Al-Mahdi (Imãm Mahdi)
(Transkrip Ceramah AQI 030308)
TANDA QIYAMAH KUBRO (KIAMAT BESAR) : AL MAHDI
Oleh: Ust. Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allõh سبحانه وتعالى,
Pada beberapa kali pertemuan yang lalu kita sudah membahas tanda-tanda Qiyamah Sughro (Kiamat Kecil) – tanda-tanda Hari Kiamat, maka kali ini kita akan membicarakan tentang Tanda-Tanda Qiyamah Kubro (Kiamat Besar).
Tentang akan terjadinya Tanda-Tanda Qiyamah Kubro (Kiamat Besar) ini terdapat dalam Hadĩts yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 2901 dalam shohĩh-nya, di Kitab “Al Fitan” (Fitnah) dan di Kitab “Asyrõtussã’ah” (Tanda Hari Kiamat) Bab. “Tanda-Tanda Sebelum Datangnya Hari Kiamat”, dari salah seorang Shohabat bernama Hudzaifah Ibnu Usaid Al Ghifãri رضي الله عنه, beliau berkata:
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى غُرْفَةٍ وَنَحْنُ أَسْفَلَ مِنْهُ فَاطَّلَعَ إِلَيْنَا فَقَالَ « مَا تَذْكُرُونَ ». قُلْنَا السَّاعَةَ. قَالَ « إِنَّ السَّاعَةَ لاَ تَكُونُ حَتَّى تَكُونَ عَشْرُ آيَاتٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَالدُّخَانُ وَالدَّجَّالُ وَدَابَّةُ الأَرْضِ وَيَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَطُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنَارٌ تَخْرُجُ مِنْ قُعْرَةِ عَدَنٍ تَرْحَلُ النَّاسَ ». قَالَ شُعْبَةُ وَحَدَّثَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ رُفَيْعٍ عَنْ أَبِى الطُّفَيْلِ عَنْ أَبِى سَرِيحَةَ. مِثْلَ ذَلِكَ لاَ يَذْكُرُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ أَحَدُهُمَا فِى الْعَاشِرَةِ نُزُولُ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم-. وَقَالَ الآخَرُ وَرِيحٌ تُلْقِى النَّاسَ فِى الْبَحْرِ
Artinya:
“Suatu saat Nabi صلى الله عليه وسلم di kamarnya sedangkan kami di bagian kamar sebelah bawah beliau صلى الله عليه وسلم, lalu Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menengok kami dan bertanya: “Apa yang kalian perbincangkan?”
Kami (para Shohabat) menjawab: “Kami sedang mengingat As Sã’ah (Hari Kiamat)”.
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Hari Kiamat tidak akan terjadi, sehingga kalian melihat sebelumnya muncul sepuluh tanda-tandanya:
1) Terjadi tiga gerhana, terjadi di belahan timur, belahan barat dan di Jazirah Arab,
2) Dukhãn (asap),
3) Dajjal,
4) Dabbah (hewan melata diatas muka bumi),
5) Ya’juj wa Ma’juj,
6) Terbit matahari dari barat,
7) Api keluar dari negeri Yaman, menggiring manusia ke tempat mereka dikumpulkan oleh Allõh سبحانه وتعالى
8) Turunnya ‘Isa putra Maryam عليه السلام.
Seorang perowi dalam Hadits ini menyebutkan: Turunnya ‘Isa bin Maryam عليه السلام, sedangkan yang lain menyebutkan: Angin yang akan menghempaskan manusia ke dalam lautan.”
Adapun tentang Imãm Mahdi (Al Mahdi) dikhobarkan di dalam Hadits Shohĩh yang lainnya, dimana ia (Imãm Mahdi) akan turun sebelum turunnya ‘Isa bin Maryam عليه السلام; sebagaimana terdapat dalam Hadits Shohĩh Riwayat Al Imãm Muslim no: 156, dari Shohabat bernama Jãbir bin ‘Abdillah رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لا تزال طائفة من أمتي يقاتلون على الحق ظاهرين إلى يوم القيامة قال فينزل عيسى بن مريم صلى الله عليه و سلم فيقول أميرهم تعال صل لنا فيقول لا إن بعضكم على بعض أمراء تكرمة الله هذه الأمة
Artinya:
“Dan senantiasa dari ummat ini ada sekelompok orang yang berperang diatas Al Haq (kebenaran). Mereka menang hingga Hari Kiamat.”
Selanjutnya Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Maka turunlah ‘Isa bin Maryam عليه السلام, dan berkata Amir (Pemimpin) mereka (– Imãm Mahdi — pent), “Mari sholat untuk kami.”
Kemudian Nabi ‘Isa عليه السلام berkata, “Tidak, sesungguhnya sebagian kalian menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai bentuk pemuliaan Allõh سبحانه وتعالى terhadap ummat ini.”
Dari Hadits ini jelaslah bahwa Imãm Mahdi ada sebelum Nabi ‘Isa عليه السلام.
Dengan demikian kalau disimpulkan dari kandungan kedua Hadits diatas, akan ada “10 (sepuluh) Tanda-tanda Kiamat Besar” yakni :
1) Turunnya Al Mahdi disebut juga Imãm Mahdi
2) Dajjal,
3) Turunnya ‘Isa putera Maryam عليه السلام,
4) Ya’juj wa Ma’juj,
5) Matahari terbit dari sebelah barat,
6) Dabbah (hewan melata di atas bumi),
7) Dukhãn (asap),
8) Tiga Gerhana,
9) Api dari negeri Yaman yang menggiring manusia,
10) Angin yang melemparkan manusia ke laut.
In syã Allõh dalam kajian kita kali ini, akan dibahas tentang Imãm Mahdi (Al Mahdi).
Tentang “Al Mahdi”
Secara bahasa, Al Mahdi adalah isim maf’ũl (obyek), asal katanya adalah: Hada (هدى) – Yahdi (يهدي) – Hudan (هدى) – Hadyan (هديا) – Hidayatan (هداية).
Itulah perubahan struktur katanya.
