suatu perkara sudah dipegang oleh orang yang tidak kompeten atau tidak “legitimate”, maka itulah bagian dari tanda hari Kiamat.

Diantara dalĩl tentang hal itu, adalah sebagai berikut :

Sebagaimana dalam Hadĩts shohĩh yang diriwayatkan oleh Al Imãm Al Bukhõry no: 59 :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

Artinya:
Dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, “Ketika Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم berada dalam suatu majlis, maka beliau صلى الله عليه وسلم sedang berbicara kepada para Shohabat, lalu datanglah seorang A’robi (– Arab dari gunung –pen.) yang bertanya: “Kapankah Kiamat?
Tetapi Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم melanjutkan pembicaraannya; sebagian kaum (hadirin) berkata, “Sebenarnya Nabi صلى الله عليه وسلم mendengar pertanyaan itu, akan tetapi beliau tidak menyukainya”.
Sebagian (hadirin) yang lain mengatakan, “Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tidak mendengar pertanyaan itu”.
Ketika selesai dari pembicaraannya, Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bertanya, “Manakah orang yang bertanya tadi?”.
Orang A’robi itu berkata : “Ini, saya ya Rosũlullõh”.
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika kepercayaan (amanah) telah dilalaikan (disia-siakan, dikhianati) maka tunggulah kehancurannya”.
Orang A’robi itu bertanya lagi: “Ya Rosũlullõh, amanah disia-siakan itu kapan dan bagaimana caranya?
Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika suatu amanah dilimpahkan, diberikan, dibebankan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak kompeten), maka Kiamat akan segera terjadi.”

Kalau kita pandang dari sudut “management”, itulah yang disebut dengan kebutuhan akan “professionalisme”. Bahwa orang yang tidak punya kompetensi dalam bidang apa pun, maka ia tidak berhak untuk menyandang amanah. Apalagi di zaman dimana orang banyak berbicara tentang professionalisme seperti di zaman sekarang ini, maka amanah selayaknya tidak diberikan dan dibebankan kepada pihak yang tidak kompeten atau tidak professional.

Banyak sekali hal-hal yang berkenaan dengan amanah yang diselewengkan, disebabkan karena orang yang sebenarnya tidak berhak / tidak kompeten dalam suatu bidang, akan tetapi ia diposisikan untuk menggeluti bidang tersebut. Orang-orang yang sesungguhnya tidak kompeten / bukan ahlinya dalam bidang yang diamanahkan padanya itu, akan tetapi karena adanya nepotisme, kekerabatan, ke-kolegaan, maka ia pun diangkat untuk mengurus perkara-perkara yang bukan bidangnya. Akibatnya keputusan-keputusan ataupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya tidaklah ditunjang oleh keahlian / ilmu yang semestinya dikuasainya, sehingga berdampak pada orang disekitarnya, dan hasil kerjanya bukannya membawa pada suatu kebaikan, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya yakni kemunduran, kekacauan, atau minimal kondisi yang stagnan (tidak berkembang / diistilahkan “jalan di tempat”).

Contoh-contoh diatas pada zaman sekarang ini menjadi lumrah, biasa terjadi. Tidak hanya dalam perkara duniawi, bahkan terjadi pula dalam perkara dĩn (agama); dimana seseorang yang sebenarnya bukan berprofesi sebagai mubaligh, akan tetapi karena ia sering membaca internet (– dan di zaman sekarang pun buku-buku dan kitab itu banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sehingga ia mampu membeli dan membaca kitab tersebut dengan mudah; akan tetapi sayangnya ia tidak memahami bagaimana sistematika memahami diin ini secara benar yang tidaklah bisa dipelajari secara autodidak belaka –), kemudian sedikit demi sedikit ia pun mencoba menjadi khotib, baru sekali dua tiga kali ia melakukannya, ia dalam waktu singkat telah diberi gelar “Ustadz”. Dan hal ini sebenarnya adalah sebagaimana yang diberitakan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 6974, dari ‘Abdullõh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,

عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو مَارٌّ بِنَا إِلَى الْحَجِّ فَالْقَهُ فَسَائِلْهُ فَإِنَّهُ قَدْ حَمَلَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عِلْمًا كَثِيرًا – قَالَفَلَقِيتُهُ فَسَاءَلْتُهُ عَنْ أَشْيَاءَ يَذْكُرُهَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ عُرْوَةُ فَكَانَ فِيمَا ذَكَرَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْتَزِعُ الْعِلْمَ مِنَ النَّاسِ انْتِزَاعًا وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعُلَمَاءَ فَيَرْفَعُ الْعِلْمَ مَعَهُمْ وَيُبْقِى فِى النَّاسِ رُءُوسًا جُهَّالاً يُفْتُونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَيَضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ

Artinya:
Sesungguhnya Allõh tidak akan mencabut ‘ilmu begitu saja dari manusia, tetapi Allõh mencabut ‘ilmu itu melalui dimatikannya para ‘Ulama, sehingga jika tidak tersisa satu ‘alim pun, maka orang akan menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka. Jika mereka ditanya, maka mereka akan berfatwa tanpa ‘ilmu, sehingga mereka akan sesat dan menyesatkan orang lain.”

Rosũlullõhصلى الله عليه وسلم juga bersabda dalam Hadĩts lain yakni Hadĩts Riwayat Al Imãm At Thobrony dalam Kitab “Al Mu’jam Al Kabĩr” no: 18343, dari Shohabat Abu Umayyah Allakhmy رضي الله عنه, yang di-shohĩhkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny dalam “Shohĩh Al Jãmi’ush Shoghĩr” no: 2207, bahwa:

إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عن الأصاغر

Artinya:
Diantara ciri hari Kiamat, adalah ‘ilmu diambil dari Ahlul Bid’ah.”

Itulah sebagian contoh dari perkara-perkara yang sebetulnya tidak boleh diemban oleh orang-orang yang bukan ahlinya, tetapi karena sudah menjadi “trend” yang tak terkendali, maka perkara ini pun merebak di masyarakat kita. Padahal mereka bisa jadi orang-orang yang belum lah kompeten di bidang Ilmu Syar’i, namun ditempatkan sebagai ustadz ataupun da’i ditengah ummat. Disisi lain tidak bisa dipungkiri bahwa orang ‘ãlim yang faqĩh dalam bidang dĩn itu semakin lama semakin sedikit, sementara ummat yang dibina semakin lama semakin banyak akibat merebaknya kejãhilan (kebodohan) dalam perkara dĩn di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya SDM (sumber daya manusia) yang faqĩh dalam bidang dĩn ini belum mencukupi kebutuhan yang ada. Kalau fenomena seperti ini terus-menerus berjalan, dikhawatirkan pemahaman tentang dĩn ummat pada masa yang akan datang menjadi sangatlah rentan.

Hal itu adalah suatu ironi, oleh karena seharusnya ilmu agama (dĩn) itu dipelajari berdasarkan suatu sistem dan metodologi Talaqqĩ (belajar dari guru), dan guru itu haruslah seperti yang dikatakan oleh Al Imãm Al Bukhõry رحمه الله, dimana beliau berkata : “Aku mengambil Hadĩts dan meriwayatkan Hadĩts dari tidak kurang dari 1000 (seribu) orang guru. Semua guru itu mengatakan: ‘Iman itu adalah perkataan (–hati dan lisan – pen.) dan perbuatan.” Hal itu menunjukkan bahwa guru beliau رحمه الله semuanya adalah Ahlus Sunnah wal Jamã’ah.

Al Imãm Mãlik رحمه الله, yakni guru dari Al Imãm Asy Syãfi’iy رحمه الله, beliau pun berkata, “’Ilmu (dĩn) itu tidak boleh diambil dari 4 (empat) jenis orang, yakni:
(1) Orang bodoh walaupun banyak meriwayatkan Hadĩts
(2) Ahlul Bid’ah yang menyeru pada ke-Bid’ahannya
(3) Orang yang berdusta dalam pembicaraan dengan manusia, betapapun aku tidak menuduhnya berdusta atas nama Rosũl,
(4) Orang yang shõlih, ahlil ibãdah, mempunyai keutamaan; tetapi tidak hafal apa yang diriwayatkannya.”

Al Imãm Mãlik رحمه الله mengatakan bahwa ‘Ilmu dĩn itu tidak lah boleh diambil dari 4 jenis orang, antara lain yakni dari orang yang bergelimang dalam Bid’ah. Apalagi kalau ia menyuruh orang lain untuk berbuat Bid’ah, maka orang tersebut tidak boleh dan tidak berhak untuk dijadikan guru. Dan apabila ia mengajar, maka ia tidak berhak untuk diambil ‘ilmunya.

Namun pada zaman sekarang, jangankan belajar ilmu (dĩn) dari ahlul Bid’ah, bahkan ada sebagian orang yang justru belajar ilmu Syar’i yang berkenaan dengan firman Allõh سبحانه وتعالى dan sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم (Al Qur’an dan Hadĩts) itu belajarnya dari orang-orang kãfir, belajarnya dari orang-orang orientalis, belajarnya dari negeri-negeri Barat. Padahal mengambil ilmu dari Ahlul Bid’ah (yang notabene ia masih muslim) saja adalah tidak boleh di zaman dahulu kala. Bagaimana pula kalau mengambil ilmunya dari orang-orang kãfir atau orang-orang orientalis; yaitu orang-orang yang jelas-jelas tidak senang dengan Islãm?

Bukankah itu berarti termasuk orang-orang yang meletakkan suatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya?

Banyak sekali contoh-contoh seperti ini terjadi di dalam masyarakat kita di zaman ini, dan akan berakibat pada kerancuan dalam memahami dĩn. Kalau Islãm itu sudah dipelajari dari orang-orang kãfir, maka muncul lah seperti apa yang terjadi di zaman sekarang ini, seperti adanya Islam Liberal (JIL), ada lagi Islãm yang merupakan hasil asimilasi pemikiran / produk budaya seperti misalnya Islam Nusantara, dan lain sebagainya, yang mana hal tersebut akan menyebabkan orang-orang yang awam terkecoh. Orang-orang awam ini bingung, tidak dapat memahami dengan benar seperti apakah Islãm yang dibawa oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dan disebarkan oleh para Shohabatnya رضي الله عنهم maupun oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah yang mu’tabar.

Bukankah hal ini sekarang sudah banyak terjadi?

Di zaman ini pula, orang banyak menyibukkan dirinya dalam urusan bisnis, rapat, seminar dan lain sebagainya, sehingga urusan dunia lebih didahulukannya dan sholat malah diakhirkannya.

Sebagaimana dalam Hadĩts Riwayat Al Imãm Ibnu Mãjah dalam Sunan-nya no: 1257, di-shohĩh-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny, dari salah seorang Shohabat yaitu ‘Ubadah bin Ash Shõmit رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

سيكون أمراء تشغلهم أشياء . يؤخرون الصلاة عن وقتها . فاجعلوا صلاتكم معهم تطوعا

Artinya:
Akan muncul para Penguasa (Pemerintah) yang disibukkan oleh berbagai urusan, sehingga mereka mengakhirkan sholat dari waktunya maka jadikanlah sholat kalian bersama mereka adalah sholat Sunnah.”

Tentu lah ada hikmah yang bisa dipetik dari Hadĩts diatas, yaitu adanya kekhawatiran berpengaruh pada sah dan tidak sah-nya suatu sholat, sehingga diperintahkan untuk menjadikan sholat bersama mereka itu sebagai sholat sunnah.

Kemudian dalam Hadĩts yang lain yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 4907 dan Al Imãm Abu Dãwud no: 4762, dari Ummu Salamah رضي الله عنها (istri Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم), bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ. لاَ مَا صَلَّوْا

Artinya:
“Akan ada (muncul) para Umaro (Pemimpin, Penguasa), kalian mengenal mereka, kalian tahu, tetapi kalian ingkari. Barangsiapa membenci (mereka), maka ia telah berlepas diri. Barangsiapa yang mengingkari, maka ia akan selamat. Tetapi siapa yang ridho’ dan mengikuti mereka maka ia terancam tidak selamat.
Shohabat bertanya, “Ya Rosũl, apa kita perangi mereka?
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Tidak, selama mereka masih melaksanakan sholat.”

Maksudnya, barangsiapa yang ridho’ terhadap Penguasa yang dzolim maka ia akan dimintai tanggung-jawab oleh Allõh سبحانه وتعالى. Pelajaran dari Hadĩts tersebut adalah bahwa kita ini diperintahkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم untuk berlepas diri dari perkara-perkara yang tidak sesuai dengan ajaran beliau صلى الله عليه وسلم. Kita harus mengingkarinya. Tidak boleh ridho’ terhadap Penguasa yang memerintahkan untuk ber-ma’shiyat kepada Allõh سبحانه وتعالى. Justru dengan mengingkari kema’shiyatan yang diperintahkan oleh Penguasa yang demikian itu maka kita akan selamat; akan tetapi sebaliknya kalau kita mentaati kema’shiyatan yang diperintahkan oleh Penguasa yang demikian, maka kita justru akan celaka karena berarti telah menyelisihi perintah Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم.