Lalu kita dengar dari kata itu : Al Huda (الهدى), artinya: Al Hidayah (الهداية) (Bimbingan, Petunjuk).
Menurut Al Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله yang dimaksud “Al Mahdi”, dalam tinjauan bahasa adalah: “Orang yang Allõh سبحانه وتعالى tunjukkan kepada kebenaran”.
Namun secara ringkas, yang dimaksud “Al Mahdi” adalah: “Seseorang (manusia) yang diberitakan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم akan muncul di akhir zaman untuk memenangkan Islam dan menegakkan keadilan”.
Ketika sampai pada zaman itu, ia (Al Mahdi) akan diikuti oleh kaum Muslimin. Lalu pada zamannya pula akan muncul Dajjal dan ‘Isa bin Maryam عليه السلام.
Dalam Hadits Riwayat Al Imãm At Turmudzy no: 2230, Al Imãm Abu Dãwud no: 4284, berkata Syaikh Nashiruddin Al Albãny bahwa Hadits ini Hasan Shohĩh; dan diriwayatkan oleh Al Imãm Ahmad no: 3572, berkata Syaikh Syuaib Al Arnã’uth bahwa Sanad Hadits ini Hasan, dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
لاَ تَذْهَبُ أَوْ لاَ تَنْقَضِى الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى
Artinya:
“Tidak akan sirna dunia ini, hingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang laki-laki dari keturunanku, yang namanya seperti namaku.”
Sedangkan dalam riwayat yang lain yakni dalam Hadits Riwayat Al Imãm Abu Dãwud no: 4284, dan Syaikh Nashiruddin Al Albãny mengatakan dalam “Shohĩh Sunnan Abi Daawud” no: 4282 bahwa Hadits ini Hasan Shohĩh, dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِى
Artinya:
“…Namanya sama dengan namaku, dan nama ayahnya seperti nama ayahku.”
Lalu dalam Hadits Riwayat Al Imãm Ibnu Mãjah no: 4085, berkata Syaikh Nashiruddin Al Albãny bahwa Hadits ini Hasan; dan diriwayatkan oleh Al Imãm Ahmad no: 645 dari Shohabat ‘Ali رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
المهدي منا أهل البييت يصلحه الله في ليلة
Artinya:
“Al Mahdi berasal dari kami, Ahlul Bait, Allõh memperbaikinya dalam satu malam.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 3449 dan Al Imãm Muslim no: 409, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
Artinya:
“Bagaimana dengan kalian, apabila ‘Isa bin Maryam عليه السلام turun kepada kalian, sedangkan Imãm kalian dari kalangan kalian sendiri.”
Dan dalam hadits diatas dijelaskan bahwa Al Mahdi (Imãm Mahdi) adalah sebagai Imãm (Pimpinan) kaum Muslimin pada waktu itu. Termasuk ‘Isa عليه السلام yang Allõh سبحانه وتعالى turunkan pada saat itu pun akan bermakmum kepada Al Mahdi. Dan pada saat tersebut, ‘Isa عليه السلام diturunkan oleh Allõh سبحانه وتعالى bukan lagi bertugas sebagai Nabi, namun diturunkan oleh Allõh سبحانه وتعالى untuk memerangi Dajjal.
Di ujung kepemimpinan Al Mahdi, akan muncul ‘Isa bin Maryam عليه السلام dan ‘Isa bin Maryam عليه السلام akan memerangi Dajjal, dan antara satu sama lain tanda-tanda itu tidak ada jenjang waktunya, maksudnya : tidak terputus. Satu tanda selesai lalu muncul tanda berikutnya, tanda ini pun selesai, lalu muncul tanda berikutnya, sampai tanda-tanda yang terakhir yaitu: manusia akan dihempaskan ke laut, atau manusia akan digiring ke suatu tanah lapang luas, yaitu yang disebut dengan Padang Mahsyar, dimana seluruh manusia berkumpul.
Kita bermohon kepada Allõh سبحانه وتعالى agar kita tidak dipanjangkan umur sampai pada masa-masa yang tersebut diatas, karena menurut Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم: Orang yang akan mengalami hari Kiamat adalah orang-orang jahat saja.
Dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 5066, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa beliau berkata,
عن عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ َقَالَ : لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ الْخَلْقِ هُمْ
Artinya:
“Kiamat tidak akan terjadi, kecuali pada orang-orang yang paling jahat.”
Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka, karena bila ketika itu masih ada orang-orang yang dalam hatinya ada iman, orang-orang itu akan dihempas oleh angin, angin itu berbau misik dan mencabut semua nyawa orang-orang yang ada iman di dalam hatinya. Berarti saat itu orang mu’min sudah tidak ada (mati).
Dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 327, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ رِيحًا مِنَ الْيَمَنِ أَلْيَنَ مِنَ الْحَرِيرِ فَلاَ تَدَعُ أَحَدًا فِى قَلْبِهِ – قَالَ أَبُو عَلْقَمَةَ مِثْقَالُ حَبَّةٍ وَقَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ – مِنْ إِيمَانٍ إِلاَّ قَبَضَتْهُ
Artinya:
“Sesungguhnya Allõh akan mengutus angin dari arah Yaman yang lebih halus dari pada sutra, sehingga tidak ada seorang pun yang didalam hatinya terdapat iman seberat zarroh (atom) kecuali akan direnggut nyawanya.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 7483 , dari ‘Ã’isyah رضي الله عنها, berkata bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
لاَ يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَدَ اللاَّتُ وَالْعُزَّى ». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُ لأَظُنُّ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ (هُوَ الَّذِى أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ) أَنَّ ذَلِكَ تَامًّا قَالَ « إِنَّهُ سَيَكُونُ مِنْ ذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً فَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَيَبْقَى مَنْ لاَ خَيْرَ فِيهِ فَيَرْجِعُونَ إِلَى دِينِ آبَائِهِمْ
Artinya:
“Malam dan siang tidak akan musnah, kecuali setelah patung Al Latta dan Al Uzza disembah lagi.”