Berikutnya, ada pula Hadĩts yang diriwayatkan oleh Al Imãm Ibnu Mãjah no: 2865, dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

سيلي أموركم بعدي رجال يطفئون السنة ويعملون بالبدعة ويؤخرون الصلاة عن مواقيتها ) فقلت يا رسول الله إن أدركتهم كيف أفعل ؟ قال ( تسألني يابن أم عبد كيف تفعل ؟ لا طاعة لمن عصى الله

Artinya:
Akan datang orang-orang (yang ditokohkan) yang mengurusi perkara kalian setelah aku, dimana mereka memadamkan Sunnah, mengerjakan Bid’ah dan mengakhirkan sholat dari waktunya.”
Aku berkata, “Ya Rosũlullõh, jika aku mengalami itu, maka apa yang harus aku perbuat?”
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Wahai Ibnu Ummi ‘Abdin, engkau bertanya tentang apa yang harus engkau perbuat? Tidak ada ketaatan bagi siapa pun yang berma’shiyat kepada Allõh سبحانه وتعالى.”

Maksudnya, seandainya telah terjadi atau akan terjadi suatu zaman dimana disaat itu para Umaro (Penguasa) yang mereka itu kita ketahui akan tetapi kita ingkari perbuatannya karena tidak sesuai dengan perintah Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم (– mungkin dari sisi ‘aqĩdah-nya, atau dari sisi ideologi-nya, dan lain sebagainya –); apalagi bila mereka itu mengakhirkan sholat dari waktu-waktunya, bahkan mengada-adakan perkara yang Bid’ah; maka menurut Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tidak perlu ada ketaatan bagi siapapun yang memerintahkan untuk ber-ma’shiyat kepada Allõh سبحانه وتعالى.

Di zaman dahulu kala, di masa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dan masa-masa Kholĩfah sesudahnya, yang menjadi Pemimpin / Penguasa (Umaro) itu adalah juga seorang ‘Ulama, seperti misalnya adalah : Abubakar As Siddĩq رضي الله عنه, beliau adalah seorang yang ‘ãlim (ber-‘ilmu). Demikian pula ‘Umar bin Khoththõb رضي الله عنه, ‘Utsman bin ‘Affan رضي الله عنه serta Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه sampai kepada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azĩz رضي الله عنه; mereka itu semuanya adalah orang-orang yang ‘ãlim (ber-‘ilmu dĩn). Sehingga dalam kepemimpinannya, beliau-beliau itu lah yang disebut sebagai Khulaafã’ur Rõsyidũn Al Mahdiyyũn, karena mereka memimpin dengan melandaskan kepemimpinan mereka itu diatas petunjuk Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم, dan mereka memimpin berdasarkan dengan ‘ilmu dĩn yang mereka kuasai.

Akan tetapi di zaman sekarang, tidak jarang orang-orang yang diangkat menjadi para Penguasa (Umaro) di berbagai negeri di belahan dunia ini (– bahkan di negeri-negeri yang dihuni oleh kaum Muslimin sekalipun –) bukanlah seorang ‘Ulama, sehingga tidaklah mustahil keputusan yang diambilnya ketika memerintah tidaklah dilandasi oleh petunjuk Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم. Terlebih memprihatinkan lagi apabila para Penguasa (Umaro) yang demikian itu enggan berkonsultasi terlebih dahulu dengan para ‘Ulama yang shõlih di negerinya sebelum ia mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Penguasa (Umaro) yang seperti ini lah yang justru dapat tergolong kedalam kategori apa yang dinyatakan dalam Hadĩts diatas, yakni: “Akan ada (muncul) para Umaro (Pemimpin, Penguasa), kalian mengenal mereka, kalian tahu, akan tetapi kalian mengingkarinya….”.

Kaum muslimin mengingkarinya, karena kebijakan yang dikeluarkan sang Umaro tersebut tidaklah mengacu kepada Al Qur’an dan As Sunnah, tidak sesuai dengan tuntunan Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم. Dan justru dalam Hadits itu pun dinyatakan, bahwa orang yang mengingkari Umaro yang demikian itu lah yang selamat (menurut Allõh سبحانه وتعالى).

Nah, jadi jika suatu perkara sudah disandarkan kepada orang-orang yang bukan ahlinya maka itu adalah bagian dari tanda-tanda Hari Kiamat.

4)   Rusaknya Kaum Muslimin

Dalam Al Qur’an Surat Al Ahzãb (33) ayat 72, Allõh سبحانه وتعالى berfirman :

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً

Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzolim dan amat bodoh.”

Berkenaan dengan hal ini maka banyak disebutkan dalam Hadits, diantaranya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 384 sebagai berikut:

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حَدِيثَيْنِ قَدْ رَأَيْتُ أَحَدَهُمَا وَأَنَا أَنْتَظِرُ الآخَرَ حَدَّثَنَا « أَنَّ الأَمَانَةَ نَزَلَتْ فِى جِذْرِ قُلُوبِ الرِّجَالِ ثُمَّ نَزَلَ الْقُرْآنُ فَعَلِمُوا مِنَ الْقُرْآنِ وَعَلِمُوا مِنَ السُّنَّةِ ». ثُمَّ حَدَّثَنَا عَنْ رَفْعِ الأَمَانَةِ قَالَ « يَنَامُ الرَّجُلُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ الْوَكْتِ ثُمَّ يَنَامُ النَّوْمَةَ فَتُقْبَضُ الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثْلَ الْمَجْلِ كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلَى رِجْلِكَ فَنَفِطَ فَتَرَاهُ مُنْتَبِرًا وَلَيْسَ فِيهِ شَىْءٌ – ثُمَّ أَخَذَ حَصًى فَدَحْرَجَهُ عَلَى رِجْلِهِ – فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ لاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّى الأَمَانَةَ حَتَّى يُقَالَ إِنَّ فِى بَنِى فُلاَنٍ رَجُلاً أَمِينًا. حَتَّى يُقَالَ لِلرَّجُلِ مَا أَجْلَدَهُ مَا أَظْرَفَهُ مَا أَعْقَلَهُ وَمَا فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ ». وَلَقَدْ أَتَى عَلَىَّ زَمَانٌ وَمَا أُبَالِى أَيَّكُمْ بَايَعْتُ لَئِنْ كَانَ مُسْلِمًا لَيَرُدَّنَّهُ عَلَىَّ دِينُهُ وَلَئِنْ كَانَ نَصْرَانِيًّا أَوْ يَهُودِيًّا لَيَرُدَّنَّهُ عَلَىَّ سَاعِيهِ وَأَمَّا الْيَوْمَ فَمَا كُنْتُ لأُبَايِعَ مِنْكُمْ إِلاَّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا

Dari Shohabat Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه, beliau berkata, “Dua Hadits yang disampaikan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم kepada kami. Yang pertama, aku sudah melihatnya dan yang kedua, aku masih menunggunya. Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
“(1) Bahwa amanah telah turun pada lubuk hati orang, kemudian Al Qur’an turun sehingga mereka mengetahui dari Al Qur’an, dan mengetahui dari As Sunnah.
(2) Kemudian Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم mengatakan kepada kami tentang diangkatnya amanah, yaitu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Seseorang tidur sesaat, lalu dicabutnya amanah dari hatinya sehingga bekasnya seperti noda, kemudian tidur sesaat lagi dan amanah itu dicabut dari hatinya; sehingga meninggalkan bekas bagaikan bara yang mengenai kakinya sehingga orang-orang (manusia) saling berjual beli dan hampir tidak ada seorang pun dari mereka yang menunaikan amanah. Kemudian dikatakan, ‘Sesungguhnya pada bani Fulan ada seorang yang terpercaya, sehingga dikatakan pada orang ini: “Betapa kokohnya, teguhnya, berakalnya, padahal tidak ada sebiji sawit pun dalam hatinya iman.”’
Hudzaifah Ibnul Yaman رضي الله عنه berkata, “Sungguh akan datang padaku suatu zaman, dan aku tidak peduli siapa diantara kalian yang ku-bai’at. Jika dia Muslim, maka dikembalikan kepada diin-nya. Jika dia Nashroni atau Yahudi, maka dikembalikan pada orang yang menjalankannya. Adapun hari ini, aku tidak akan membai’at dari kalian, kecuali Fulan dan Fulan.”

Pelajaran yang bisa diambil dari Hadits diatas adalah bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم mengkaitkan antara Amanah dengan masalah Iman. Amanah itu sangat erat kaitannya dengan Iman. Apabila orang tidak punya sifat amanah dan kejujuran, maka bisa dikatakan bahwa orang itu Imannya tidak ada. Yang ada bahkan menyerupai orang munãfiq. Dan ternyata mendekat ke Hari Kiamat mencari orang yang jujur itu semakin sulit; sampai-sampai orang yang kurang amanah pun mendapatkan pujian. Apabila sudah terjadi situasi seperti itu, maka tandanya Kiamat itu sudah semakin dekat.

Kemudian dalam Hadĩts Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 2459 dan Al Imãm Muslim no: 219, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا أَوْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Artinya:
Empat perkara, barangsiapa pada dirinya terdapat empat perkara ini, maka dia adalah seorang munaafiq yang tulen. Barangsiapa yang didalamnya terdapat satu dari empat sifat ini, maka ia terdapat sifat kemunaafiqan (dalam dirinya), sehingga dia meninggalkannya: Jika ia berbicara maka ia berdusta, jika ia berjanji maka ia menyalahi (janjinya), jika ia mengikat suatu kesepakatan maka ia menyelisihinya, dan jika ia berdebat maka ia curang.”

Bila ciri-ciri orang yang demikian itu sudah banyak terjadi, maka itu juga bagian dari tanda-tanda Kiamat.

Lalu dalam Hadits Riwayat Al Imãm Ahmad no: 13199 dan menurut Syaikh Syuaib Al Arnã’uth maka Hadĩts ini adalah Hasan, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ

Artinya:
Tidak ada iman bagi orang yang tidak mempunyai amanah dalam dirinya dan tidak ada diin bagi yang tidak punya ikatan janji padanya.”

Maksudnya, kalau amanah itu diidentikkan dengan kejujuran, maka orang yang tidak jujur berarti tidak ada diin pada dirinya. Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha menumbuhkan sifat amanah dalam diri kita. Rusaknya kaum muslimin itu adalah kalau sampai tidak adanya amanah dalam diri mereka.

Selanjutnya dalam sebuah Hadĩts Riwayat Al Imãm Ibnu Hibban no: 6715 yang di-shohĩhkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny dalam Kitab “Shohĩh At Targhĩb Wat Tarhĩb” no: 572, dari Shohabat Abu Umãmah رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

لتنتقضن عرى الاسلام عروة عروة فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها فأولهن نقضا : الحكم وآخرهن : الصلاة

Artinya:
Sungguh benar-benar ikatan Islam akan terurai satu demi satu. Setiap terurai satu ikatan, maka manusia terpaut dengan yang berikutnya. Pertama kali adalah terurainya ikatan Hukum (– Hukum Islam tidak lagi ditegakkan — pent.) dan ikatan yang terakhirnya adalah Sholat.”

Apabila hukum, syari’at, tatanan nilai dan apapun yang sudah menjadi ketetapan Allõh سبحانه وتعالى (baik yang berasal dari Al Qur’an maupun As Sunnah) tidak lagi dijalankan, maka itu merupakan suatu kerusakan. Apabila sholat tidak lagi menjadi sesuatu yang urgen, tidak dilaksanakan, tidak dipentingkan, maka itu juga merupakan tanda kerusakan kaum muslimin. Dan di zaman kita sekarang ini, kalau dilihat satu persatu maka banyak sekali yang sudah bermunculan tanda-tanda kerusakan sebagaimana yang disebutkan dalam Hadit-Hadits tentang Akhir Zaman.

Berikutnya, perhatikanlah apa yang disabdakan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm Abu Dãwud dalam Sunan-nya no: 3464 dari ‘Abdullõh bin ‘Umar رضي الله عنه bahwa:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

Artinya:
Jika kalian sudah saling berjual beli dengan riba’ dan mengambil ekor sapi (membuntuti dunia), dan puas dengan pertanian (investasi) dan kalian tinggalkan jihad, maka Allõh akan jadikan kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada diin kalian.”

Perkara-perkara tersebut diatas, manakah yag tidak ada pada zaman sekarang ini ?

Perhatikan pula sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dalam suatu Hadĩts yang panjang berikut ini:

عن عطـاء بن أبى رباح عن عبد الله بن عمـر، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يَا مَعْـشَرَ الْمُـهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ إِنِ ابْتُلِيْتُمْ بِهِنَّ وَنَـزَلَ فِيْكُمْ أَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ

1. لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِىْ قَوْمٍ قَطٌّ حَتَّى يَعْمَلُوْا بِهَا إِلاَّ ظَهَرَ فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمْ،

2. وَلَمْ يَنْقُصُوْا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوْا بِالسَّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ،

3. وَلَمْ يَمْنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ مُنِعُوْا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْ لاَ الْيَهَـائِمِ لَمْ يُمْطَرُوْا،

4. وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ إِلاَّ سَلَّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ مِنْ غَيْرِهِمْ وَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا كَانَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ،

5. وَمَا لَمْ يَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ إِلاَّ أَلْقَى اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

Artinya :
Dari ‘Atho Bin Abi Robah dari ‘Abdullõh bin ‘Umar رضي الله عنهما, telah bersabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم: “Wahai segenap muhajirin ada lima perkara jika kalian ditimpa olehnya dan terjadi ditengah-tengah kalian – Aku berlindung pada Allõh سبحانه وتعالى agar kalian tidak mengalaminya” :
(1) Tidaklah kekejian (zina) itu nampak pada suatu kaum sehingga mereka melakukannya, kecuali akan muncul ditengah-tengah mereka tho’un (penyakit menular) dan kelaparan yang belum pernah sedahsyat itu terjadi pada kaum-kaum sebelum mereka.
(2) Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan ditimpa dengan kemarau panjang, beban hidup yang berat dan penguasa yang dzolim.
(3) Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat, kecuali mereka akan dihalangi dari hujan atas mereka; dan jikalau bukan karena Allõh سبحانه وتعالى sayang pada binatang maka Allõh سبحانه وتعالى tidak akan turunkan hujan bagi mereka.
(4) Tidaklah mereka membatalkan ikatan perjanjian mereka dengan Allõh سبحانه وتعالى dan Rosũl-Nya, kecuali musuh-musuh dari luar diri mereka akan menguasai mereka dan akan mengambil sebagian apa yang mereka miliki.
(5) Dan tidaklah para pemimpin mereka berhukum dengan kitab Allõh سبحانه وتعالى, kecuali mereka campakkan di tengah-tengah mereka kecekcokan.”

(HR. Al Imãm Hakim dalam “Al-Mustadrok”, Kitab “Al-Fitan wal Malãhim” no: 8667 dan kata beliau sanadnya shohĩh dan Al Imãm Adz-Dzahaby menyepakati-nya, juga Al Imãm Ibnu Mãjah dalam kitab yang sama no. 4019. Dan Syaikh Al-Albãny meng-Hasan-kan sanadnya sebagaimana dalam “Silsilah Hadits Shohĩh” 1/167-169 No.106).

Dari lima perkara tersebut, manakah yang sekarang ini tidak ada ?

Berikutnya, kalau dikaitkan dengan becana alam yang banyak terjadi di zaman sekarang, maka sebagaimana sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, yang telah diriwayatkan oleh Al Imãm At Turmudzy di dalam Sunannya, Kitab “Al Fitan” Jilid 4/495 melalui salah seorang shohabat bernama ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه. Juga oleh Ibnu Abid Dunya, dalam kitabnya “Dzammul Malã’hi” (“Tercelanya berbagai alat lahwun / alat-alat yang melalaikan”) melalui shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه, dan haditsnya dishohĩhkan oleh Syaikh Nasiruddin Al Albãny dalam Silsilah Hadits Shohĩh No: 2203; bahwa Rosũl Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:

« في هذه الأمة خسف ومسخ وقذف ” فقال رجل من المسلمين : يا رسول الله ، ومتى ذلك ؟ قال : ” إذا ظهرت المعازف وكثرت القيان وشربت الخمور »

Artinya:
Di tengah-tengah ummat ini akan terjadi tanah longsor, tsunami dan lemparan dari atas langit.”
Salah seorang shohabat lalu bertanya, “Wahai Rosũl, kapankah itu?
Rosũl صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika telah nampak musik, semakin banyak penyanyi wanita dan khomr (minuman keras) telah diminum.”

Dan perkara-perkara ini pun sekarang juga sudah muncul. Maka kalau diatas dikatakan bahwa keadaan kaum Muslimin sudah rusak dengan munculnya berbagai gejala tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa kita hidup pada masa yang sudah memasuki akhir zaman.

Oleh karenanya, hendaknya kita waspada dan selalu ingat dengan sabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 389, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه berikut ini, bahwa:

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

Artinya:
Islãm ini bermula dengan aneh dan akan berakhir dengan aneh. Maka berbahagia-lah orang-orang yang dianggap aneh itu”.

Dan bila dicermati, Islãm di zaman sekarang ini sudah masuk pada masa Islãm itu dianggap aneh. Bahkan oleh kaum Musliminnya sendiri pun Islãm dianggap aneh. Karena, apabila disampaikan Hadĩts Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم yang sebenarnya, atau disampaikan ayat-ayat Al Qur’an yang sebenarnya, maka tidak sedikit diantara mereka yang mengaku Muslim itu yang tidak mau menerima ayat-ayat Allõh سبحانه وتعالى dan Hadits-Hadits Shohĩh dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Tidak sedikit diantara mereka yang menolak, bahkan mengolok-oloknya.

Bahkan kita bisa temui di zaman ini, (beberapa waktu lalu) ada orang yang mengaku Muslim tetapi ia mengatakan bahwa di dalam Al Qur’an itu ada “perkara yang porno”-nya. Na’ũdzu billahi min dzãlik, bagaimana ia mengaku sebagai Muslim tetapi mengeluarkan pernyataan (“statement”) seperti demikian. Lalu ada pula orang yang mengaku Muslim tetapi ia mengatakan bahwa Al Qur’an itu tidak relevan untuk zaman sekarang sehingga harus diubah atau disesuaikan dengan perkembangan zaman; lalu ada lagi orang yang mengaku Muslim tetapi mengatakan bahwa Islam itu tidak lengkap, masih kurang; dan lain sebagainya.

Disisi lain, ada pula orang yang mengaku Muslim tetapi ia mencibirkan dan mencemooh kaum Muslimin yang justru berusaha mengamalkan ayat-ayat Allõh سبحانه وتعالى dan Hadits-Hadits Shohĩh dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم secara kãffah; seperti mencela orang-orang yang berjilbab ataupun bercadar dengan celaan “Ninja”, atau mengolok-olok orang yang mengamalkan sunnah dalam berpakaian dengan tidak memanjangkan celana dibawah mata kaki (tidak isbal) itu dengan celaan “Celananya orang takut kebanjiran”, dan aneka celaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Al Qur’an dan As Sunnah sudah mulai dianggap aneh oleh kaumnya sendiri.

Cara agar kita tidak melakukan dan tidak bersama dengan orang-orang yang bersikap demikian itu adalah dengan selalu menyadari bahwa pedoman hidup kita itu adalah Al Qur’an dan Sunnah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dalam segala perkara. Kalau suatu perkara itu ada dalam Al Qur’an dan As Sunnah dan pemahamannya adalah sesuai pemahaman para Shohabat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم (Salafus Shõlih), maka kita tidak boleh menentangnya, tidak boleh memilih-milih ayat (– yang sesuai selera diri kita maka kita terima, sementara yang tidak sesuai dengan selera diri kita maka kita lantas bersikap enggan ataupun menolaknya –). Yang demikian itu adalah keliru. Islam itu adalah berdasarkan Wahyu dari Allõh سبحانه وتعالى. Bila seseorang sudah mengikrarkan dirinya sebagai Muslim, maka ia seyogyanya haruslah tunduk pada aturan Syari’at Allõh سبحانه وتعالى dan tuntunan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.