Aku bertanya, “Ya Rosũlullõh, semula aku menyangka ketika Allõh سبحانه وتعالى menurunkan QS. At Taubah ayat 33, ‘Dialah yang telah mengutus Rosũl-Nya dengan membawa petunjuk (Al Qur’an) dan dien yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya; bahwa Islãm akan tetap sempurna.”
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Dari kesempurnaan itu Islãm akan diamalkan semakin surut sesuai dengan kehendak Allõh سبحانه وتعالى. Lalu, Allõh سبحانه وتعالى mengutus angin yang baik untuk merenggut nyawa setiap orang yang didalam hatinya terdapat iman seberat biji sawi, sehingga tinggallah orang-orang yang tidak memiliki kebaikan, lalu mereka kembali kepada agama nenek moyang mereka (kemusyrikan).”
Menurut Ahlus Sunah wal Jamã’ah, status Hadĩts tentang Al Mahdi tersebut adalah sampai pada derajat Mutawãtir. Sehingga barangsiapa yang megingkarinya maka orang tersebut akan tergolong kedalam Inkar Sunnah (Kafir terhadap Sunnah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم).
Dibawah ini pernyataan beberapa ‘Ulama Ahlus Sunnah tentang status Hadits Al Mahdi :
(1) Al Imãm Abul Hasan bin Muhammad bin Al Husain Al Abu Riy رحمه الله, disebutkan oleh Ibnul Hajar Al Asqolany رحمه الله dalam Kitab “Tahdzĩbut Tahdzĩb” 9/126 : “Adalah telah sampai kepada derajat Mutawãtir beritanya, dan sedemikian ‘membludak’ dan semakin banyak dengan banyaknya para perowi dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tentang akan keluarnya Al Mahdi.
Bahwa Al Mahdi itu termasuk turunan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Ia (Al Mahdi) akan berkuasa selama 7 (tujuh) tahun, dan selama ia berkuasa bumi ini akan berada dalam suasana adil, dan ia akan keluar bersama ‘Isa bin Maryam عليه السلام, lalu membantunya dalam membunuh Dajjal.”
Jadi ada tiga orang yang muncul secara beruntun yaitu: Al Mahdi, ‘Isa bin Maryam عليه السلام dan Dajjal di Bãbi Luddin (di depan pintu kota dekat Baitul Maqdis, wilayah Palestina).
Selanjutnya beliau menjelaskan: “Di bumi Palestina, ia akan menjadi Imãm bagi ummat ini (dalam sholat) dan Nabi ‘Isa عليه السلام akan sholat di belakang Al Mahdi satu kali. Berikutnya akan terjadi serah-terima dan selanjutnya Nabi ‘Isa عليه السلام lah yang memimpin.”
(2) ‘Ulama Ahlus Sunnah lain bernama Al Imãm Muhammad Siddĩq Hasan Khõn Al Qonuji رحمه الله dalam Kitab “Al ‘Idzã’ah Lima Kãna Wamã Yakũnu Bayna Yadai Assã’ah” halaman 187 mengatakan bahwa: “Hadits-hadits yang meriwayatkan tentang Al Mahdi, betapa pun berselisih tentang periwayatannya itu sangat banyak, namun telah sampai batas Mutawãtir Ma’nawi.”
“Mutawãtir” itu ada dua macam yaitu: “Mutawãtir Lafdzi” dan “Mutawãtir Ma’nawi”.
Dimana Hadits-hadits tersebut terdapat dalam Kitab-kitab Sunnan (Kitab Hadits yang berisi tentang Hukum, misalnya Sunnan Abu Dawud, Sunnan Ibnu Mãjah, Sunnan An Naã’i, Sunnan At Turmudzy, dstnya.) dan lain-lain tulisan tentang Al Islãm, baik itu merupakan “Mu’jam” dimana disebutkan sanad-nya, kapan dan dimana hadits itu diceritakan atau didapat. Dan “Mu’jam” itu yang terkenal adalah yang ditulis oleh Al Imãm At Thobrony, yaitu Kitab “Al Ma’ajim Ats Tsalãtsah”, atau “Al Mu’jam Ash Shoghĩr”, “Al Mu’jam Al ‘Aushoth” dan “Al Mu’jam Al Kabĩr”. “Al Mu’jam Al Kabĩr” sendiri tidak kurang terdiri dari 36 jilid.
“Al Masãnĩd” (jamak dari “Musnad”), dimana Musnad adalah Kitab Hadits yang cara penulisannya adalah menurut urutan Shohabat. Misalnya: hadits-hadits yang berasal dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, isinya adalah semua hadits yang berasal dari Abu Hurairoh رضي الله عنه. Kitabnya disebut “Musnad Abu Hurairoh”. Hadits-hadits yang berasal dari Abu Bakar As Siddĩq رضي الله عنه, maka disebut “Musnad Abu Bakar As Siddĩq”. Semua isinya adalah hadits-hadits yang berasal dari Abu Bakar As Siddĩq رضي الله عنه. Dan masih banyak kitab Al Masãnĩd dimana memuat Shohabat-shohabat رضي الله عنهم yang menceritakan Hadits-Hadits tersebut.
Dalam Kitab-Kitab tersebut, semuanya menulis dan meriwayatkan tentang Al Mahdi, sehingga dapat dipastikan bahwa Hadits tentang Al Mahdi adalah termasuk Mutawãtir.
(3) Al Imãm Muhammad As Safãrĩny رحمه الله dalam Kitab “Lawaami’ul Anwaar” 2/84 mengatakan: “Telah banyak riwayat tentang akan keluarnya Al Mahdi, sampai derajat Mutawãtir Al Ma’nawi dan tersebar berita tentang ini di antara para Ulama As Sunnah sehingga terhitung dalam kategori ‘aqĩdah mereka.”
Maksudnya, bahwa bagian daripada ‘aqĩdah para ‘Ulama Ahlus Sunnah adalah meyakini tentang akan munculnya Al Mahdi dan itu menjadi tanda datangnya hari Kiamat.