5) Lahirnya Majikan dari Budaknya

Sebagaimana dalam Hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 102, dari Shohabat ‘Umar bin Khoththõb رضي الله عنه, yaitu ketika Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم ditanya oleh Jibril عليه السلام:

قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ « مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ». قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قَالَ « أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِى الْبُنْيَانِ

Artinya:
Jibril عليه السلام bertanya, “Beritakanlah kepadaku tentang kapankah hari Kiamat?”.
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya”.
Lalu Jibril عليه السلام bertanya: “Beritakanlah kepadaku tentang Tanda-Tandanya.”
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Akan terjadi ketika majikan lahir dari budaknya; dan orang yang tidak beralas kaki, orang yang tidak berbusana, dahulunya adalah penggembala domba, mereka sekarang bermegah-megahan dalam gedung-gedung mewah”.

Demikian itu oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم disebutkan sebagai tanda Hari Kiamat. Yang demikian itu sudah terjadi, sedang terjadi dan akan terus berlangsung.

Yang dimaksud dengan “majikan lahir dari budaknya” adalah seorang anak yang terlahir dari budak yang dihamili oleh tuannya. Walaupun pada zaman sekarang perbudakan tidak ada, namun yang lebih dekat dengan pemahaman itu adalah misalnya seorang anak yang terlahir dari pembantu yang dihamili oleh majikannya.

Al Imãm Ibnu Rojab Al Hanbali رحمه الله dalam Kitab yang berjudul “Jãmi’ul ‘Ulũm wal Al Hikam”, dimana beliau رحمه الله memberikan penjelasan berkenaan dengan Hadits tersebut sebagai berikut: “Kandungan dari apa yang tersebut dalam Hadits ini berkenaan dengan tanda-tanda hari Kiamat kembali kepada bahwa perkara-perkara digantungkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya, yakni hari Kiamat. Selanjutnya, orang yang tadinya tidak beralas kaki, yang tadinya telanjang, yang tadinya adalah penggembala domba; mereka itu adalah ahlul jahli (orang bodoh), mereka orang polos, tetapi mereka sekarang menjadi pemimpin dan menjadi pemilik dari berbagai kekayaan (harta), sehingga mereka pun bermegah-megah di gedung-gedung tinggi. Sesungguhnya yang demikian itu akan merusak aturan diin dan aturan Dunia.”

Di negeri kita pun, bisa kita rasakan betapa besar pergeseran tata nilai-nilai kehidupan yang ada di kalangan masyarakat. Beberapa puluh tahun silam, apabila kita ajukan pertanyaan kepada anak-anak di desa-desa / di kampung-kampung di negeri ini, “Apa yang menjadi cita-citamu bila engkau dewasa nanti, nak?”. Maka masih banyak diantara anak-anak itu menjawab, “Ingin menjadi Ustadz”, “Ingin menjadi Kyai”, atau “Ingin menjadi dokter”, dan jawaban semisalnya. Namun di hari-hari ini, bila kita ajukan pertanyaan serupa, maka tak jarang diantara anak-anak itu menjawab, “Ingin menjadi artis”, “Ingin jadi miliuner”, dan sejenisnya. Artinya, terjadi pergeseran nilai-nilai moralitas dan tata nilai-nilai kehidupan di masyarakat. Hal ini akibat pengaruh media massa yang secara gencar mempropagandakan kehidupan yang mengacu pada hedonisme, ataupun materialisme.

Bahkan di hari-hari ini, tak jarang pula dari kalangan “artis” itu yang kemudian beralih profesi untuk memegang amanah di bidang-bidang pemerintahan. Maka hal ini adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Al Imãm Ibnu Rojab Al Hanbali رحمه الله diatas, bahwa ketika suatu perkara dilimpahkan kepada yang bukan ahlinya maka itulah diantara tanda-tanda hari kiamat. Karena akan terjadi kerusakan di kalangan masyarakat, manakala orang yang jãhil dalam perkara dĩn, orang yang bukan ahlinya, orang yang kesehariannya biasa bergelimang dalam kehidupan duniawi; namun mereka itu kemudian menempati posisi pengambil keputusan, anggota perumus dan penentu Undang-Undang atau pemilik dari berbagai kekayaan harta di dunia ini. Dimana ketika mereka mengambil keputusan, ataupun ketika mereka merumuskan Undang-Undang, maka keputusannya / perumusannya adalah untuk kepentingan dunia; bukan untuk kepentingan dĩnullõh. Dimana ketika mereka menguasai harta kekayaan, maka harta kekayaan yang mereka miliki bukanlah digunakan sebagai sarana untuk bertaqwa kepada Allõh سبحانه وتعالى, tidak pula digunakan untuk berinfaq-bershodaqoh menolong saudaranya sesama muslim yang hidup dalam kesulitan dan penderitaan, namun sebaliknya harta kekayaan itu digunakan untuk berfoya-foya, hidup dalam kemewahan dan bermegah-megah di gedung-gedung yang tinggi. Maka itu semua adalah diantara tanda-tanda hari Kiamat. Sistem Kapitalisme yang saat ini banyak diterapkan di berbagai negeri sesungguhnya menyebabkan kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat di dunia ini.

6) Umat manusia akan mengeroyok (mengerumuni) umat Islãm

Misalnya dalam suatu Hadits Riwayat Al Imãm Ahmad dalam Musnad-nya no: 22450 dan berkata Syaikh Syu’aib Al Arnã’uth رحمه الله bahwa Sanad Hadits ini Hasan, dijelaskan sebagai berikut:

عن ثوبان مولى رسول الله صلى الله عليه و سلم قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يوشك ان تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الآكلة على قصعتها قال قلنا يا رسول الله أمن قلة بنا يومئذ قال أنتم يومئذ كثير ولكن تكونون غثاء كغثاء السيل

Artinya:
Dari Tsauban maula Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, berkata, “Telah bersabda Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, “Hampir ummat menerkam kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana orang lapar mengeroyok nampan mereka.”
Kami para Shohabat bertanya, “Ya Rosũlullõh, karena minoritasnya kami saat itu?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Justru kalian saat itu adalah berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah banjir.

Juga dalam Hadits Riwayat Al Imãm Abu Dãwud no: 4299, dari Shohabat Tsaubãn رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:

يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا » فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ » فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

Artinya:
Ummat-ummat ini (bangsa-bangsa – pent.) hampir menerkam kalian sebagaimana orang-orang lapar menerkam nampan makanan mereka.”
Seseorang bertanya, “Karena sedikitkah jumlah kita pada hari itu?
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Bahkan pada hari itu, kalian berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di air bah; sungguh Allooh akan cabut dari dada-dada musuh kalian rasa segan (wibawa) terhadap kalian, dan sungguh Allooh akan campakkan pada hati-hati kalian Al Wahnu.”
Seseorang bertanya, “Ya Rosũlullõh, apakah Al Wahnu itu?
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”

Maka bila kita lihat di zaman sekarang dalam berbagai kejadian dunia ini, contohnya apa yang dialami oleh kaum muslimin yang tengah berperang di Afghanistan, Chehnya, Sudan, Iraq, Palestina ataupun di negara-negara Afrika; mereka itu semua menjadi obyek perebutan maupun penindasan dari orang-orang kãfir maupun musyrikin.

Dan itu semua belum akan berakhir, bahkan akan terus berlangsug, karena yang demikian itu merupakan bagian dari tanda-tanda hari Kiamat.

7) Melimpah ruahnya harta sehingga orang tidak butuh terhadap shodaqoh

Tanda Kiamat yang berikutnya adalah sebagaimana dijelaskan dalam Hadĩts yang diriwayatkan oleh Al Imãm Ibnu Hibban no: 6680 dan menurut Syaikh Syuaib Al Arnã’uth Hadits ini adalah Shohĩh, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, bersabda:

لا تقوم الساعة حتى تكثر فيكم الأموال وتفيض حتى يهم رب المال من يقبل منه صدقته وحتى يعرضه ويقول الذي يعرض عليه : لا أرب لي فيه

Artinya:
Tidak akan terjadi hari Kiamat, sehingga harta semakin melimpah dan banjir diantara kalian. Sehingga orang kaya bingung siapa yang akan menerima shodaqohnya, dan menawarkannya maka ketika dipanggil orang untuk diberi shodaqoh maka mereka pun menjawab: ‘Aku tidak butuh dengan pemberianmu.”

Juga di dalam atsar yang diriwayatkan oleh Al Imãm Al Hakim dalam kitab “Al Mustadrok” no: 8570, shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه berkata sebagai berikut:

كيف أنتم إذا لبستكم فتنة يهرم فيها الكبير و يربو فيها الصغير و يتخذها الناس سنة فإذا غيرت قالوا غيرت السنة قيل : متى ذلك يا أبا عبد الرحمن ؟ قال : إذا كثرت قراؤكم و قلت فقهاؤكم و كثرت أموالكم و قلت أمناؤكم و التمست الدنيا بعمل الآخرة

Artinya:
Bagaimana kalian jika berada di suatu zaman dimana fitnah menyelimuti kalian sehingga membuat pikun orang dewasa, membuat besar sebelum waktunya bagi anak kecil; dan manusia menjadikan fitnah itu sebagai sunnah sehingga jika sunnah tadi dirubah, mereka mengatakan: “Sunnah kita telah dirubah.”
Lalu beliau رضي الله عنه ditanya, “Kapan hal itu terjadi, wahai Abu ‘Abdirrohman?
Beliau رضي الله عنه menjawab, “Jika:
(1) Semakin banyak para Qurrõ’ (para Pembaca Al Qur’an)
(2) Semakin sedikit para Fuqoha (orang-orang yang faqĩh / mendalam dalam perkara diinul Islam)
(3) Semakin melimpah harta kalian
(4) Semakin langka orang-orang terpercaya dari kalian
(5) Dan akhirat dijual dengan dunia.”

Kemudian dalam Hadĩts yang lain, yakni Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm Al Bukhõry no: 3346 dan Al Imãm Muslim no: 7418, dari Zainab binti Jahsyin رضي الله عنها (istri Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم) bahwa:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَزِعًا يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدْ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الْإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا قَالَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ جَحْشٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ

Artinya:
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم masuk ke rumahnya dalam keadaan takut, kemudian berkata: “Lã Illaha Illallõh, celaka bagi orang Arab dari kejahatan yang semakin mendekat; telah dibuka hari ini celah Ya’juj dan Ma’juj seperti ini (sembari melingkarkan ibu jari dan jari tengahnya).”
Zainab رضي الله عنها kemudian bertanya,“Apakah kita juga akan dibinasakan oleh Allõh سبحانه وتعالى, padahal di tengah-tengah kita masih banyak orang shõlih?”.
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Benar, (termasuk orang-orang shõlih pun akan dibinasakan), jika sudah banyak Al Khobats (ahli ma’shiyat), Al Fujur (pezina) dan Al Fusuq (berbagai penyimpangan terhadap Syari’at Allõh سبحانه وتعالى – pent.).”

Demikianlah hadits-hadits yang banyak sekali jumlahnya, yang menunjukkan kepada kita tentang berbagai kerusakan yang sedang terjadi / akan berulang terjadi di dunia ini; sebagai pertanda bahwa Hari Kiamat semakin lama semakin mendekat. Maka sudah saatnya kita kaum Muslimin, berusaha untuk senantiasa memperbaiki diri kita, banyak bertaubat dan beramal shõlih, serta banyak mendekatkan diri kepada Allõh سبحانه وتعالى dengan dilandasi oleh ‘ilmu dĩn yang benar, agar kita tidak termasuk tenggelam bersama orang-orang yang dibinasakan.

Bagaimana Kiatnya?

Tentu kiatnya adalah dengan menuntut ‘ilmu dĩn, kemudian mengamalkannya baik kedalam diri kita sendiri maupun kepada orang-orang di sekitar kita dengan melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Jangan sampai kemungkaran dibiarkan saja merajalela, sehingga kita pun semuanya ditenggelamkan oleh Allõh سبحانه وتعالى.

Masih ada tanda-tanda Kiamat lainnya yang in syã Allõh akan dibahas pada pertemuan yang akan datang; yakni: banyaknya fitnah, terbaliknya ukuran (dimana yang salah dikatakan benar dan yang benar dikatakan salah, atau yang sunnah dikatakan bid’ah, dan yang bid’ah malah dianggap sunnah), dan lain sebagainya.

TANYA JAWAB

Pertanyaan:

Tentang profesionalisme di bidang da’wah, seperti disampaikan di awal bahasan ini, kami sependapat bahwa orang yang berda’wah tentang dĩnul (Islam) itu hendaknya orang yang benar-benar paham dan menguasai ilmu dĩn.

Akan tetapi tidak tertutup kemungkinannya bahwa orang yang menguasai disiplin ‘ilmu yang lain (misalnya dokter), berda’wah untuk menunjukkan kebesaran Allõh سبحانه وتعالى, dan kembali kepada aturan Allõh سبحانه وتعالى, Al Qur’an dan As Sunnah.

Perlu kita diskusikan sejauh mana batasan orang yang bukan disebut sebagai ‘Ulama untuk bisa muncul di hadapan publik dalam rangka mengajak orang untuk taat kepada Allõh سبحانه وتعالى. Itu perlu didefinisikan, jangan sampai timbul anggapan bahwa kalau ia bukan seorang Ustadz, bukan ahli agama maka kemudian tidak boleh naik di mimbar.

Ada beberapa nama yang perlu dicatat, misalnya Doktor Sauki Hutaki di Jepang pada tahun 1976, ia seorang dokter medis, yang berda’wah selama 5 tahun disana. Dari 4 orang yang masuk Islam di Tokyo, kemudian menjadi 70 orang masuk Islam. Hanya dengan da’wah bahwa : “Allõh سبحانه وتعالى lah yang menyembuhkan”. Hanya dengan satu kalimat itu saja.