(4) Dalam “Sunnan Abu Daawud”, Al Imaam Abu Daawud meriwayatkan Hadits no: 4292 dimana Hadits ini di-dho’iif-kan oleh banyak para ‘Ulama antara lain adalah Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitabnya “Dho’iif Sunnan Abu Daawud” no: 924, dimana dalam riwayat ini dinyatakan bahwa Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه, sembari melihat pada putranya bernama Al Hasan رضي الله عنه, ia berkata,
قَالَ عَلِىٌّ – رضى الله عنه – وَنَظَرَ إِلَى ابْنِهِ الْحَسَنِ فَقَالَ إِنَّ ابْنِى هَذَا سَيِّدٌ كَمَا سَمَّاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- وَسَيَخْرُجُ مِنْ صُلْبِهِ رَجُلٌ يُسَمَّى بِاسْمِ نَبِيِّكُمْ يُشْبِهُهُ فِى الْخُلُقِ وَلاَ يُشْبِهُهُ فِى الْخَلْقِ ثُمَّ ذَكَرَ قِصَّةَ يَمْلأُ الأَرْضَ عَدْلاً
Artinya:
“Sesungguhnya anakku ini adalah Tuan, sebagaimana dinamai oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. Dan akan keluar dari tulang rusuknya seorang laki-laki yang diberi nama dengan nama Nabi kalian, dan tubuhnya menyerupainya (Nabi kalian), tetapi tidak menyerupainya dalam perilakunya… Akan memenuhi bumi dengan keadilan.”
Hadits diatas menjadi bukti bahwa nasab Al Mahdi (Imãm Mahdi) pada Al Hasan bin Ali رضي الله عنه, riwayatnya adalah tidak shohiih.
Kesimpulannya adalah bahwa Hadits tentang Al Mahdi itu diriwayatkan oleh tidak kurang dari 26 (duapuluh enam) orang Shohabat رضي الله عنهم. Dan para Imãm Ahli Hadĩts, antara lain disebutkan dalam Kitab-Kitab “As Sunnan”, “Al Masãnĩd”, dan “Al Ma’ãjim”, dan lain sebagainya seperti yang telah disebutkan diatas, telah meriwayatkan tentang Al Mahdi kira-kira tidak kurang dari 36 (tigapuluh enam) orang Imãm Ahlus Sunnah. Oleh karena itu layak dan pantas lah kalau riwayat tentang Al Mahdi disebut “Mutawãtir”.
Bagaimana sikap kita?
Sebagaimana dikatakan oleh Al Imãm As Safãrĩny رحمه الله dalam Kitab “Lawãmi’ul Al Anwãr”, beliau berkata: “Bahwa dari yang diriwayatkan oleh kalangan Shohabat dan dari apa yang disebut dari riwayat-riwayat yang sangat banyak, juga dari kalangan Tãbi’ĩn dan setelah mereka; yang memberikan keterangan kepada kita, bahwa semua itu adalah pengetahuan yang pasti, ‘aqĩdah yang pasti, yang tidak bisa diragukan lagi.”
Maka mengimani tentang akan keluarnya Imãm Mahdi adalah Wajib (Hukumnya Wajib). Sebagaimana telah ditetapkan oleh para ahli ‘ilmu dan merupakan bagian yang tertulis tentang ‘Aqĩdah Ahlus Sunnah wal Jamã’ah. Maka, barangsiapa yang menyatakan dirinya sebagai seorang Ahlus Sunnah wal Jamã’ah maka haruslah ia beriman dan mengakui akan muncul dan datangnya Al Mahdi.
Nama dan Nasab dari Al Mahdi
Namanya adalah seperti nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Demikian juga nama ayahnya adalah sama dengan nama ayah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, berarti: Muhammad bin ‘Abdullõh. Ayah Al Mahdi juga akan bernama ‘Abdullooh. Dan ia berasal dari keturunan Fathimah رضي الله عنها seperti disebutkan diatas.
Adalah diriwayatkan oleh Al Imãm Abu Dãwud no: 4284, juga Al Imãm At Turmudzy no: 2231, bahkan menurut penuturan Al Imãm At Turmudzy maka Hadits ini Hasanun Shohĩh. Demikian pula dikatakan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny. Dari Shohabat ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ ». قَالَ زَائِدَةُ فِى حَدِيثِهِ « لَطَوَّلَ اللَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ ». ثُمَّ اتَّفَقُوا « حَتَّى يَبْعَثَ فِيهِ رَجُلاً مِنِّى ». أَوْ « مِنْ أَهْلِ بَيْتِى يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِى وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِى ». زَادَ فِى حَدِيثِ فِطْرٍ « يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
Artinya:
“Kalau seandainya dunia ini hanya tersisa tinggal satu hari saja, maka hari itu Allõh akan perpanjang waktunya (harinya) sehingga Allõh akan bangkitkan pada hari itu seorang laki-laki berasal dariku”.
Dalam redaksi (lafadz) lain disebutkan:
“Namanya sama dengan namaku. Dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku…”
Lalu dalam redaksi (lafadz) lainnya juga disebutkan:
“Akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya (bumi) dipenuhi dengan kedzoliman.”
Ciri-ciri Al Mahdi (Imãm Mahdi)
Ada dua ciri, yaitu ciri bersifat fisik dan ciri yang bersifat perilaku.
Menurut apa yang diriwayatkan oleh Al Imãm Ahmad bin Hanbal رحمه الله no: 11130 dalam Kitab “Al Musnad”, juga riwayat Al Imãm Abu Dãwud no: 4287, berkata Syaikh Nashiruddin Al Albãny bahwa Hadits ini Hasan. Dari Shohabat Abu Sã’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
الْمَهْدِىُّ مِنِّى أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الأَنْفِ يَمْلأُ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ »
Artinya:
“Al Mahdi itu berasal dari keturunanku. Ia tipis alisnya, panjang hidungnya (mancung), bumi ini akan dipenuhi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya bumi ini dipenuhi oleh kedzoliman. Ia akan menguasai dunia ini selama 7 (tujuh) tahun.”
Itulah berita / khobar dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Dan itu bukanlah hasil analisa, bukan pula hasil dari ramalan manusia, melainkan ia berasal dari Wahyu Allõh سبحانه وتعالى. Oleh karena Hadits tersebut telah menjelaskan bahwa dari sisi ciri fisik dan perilakunya adalah ia akan selalu berbuat adil, bahkan memakmurkan dunia.
Dan Hadits lain yang diriwayatkan oleh Al Imãm Hakim no: 8673 dan beliau berkata bahwa Hadits ini Sanadnya Shohĩh, tetapi kedua Imãm (– maksudnya Al Imãm Al Bukhõry dan Al Imãm Muslim – pent.) tidak mengeluarkannya. Juga dikatakan oleh Al Imãm Adz Dzahãby bahwa Hadits ini Shohĩh, dan Syaikh Nashiruddin Al Albãny رحمه الله dalam Kitab “Silsilah Hadits Shohĩh” no: 711, menyatakan bahwa sanad Hadits ini Shohĩh, diriwayatkan oleh para perowi yang terpercaya, dari Shohabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda :
يخرج في آخر أمتي المهدي يسقيه الله الغيث و تخرج الأرض نباتها و يعطى المال صحاحا و تكثر الماشية و تعظم الأمة يعيش سبعا أو ثمانيا يعني حججا
Artinya:
“Akan keluar pada akhir ummatku Al Mahdi. Allõh karuniai dia dengan hujan. Bumi ini akan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan (menjadi subur sekali), dia akan membagi-bagikan harta tanpa perhitungan. Hewan ternak akan menjadi banyak. Ummat (Islam) akan menjadi berjaya, dia akan hidup selama 7 – 8 (tujuh sampai delapan) tahun.”
Itulah Hadits yang merupakan berita dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, bahwa Al Mahdi akan keluar, dan dunia disaat itu akan mengalami kesuburan, tidak ada bahaya kelaparan seperti saat ini. Dan tidak akan terjadi krisis seperti saat ini, bahkan semuanya akan berada dalam keadaan makmur.
Dalam Hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 2913, dari Abu Sã’id al Khudry, juga dari Jãbir bin ‘Abdillãh رضي الله عنهما, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يكون في آخر أمتي خليفة يحثي المال حثيا لا يعده عددا
Artinya:
“Pada akhir zaman akan terjadi Kholĩfah (Pemimpin kaum muslimin) membagi-bagikan harta dengan tidak menghitung-hitung.”
Kapan akan muncul dan dimana munculnya Al Mahdi ?
Didalam Kitab “Asyrõtussã’ah” (Tanda Hari Kiamat) halaman 73 yang ditulis oleh Syaikh ‘Abdullõh bin Sulaiman Al Ghufaily, beliau mengatakan, “Tidak ada riwayat yang Shohĩh dan gamblang tentang Kapan dan dimana akan munculnya Al Mahdi. Akan tetapi Ahli ‘Ilmu mengambil penjelasan tentang hal tersebut, dari apa yang dapat dipahami melalui riwayat-riwayat, betapa pun ke-shohĩhannya tidak pasti.”
Sebagai contoh :
Menurut apa yang diriwayatkan Al Imãam Ibnu Mãjah no: 4084, Hadits ini Sanadnya Shohĩh, para perowinya terpercaya sebagaimana terdapat dalam Kitab “Az Zawã’id”, dan menurut Al Imãm Al Hakim dalam Kitabnya “Al Mustadrok” no: 8432 bahwa Hadits ini adalah Shohĩh, sesuai dengan syarat Al Imãm Al Bukhõry dan Al Imãm Muslim. Hal ini dinyatakan pula demikian oleh Al Imãm Adz Dzahãby dalam Kitabnya bernama “Al Talhĩsh”. Namun, Syaikh Nashiruddin Al Albãny men-dho’ĩf-kannya, sebagaimana terdapat dalam “Dho’ĩf Ibnu Mãjah” no: 4084, juga “Dho’ĩf Al Jãmi’ush Shoghĩr” no: 14570, dan dalam “Silsilah Hadits Dho’ĩf” no: 85. Dari Shohabat Tsauban رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
( يقتيل عند كنزكم ثلاثة كلهم ابن خليفة . ثم لا يصير إلى واحد منهم . ثم نطلع الرايات السود من قبل المشرق . فيقتلونكم قتلا لم يقتله قوم ) ثم ذكر شيئا لا أحفظه . فقال ( فإذا رأيتموه فبايعوه ولو حبوا على الثلج . فإنه خليفة الله المهدي )
Artinya:
“Akan terjadi perebutan berkenaan dengan harta terpendam yang kalian cari itu adalah tiga (kelompok), semuanya adalah anak Kholĩfah, kemudian dimenangkan salah seorang dari mereka. Lalu muncullah bendera hitam dari arah timur, kemudian mereka memerangi dan membunuh kalian, tidak pernah sebengis (sedahsyat) itu terjadi peperangan sebelumnya.”
Kemudian kata Tsauban رضي الله عنه: “Aku tidak ingat lagi apa yang disebutkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, lalu beliau صلى الله عليه وسلم berkata: “Jika kalian menyaksikan kejadian itu maka berbai’atlah kalian kepadanya, dia adalah Kholĩfah Al Mahdi”.
Itulah kejadian yang di-khobar-kan Wahyu, maka kemungkinan terjadinya adalah di Jazirah Arab, karena dalam Hadits tersebut disebutkan sebagai “Kholĩfah”.
Hal tersebut juga sebagaimana apa yang dikatakan oleh Al Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله dalam kitab beliau berjudul “An Nihãyah Fil Fitan wal Malãhim”, bahwa yang dimaksud dengan “Harta Terpendam” adalah “Kanzul Ka’bah” (– artinya: Ka’bah — ). Jadi mereka akan berebut Ka’bah, berarti kejadiannya tentulah di Mekkah. Lalu berebutlah diantara keturunan Kholĩfah tersebut, sampai kemudian keluarlah Al Mahdi dari arah dunia timur. Jadi keluarnya Al Mahdi bukanlah dari “Sirdab” seperti yang diyakini oleh kaum Syi’ah, karena keyakinan kaum Syi’ah itu berasal dari syaithõn, bukan dari Wahyu.
Maka keluarnya Al Mahdi itu berasal dari dunia timur, kemudian ia dibai’at di Ka’bah sebagaimana ditunjukkan oleh Hadits-Hadits yang shohĩh. Demikianlah penjelasan Al Imãm Ibnu Katsĩr رحمه الله.
Adapun tentang proses pembaiatan Al Mahdi (Imãm Mahdi) di Ka’bah dalam Hadits yang shohiih, adalah sebagaimana terdapat dalam Hadits Riwayat Al Imãm Ibnu Hibban no: 6827 dan Al Imãm Ahmad no: 7897, dan menurut Syaikh Syu’aib Al Arnã’uth sanadnya Shohĩh, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يبايع لرجل بين الركن والمقام
Artinya:
“Akan dibai’at seseorang diantara Rukun dan Maqom…..”
Dengan demikian, Al Mahdi (Imãm Mahdi) akan dibai’at diantara Rukun Yamani dan Maqom Ibrohim, berarti terjadinya di Ka’bah.
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allõh سبحانه وتعالى,
Maka tidak boleh ada diantara kita memiliki pemahaman yang keliru tentang Imãm Mahdi. Sebagaimana dijelaskan oleh ‘Ulama Ahlus Sunnah yaitu Ibnul Qoyyim Al Jauziyah رحمه الله dalam Kitabnya “Al Manãrul Munĩf” ketika menjelaskan Hadits no: 345 bahwa:
“Kaum Rõfidhoh (Syi’ah), dan Al Imãmiyah (yaitu Isna Asy’ariyyah, dan Ja’fariyyah) (– dimana ajaran mereka juga tersebar di Indonesia saat ini –pent.), maka mereka itu meyakini bahwa Al Mahdi adalah Muhammad bin Al Hasan bin Al Askari Al Munthadzor dari keturunan Al Husein Ibnu Ali رضي الله عنه dan bukan keturunan Al Hasan رضي الله عنه; yang hadir di berbagai negeri, ghoib dari pandangan yang mewariskan tongkat yang menstempel alam semesta, masuk ke Gua Sãmirrõ pada masa kecil, tidak kurang dari 500 tahun, setelah itu tidak lagi tampak dimata, tidak ada bekas dan berita. Orang Syi’ah menunggunya setiap hari, mereka berdiri diatas kuda di depan pintu gua tadi, seraya berteriak memanggilnya, ‘Keluarlah wahai Tuan kami, keluarlah wahai tuan kami.’ Kemudian mereka keluar dengan tangan hampa….. Sungguh, mereka (orang Syi’ah) adalah memalukan anak cucu Adam, dan menjadi lelucon dan olok-olok bagi setiap orang yang berakal.”
Lalu ada pula yang mengingkari Imãm Mahdi, dan hal ini tidak sesuai serta bertentangan dengan apa yang diyakini oleh Ahlus Sunnah wal Jamã’ah sebagaimana telah diuraikan diatas. Hal ini disebabkan karena adanya Hadits Palsu tentang pengingkaran kepada adanya Al Mahdi.
Mereka yang tidak mengimani akan munculnya Al Mahdi itu berasal dari Hadits tersebut. Kata mereka: “Tidak ada Al Mahdi, yang ada adalah ‘Isa putera Maryam عليه السلام.”
Tetapi setelah diteliti oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah, diantaranya adalah oleh Ibnu Taimiyah رحمه الله, disini disebutkan bahwa Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al Imãm Ibnu Mãjah, dan itu adalah Hadits yang Lemah, diriwayatkan oleh Yunus dari Asy Syãfi’iy, dimana perowinya dari kalangan ahli Yaman tidaklah diketahui, dan tidak bisa dijadikan sebagai hujjah (alasan dan landasan). Demikianlah penjelasan tentang orang yang mengingkari adanya Al Mahdi, karena berlandaskan kepada Hadits Palsu atau Lemah tersebut, dan hal ini dijelaskan dalam Kitab “Minhãjus Sunnah”.
Al Imãm Adz Dzãhaby رحمه الله mengatakan bahwa Muhammad bin Kholid Al Jundi Al Azdi, orang tersebut menurut timbangan Al Jarh wat Ta’dĩl adalah Munkarul Hadits. Dan Al Imãm Al Hakim رحمه الله mengatakan bahwa orang ini adalah majhul (tidak dikenal). Karena orangnya majhul (tidak dikenal), maka Haditsnya tidak bisa dipakai sebagai Hujjah (argumentasi).
Itulah sekilas keterangan tentang Al Mahdi. Bahwa Al Mahdi adalah manusia keturunan dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, dan ketika itu Al Islãm akan berjaya, penuh dengan keadilan dan yang demikian adalah kekuasaan Allõh سبحانه وتعالى.
Mudah-mudahan kita menjadi yakin adanya, dan tidak boleh ada yang meyakini hal-hal khurofat, selain daripada yang diriwayatkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, melalui Hadits-Haditsnya yang Shohĩh.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
Disampaikan diatas bahwa Imam Mahdi akan turun di Jazirah Arab. Lalu disebutkan berasal dari “timur”, itu dimana? Lalu di belahan dunia lainnya, siapakah Imam yang berkuasa, misalnya bagaimana dengan di Indonesia atau Amerika, dll?
Jawaban:
Dalam Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tidak memberikan definisi yang jelas tentang tanggal berapa, bulan apa, tahun berapa, di daerah mana Al Mahdi itu akan muncul. Tidak ada riwayat tentang itu. Hanya diisyaratkan dari arah timur. Kalau itu disebelah timur dari Madinah, berarti dari negeri Syam (sekarang Iraq – Syria). Intinya, tidak bisa dita’wil, karena itu masalah ghoib, maka harus dengan dalĩl.
Tetapi mengenai Keadilan yang akan terjadi, seperti digambarkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, adalah Al Ardh, bumi. Kalau dikatakan “Bumi”, maka secara global bumi akan dikuasai oleh Al Mahdi. Kepemimpinan dunia ketika itu akan dikuasai oleh satu orang Muslim bernama Muhammad bin ‘Abdillah Al Mahdi. Berarti seluruh dunia. Kalau dibayangkan bagaimana nanti kekuasaan seluruh dunia bisa dipegang oleh satu orang pemimpin, itulah kekuasaan Allõh سبحانه وتعالى.Sebagaimana Allõh Maha Kuasa menciptakan manusia ke dunia, sebagaimana Allõh Maha Kuasa menghancurkan alam semesta ini, maka bagi Allõh سبحانه وتعالى sangatlah mudah untuk menjadikan semua itu atas Kehendak-Nya.
Pertanyaan:
1) Dijelaskan diatas bahwa Imãm Mahdi adalah berasal dari keturunan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, yaitu keturunan dari nasab Fathimah رضي الله عنها. Bagaimana memastikan (menentukan) bahwa Imam Mahdi itu dari nasab Fathimah?
2) Saat ini banyak orang yang cenderung memuliakan orang yang meng-klaim dirinya keturunan dari Habib. Apakah memang ada alasan mereka memuliakan keturunan Habib? Dari kami tidak ada masalah, sepanjang mereka itu berada di garis depan dalam menegakkan Sunnah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Tetapi yang sering kami lihat adalah ternyata mereka tidak seperti yang dicontohkan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Karena tidak jarang kemudian ada kalangan yang menyatakan dirinya sebagai Habib namun tenggelam dalam ke-Bid’ah-an.
Jawaban:
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits yang Shohĩh bersabda, bahwa tidak ada keistimewaan terhadap keturunan beliau.
Buktinya adalah dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 4304 dan Al Imãm Muslim no: 4506, beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Artinya:
“Demi Allõh, seandainya anakku Fathimah mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.”
Berarti beliau صلى الله عليه وسلم tidak mengadakan dispensasi atau keistimewaan terhadap keturunannya. Kalau ada keturunan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم yang seharusnya menjunjung tinggi kemuliaan dari keturunan beliau صلى الله عليه وسلم, akan tetapi lalu mereka mencemarinya dengan mengerjakan amalan yang tidak ada tuntunannya dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم sendiri (Bid’ah), atau mencemarinya dengan mempelopori sesuatu perkara yang bukan berasal dari Sunnah Nabi Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Mutholib صلى الله عليه وسلم, maka mereka tidak berhak untuk dimuliakan dan diagungkan. Bahkan sampai Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada Fathimah رضي الله عنها putrinya yang beliau صلى الله عليه وسلم sayangi sebagai berikut:
…. يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ سَلِينِى بِمَا شِئْتِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا »
Artinya:
“Ya Fathimah, mintalah kepadaku apa yang engkau mau, sebab aku tidak bisa memberi manfaat kepadamu pada hari Kiamat kelak.” (Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 2753 dan Al Imãm Muslim no: 525)
Hal itu menunjukkan bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tidak membeda-bedakan apakah seseorang itu keturunan beliau صلى الله عليه وسلم atau bukan.
Maka sesungguhnya, kalau ada orang sudah sedemikian jauh dengan mengaku bahwa dirinya adalah merupaka keturunan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka seharusnya ia pun semakin mempunyai “almamater” yang tinggi untuk menghidupkan Sunnah Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Jika sebaliknya, maka ia tidaklah berhak untuk dihormati, karena mereka justru menyimpang dari “Jalan Kakeknya” sendiri.
Seseorang bisa saja mengaku dirinya sebagai keturunan si Fulan, maka sebetulnya orang tersebut tidak boleh bermain-main dengan pengakuannya. Oleh karena hal itu berkenaan dengan darah. Di dalam Al Islãm, me-nisbath-kan sesuatu yang bukan nasab-nya, maka Harom hukumnya.
Oleh karenanya maka Zaid bin Tsãbit رضي الله عنه yang sudah ikut kepada keluarga Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pun, akan tetapi ia tetap saja tidak boleh disebut “Zaid bin Muhammad”, karena Harom hukumnya meng-adopsi. Tidak ada dalam Al Islãm hukum adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa nasab (keturunan) itu sangatlah penting. Seseorang tidak boleh mengaku-ngaku dirinya sebagai keturunan si Fulan. Harus ada silsilah nasab-nya secara jelas. Dan masyarakat Indonesia sangatlah lemah dalam hal silsilah.
Pada intinya: Kita sebagai Ahlus Sunnah wal Jamã’ah menghormati keluarga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم, maka ketika kita bersholawat: “Allõhumma sholli’alã Muhammadin wa’alã ãlihi wa ashabihi” (– “Ãlihi” adalah “Keluarga Rosũl” –). Jadi penghormatan kita dengan mengucapkan sholawat kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم adalah termasuk juga kepada keluarga beliau صلى الله عليه وسلم yang benar-benar shõlih. Kalau tidak shõlih, maka tentu bukanlah termasuk yang mendapatkan do’a ini. Jadi kita tidak boleh mengkultuskan keluarga Rosũl صلى الله عليه وسلم. Hanya kerena ia mengaku sebagai “Habib”, lalu apakah orang-orang harus mencium tangannya? Apakah ia harus dikultuskan, dilebihkan dari yang lain? Hal ini tidak benar, karena semua itu bukanlah tuntunan dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Pertanyaan:
1) Tentang salah satu tanda-tanda Hari Kiamat yang disampaikan sebelum ini, yaitu tentang wanita yang bekerja membantu mencari nafkah (wanita karier). Pertanyaannya: Bila si suami bekerja, tetapi si isteri mempunyai kemampuan (skill), misalnya: menjahit, memasak, dan ia memanfaatkannya itu, lalu bekerja sesuai dengan keahliannya, apakah yang demikian dibolehkan ?
2) Hukum Gadai itu bagaimanakah menurut Syari’at Islãm? Bagaimanakah bila seseorang menggadaikan barang kepada orang lain, apakah orang lain itu bisa memakai barang yang digadaikan itu menurut Syari’at?
Jawaban:
1) Tentang wanita bekerja, harus dirinci terlebih dahulu
Pertama: wanita itu posisinya dibawah wilayah laki-laki tertentu (misalnya: ayahnya, pamannya atau suaminya).
Kedua: wanita yang tidak dibawah wilayah laki-laki, misalnya: janda yang punya beberapa anak, maka ia harus memenuhi nafkahnya dan anak-anaknya. Wanita seperti ini boleh bekerja untuk mencari dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sedangkan bila termasuk kategori yang pertama, yakni “wanita berada dibawah wilayah laki-laki” dan lalu ia bekerja, maka :
a) Harus mendapatkan izin dari Wali-nya. Bila Wali (misalkan: suami) tidak mengizinkan, maka ia harus tunduk kepada suaminya. Karena Pintu Surga untuk wanita itu ada pada suaminya.
b) Kalau suami mengizinkan isterinya bekerja, maka boleh wanita itu bekerja. Tetapi kebolehannya itu bukan berarti menghalalkan segala cara. Syaratnya haruslah sesuai dengan batasan Syar’i baginya, yaitu antara lain tidak melakukan sesuatu yang melanggar Syari’at Islãm.
Misalnya pelanggaran yang terjadi itu antara lain adalah: jika laki-laki dan perempuan bekerja dalam satu ruangan, bercampur-aduk, suaminya entah berada dimana sementara si istri bercanda-ria dengan laki-laki lain, tertawa-tawa dan tersenyum dengan laki-laki lain yang bukan merupakan suami / mahrom-nya, dsbnya; maka secara syari’at Islãm hal itu disebut sebagai “ikhtilãth”, dan hukumnya adalah Harom.
c) Dalam bidang pekerjaan yang cocok bagi kewanitaannya, misalnya: menjahit, masak-memasak, dalam bidang medis, dll.
Artinya, wanita bekerja itu di dalam Islãm ada batasan-batasannya.
2) Masalah Gadai dalam Islãm ada dan dibolehkan, disebut sebagai: “Ar Rohnu”.
Masalah tersebut termasuk dalam kategori “Ta’ãwwun” (tolong-menolong). Sebagai contoh adalah: seseorang membutuhkan sesuatu (uang), lalu menggadaikan (menyerahkan) barang kepada orang lain yang meminjamkan uang, sebagai jaminan. Lalu setelah selesai waktunya sesuai perjanjian, masing-masing mengembalikan. Tetapi tidak ada profit (keuntungan) apalagi bunga.
Tentang boleh atau tidaknya memakai barang itu, maka harus sesuai dengan perjanjian yang dilakukan diantara kedua belah pihak, termasuk resiko dalam menggadaikan barangnya. Semua pinjam-meminjam tersebut haruslah dicatat. Al Islãm men-syari’at-kan agar melakukan pencatatan dalam hal pinjam-meminjam. Perhatikanlah QS. Al Baqoroh (2) ayat 282-283 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٨٢ (وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (٢٨٣
Artinya:
(282) “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allõh telah mengajarkannya, meka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (mendiktekan apa yang akan ditulis), dan hendaklah dia bertakwa kepada Allõh Robbnya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mengimlakkan sendiri, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki (di antara kamu). Jika tidak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan di antara saksi-saksi yang kamu ridhoi, agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allõh, lebih dapat menguatkan persaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menulisnya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi dipersulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu ke-faasiq-an pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allõh, Allõh memberikan pengajaran kepadamu, dan Allõh Maha mengetahui segala sesuatu.”
(283) Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allõh Robb-nya. Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allõh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Pertanyaan:
Bolehkah memberi nama anak dengan nama: Imãm Mahdi ?
Jawaban:
Tentang nama, yang ada dalam riwayat, apakah itu dalam Al Qur’an ataukah Al Hadĩts, atau yang dicontohkan oleh para Salaful Ummah, maka nama itu hanya terdiri dari dua kata. Yaitu: Mufrod dan Murokkab.
Mufrod artinya: tunggal, sebagai contoh adalah nama seperti: Muhammad, ‘Utsman, Ibrohim, Nuh, ‘Ã’isyah dll.
Murokkab artinya adalah: susunan lebih dari satu kata (dua kata), misalnya nama: ‘Abdullõh, ‘Abdurrohman, ‘Abdul Jabal, ‘Abdul ‘Azĩz, dstnya.
Nah, sedangkan nama “Imãm Mahdi” maka sebetulnya ia adalah dua julukan yaitu “Al Imãm” dan “Al Mahdi”, artinya Al Imãm adalah Al Mahdi. Jadi, dua kata yang bukan berarti pengulangan kata. Sebenarnya yang demikian itu tidak tepat. Maka memberi nama Imãm Mahdi itu sebetulnya tidak tepat. Kalau ingin tepat sebut saja “Mahdi” atau “Al Mahdi”.
Misalkan ada orang yang bernama Hasan Basri, sebetulnya yang benar semestinya adalah Al Hasan Al Basri. Hanya saja di Indonesia lalu disingkat menjadi Hasan Basri.
Maka bila ingin mencontoh nama, pilihlah satu kata saja, pilihlah mana saja akan tetapi satu kata itu cukup. Nama adalah suatu panggilan.
Maka hendaknya nama itu satu atau dua kata saja seperti yang dicontohkan dalam Sunnah. Dan bila memanggil orang tersebut maka seharusnya memanggilnya dengan nama lengkap, janganlah memanggilnya denga disingkat, misalnya ‘Abdullõh, jangan hanya dipanggil “Dul” saja atau “Dullõh” saja. Atau misalnya: nama Ibrohĩm, maka hendaknya cara memanggilnya lengkap satu nama itu. Jangan hanya dipanggil “Ibro” saja atau “Him” saja.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 25 Shafar 1429 H – 3 Maret 2008 M.
——- 0O0 ——-
Silakan download PDF : Al Mahdi AQI 030308FNL
Trackbacks