Kemudian ada lagi seorang yang bernama Doktor Maurice Bucaille, yang ia juga turut berda’wah. Dan di Indonesia seorang ekonom bisa berda’wah tentang hukum-hukum Allõh سبحانه وتعالى, misalnya Dr. Syafi’ie Antonio, atau Arman Karim, yang beliau-beliau itu adalah ahli dalam perbankan Syari’ah, dan dengan da’wah beliau mudah-mudahan orang akan tunduk dengan aturan Allõh سبحانه وتعالى.

Lalu bagaimana dengan seorang Ustadz yang tidak pernah mempelajari teknologi ilmu komunikasi, bisa menyatakan kebesaran Allõh سبحانه وتعالى ketika ia membaca SMS di layar HP. Oleh sebab itu perlu kiranya kita buat batasan, sepakat untuk orang-orang yang tidak punya disiplin ilmu diin. Sementara itu, para ‘Ulama sendiri tidak semuanya ahli dalam bidang dĩn. Maksud saya, hal ini agar jangan sampai tertutup kemungkinan bagi orang-orang yang memegang disiplin ‘ilmu sosial lainnya untuk boleh berpartisipasi berda’wah.

Jawaban:

Alhamdulillah, terima kasih, komentar yang sangat bagus sekali. Dalam ‘ilmu dĩn, ada yang disebut ‘Ilmul Maqõsid dan ‘Ilmul Wasã’il.

Ilmul Maqõsid termasuk misalnya ‘ilmu tentang sholat, zakat dan lain-lain. Masalah yang merupakan langsung pada praktek dimana seorang Muslim itu tidak boleh salah dalam beribadah kepada Allõh سبحانه وتعالى.

Sedangkan ‘Ilmul Wasã’il tidak terpaku pada masalah dĩn saja, melainkan bisa berupa ‘ilmu komunikasi, teknologi, managemen, kedokteran, dan seterusnya, yang merupakan Wasĩlah (media).

Sebagai contoh, kalau manhaj (ajaran) da’wah atau Al Islãm itu diumpamakan sebagai suatu barang, maka bagaimana caranya agar barang tersebut bisa berpindah kepada orang lain, seperti yang dicontohkan di Jepang tersebut. Yang tadinya hanya 4 orang yang Muslim, lalu sekarang bisa berkembang menjadi 70 orang yang masuk Islam. Itu perlu media. Media-nya itulah yang kemudian harus kita gunakan dengan cara di-manage secara baik, di-program supaya sistematis, dimana ada sistem evaluasi dan seterusnya. Itu diperlukan Wasã’il.

Yang dimaksudkan dengan istilah “professionalisme” seperti yang disampaikan diatas, adalah ketika orang menjabarkan, mengembangkan, menyebarkan tentang Ilmu Syar’i, maka haruslah oleh orang yang kapasitasnya kompeten dalam bidang ilmu Syar’i tersebut.

Berbeda dengan seorang dokter, ekonom, atau profesi apa saja. Ketika ia sudah mengetahui dari Al Islãm yang ia pelajari bahwa ternyata benar serta terbukti dalam teori ekonomi, maka lalu hal itu pun dikembangkannya. Dan dalam bahasa syar’i, disebut “I’jãzul ‘Ilmi”.

Contohnya seorang seperti Harun Yahya, yang membuktikan dan menerangkan tentang Janin manusia. Bahwa ternyata Janin manusia itu sedemikian teratur dalam fase-fasenya, dan itu ada penjelasannya di dalam Al Qur’an. Fungsi dari pembuktian-pembuktian itu sebenarnya bukan mendasari (Ta’sĩs), melainkan mendukung bahwa Al Islãm itu benar-benar relevan dengan teknologi, ataupun dengan ilmu pengetahuan apa saja.

Bukti-bukti itu dapat membantu dan menambah keyakinan seseorang dalam ber-Islam. Dan yang demikian itu diperintahkan oleh Allõh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Adz Dzãriyat (51) ayat 21:

وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

Artinya:
“dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Oleh karenanya hal itu menjadi penting. Seorang Syaikh, atau seorang Ustadz, Da’i- ataupun seorang ‘ãlim di zaman sekarang, tidak bisa ia hanya berbekal ‘ilmu yang mungkin itu berlaku 50 tahun yang lalu. Misalnya: Di zaman komputerisasi seperti sekarang ini, bila seorang Da’i tidak tahu bagaimana mengoperasikan dan mempergunakan komputer yang merupakan media, maka ia akan kesulitan sendiri. Jadi ia pun harus mempelajari dan menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan tehnologi, peradaban dan sebagainya itu, agar media itu bisa dimanfaatkannya untuk mengembangkan dan memperlancar da’wah-nya.

Maka jangan sampai ada suatu image tentang adanya dikotomi terhadap masalah-masalah tersebut diatas, tetapi yang dimaksud dalam penjelasan diatas adalah bahwa: “Jika suatu perkara dipegang oleh bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”

Artinya, bahwa pemegang Ilmu Syar’i, yang disebut ‘ãlim, maka ia hendaknya benar-benar faqĩh dalam Ilmu Syar’i. Misalnya: Ia hendaknya faqĩh dalam ‘Ilmu Fiqih, ‘Ilmu Tafsĩr, ‘Ilmu Hadĩts dan berbagai cabang lainnya dalam ‘Ilmu Syar’i. Itu yang dimaksud dalam penjelasan diatas.

Alhamdulillah, kiranya cukup sekian bahasan kali ini, mudah-mudahan Allõh سبحانه وتعالى menambah keimanan kita, dan apabila tanda-tanda Kiamat itu sudah muncul, maka peran kita adalah Ittiba’ (mengikuti) Sunnah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 29 Dzul Hijjah 1428 H – 7 Januari 2008 M.

——- 0O0 ——-

Silakan download PDFTanda Hari Kiamat Bag-2 AQI 070108 FNL

2 Comments leave one →
  1. suryanto permalink
    29 March 2011 8:31 pm

    Assalamu‘alaikum Warrohmatulloohi Wabarokaatuh,
    Ustadz A Rofi’i pertama mohon izin copy paste, kedua saya bersyukur kepada Allooh atas izin NYA saya bisa melihat langsung Ustadz pada acara mlt Radio Dakta 19 yang selama ini hanya mendengar di radio dan membaca hasil karya tulisan di blog Ustadz saja.
    Semoga Allooh selalu melindungi dan menerima amal baik Ustad A Rofi’i Aamiin.

    • 30 March 2011 6:17 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa menjadikan hati kita lebih terpaut kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, karena demikianlah hendaknya hati seorang Muslim… yang mengutamakan Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam diatas segala sesuatu… Dan jadikanlah kecintaan terhadap saudara sesama Muslim dirajut atas dasar kecintaan karena Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam…. Barokalloohu fiika

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: