Skip to content

Sholawat Yang Bukan Sholawat

11 June 2011

(Transkrip Ceramah AQI 230511)

KAJIAN- 3 TENTANG PERKARA SHOLAWAT:

SHOLAWAT YANG BUKAN SHOLAWAT

Oleh:  Ustadz Achmad  Rofi’i, Lc. MM.Pd

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Sholawat adalah Ibadah, karena merupakan perintah secara langsung dari Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Ahzaab (33) ayat 56:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

Artinya:

Sesungguhnya Allooh dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi*]. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya**].”

*] Arti Sholawat:

Allooh سبحانه وتعالى bersholawat untuk Nabi صلى الله عليه وسلم, berarti Allooh سبحانه وتعالى memuji, menyanjung dan melimpahkan rahmat serta kasih sayang-Nya kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Malaikat bersholawat untuk Nabi صلى الله عليه وسلم, berarti Malaikat mendo’akan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم agar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diberi rahmat, ampunan dan kasih sayang Allooh سبحانه وتعالى.

Orang-orang mukmin bersholawat untuk Nabi صلى الله عليه وسلم, berarti Orang-orang mukmin mendo’akan agar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diagungkan, dimuliakan serta ditinggikan derajatnya oleh Allooh سبحانه وتعالى.

**] Salam penghormatan : adalah dengan mengucapkan perkataan antara lain seperi “Assalamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh(Selamat untukmu, Wahai Nabi, juga kasih-sayang dan berkah-Nya).

Maka Sholawat itu adalah Ibadah, dan karena merupakan Ibadah maka landasannya adalah terpaku pada Wahyu, harus berdasarkan dalil, tidak boleh mengarang sendiri.

Islam itu adalah sudah baku. Kalau Islam tidak baku sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 3, maka bisa jadi setiap orang punya kreasi masing-masing, dimana hal ini dapat menyebabkan kerusakan terhadap Syari’at Islam dari zaman ke zaman, akibat dari penambahan dan pengurangan disana-sini terhadap Syari’at Islam tersebut oleh para pelaku Bid’ah; sehingga Islam yang seyogyanya merupakan ajaran yang “mudah” menjadi dipersulit oleh para pelaku Bid’ah dengan berbagai kreasi penambahan dan pengurangan ataupun penggantian disana-sini oleh mereka itu tadi. Contohnya: Redaksi Sholawat yang sesuai tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang semula berkisar antara 3 baris kalimat saja, lalu ditambah-tambah dan diganti-ganti oleh para pelaku Bid’ah tersebut sehingga menjadi berpuluh-puluh kalimat.

Padahal Islam adalah ajaran yang mudah dan terpaku pada Wahyu. Jadi harus berdasarkan pada apa yang telah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang telah diberi izin dan diutus ke dunia oleh Allooh سبحانه وتعالى untuk menyampaikan dan mengajarkan Risalah dari Alloohسبحانه وتعالى.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 3 :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

Artinya:

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu dien-mu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi dien bagimu…”

Imaam Maalik رحمه الله menjelaskan berkaitan dengan ayat tersebut adalah berikut ini:

مالكا يقول من ابتدع في الاسلام بدعه يراها حسنه فقد زعم ان محمدا ( صلى الله عليه وسلم ) خان الرسالة لان الله يقول  اليوم أكملت لكم دينكم  فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا

Artinya:

Barangsiapa yang mengada-ada suatu ke-Bid’ahan didalam Al Islam yang dianggapnya baik, maka sungguh dia telah mengklaim bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم telah mengkhianati Risaalah. Karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah ayat 3, “Hari ini Aku telah sempurnakan dien untuk kalian.” Maka apa saja yang pada saat beliau hidup tidak menjadi ajaran dien, maka hari ini TIDAK BOLEH DIANGGAP DIEN.” (Lihat kitab Al-I’tishoom karya Imaam Al Syaatiby Jilid 1/149).

Oleh karena itu, dengan tegas pula Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan bahwa barangsiapa yang beramal dengan tidak berlandaskan pada Syari’at Islam, maka amalannya itu tertolak. Perhatikanlah Hadits Shohiih Riwayat Imaam Muslim no: 4590, ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:

Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak.”

Jadi sebenarnya demikian mudah kita memahami dienul Islam ini, karena semuanya sudah baku, sudah lengkap dan berpatokan kepada Wahyu. Tidak boleh ada orang yang mengatakan bahwa karena dirinya pandai, lantas ia boleh dengan seenak hatinya menambah-nambahkan sesuatu kepada Islam. Tidak boleh !

Maka, Sholawat pun demikian pula. Sholawat yang kita pelajari adalah bukan wewenang kita untuk mengarang-ngarang sendiri Redaksi / Kalimat Sholawat tersebut, melainkan itu merupakan wewenang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang telah mencontohkan Redaksi / Kalimat Sholawat itu kepada ummatnya berdasarkan Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى. Kita sebagai kaum Muslimin, tinggal mengikuti saja apa yang sudah dicontohkan dan dituntunkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dari Redaksi / Kalimat Sholawat yang telah dituntunkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم saja, kita kaum Muslimin tidak semua hafal akan redaksi-redaksi yang ada. Lalu, mengapa kita harus melirik kepada Sholawat yang bukan berasal dari ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم?

Ada beberapa jenis Sholawat-Sholawat yang Bukan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tetapi merupakan karangan orang, namun telah tersebar secara meluas di kalangan masyarakat, yang hendaknya kita ketahui untuk kita waspadai. Dan apabila ada diantara kaum Muslimin yang membacanya, maka hendaknya tinggalkanlah Sholawat-Sholawat yang bukan berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu. Dan hendaknya kaum Muslimin mencukupkan diri untuk hanya ber-Sholawat sesuai dengan Redaksi / Kalimat Sholawat sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم saja.

Dalam kajian kita kali ini insya Allooh akan dibahas antara lain 4 Sholawat yang BUKAN berasal dari Rosuulullooh صلىالله عليه وسلم, tetapi telah tersebar luas di kalangan masyarakat, yakni:

1.      Sholawat Nariyah

2.      Sholawat Al Fatih

3.      Sholawat Basyisiyah

4.      Sholawat Badriyah

Dalam Kitab berjudul Manhaju Al Firqotin Najiyyah karya Syaikh Jamiil Zainu, dikatakan bahwa:

Kita seringkali mendengar dari ucapan kalimat Sholawat atas Nabi صلى الله عليه وسلم yang baru (Mubtada’ah, Bid’ah) yang tidak pernah kita dengar dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tidak pula kita dengar dari Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tidak kita dengar dari Taabi’iin, bahkan tidak kita dengar dari para Imaam yang Mujtahidiin sekalipun ucapan dan bacaan Sholawat seperti itu. Redaksi (Kalimat) Sholawat itu adalah hasil buatan dan karangan syaikh-syaikh / orang yang hidup di akhir zaman ini, namun telah tersebar dan masyhur diantara orang-orang awam dan bahkan ahlil ‘ilmu. Mereka membaca dan mengulang-ngulang sholawat seperti itu lebih sering daripada mereka membaca Sholawat yang teriwayatkan secara Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bahkan bisa jadi mereka itu meninggalkan riwayat tentang Sholawat yang Shohiih, namun justru menyebarkan sholawat-sholawat yang dinisbatkan kepada syaikh-syaikh mereka. Kalau saja kita hayati dan renungkan sholawat-sholawat tadi, maka akan kita dapati bahwa didalamnya (– didalam redaksi sholawat tersebut – pent.) adalah merupakan bentuk penyelisihan terhadap Petunjuk dan Pedoman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”

Namun demikianlah kenyataan yang harus kita analisa keberadaannya, yakni bahwa Sholawat yang diriwayatkan secara Shohiih berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم justru ditinggalkan dan tidak dipelajari; sementara sholawat buatan syaikh-syaikh muta’akhiriin (zaman sekarang) justru malah dimasyhurkan, dilazimkan, dan diwiridkan dalam kesehariannya. Padahal Ibadah itu adalah sebagaimana yang Imaam Maalik رحمه الله jelaskan diatas, bahwa sesuatu yang bukan merupakan dien pada zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka sampai kapan pun juga tidak boleh kita anggap atau kita sebut sebagai dien.

Contoh Redaksi / Kalimat Sholawat yang TIDAK diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم antara lain:

اللهم صلِّ على محمد طِبِّ القلوب ودوائها ، وعافية الأبدان وشفائها ، ونور الأبصار وضيائها، وعلى آله وسلم

Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin, tibbil quluubi wadawaa-uhaa wa’afiat al abdan wa syifaa-uha, wan nuur al abshor wadhiyaa-iha wa’ala alihi wassallam.”

Artinya:

Ya Allooh, kasih-sayangilah atas Muhammad, dia adalah dokter dan obat hati, penyembuh badan dan obat badan, dan cahaya serta sinar pandangan, dan keselamatan atas keluarganya.”

Kalimat Sholawat diatas bukan berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, melainkan hasil karangan orang. Maka bila kita pelajari, makna dari Redaksi / Kalimat sholawat itu adalah MENYELISIHI firman Allooh سبحانه وتعالى. Karena sesungguhnya yang menjadi obat penyembuh, dan pembebas dari penyakit hati dan badan kita itu adalah Allooh سبحانه وتعالى; bukan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم! Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak punya kemampuan untuk memberi manfaat pada diri beliau sendiri, apalagi pada orang lain; sebagaimana hal tersebut telah Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam QS. Yunus (10) ayat 49 :

قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرّاً وَلاَ نَفْعاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاء أَجَلُهُمْ فَلاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ

Artinya:

Katakanlah (Muhammad): “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfa`atan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allooh.” Tiap-tiap ummat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan-(nya).”

Demikianlah firman Allooh سبحانه وتعالى yang menjelaskan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan manfaat ataupun menghilangkan madhorot / bahaya, baik pada diri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri, apalagi terhadap orang lain. Lalu mengapa dikatakan dalam redaksi sholawat tersebut bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah merupakan obat penyembuh bagi hati, badan serta cahaya pandangan dan sebagainya itu?

Maka jelaslah bahwa Redaksi/ Kalimat Sholawat karangan orang tersebut telah menyelisihi firman Allooh سبحانه وتعالى, karena bersifat Kultus (Ghuluw), penyanjungan yang berlebih-lebihan terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sehingga menempatkan Rosuulullooh diatas derajat yang semestinya yakni menyetarakan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan Allooh سبحانه وتعالى.  Na’uudzu billaahi min dzaalik.

Itulah Ghuluw, penyebab kebinasaan sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 3029, di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari ‘Abdullooh bin ‘Abbaas رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

يا أيها الناس إياكم والغلو في الدين فإنه أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين

Artinya:

Wahai manusia, Hindarilah oleh kalian sifat Ghuluw (kultus) dalam perkara dien. Binasanya orang-orang terdahulu sebelum kalian adalah karena Ghuluw.”

Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 3445, dari ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Artinya:

Janganlah kalian berlebihan terhadapku, sebagaimana orang Nashoro mengkultuskan ‘Isa Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah hamba Allooh. Maka katakanlah untukku: ‘Hamba Allooh dan Rosuul-Nya’.”

Dari Hadits diatas, dapat diambil pelajaran bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri melarang ummatnya untuk mengkultuskan beliau صلى الله عليه وسلم. Bahkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم meng-haromkan kultus tersebut, karena hal itu menyerupai perilaku orang-orang Nashrani. Lalu bagaimana sebagian kaum Muslimin mengaku-ngaku dirinya mencintai Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tetapi malah mengerjakan pekerjaan yang justru bertentangan bahkan dibenci oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم? Sungguh ironis kenyataan ini.

Perhatikanlah betapa, redaksi/ kalimat sholawat karangan orang tersebut justru telah melanggar paling tidak 2 perkara besar, yakni:

–  Mengucapkan redaksi/ kalimat sholawat yang tidak diajarkan oleh Rosuululloohصلى الله عليه وسلم, berarti berbuat ke-Bid’ahan

– Mengarang redaksi/ kalimat sholawat yang justru bertentangan dengan Risaalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan bertentangan dengan firman Allooh سبحانه وتعالى.

Kemudian Syaikh Jamiil Zainu mengatakan, “Aku melihat suatu Kitab tentang keutamaan sholawat atas Rosuul, yang ditulis oleh seorang Sufi terkenal dari Libanon, dimana redaksi sholawatnya adalah sebagai berikut:

اللهم صلِّ على محمد حتى تجعلَ منه الأحدِيَّة والقيُّومية

Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin, hatta taja’ala min hul ahadiyyata wal qoyyumiyyah.”

Artinya:

Ya Allooh, limpahkanlah sholawat atas Nabi Muhammad, sehingga Engkau jadikan dari Muhammad ini ke-Esa-an, sehingga Muhammad itu berdiri sendiri.”

Kalimat/ Redaksi Sholawat itu jelas-jelas menyelisihi firman Allooh سبحانه وتعالى. Karena ke-Esa-an itu hanyalah milik Allooh سبحانه وتعالى (QS. Al Ikhlas (112) ayat 1). “Al Qoyyum” (berdiri sendiri) adalah merupakan sifat Allooh سبحانه وتعالى. Mengapa apa yang menjadi sifat Allooh سبحانه وتعالى, dijadikan sifat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم? Bukankah Allooh سبحانه وتعالى tidak bisa dan tidak boleh disetarakan dengan makhluk-Nya? Bukankah hal ini jelas-jelas pula bertentangan dengan petunjuk Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri, yang telah melarang ummatnya untuk mengkultuskan dirinya?

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Ikhlas (112) ayat 1:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

Artinya:

Katakanlah (Muhammad): “Dia-lah Allooh, Yang Maha Esa.”

Juga firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 255 :

اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

Artinya:

Allooh, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi (berdiri sendiri) terus menerus mengurus makhluk-Nya…”

Kemudian ada pula suatu do’a pagi dan petang karya seorang syaikh yang terkenal di Syria, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Ad’iyaatush shobaahi wal masaa’i, dimana redaksi/ kalimat do’a tersebut adalah sebagai berikut:

اللهم صلِّ على محمد الذي خَلقتَ من نوره كل شيء

Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin alladzi kholaqta minnuurihi kulla syai’.”

Artinya:

Ya Allooh, limpahkanlah sholawat atas Muhammad, yang Engkau ciptakan dari cahaya Muhammad itu segala sesuatu.”

Maksudnya, dari Nur Muhammad itu diciptakan segala sesuatu. Syaikh Jamiil Zainu membantah sholawat karangan orang Syria tersebut dengan penjelasannya sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan segala sesuatu itu bisa meliputi Adam عليه السلام, Iblis, kera, babi dan seterusnya. Apakah mungkin ada orang yang berakal sehat mengatakan bahwa itu semua diciptakan dari Nur Muhammad صلى الله عليه وسلم? Syaithoon telah mengetahui tentang penciptaannya dan penciptaan Adam عليه السلام, ketika Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an Al-A’roof (7) ayat 12 :

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلاَّ تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاْ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ

Artinya:

Allooh berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku (Allooh) menyuruhmu?”

Menjawab iblis “Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedangkan dia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah.”

Maka jelaslah bahwa sholawat karangan syaikh orang Suriah tersebut tertolak dan tidak dibenarkan karena kalimatnya adalah bertentangan dengan firman Allooh سبحانه وتعالى dan menunjukkan kebathiilan.

Adapun kalimat sholawat berikut ini yang juga merupakan hasil karangan orang dan tidak sesuai dengan tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah :

الصلاة السلام عليكم يا رسول الله ضاقت حيلتي فأدركني يا حبيب الله

Ashsholaatu wassallamu ‘alaikum ya Rosuulullooh,dhooqot hiilatii fa adriknii habiballooh.”

Artinya:

Sholawat dan salam untukmu ya Rosuulullooh, menyempit seluruh daya-upayaku, karena itu wahai Kekasih Allooh, berikan kepadaku kemampuan untuk mengatasinya.”

Redaksi/ Kalimat Sholawat tersebut mengandung kesyirikan, karena telah menyelisihi firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Naml (27) ayat 62:

أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاء الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ

Artinya:

Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allooh ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).

Maka, kalau diyakini oleh orang yang membaca sholawat yang seperti itu, bahwa ada seseorang (bahkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sekalipun) yang bisa memperkenankan do’a dan bisa menghilangkan kesusahan selain daripada Allooh سبحانه وتعالى; maka orang tersebut berarti telah jatuh pada kesyirikan.

Juga redaksi sholawat seperti itu telah bertentangan dengan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’aam (6) ayat 17 :

وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدُيرٌ

Artinya:

Jika Allooh menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”

Jadi, kalau diyakini bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bisa memberikan kemampuan berupaya bagi manusia, maka jelas telah bertentangan dengan firman Allooh سبحانه وتعالى diatas, dan redaksi sholawat seperti itu mengandung kesyirikan, dan hendaknya dijauhi sikap ghuluw atau sanjungan yang berlebih-lebihan pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tersebut.

Bahkan dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3524, dari Anas bin Maalik رضي الله عنه. Imaam At Turmudzy رحمه الله berkata Hadits ini Ghorib, dan Hadits ini di-Hasankan oleh Syaikh Nashirudddin Al Albaany dalam Kitab At Tawassul hal: 31, dijelaskan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri, apabila beliau صلى الله عليه وسلم ditimpa kegelisahan dan kegundahan maka beliau berdo’a:

يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث

Ya Hayyu, ya Qoyyum, birohmatika astaghits.”

(Ya Allooh Yang Maha Hidup, dan Yang Maha Berdiri Sendiri, dengan segala kasih-sayang-Mu aku memohon pertolongan-Mu).”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى. Maka sungguh aneh apabila ada orang yang meminta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk dihindarkan dari bahaya/ kesulitan.

Hal ini menunjukkan bahwa sholawat yang demikian itu tidak benar, bukan saja mengada-ada, tetapi malah mengandung kesyirikan.

Dalam Kitab berjudul Dalaa’ilul Khoiroot (Petunjuk-Petunjuk Kebaikan), Kitab ini judulnya kelihatannya bagus, tetapi sungguh sayang isi Kitab tersebut mengandung kesyirikan, dimana didalam Kitab tersebut antara lain diajarkan sholawat seperti ini:

اللهم صلّ على محمد ما سجعتِ الحمائم وفعت التمائم

Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin maa saja’atil hamaa-im wafa’atit tamaa-im.”

Artinya:

“Ya Allooh, sampaikanlah sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, selama merpati bersiul dan tamiimah bergantung.”

Tamaa-im” adalah Tamiimah, yakni semacam jimat berupa bungkusan kain yang dijahit, yang didalamnya berisi tulisan-tulisan / isim-isim dari seorang Kyai atau Ajeungan, yang lalu dikalungkan di leher seseorang (biasanya anak kecil), dan dipercayai oleh mereka sebagai penangkal bagi yang memakainya dari berbagai penyakit dan sebagainya.

Ketahuilah wahai kaum Muslimin, kalung jimat yang seperti itu adalah tidak ada manfaat bagi yang mengalungkannya ataupun bagi yang memakai kalung tersebut. Bahkan itu adalah amalan yang dikerjakan oleh orang-orang musyrikin.

Dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam Ahmad no: 17241, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir Al JuHaaniy رضي الله عنه, dan Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan sanadnya Kuat dan Syaikh Nashiruddin Al Albaany men-shohiihkannya dalam Silsilah Hadiits Shohiih no: 492, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Artinya:

Barangsiapa yang menggantungkan (berkalung) tamiimah, maka ia telah musyrik.”

Banyak pula kita dapati di kalangan sebagian masyarakat di Indonesia, yang mereka itu masih saja memiliki suatu kepercayaan bahwa wanita yang hamil hendaknya menggantungkan gunting kecil, peniti dan sejenisnya di tubuhnya ketika ia hendak keluar rumah; apalagi pada kehamilan di bulan ke tujuh dan sebagainya. Maka sesungguhnya itu adalah kesyirikan. Demikian pula, para pedagang yang suka menyelipkan bungkusan kertas atau kain di pecinya sebagai suatu jimat, maka itupun juga tergolong kesyirikan. Ada lagi yang menaruh lipatan isim di laci uangnya dengan niatan sebagai penglaris atau agar aman dan sebagainya. Semua itu merupakan Tamiimah dan itu adalah Syirik.

Lalu ada pula orang yang memakai akar bahar di lengannya, dengan meyakini bahwa akar bahar itu bisa menolak bala’, maka itupun termasuk Tamiimah, dan orangnya adalah tergolong musyrik. Oleh karena itu hendaknya kaum Muslimin berhati-hati. Apabila sudah menyangkut perkara ‘Aqiidah, hendaknya kita tidak boleh berbasa-basi dalam urusan ini.

Demikian pula dalam mengucapkan kalimat / redaksi sholawat. Betapa banyak kaum Muslimin yang mengucapkan kalimat sholawat tanpa mengetahui artinya, hanya karena ikut-ikutan saja, padahal bisa jadi kalimat-kalimat sholawat karangan manusia yang banyak beredar di masyarakat tersebut tidak lepas dari unsur kesyirikan, ke-Bid’ahan maupun kultus terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Kemudian Syaikh Jamiil Zainu menjelaskan bahwa didalam Kitab Dalaa’ilul Khoiroot tersebut, terdapat pula sholawat-sholawat yang menyelisihi Hadits dan mengandung kesyirikan, antara lain adalah:

اللهم صل على محمد حتى لا يبقى من الصلاة شيء وارحم محمدا حتى لا يبقى من الرحمة شيء

Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin hatta laa yabqo minashsholaati syai’un wa arham Muhammadan hatta layabqo minarrohmati syai’un.”

Artinya:

Ya Allooh, limpahkanlah sholawat atas Muhammad, sehingga tidak tersisa sholawat sedikit pun dan kasih-sayangilah Muhammad sehingga tidak tersisa kasih-sayang itu sesuatupun sedikitpun.”

Redaksi Sholawat yang seperti ini pun tidak benar, karena menjadikan sholawat dan rohmah berakhir dan habis. Jelas hal itu bertentangan dengan Sifat dan Ilmu Allooh سبحانه وتعالى yang tidak akan pernah habis, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Kahfi (18) ayat 109 :

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً

Artinya:

Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Robb-ku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Robb-ku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”

Jadi redaksi sholawat itu bersifat ghuluw (berlebih-lebihan) dan melampaui batas, karena mengatakan bahwa sholawat dan rohmah (kasih sayang) itu berakhir dan habis, yang jelas menyelisihi QS. Al Kahfi (18) ayat 109 diatas.

Sholawat Basyisyiyah” yang mengandung ke-baathilan :

Sholawat ini dibuat oleh Ibnu Basyis, dan redaksinya berbunyi:

اللهم انشلني من أوحال التوحيد وأغرقني في بحر الوحدة وزُجَّ بي في الأحدية حتى لا أرى ولا أسمع ولا أحس إلا بها

Alloohumma ansyulnii min auhaalittauhiid wa aghriqnii fi bahril wihdati wasujjabii fil ahadi yati hatta la a’ro walaa asma’u walaa uhissu illaa biHaa.”

Artinya:

Ya Allooh, belenggulah aku dalam ikatan tauhiid dan tenggelamkan aku dalam lautan kesendirian dan sembunyikanlah aku dalam ke-Esaan, sehingga aku tidak melihat, tidak mendengar dan tidak merasa kecuali dengannya.”

Redaksi sholawat tersebut juga termasuk kultus, sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh Syaikh Jamil Zainu sebagai berikut:

Orang yang mengarang sholawat tersebut termasuk orang yang meyakini adanya Wihdatul Wujud bahwa Alloohسبحانه وتعالى dan Mahkhluk bersatu dalam satu nyawa. Keyakinan itu adalah kotor (baathil) (– kita berdo’a pada Allooh agar terhindar darinya –) karena meminta untuk ditenggelamkan dalam lautan Wihdatul Wujud, yakni agar melihat Tuhannya dalam segala sesuatu.

Orang-orang Wihdatul Wujud (mereka bukan Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah), meyakini bahwa anjing dan babi itu adalah jelmaan tuhan. Allooh سبحانه وتعالى itu yang menjadi Rahib didalam gereja, sedangkan anjing dan babi adalah tuhan juga. Orang-orang Nasrani menjadikan itu adalah ‘Isa dan mereka menjadikan segala sesuatu sebagai sekutu bagi Allooh سبحانه وتعالى.

Syaikh Jamiil Zainu mengingatkan agar kaum Muslimin berhati-hati dan jangan menggunakan sholawat-sholawat yang baathil seperti telah dijelaskan diatas.

Sholawat Al Fatih” yang Bid’ah :

Sholawat ini juga sering digunakan orang dan sudah tersebar luas di masyarakat, padahal redaksi/ kalimatnya adalah tidak sesuai dengan tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.  Perhatikanlah redaksi sholawat Al Fatih berikut ini, yang hendaknya kaum Muslimin mewaspadainya dan menjauhinya :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَااُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَاسَبَقَ نَاصِرِالْحَقِّ ‍ بِالْحَقِّ وَالْهَادِى اِلَى صِرَاطِك َالْمُسْتَقِيْم وَعَلَى اَلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ

(Alloohumma sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammadinil faatihi lima ughliqo wal khootimi lima sabaqo naashiril haqqi bil haqqi wal Haadi ilaa shiroothikal mustaqiimi wa ‘alaa alihi haqqo qodrihi wa miqdaarihil ‘adziimi)

Artinya:

Ya Allooh, limpahkanlah sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلمpembuka sesuatu yang tertutup, dan penutup segala sesuatu sebelumnya (pamungkas), penolong kebenaran dengan kebenaran, pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Semoga rahmat-Mu dilimpahkan kepada keluarganya yaitu rahmat yang sesuai dengan kepangkatan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.”

Sholawat Al Fatih ini telah tersebar di masyarakat dan biasa dipakai oleh Imaam-Imaam sebelum sholat di masjid-masjid dan didzikirkan dengan suara keras bersama-sama (koor).

Menurut Syaikh Jamiil Zainu, bahwa Sholawat Al Fatih ini adalah diantara Dzikir yang Bid’ah, dipakai sebagai ibadah kepada Allooh سبحانه وتعالى oleh pengikut-pengikut daripada Thoriqoh Tijaniyyah. Thoriqoh Tijaniyyah tersebut bukanlah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Perlu diketahui, bahwa Sufi bukanlah Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Walaupun Sufi itu banyak sekte-nya tetapi mereka itu bukan tergolong Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, meskipun mereka itu mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah. Mereka itu sebenarnya adalah pengikut Tijaniyyah.

Lalu, kata Syaikh Jamiil Zainu, “Adapun ucapan sholawat bersama-sama dalam satu suara (serempak) dengan suara yang nyaring, maka itu termasuk Bid’ah. Tidak ada contoh dari Nabi صلى الله عليه وسلمmaupun Shohabat. Kita ketahui bersama bahwa Ibadah itu adalah dibangun diatas apa yang berasal dari Syari’at yang bijak dari Muhammad صلى الله عليه وسلم. Maka, Wajib bagi kita untuk mengikuti Pendahulu kita dari kalangan orang-orang yang shoolih dengan amalan mereka yang mereka kerjakan, dan menghentikan diri dari apa yang mereka tinggalkan. Benarlah orang yang mengatakan bahwa segala kebaikan berada dalam mengikuti Pendahulu Ummat yang shoolih, dan segala kejahatan adalah didalam ber-Bid’ah terhadap orang-orang belakang (– orang-orang zaman sekarang / muta’akhiriin –).”

Keutamaan Sholawat Al Fatih, yang diyakini oleh para pengikutnya (sebagaimana dinukil dari “Ensiklopedi tentang Agama, Sekte dan Pemikiran-Pemikiran masa Kini”, yang ditulis oleh Organisasi Pemuda Islam Internasional), adalah sebagai berikut:

1. Menurut kata mereka, sholawat tersebut diperoleh melalui mimpi dimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمmemberitahu bahwa barangsiapa yang membaca Sholawat Al Fatih satu kali maka sama dengan membaca Al Qur’an enam kali khatam.

2. Menurut kata mereka, (lagi-lagi kata mereka adalah melalui mimpi), bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمmemberitahukan untuk kedua kalinya bahwa membaca Sholawat Al Fatih satu kali adalah sama dengan membaca Al Qur’an enam ribu kali khatam.

Ahmad At Tiijaanii, seorang dari Al Jazair yang merupakan perintis Thoriqoh Tiijaaniiyyah, mengatakan bahwa dirinya telah bertemu dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمdalam mimpinya, lalu Rosuulullooh mengajarkan hal tersebut diatas padanya.

(– Memang Jin dan Syaithoon dapat memberikan talbis (tipuan) terhadap manusia dengan cara seperti itu –)

3.   Kalau orang ingin mendapatkan keutamaan dan fadhilah yang sedemikian besarnya tersebut  (sampai 6000 kali khatam bacaan Al Qur’an), maka harus pernah belajar dari seorang Sufi Tiijaanii, karena orang tersebut mendapatkan dari gurunya, dan gurunya juga mendapatkan dari guru sebelumnya dan seterusnya, sampai kepada Ahmad At Tiijaanii. Kalau hanya belajar sendiri (autodidak), maka orang tersebut tidak akan mendapatkan keutamaan seperti ini, demikian menurut mereka. Dan hal ini merupakan politis daripada Thoriqoh Tiijaaniiyyah, dimana orang diharuskan untuk terikat kepada Thoriqoh mereka.

4.   Menurut mereka, Sholawat Al Fatih tersebut adalah bagian dari Firman Allooh سبحانه وتعالى, yang sama statusnya dengan Hadits Qudsi. Lihat hal ini dalam Kitab mereka yakni Ad Durah Al Fariidah.

5.   Menurut mereka, siapa yang membaca Sholawat Al Fatih sepuluh kali, maka ia akan mendapat pahala lebih banyak dibandingkan orang yang tahu tentang Allooh سبحانه وتعالى seribu-ribu kali (satu juta kali).

6.   Menurut mereka, siapa yang membaca Sholawat Al Fatih satu kali, maka dosa-dosanya akan dihapus dan kebaikannya akan ditimbang sama dengan timbangan enam ribu kali tasbih, do’a dan dzikir yang terjadi di alam semesta ini.

Walaupun demikian dahsyatnya keutamaan Sholawat Al Fatih yang digembar-gemborkan oleh Thoriqoh Sufi Tiijaaniiyyah, hendaknya kaum Muslimin tidak terkecoh oleh janji-janji muluk-muluk tersebut, yang tidak ada landasannya secara Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Karena hendaknya diingat kaidah yang telah disampaikan dalam Hadits melalui ‘Aa’isyah رضي الله عنها diatas, bahwa “Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak.”

Jadi, walaupun seindah dan sedahsyat apa pun janji-janji keutamaan Sholawat Al Fatih, amalan tersebut tetap saja tertolak karena tidak berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم secara shohiih.

Berikut ini, disampaikan Fatwa dari Lajnah Ad Daa’imah, Majlis Ulama Saudi Arabia berkenaan dengan sesatnya Sufi Tijaniyyah (– lihat Fatwa-Fatwa Lajnah Daa’imah terlampir –), bahkan terhukumi Kufur dan Sesat, adalah karena beberapa perkara:

1.Tijaaniiyyah adalah Thoriqoh Sufiyyah yang munkar yang tidak sesuai dengan petunjuk Al Islam. Banyak kesyirikan yang mereka yakini dan keluar dari ajaran Islam. Ahmad bin Muhammad At Tiijaanii pendiri Thoriqoh Sufiyyah ini telah berlaku kultus terhadap anak buah dan pengikutnya, terutama dalam perkara-perkara yang berkenaan dengan karakteristik Risaalah ini, bahkan meng-klaim sebagai Tuhan dan diikuti oleh para pendukungnya (– Ini adalah Ghuluw –)

2. Dia meyakini adanya Wihdatul Wujud dan mengatakan bahwa Allooh سبحانه وتعالى memberikan pemberian yang besar kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم lalu diberikan kepada para nabi dan lalu kepadanya (Ahmad Tijaani).

3. Thoriiqoh At Tijaani mempunyai Kitab yang berjudul Jawaahirul Ma’ani, yang memuat hadits-haditsnya Ahmad Tiijaanii, yang dihimpun oleh muridnya yang bernama Ali Kharazin dalam Kitabnya yang berjudul Rimaahizbi Ar Rohiim.

4. Ahmad Tiijaanii nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Al Muhtar bin Ahmad bin Muhammad Salim At Tiijaanii. Hidup di tahun 1737 – 1815 Masehi (abad ke-19 masehi). Jadi baru kira-kira 115 tahun yang lalu, dan dia adalah seorang Al Jazair.

Jadi, Sholawat Al Fatih (Sholawat Tiijaaniiyyah) adalah sholawat hasil karangan orang abad ke-19 Masehi. Tidak layak bagi kaum Muslimin untuk mengikuti ajarannya, baik thoriqot-nya maupun sholawat-nya karena sholawat tersebut memang bukan berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan banyaknya penyimpangan serta kesesatan dalam Thoriiqot tersebut.

Sholawat Nariyyah” yang mengandung kesyirikan :

Redaksi Sholawat Nariyyah yang berbunyi:

اللهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذي تنحل به العقد وتتفرج به الكرب وتقضى به الحوائج ، وتنال به الرغائب ، وحسن الخواتيم ، ويستسقى الغمام بوجهه الكريم ، وعلى آله وصحبه في كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك

Allohumma sholli ’sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taaamman ‘ala sayyidina Muhammadinilladzi tanhallu bihil ‘uqodu wa tanfariju bihil kurobu wa tuqdhoo bihil hawaaiju wa tunaalu bihir roghooibu wa husnul khowaatimu wa yustasqol ghomaamu biwajhihil kariem wa ‘ala aalihi wa shohbihi fie kulli lamhatin wa nafasim bi’adadi kulli ma’lumin laka.”

Artinya:

Ya Allooh, berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan masalah, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, pemberi husnul khootimah, pemberi awan hujan dengan wajahnya yang mulia, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuan-Mu.”

Itulah redaksi/ kalimat Sholawat Nariyyah yang juga sudah tersebar di masyarakat Indonesia. Di India, sholawat Nariyyah ini dibaca orang sebanyak 4.444 (empat ribu empat ratus empat puluh empat) kali, apabila terjadi musibah atau kesulitan di suatu rumah. Dan menurut kepercayaan mereka, bahwa orang yang membacanya akan mendapatkan sejenis karomah.

Hendaknya kaum Muslimin tidak terkecoh dengan janji-janji keutamaan Sholawat Nariyyah sebagaimana yang mereka katakan itu. Dan perhatikanlah bahwa diantara kalimat/ redaksi Sholawat Nariyyah itu justru terdapat unsur kesyirikan, oleh karena itu sangat berbahaya bila diamalkan oleh kaum Muslimin.

Berikut ini adalah Fatwa dari Para Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang melarang kaum Muslimin untuk membaca sholawat Nariyyahtersebut, antara lain:

1.  Kalimat yang tercantum dalam Sholawat Nariyyah tersebut jelas merupakan Bid’ah dan Syirik: “….penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan masalah, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, pemberi husnul khootimah, pemberi awan hujan dengan wajahnya yang mulia…”

Padahal sebagaimana yang telah dijelaskan dalam banyak firman Allooh سبحانه وتعالى diatas antara lain dalam QS. Yunus (10) ayat 49 dan QS. Al An’aam (6) ayat 17, bahwa yang dapat melepaskan manusia dari berbagai masalah adalah Allooh سبحانه وتعالى, dan bukan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Oleh karena itu redaksi Sholawat Nariyyah adalah tidak sesuai dengan ‘Aqiidah, dan bahkan orang yang mengamalkan sholawat Nariyyah tersebut lalu ia meyakini bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم lah yang dapat memberikan maslahat dan menghilangkan madhorot bagi dirinya, maka ia telah jatuh pada kesyirikan.

Dengan demikian, pembaca sholawat Nariyyah akan melakukan berbagai kebaathilan, yakni di satu sisi adalah menyalahi / menyelisihi Syar’i, dan disisi lain adalah melakukan kesyirikan serta kultus terhadap Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

2. Dinukil dari perkataan Ibnu Rojab Al Hanbali رحمه الله, kata beliau bahwa Hadits “Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak.” – adalah termasuk pokok-pokok Islam didalamnya, dan sebagai suatu standar bahwa amalan apapun dari seseorang itu haruslah dengan niat karena Allooh سبحانه وتعالى. Jadi orang yang beramal itu tidak akan mendapatkan pahala, kalau ia tidak meniatkannya hanya semata-mata untuk mendapatkan pahala dari Allooh سبحانه وتعالى. Sebagaimana akan gagal pula amalannya, jika amalannya tersebut tidak bersumber dari tuntunan / ajaran Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Maka kata beliau رحمه الله bahwa setiap yang baru dalam dien dan tidak diizinkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم maka ia bukanlah bagian dari dien.

3. Demikian pula Imaam  An Nawawy رحمه الله mengatakan bahwa dalam Hadits “Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak” – terdapat suatu kaidah yang besar dari kaidah-kaidah Islam. Dan ia merupakan kalimat yang sederhana / simpel dan jelas dari Rosuululloohصلى الله عليه وسلم yang merupakan penolakan terhadap Bid’ah dan perkara-perkara baru dalam dien. Sedangkan orang yang membangkang dengan melakukan amalan-amalan yang Bid’ah, maka akan berakibat pada tertolaknya amalan-amalannya tersebut.

4. Fatwa dari Syaikh ‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz رحمه الله menyatakan bahwa, “Sholawat Nariyyah bukan berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”

Bahkan dikatakan bahwa, Sholawat Nariyyah adalah termasuk do’a-do’a dari orang-orang Sufi, bukan bagian dari Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, oleh karena itu sholawat tersebut termasuk yang menyesatkan kaum Mu’miniin, dan hendaknya kita hindari.

5. Fatwa dari Syaikh ‘Abdurrohmaan bin Nashir Al Barrok, “Orang yang berdo’a dengan bertawassul dengan sholawat tersebut (sholawat Nariyyah), maka hukumnya Harom, karena lafadznya antara Syirik dan Bid’ah.”

Jadi, sholawat Nariyyah yang didalamnya mengandung kesyirikan dank ke-Bid’ahan adalah Harom. Orang-orang Sufi yang terkenal suka mengada-ada atau berbuat Bid’ah, menjadikan seakan-akan sholawat tersebut memiliki keutamaan-keutamaan yang Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم tidak pernah menjelaskan atau mengajarkannya seperti itu. Oleh karena itu, terhitung sebagai perkara yang munkar. Bahkan namanya saja adalah Sholawat Nariyyah, yang artinya adalah Sholawat Neraka.

Sholawat Badriyyah” yang mengandung kebaathilan :

Adapun Sholawat Badriyyah adalah sholawat lokal, karangan kyai Indonesia, tidak dikenal di dunia Internasional; karena ia dibuat oleh Kyai Ali Mansyur yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur di era tahun 1960-an.

Di tahun 1960-an, kaum Muslimin di Indonesia mengalami kegelapan akibat pengaruh dan fitnah dari Partai Komunis Indonesia (PKI), maka Kyai Ali Mansyur (– ia lulusan Pesantren Lirboyo, Kediri –) yang dikala itu menjabat sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi, Jawa Timur dan sebagai Pengurus Cabang NU Banyuwangi, menyusun syair Sholawat Badriyyah, yang kemudian beredar luas di masyarakat Indonesia sampai sekarang.

Berdasarkan cerita, suatu pagi orang-orang yang ada di sekitar rumahnya berdatangan ke rumah Kyai Ali Mansyur dengan membawa beras. Katanya, mereka bermimpi untuk membantu Kyai Ali Mansyur karena ia sedang mendapatkan “sesuatu”, yang mana Kyai Ali Mansyur bermimpi didatangi orang-orang berjubah putih. Kemudian pada siang harinya Kyai Ali Mansyur langsung pergi menemui Habib Hadi Al Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya itu. Habib Hadi menyatakan bahwa orang-orang yang berjubah putih itu adalah ruh para pejuang Badar. Katanya, mereka adalah arwah Shohabat yang ikut dalam perang Badar. Sehingga kemudian sholawatnya disebut dengan Sholawat Badar atau Sholawat Badriyyah.

Bahkan ada cerita lagi sesudahnya, bahwa ada seorang Habib yang datang dari Jakarta, yakni Habib Ali (dari Kwitang), padahal ketika itu Sholawat Badar belum dipublikasikan, akan tetapi Habib Ali sudah mengetahuinya. Habib Ali Kwitang lalu meminta agar Kyai Ali Mansyur membacakan syair Sholawat Badriyyah itu. Semua yang hadir terharu dan menangis ketika mendengar syair sholawat tersebut dibacakan.

Selanjutnya tidak berselang lama dari kejadian tersebut, Habib Ali mengundang para Kyai dan Habaib ke Kwitang, Jakarta untuk suatu pertemuan. Salah satu yang diundang adalah Kyai Ali Mansyur. Lalu dalam pertemuan tersebut, sekali lagi Kyai Ali Mansyur diminta untuk membacakan syair Sholawat Badriyyah hasil gubahannya itu. Maka kemudian Sholawat Badriyyah pun dikenal secara meluas oleh masyarakat.

Demikianlah sekelumit sejarah Sholawat Badriyyah, yang sebenarnya merupakan sholawat lokal (hanya di Indonesia), yang mendapatkan dukungan dari para Habaib. Dan kisah ini dimuat dalam buku Antologi NU Sejarah Istilah Amaliyah Uswah, karangan Haji Sulaiman Fadeli.

Adapun naskah redaksi Sholawat Badriyyah adalah sebagai berikut:

Sholaatullooh Salaamullooh ‘Alaa Thooha Rosuulillaah

Sholaatullooh Salaamullooh ‘Alaa Yaa Siin Habiibillaah

Tawassalnaa bi Bismillaah Wa bil Haadi Rosuulillaah

Wakulli Mujaahidin Lillaah Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

llaahi Sallimil Ummah Minal Aafaati Wanniqmah

Wamin Hammin Wamin Ghummah Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

Ilaahi Najjinaa Waksyif Jamii’a Adziyyatin Washrif

Makaa idal ‘idaa wal thuf Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

llaahi Naffisil Kurbaa Minal ‘Aashiina Wal ‘Athbaa

Wakulli Baliyyatin Wawabaa Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

Wakam Min Rohmatin  Hasholat Wakam Min Dzillatin Fasholat

Wakam Min Ni’matin Washolat Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

Wakam Aghnaita Dzal ‘Umri Wakam Aulaita Dzal Faqri

Wakam’Aafaita Dzal Wizri Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

Laqad Dhooqot ‘Alal Qolbi Jamii’ul Ardhi Ma’ Rohbi

Fa Anji Minal Balaash Sho’bi  Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

Atainaa Thoolibir Rifdi Wajullil Khoiri Was Sa’di

Fawassi’ Minhatal Aidii Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

Falaa Tardud Ma ‘al Khoibah Balij ‘Alnaa’Alath Thoibah

Ayaa Dzal ‘izzi Wal Haibah Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

 Wa in Tardud Faman Ya-Tii Binaili Jamii’i Haajaati

Ayaa jalail mulimmaati Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

llaahighfir Wa Akrimnaa Binaili Mathoolibin Minnaa

Wadaf’ i Masaa-Atin ‘Annaa Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

llaahii Anta Dzuu Luthfin Wadzuu Fadh-lin Wadzuu ‘Athfin

Wakam Min Kurbatin Tanfii Bi Ahlil Badri Yaa Allooh

Washolli ‘Alan Nabil Barri Bilaa ‘Addin Walaa Hashri

Wa Aali Saadatin Ghurri Bi Ahlil Badri Yaa Allooh.”

Artinya:

Rahmat dan keselamatan Allooh,

Semoga tetap untuk Nabi Thooha utusan Allooh,

Rahmat dan keselamatan Allooh,

Semoga tetap untuk Nabi Yasin kekasih Allooh.

Kami berwasilah dengan berkah “Basmalah”,

Dan dengan Nabi yang menunjukkan lagi utusan Allooh,

Dan seluruh orang yang berjuang karena Allooh,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Ya Allooh, semoga Engkau menyelamatkan ummat,

Dari bencana dan siksa,

Dan dari susah dan kesempitan,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badri ya Allooh.

Ya Allooh semoga Engkau selamatkan kami dari semua yang menyakitkan,

Dan semoga Engkau (Allooh) meniauhkan tipu dan daya musuh-musuh,

Dan semoga Engkau mengasihi kami,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badar Ya Allooh.

Ya Allooh, semoga Engkau menghilangkan beberapa kesusahan,

Dari orang-orang yang berma’siat dan semua kerusakan,

Dan semoga Engkau hilangkan semua bencana dan wabah penyakit,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Maka sudah beberapa rahmat yang telah berhasil,

Dan sudah beberapa dari kehinaan yang dihilangkan,

Dan sudah banyak dari ni’mat yang telah sampai,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Sudah berapa kali Engkau (Allooh) memberi kekayaan orang yang makmur,

Dan berapa kali Engkau (Allooh) memberi nikmat kepada orang yang fakir,

Dan berapa kali Engkau (Allooh) mengampuni orang yang berdosa,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Sungguh hati manusia merasa sempit di atas tanah yang luas ini,

karena banyakhnya marabahaya yang mengerikan,

Dan malapetaka yang menghancurkan,

semoga Allooh menyelamatkan kami dari bencana yang mengerikan,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Kami datang dengan memohon pemberian/ pertolongan,

Dan memohon agungnya kebaikan dan keuntungan,

Semoga Allooh meluaskan anugerah (keni’matan) yang melimpah-limpah,

Dari sebab berkahnya ahli Badar ya Allooh.

Maka janganlah Engkau (Allooh) menolak kami menjadi rugi besar,

Bahkan jadikanlah diri kami dapat beramal baik, dan selalu bersuka ria.

Wahai Dzat yang punya keagungan (kemenangan) dan prabowo,

Dengan sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Jika Engkau (Allooh) terpaksa menolak hamba, maka kepada siapakah

kami akan datang mohon dengan mendapat semua hajat kami,

Wahai Dzat yang menghilangkan beberapa bencana dunia dan akhirat,

hilangkan bencana-bencana hamba,

lantaran berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Ya Allooh, semoga Engkau mengampuni kami dan memuliakan diri kami,

dengan mendapat hasil beberapa permohonan kami,

Dan menolak keburukan-keburukan dari kami,

Dengan mendapat berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Ya Allooh, Engkau lah yang punya belas kasihan,

dan punya keutamaan (anugerah) lagi kasih sayang,

Sudah banyaklah kesusahan yang hilang,

Dari sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Dan semoga Engkau (Allooh) melimpahkan rahmat kepada Nabi yang senantiasa berbakti kepada-Nya,

dengan limpahan rahmat dan keselamatan yang tak terbilang dan tak terhitung,

Dan semoga tetap atas para keluarga Nabi dan para Sayyid yang bersinar nur cahayanya,

Sebab berkahnya shohabat Ahli Badar ya Allooh.

Dari redaksi sholawat Badriyyah tersebut, terdapat kalimat “…Wa bil Haadi Rosuulillaah…” (Dan ber-Tawassul dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), dimana hal ini adalah merupakan suatu Bid’ah karena tidak ada ajarannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun tidak melakukannya, demikian pula para Imaam yang mu’tabar (valid) seperti Imaam Asy Syafi’i, Imaam Maalik, Imaam Ahmad bin Hanbal رحمهم الله, dll mereka juga tidak pernah melakukannya. Apalagi bila sampai orang yang membaca sholawat tersebut lalu mempunyai keyakinan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan Ahlul Badar lah yang bisa memberikan manfaat ataupun menghilangkan madhorot bagi dirinya, maka ia telah jatuh pada kesyirikan; karena seyogyanya yang dapat memberikan manfaat ataupun menghilangkan madhorot hanyalah Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak ayat-ayat Al Qur’an diatas.

Setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wafat, maka ber-tawassul itu hanyalah dibolehkan dengan cara bertawassul menggunakan Nama-Nama Allooh سبحانه وتعالى, bertawassul dengan menggunakan amalan-amalan kita yang shoolih, ataupun bertawassul dengan do’a orang shoolih yang masih hidup (maksudnya, kita meminta supaya orang shoolih yang masih hidup tersebut mendo’akan kita kepada Allooh سبحانه وتعالى, agar Allooh سبحانه وتعالى menolong kita).

Jadi bertawassul dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang telah wafat saja adalah terlarang, apalagi bertawassul dengan para Mujahid (Ahlul Badar), sebagaimana redaksi “…Wakulli Mujaahidin Lillaah Bi Ahlil Badri Yaa Allooh…” dalam sholawat Badriyyah diatas?

Wahai kaum Muslimin, hendaknya kalian mewaspadai hal ini. Karena ber-tawassul kepada orang yang sudah meninggal itulah yang tergolong perkara yang Harom (tidak diperbolehkan).

Disisi lain, Sholawat Badar tersebut adalah sholawat karangan orang, bahkan baru dibuat pada tahun 1960-an (jadi baru sekitar 50-an tahun yang lalu). Bandingkanlah dengan Sholawat yang jelas-jelas shohiih-nyadari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yang telah disampaikan kepada kita sejak sekitar 1432 tahun yang lalu. Mengapa sebagian dikalangan kaum Muslimin malah meninggalkan Sholawat yang Shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, lalu mengamalkan sholawat karangan orang yang kebanyakan tidak luput dari ghuluw, Bid’ah atau Syirik? Hendaknya kaum Muslimin kembali kepada Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Hadits itu ada yang Hadits Marfuu’ (مرفوع = yaitu Hadits yang sanadnya tersambung sampai kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم).

Ada pula Hadits Mauquuf  (موقوف = yaitu Hadits yang sanadnya tersambung sampai kepada Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم).

Lalu ada pula Hadits Maqtu’ (yaitu Hadits yang sanadnya tersambung, paling tinggi hanya sampai kepada para Taabi’iin atau para Imaam yang Mujtahidiin).

Sholawat Badriyyah itu apa sebutannya? Sholawat Badriyyah itu tidak Marfu’, tidak Mauquuf, tidak pula Maqtu’; karena ia hasil karangan orang di zaman sekarang tetapi digembar-gemborkan bahwa “fadhilah-nya mantap”, sehingga sebagian kaum Muslimin terkecoh, bahkan melalaikan Sholawat yang berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (sebagaimana yang kita baca pada Tasyahhud Akhir) yang sesungguhnya merupakan sholawat yang afdhol (utama) untuk diamalkan oleh kaum Muslimin.

Jangankan Maqtu’, sedangkan yang Mauquuf saja tidak bisa dijadikan Hujjah. Karena Hujjah itu haruslah berdasarkan Hadits yang Marfu’. Apalagi bagi Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, maka dalil itu haruslah Marfu’, dan Marfu’ yang shohiih. Kalau Marfu’-nya tidak shohiih (lemah/ palsu) pun, maka juga tidak bisa dijadikan sebagai daliil.

Maka, bagaimana mungkin menyatakan bahwa Sholawat Badriyyah itu memiliki fadhillah sampai 8 macam, padahal seyogyanya itu bukan dalil?

Sholawatitu adalah Ibadah, dan Ibadah itu haruslah terpaku pada contoh dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Sholawat Badriyyah itu bukan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahkan didalamnya terkandung unsur Bid’ah atau kesyirikan. Di zaman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka tidak ada tawassul kecuali dengan apa yang beliau صلى الله عليه وسلم lakukan untuk beliau صلى الله عليه وسلم sendiri. Setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wafat, para Shohabat pun tidak pernah ada yang bertawassul kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, apalagi dengan memegang-megang kuburan beliau صلى الله عليه وسلم dan sebagainya, sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin di zaman sekarang yang sudah merupakan perkara kesyirikan.

Hendaknya kaum Muslimin puas dengan apa yang berasal dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم saja, dan tidak menggunakan selain dari ajaran Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Di zaman sekarang, banyak orang mengaku sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, namun bila diteliti maka amalan-amalannya adalah sangat jauh dari tuntunan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Di Indonesia, yang kaum Musliminnya sebagian besar mengaku bermadzab Syafi’iy, hendaknya membuka Kitab Riyaadhus Shoolihiin karya Imaam An Nawawy رحمه الله (tokoh yang dikenal dikalangan madzab Asy Syaafi’iy) dan pelajarilah sholawat seperti apa yang ditulis dalam Kitab tersebut. Insya Allooh, sholawat atas Rosuulullooh yang صلى الله عليه وسلم ditulis oleh Al Imaam An Nawawy رحمه الله adalah berdasarkan pada Hadits-Hadits Shohiih Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan tidak satupun tercantum dalam Kitab tersebut sholawat seperti sholawat Badriyyah, sholawat Nariyyah, sholawat Al Fatih dan yang sejenisnya. Maka semestinya, kaum Muslimin konsekwen, bila menyatakan dirinya bermadzab Asy Syaafi’iy, karena redaksi sholawat yang ada di dalam Kitab Riyaadhus Shoolihiin (Kitab yang menjadi rujukan madzab Asy Syaafi’iy tersebut) saja belum diamalkan semuanya, lalu mengapa malah mengamalkan redaksi sholawat hasil karangan manusia yang tidak ada sama sekali dalam Kitab tersebut?

Hendaknya kita bermohon kepada Allooh سبحانه وتعالى agar hati kita selalu ditunjukkan kepada apa yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم.

 

—–

 

Berikut ini terlampir Fatwa-Fatwa Lajnah Daa’imah, Majelis Fatwa di Saudi Arabia tentang kesesatan Thoriqot Sufi Tiijaaniyyah, juga tentang Sholawat Nariyyah, Sholawat Najiyyah, serta tentang Kitab Dalaa’ilul Khoiroot.

Lampiran 1:

Fatwa Lajnah Daa’imah tentang Kesesatan Sekte Sufi Tijaaniyyah

 

السؤال الأول من الفتوى رقم ( 18068 )

س1 : قرأت فتوى بالحكم على الفرقة التيجانية بالكفر والضلال . أرجو إيضاح الأسباب التي بني عليها الحكم ؟

ج1 : الطريقة التيجانية طريقة منكرة لا تتفق مع هدي الإسلام ، لما فيها من البدع والمنكرات والشركيات التي تخرج من يعتقدها عن ملة الإسلام ، من ذلك :

1- غلو أحمد بن محمد التيجاني مؤسس الطريقة وغلو أتباعه فيه غلوا جاوز الحد ، حتى أضفى على نفسه خصائص الرسالة ، بل صفات الربوبية والإلهية وتبعه في ذلك مريدوه .

2- إيمانه بالفناء ووحدة الوجود ، وزعمه ذلك لنفسه ، بل زعم أنه في الذروة العليا من ذلك ، وصدقه فيه مريدوه فآمنوا به واعتقدوه .

3- تصريحه بأن المدد يفيض من الله على النبي – صلى الله عليه وسلم – أولا ، ثم يفيض منه على الأنبياء ، ثم يفيض من الأنبياء عليه ، ثم منه يتفرق على جميع الخلق من آدم إلى النفخ في الصور ، ويؤمن مريدوه بذلك ويعتقدونه .

4- تهجمه على الله وعلى كل ولي لله ، وسوء أدبه معهم إذ يقول : قدمي على رقبة كل ولي .

5- دعواه كذبا أنه يعلم الغيب وما تخفي الصدور ، وأنه يصرف القلوب ، وتصديق مريديه بذلك وعده من محامده وكراماته .

6- إلحاده في آيات الله وتحريفها عن مواضعها بما يزعمه تفسيرا إشاريا .

7- زعمه أن كل من كان تيجانيا يدخل الجنة دون حساب ولا عذاب ، مهما فعل من الذنوب .

هذه بعض أفكار التيجانية ملخصة من أوسع كتبهم وأوثقها في نظر علمائهم ، مثل كتاب :

 ( جواهر المعاني ) لعلي حرازم ، وكتاب : ( رماح حزب الرحيم ) لعمر بن سعيد الفوتي .

وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … عضو … عضو … الرئيس

بكر أبو زيد … عبد العزيز آل الشيخ … صالح الفوزان … عبد الله بن غديان … عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Telah diajukan permintaan Fatwa kepada Lajnah Daa’imah sebagai Majelis Fatwa di Saudi Arabia dengan nomor: 18068, dengan redaksi pertanyaan sebagai berikut:

Saya (penanya) telah membaca Fatwa tentang Sekte Tijaaniyyah dengan vonis Kufur dan Sesat. Saya berharap penjelasan tentang sebab Hukum dibangunnya vonis ini.”

Jawaban Lajnah Daa’imah:

Sekte Tijaaniyyah adalah Sekte yang munkar, tidak sesuai dengan tuntunan Al Islam, disebabkan adanya berbagai ke-Bid’ahan, kemunkaran, dan kesyirikan-kesyirikan didalamnya yang mengeluarkan orang yang meyakininya dari Islam, antara lain:

  1. Kultus terhadap Ahmad bin Muhammad At Tiijaanii sebagai pendiri sekte ini, dimana para pengikutnya telah mengkultuskannya dengan melampaui batas; bahkan diyakini bahwa Ahmad At Tiijaani ini mempunyai ciri-ciri kerosuulan bahkan ciri-ciri ketuhanan yang pada akhirnya diikuti oleh para muridnya.
  2. Mengimani adanya Fana (kerusakan) dan Wihdatul Wujud (menjelmanya tuhan pada dirinya – pent.) bahkan dia mengklaim bahwa dia di puncak paling tinggi dalam hal itu, dimana yang demikian itu diimani dan diyakini oleh para muridnya.
  3. Penerangan yang bersumber darinya bahwa pemberian keistimewaan dari Allooh سبحانه وتعالى terhadap Nabi صلى الله عليه وسلم terlebih dahulu, kemudian dari Nabi صلى الله عليه وسلم kepada para nabi, dan dari para nabi kepadanya (pada Ahmad Tijaani – pent.), kemudian daripadanya tersebar ke seluruh makhluk-Nya sejak Adam عليه السلام sampai ditiupnya sangkakala. Keyakinan ini pun dibenarkan oleh para pengikutnya.
  4. Sikap ekstrimnya terhadap Allooh سبحانه وتعالى dan terhadap setiap Wali Allooh سبحانه وتعالى, bahkan berperilaku buruk terhadap mereka dimana dia mengatakan: “Kakiku diatas leher setiap Wali.”
  5. Pengakuannya yang dusta bahwa dia mengetahui yang ghoib dan apa yang tersembunyi dalam dada, dan bahwa dia (Ahmad Tiijaani – pent.) lah yang membolak-balik hati dimana yang demikian pun dibenarkan oleh para pengikutnya. Dan mereka meyakini hal ini sebagai keramat dan keterpujiannya.
  6. Menyelewengkannya Ahmad Tiijaanii terhadap ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى, bahkan memalingkan dari posisi yang sebenarnya dengan alasan Tafsir Isyarat.
  7. Pengakuannya bahwa setiap pengikut Tiijaanii akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, betapa pun dia berbuat dosa.

Ini adalah sebagian pemikiran dari Sekte Tiijaani yang diringkas dari Kitab yang diyakini paling luas dan paling terpercaya dalam pandangan ulama-ulama mereka seperti Kitab Jawaahirul Ma’aani karya Ali Haroozim dan Kitab Rimaahu Hizbir Ar Rohiim karya ‘Umar bin Sa’iid Al Fuuthy.

Wabillaahit taufiq, dan sholawat serta salam semoga Allooh سبحانه وتعالى limpahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan Shohabatnya.

Team Fatwa:

  1. ‘Abdul ‘Aziiz bin ‘Abdillaah bin Baaz (Ketua)
  2. Syaikh Bakr Abu Zaiid (Anggota)
  3. Syaikh ‘Abdul Aziiz ‘Aalu Asy Syaikh (Anggota)
  4. Syaikh Shoolih Al Fauzaan (Anggota)
  5. Asy Syaikh ‘Abdullooh bin Hudayyaan (Anggota)

—–

Lampiran 2:

Fatwa Lajnah Daa’imah tentang kebaathilan dan ke-Bid’ahan Sholawat Al Fatih

 

السؤال الخامس من الفتوى رقم ( 7519 ) :

س5: في طائفة تجانية لها دعاء ويسمى هذا الدعاء: صلاة الفاتح، وهو عندهم خير من قراءة القرآن هل هذا صحيح، وأيضا قبل صلاة المغرب وبعد صلاة الصبح من يوم الجمعة يجلسون في شكل حلقة ويضعون قطعة قماش في الوسط ويدعون أنه يجلس فيه الرسول صلى الله عليه وسلم وأحمد التجاني وفي هذا الوقت لهم دعاء وهو صلاة الفاتح هل هذا صحيح، وما الدليل على ذلك؟

ج5: ما زعموه من ذلك كذب وعملهم باطل وبدعة محدثة (1) .

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … نائب رئيس اللجنة … الرئيس

عبد الله بن قعود … عبد الله بن غديان … عبد الرزاق عفيفي … عبد العزيز بن عبد الله بن باز

__________

(1) ”زيادة في الإيضاح أذكر ما يسمى بـ: صلاة الفاتح، قال في [الموسوعة الميسرة في الأديان والمذاهب المعاصرة] – الندوة العالمية للشباب الإسلامي – ما نصه: يدعي زعيمهم أحمد التجاني بأنه قد التقى بالنبي صلى الله عليه وسلم لقاء حسيًا ماديًا، وأنه قد كلمه مشافهة، وأنه قد تعلم من النبي عليه الصلاة والسلام صلاة (الفاتح لما أغلق ) – صيغة هذه الصلاة: (اللهم صل على سيدنا محمد الفاتح لما أغلق، والخاتم لما سبق، ناصر الحق بالحق، الهادي إلى صراطك المستقيم، وعلى آله حق قدره ومقداره العظيم). ولهم في هذه الصلاة اعتقادات نسوق منها: – أن الرسول صلى الله عليه وسلم قد أخبره بأن المرة الواحدة منها تعدل من القرآن ست مرات. – أن الرسول صلى الله عليه وسلم قد أخبره مرة ثانية بأن المرة الواحدة منها تعدل من كل ذكر ومن كل دعاء كبير أو صغير، ومن القرآن ستة آلاف مرة؛ لأنه كان من الأذكار [الجواهر] (1 / 136 ). – أن الفضل لا يحصل بها إلا بشرط أن يكون صاحبها مأذونًا بتلاوتها، وهذا يعني تسلسل نسب الإذن حتى يصل إلى أحمد التجاني الذي تلقاه عن رسول الله – كما يزعم -. – أن هذه الصلاة هي من كلام الله تعالى بمنزلة الأحاديث القدسية [الدرة الفريدة] (4 / 128 ). – أن من تلا صلاة الفاتح عشر مرات، لو عاش العارف بالله ألف ألف سنة ولم يذكرها، كان أكثر ثوابًا منه. – من قرأها مرة كفرت بها ذنوبه، ووزنت له ستة آلاف من كل تسبيح ودعاء وذكر وقع في الكون…. إلخ (انظر كتاب [مشتهى الخارف الجاني] 299، 300). اهـ ص (127). أقول: وفي هذا تظهر دلالة قوله جل وعلا: ( فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ) الآية ، وقد فصلت اللجنة القول في هذه الطائفة في الفتاوى السابقة.”

Telah diajukan permintaan Fatwa kepada Lajnah Daa’imah sebagai Majelis Fatwa di Saudi Arabia Jilid 3251 dengan nomor: 7519, dengan redaksi pertanyaan sebagai berikut:

Dalam sekte Tiijaaniiyyah terdapat do’a yang diberi nama dengan Sholawat Al Fatih. Sholawat ini diyakini oleh mereka lebih baik dari membaca Al Qur’an. Benarkah ini?

Juga sebelum sholat maghrib dan setelah sholat shubuh di hari Jum’at, mereka duduk melingkar, meletakkan secarik kain di tengah mereka dan mereka meng-klaim bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم duduk disana bersama Ahmad At Tiijaanii. Pada saat itu mereka berdo’a dengan Sholawat Al Fatih. Benarkah ini? Apakah dalil terhadap hal tersebut?

 

Jawaban Lajnah Daa’imah:

Apa yang mereka klaim adalah dusta. Amalan mereka baathil dan Bid’ah yang diada-ada.*]

Wabillaahit taufiq, dan sholawat serta salam semoga Allooh سبحانه وتعالى limpahkan kepada Nabi Muhammad  صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan Shohabatnya.

Team Fatwa:

  1. ‘Abdul ‘Aziiz bin ‘Abdillaah bin Baaz (Ketua)
  2. Syaikh ‘Abdur Rozaaq ‘Afiifi (Wakil Ketua)
  3. Syaikh ‘Abdullooh bin Qu’uud (Anggota)
  4. Asy Syaikh ‘Abdullooh bin Hudayyaan (Anggota)

*] Sebagai penjelas, saya sebutkan apa yang disebut dengan Sholawat Al Fatih sebagaimana disebutkan dalam Al Maushuu’ah Al Muyassaroh Fil Adyaani Wal Madzaahibi Al Mu’aasirroti halaman 127, terbitan Forum Pemuda Islam Internasional, dimana nash-nya adalah sebagai berikut:

Pemimpin At Tiijaanii bernama Ahmad At Tiijaanii mengaku telah bertemu Nabi صلى الله عليه وسلم secara fisik dan material, dan bahwa telah berbicara secara langsung, juga telah belajar dari Nabi  صلى الله عليه وسلم Sholawat Al Fatih ini dengan redaksi sebagai berikut:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَااُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَاسَبَقَ نَاصِرِالْحَقِّ ‍ بِالْحَقِّ وَالْهَادِى اِلَى صِرَاطِك َالْمُسْتَقِيْم وَعَلَى اَلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ

(Alloohumma sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammadinil faatihi lima ughliqo wal khootimi lima sabaqo naashiril haqqi bil haqqi wal Haadi ilaa shiroothikal mustaqiimi wa ‘alaa alihi haqqo qodrihi wa miqdaarihil ‘adziimi)

Artinya:

Ya Allooh, limpahkanlah sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلمpembuka sesuatu yang tertutup, dan penutup segala sesuatu sebelumnya (pamungkas), penolong kebenaran dengan kebenaran, pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus.Semoga rahmat-Mu dilimpahkan kepada keluarganya yaitu rahmat yang sesuai dengan kepangkatan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.”

Mereka meyakini dalam sholawat ini sebagai berikut:

  1. Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah memberitakan padanya bahwa barangsiapa yang membaca Sholawat Fatih 1 kali adalah sama dengan pahala membaca Al Qur’an 6 kali.
  2. Barangsiapa yang membaca 2 kali maka kali yang pertama adalah setara dengan dzikir, do’a yang dilakukan oleh orang besar maupun orang kecil dan membaca Al Qur’an 6.000 kali karena Al Qur’an adalah bagian daripada dzikir (Al Jawaahir 136).
  3. Dimana keutamaan ini tidak didapat kecuali dengan syarat bahwa si pembacanya mendapat izin membacanya dan hal ini yang dimaksud adalah urutan nasab izin hingga sampai pada Ahmad At Tiijaanii yang hendak menerimanya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sebagaimana di-klaimnya.
  4. Bahwa sholawat ini adalah bagian dari firman Allooh سبحانه وتعالى sekedudukan dengan Hadits Qudzi (‘Abdullooh Al Fariidah no: 4/128)
  5. Bahwa yang membaca sholawat Al Fatih 10 kali, kalau hidup maka dia mengetahui Allooh سبحانه وتعالى seribu-seribu tahun (satu juta tahun) dan pahalanya lebih banyak dari itu.
  6. Barangsiapa yang membacanya satu kali, dihapuskan dosanya dan ditimbang seberat 6.000 tasbih, do’a dan dzikir yang terjadi di alam semesta ini (Mustahaa Al Khoorif Al Jaani 299-300)

Aku (pentahqiq) berkata bahwa dalam hal ini nampak dalil firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 79:

فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَـذَا مِنْ عِندِ اللّهِ لِيَشْتَرُواْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُونَ

 

Artinya:

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allooh”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.”

Dan sungguh Lajnah Daa’imah telah merinci pernyataan tentang sekte ini dalam fatwa-fatwa sebelumnya.

—–

Lampiran 3:

Fatwa Lajnah Daa’imah tentang Sholawat Nariyyah

 

السؤال الخامس من الفتوى رقم ( 20794 )

س 5 : ما حكم قراءة ما يسمى بالصلاة النارية هي كما يلي : (اللهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذي تنحل به العقد وتتفرج به الكرب وتقضى به الحوائج ، وتنال به الرغائب ، وحسن الخواتيم ، ويستسقى الغمام بوجهه الكريم ، وعلى آله وصحبه في كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك)؟

ج 5 : صفة الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم أن يقول : (اللهم صل وسلم على نبينا محمد) وإن زاد فقال : (وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد ، وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد) فذلك الأفضل .

وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … الرئيس

بكر بن عبد الله أبو زيد … صالح بن فوزان الفوزان … عبد العزيز بن عبد الله آل الشيخ

Telah diajukan permintaan Fatwa kepada Lajnah Daa’imah sebagai Majelis Fatwa di Saudi Arabia dengan nomor: 20794, dengan redaksi pertanyaan sebagai berikut:

Apa hukum membaca Sholawat yang disebut dengan Sholawat Nariyyah, dimana redaksi bacaannya adalah sebagai berikut:Ya Allooh, berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan masalah, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, pemberi husnul khootimah, pemberi awan hujan dengan wajahnya yang mulia, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuan-Mu.”

Jawaban Lajnah Daa’imah:

Redaksi Sholawat atas Nabi صلى الله عليه وسلم adalah “Ya Allooh, sampaikanlah sholawat dan salam atas Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم”, dan jika ditambah maka “dan juga terhadap keluarga Muhammad صلى الله عليه وسلم, sebagaimana Engkau sampaikan sholawat atas Ibroohiim عليه السلام dan keluarga Ibroohiim عليه السلام. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” dan “Berkahilah pada Muhammad صلى الله عليه وسلم dan keluarga Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagaimana Engkau berkahi Ibroohiim عليه السلام dan keluarga Ibroohiim عليه السلام di alam semesta, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

Sholawat dengan seperti itu adalah lebih afdhol (lebih utama).

Wabillaahit taufiq, dan sholawat serta salam semoga Allooh سبحانه وتعالى limpahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan Shohabatnya.

Team Fatwa:

  1. Syaikh ‘Abdul Aziiz ‘Aalu Asy Syaikh (Ketua)
  2. Syaikh Bakr Abu Zaiid (Anggota)
  3. Syaikh Shoolih Al Fauzaan (Anggota)

—–

Lampiran 4:

Fatwa Lajnah Daa’imah tentang Sholawat Najiyyah

 

الفتوى رقم ( 21137 )

س : لقد حضرت الجمعة في إحدى الدول الإسلامية ، وبعد الصلاة قام الإمام بالدعاء الجماعي ، ومن ضمن الدعاء هذا الدعاء : (اللهم صل على محمد صلاة تنجينا بها من الآفات ، اللهم صلي على محمد صلاة تفرج بها الكربات والبلاء ، اللهم صل على محمد صلاة ترزقنا بها رزقا حلالا) فما حكم هذا الدعاء؟

ج : هذا العمل عمل بدعي لا يجوز ؛ لأن الدعاء الجماعي بعد الصلاة بدعة لا أصل لها في الشرع المطهر ، والأصل في العبادات التوقيف ، وهذه الصيغة للصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم صيغة محدثة ، والخير فيما ورد عن النبي صلى الله عليه وسلم وأرشد أمته إليه من صيغ الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ، كما في التشهد الأخر للصلاة وغيره .

وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … عضو … الرئيس

بكر أبو زيد … صالح الفوزان … عبد الله بن غديان … عبد العزيز بن عبد الله آل الشيخ

Telah diajukan permintaan Fatwa kepada Lajnah Daa’imah sebagai Majelis Fatwa di Saudi Arabia dengan nomor: 21137, dengan redaksi pertanyaan sebagai berikut:

Saya (penanya) telah menghadiri sholat Jum’at di salah satu Negara Islam, dan setelah sholat maka Imaam berdiri dan memimpin do’a secara berjamaa’ah dan diantara do’anya adalah sebagai berikut:

Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin shollatan tunjinaa bihaa minal Aafati. Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin shollatan tufriju bihaa al Kuruubaati wal balaa’i. Alloohumma sholli ‘ala Muhammadin shollatan tarzuquna rizqon halaalan.”

(Ya Allooh, sampaikan sholawat atas Muhammad, sholawat yang menyelamatkan kami dari petaka. Ya Allooh, sampaikan sholawat atas Muhammad, sholawat yang mengeluarkan kami dari berbagai bencana dan bala. Ya Allooh, sampaikan sholawat atas Muhammad, sholawat yang Engkau beri rizqi kami dengannya rizqi yang halal).

Apakah hukum do’a dengan do’a ini?

 

Jawaban Lajnah Daa’imah:

Amalan ini adalah amalan Bid’ah. Tidak diperbolehkan karena berdo’a secara berjamaa’ah ba’da sholat adalah Bid’ah, tidak ada asalnya dalam Syari’at yang suci. Padahal hukum asal dari Ibadah adalah baku. Sedangkan redaksi sholawat atas Nabi صلى الله عليه وسلم seperti itu adalah redaksi yang baru (Bid’ah) dan sebaik-baik sholawat adalah apa yang diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم dan beliau صلى الله عليه وسلم membimbing ummatnya dengan sholawat sebagaimana yang kita baca dalam Tasyahhud Akhir pada setiap sholat dan lain-lain.

Wabillaahit taufiq, dan sholawat serta salam semoga Allooh سبحانه وتعالى limpahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan Shohabatnya.

Team Fatwa:

  1. Syaikh ‘Abdul Aziiz ‘Aalu Asy Syaikh (Ketua)
  2. Syaikh Bakr Abu Zaiid (Anggota)
  3. Syaikh Shoolih Al Fauzaan (Anggota)
  4. Asy Syaikh ‘Abdullooh bin Hudayyaan (Anggota)

—–

Lampiran 5:

Fatwa Lajnah Daa’imah tentang Kitab Dalaa’ilul Khoiroot

 

الفتوى رقم ( 15880 )

س : أرجو منكم إبداء وإظهار رأيكم في هذا الذي سأذكره عما قريب ، وهل يجوز قراءته والإبقاء عليه : هنا جمل من هذا الكتاب : ( فالغرض في هذا الكتاب ذكر الصلاة على النبي – صلى الله عليه وسلم – وفضائلها ، نذكرها محذوفة الأسانيد ليسهل حفظها على القارئ ، وهي من أهم المهمات لمن يريد القرب من رب الأرباب ، وسميته بكتاب ( دلائل الخيرات وشوارق الأنوار في ذكر الصلاة على النبي المختار ) .

( . . . وروي عنه – صلى الله عليه وسلم – أنه قال : « ليردن على الحوض يوم القيامة أقوام ما أعرفهم إلا بكثرة الصلاة علي » . . . ) .

وهذه نسخ من صفحة من صفحاته : ( بسم الله الرحمن الرحيم : إلهي بجاه نبيك سيدنا محمد – صلى الله عليه وسلم – عندك ، ومكانته لديك ، ومحبتك له ومحبته لك ، وبالسر الذي بينك وبينه . . . إلخ ) .

( . . . وصل على محمد وعلى آل محمد الذي نوره من نور الأنوار ، وأشرق بشعاع سره الأسرار . . . ) .

ج : الكتاب الذي ذكرته وهو كتاب ( دلائل الخيرات ) ،

معروف عند العلماء المحققين بأنه كتاب ضلالة ؛ لما يشتمل عليه من الغلو بالرسول – صلى الله عليه وسلم – والسؤال بجاهه ، وأن نوره من نور الأنوار وأشرق بشعاعه سر الأسرار . كما نقله السائل ، وكما هو موجود في الكتاب من الصلوات والمبالغات التي لا دليل عليها . فعليه لا يغتر بهذا الكتاب ، ولا تجوز قراءته إلا لمن يريد الرد عليه والتحذير منه ، وهناك من الكتب الصحيحة في الصلاة على النبي – صلى الله عليه وسلم – ما يغني عن هذا الكتاب وأمثاله ، مثل كتاب : ( جلاء الأفهام في الصلاة والسلام على خير الأنام ) للعلامة ابن القيم .

وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … عضو … عضو … الرئيس

بكر أبو زيد … عبد العزيز آل الشيخ … صالح الفوزان … عبد الله بن غديان … عبد العزيز بن عبد الله بن باز

 

Telah diajukan permintaan Fatwa kepada Lajnah Daa’imah sebagai Majelis Fatwa di Saudi Arabia dengan nomor: 15880, dengan redaksi pertanyaan sebagai berikut:

Saya (penanya) berharap dari Anda untuk dapat mengemukakan dan menyatakan pendapat Anda dalam perkara yang akan saya sebutkan berikut ini, dan apakah boleh membaca dan melanggengkan pembacaannya?

Berikut ini diantara ungkapan yang terdapat dalam Kitab yang saya maksud:

“Maka Kitab ini dimaksudkan untuk menyebutkan tentang Sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan keutamaan-keutamaannya. Sengaja kami sebutkan dengan menghapus sanad-sanadnya agar mudah membaca dan menghafalnya. Sholawat-sholawat ini adalah sholawat yang terpenting bagi yang ingin mendekatkan diri dengan Penguasa segala penguasa, dan kuberi nama Dalaa’ilul Khoiroot wa Syafaariqul Anwaari fi Dzikrish Sholaati ‘alan Nabiyyil Mukhtaari….”

(“….Dan diriwayatkan dari beliau صلى الله عليه وسلم bahwa beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Akan berduyun-duyun mendatangi telaga pada Hari Kiamat kaum-kaum yang aku tidak kenali mereka, kecuali dengan banyaknya sholawat atasku”….)

Dan ini diantara yang terdapat dalam halaman-halaman buku Kitab tersebut:

(“…Bismillaahirrohmaanirrohiim, Ilaahi bijaahi nabiyyika sayyidina Muhammadin صلى الله عليه وسلم ‘indaka wamakaanatihi ladayka wa mahabbatika lahu wa mahabbatihi laka wa bissirri alladzi bainaka wa bainahu…..”)

(Artinya: Dengan nama Allooh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhanku, dengan pengaruh Nabi-Mu, tuan kami Muhammad صلى الله عليه وسلم disisi-Mu, dan kedudukannya disisi-Mu dan cinta-Mu padanya dan cintanya pada-Mu dan rahasia antar Engkau dengannya….”)

(“…. Wa sholli ‘ala Muhammadin wa ‘ala ali Muhammadinilladzii nuurruhu min nuuril anwaar wa asyroqo bi syu’aa’i sirrihil asroori….”)

(Artinya: Dan limpahkanlah sholawat atas Muhammad صلى الله عليه وسلم dan atas keluarga Muhammad صلى الله عليه وسلم yang cahayanya berasal dari cahaya segala cahaya, dan segala rahasia terbit dengan pancaran sinarnya…”).”

 

Jawaban Lajnah Daa’imah:

Kitab yang Anda sebut, yaitu Kitab Dalaa’ilul Khoiroot adalah Kitab yang dikenal di kalangan para ‘Ulama Muhaqiqiin (Peneliti), adalah Kitab Kesesatan, karena didalamnya meliputi Kultus terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan meminta dengan melalui kedudukannya. Dan bahwa cahayanya berasal dari segala cahaya, dan segala rahasia terbit dengan pancaran sinarnya; sebagaimana dinukil oleh Penanya dan sebagaimana yang demikian itu terdapat dalam Kitab juga sholawat-sholawat dan berlebihan tanpa dalil.

Maka dari itu, hendaknya tidak boleh tergiur dengan Kitab ini, tidak boleh membacanya kecuali orang yang ingin membantahnya dan memberikan kewaspadaan kepada ummat. Sebab, masih banyak Kitab-kitab shohiihtentang sholawat atas Nabi صلى الله عليه وسلم, dan tidak lagi membutuhkan kitab ini dan semisalnya, seperti Kitab Jalaa’ul Afhaami fish sholaati wassallaami ‘ala khoiril anaami karya Ibnu Al Qoyyim رحمه الله.

Wabillaahit taufiq, dan sholawat serta salam semoga Allooh سبحانه وتعالى limpahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan Shohabatnya.

Team Fatwa:

  1. ‘Abdul ‘Aziiz bin ‘Abdillaah bin Baaz (Ketua)
  2. Syaikh Bakr Abu Zaiid (Anggota)
  3. Syaikh ‘Abdul Aziiz ‘Aalu Asy Syaikh (Anggota)
  4. Syaikh Shoolih Al Fauzaan (Anggota)
  5. Asy Syaikh ‘Abdullooh bin Hudayyaan (Anggota)

—–

Lampiran 6:

Fatwa Lajnah Daa’imah tentang Kitab Dalaa’ilul Khoiroot

 

الفتوى رقم ( 8879 ) :

س: ما حكم القراءة في كتاب [دلائل الخيرات] للإمام محمد بن سليمان الجزولي والمشتمل على أحزاب وأوراد يومية تتضمن التوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم وطلب الشفاعة منه، مثل: يا حبيبنا يا محمد، إنا نتوسل بك إلى ربك فاشفع لنا عند المولى العظيم، وأيضا اللهم إنا نستشفع به إليك إذ هو أوجه الشفعاء إليك ونقسم به عليك إذ هو أعظم من أقسم بحقه عليك ونتوسل إليك إذ هو أقرب الوسائل إليك. وأشرفهم جرثومة.

ج: إذا كان الواقع ما ذكرت من اشتمال أوراد وأحزاب هذا الكتاب على التوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم والاستشفاع به إلى الله تعالى في قضاء حاجته فلا تجوز لك القراءة فيه؛ لقوله تعالى: { قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا } (سورة الزمر الآية 44)

وقوله تعالى: { مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ } (سورة البقرة الآية 255

) وقوله: { أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لَا يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلَا يَعْقِلُونَ } (سورة الزمر الآية 43) { قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا } (سورة الزمر الآية 44) الآية.

وفي التمسك بكتاب الله تعالى وتلاوته وبالأذكار النبوية الصحيحة غنية لك عن قراءة الأوراد والأحزاب التي بكتاب [دلائل الخيرات] وأشباهها وهي كثيرة تجدها في كتاب [رياض الصالحين] وكتاب [الأذكار النووية] كلاهما للإمام النووي ، وكتاب [الكلم الطيب] لابن تيمية و[الوابل الصيب] للعلامة ابن القيم رحمة الله على الجميع، وغيرها من كتب أهل السنة.

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … نائب رئيس اللجنة … الرئيس

عبد الله بن قعود … عبد الله بن غديان … عبد الرزاق عفيفي … عبد العزيز بن عبد الله بن باز

 

Juga telah diajukan permintaan Fatwa kepada Lajnah Daa’imah sebagai Majelis Fatwa di Saudi Arabia dengan nomor: 8879, dengan redaksi pertanyaan sebagai berikut:

Apa hukum membaca Kitab Dalaa’ilul Khoiroot karya Imaam Muhammad bin Sulaiman Al Jazuuli yang meliputi atas hizib-hizib dan wirid-wirid harian yang mengandung tawassul terhadap Nabi صلى الله عليه وسلم dan meminta syafaat darinya صلى الله عليه وسلم, seperti: “Wahai kekasih kami, wahai Muhammad, sungguh kami bertawassul melalui mu, kepada Tuhanmu, maka berilah kami syafaat disisi Allooh سبحانه وتعالى”.

Dan juga, “Ya Allooh, sungguh kami memohon syafaat dengan melaluinya kepada-Mu, karena dialah syafaat yang paling dekat kepada-Mu, dan kami bersumpah dengannya kepada-Mu karena dia seagung-agung sumpah dengan haqnya kepada-Mu, dan kami bertawassul kepada-Mu karena dia adalah sedekat-dekat perantara terhadap-Mu, dan semulia-mulia dan paling terhormat wasilah.”

 

Jawaban Lajnah Daa’imah:

Jika kenyataannya adalah seperti yang Anda sebutkan, yaitu jika Kitab ini meliputi wirid-wirid dan hizib-hizib berkenaan dengan tawassul dengan Nabi صلى الله عليه وسلم dan meminta syafaatnya kepada Allooh سبحانه وتعالى dalam memenuhi kebutuhan, maka Anda tidak boleh membaca buku ini. Karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 255 :

اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

 

Artinya:

Allooh, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allooh tanpa izin-Nya. Allooh mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allooh melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allooh meliputi langit dan bumi. Dan Allooh tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allooh Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Dan firman-Nya dalam QS. Az Zumaar (39) ayat 43-44:

 

أَمِ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ شُفَعَاء قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لَا يَمْلِكُونَ شَيْئاً وَلَا يَعْقِلُونَ ﴿٤٣﴾ قُل لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعاً لَّهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ ﴿٤٤﴾

 

Artinya:

(43) Bahkan mereka mengambil pemberi syafa`at selain Allooh. Katakanlah: “Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?”

(44) Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allooh syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.

Dan dengan berpegang teguh kepada Al Qur’an dan membacanya, dan dzikir-dzikir Nabawy yang shohiih, cukup bagimu daripada membaca wirid-wirid dan hizib-hizib yang terdapat dalam Kitab Dalaa’ilul Khoiroot dan sejenisnya, dimana yang demikian itu banyak ditemui dalam Kitab Riyaadhus Shoolihin dan Kitab Al Adzkar An Nawawiyyah karya Al Imaam An Nawawy dan Kitab Al Kaalimith Thoyyib karya Ibnu Taimiyyah dan Kitab Al Wabillush Shoyyibi karya Ibnu Qoyyim – semoga Allooh سبحانه وتعالى merahmati semua mereka –, dan lain-lain dari Kitab-Kitab Ahlis Sunnah.

Wabillaahit taufiq, dan sholawat serta salam semoga Allooh سبحانه وتعالى limpahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan Shohabatnya.

Team Fatwa:

  1. ‘Abdul ‘Aziiz bin ‘Abdillaah bin Baaz (Ketua)
  2. Syaikh ‘Abdur Rozaaq ‘Afiifi (Wakil Ketua)
  3. Syaikh ‘Abdullooh bin Qu’uud (Anggota)
  4. Asy Syaikh ‘Abdullooh bin Hudayyaan (Anggota)

—–

Lampiran 7:

Fatwa Lajnah Daa’imah tentang Kitab Dalaa’ilul Khoiroot

السؤال الخامس من الفتوى رقم ( 2392 ) :

رابعا: أما كتاب [دلائل الخيرات] فننصحك بتركه؛ لما يشتمل عليه من الأمور المبتدعة والشركية، وفي الوارد في القرآن والسنة غنية عنه.

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … الرئيس

عبد الله بن قعود … عبد الله بن غديان … عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Juga terdapat dalam Fatwa Lajnah Daa’imah sebagai Majelis Fatwa di Saudi Arabia dengan nomor: 2392, dimana didalam Fatwa itu terdapat dalam poin ke-4 yang mengatakan sebagai berikut:

“4. Adapun Kitab Dalaa’ilul Khoiroot, maka kami nasehati agar Anda meninggalkannya, karena didalamnya banyak mengandung perkara-perkara Bid’ah dan Syirik. Dan apa-apa yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah kiranya adalah cukup.”

Wabillaahit taufiq, dan sholawat serta salam semoga Allooh سبحانه وتعالى limpahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarganya dan Shohabatnya.

Team Fatwa:

  1. ‘Abdul ‘Aziiz bin ‘Abdillaah bin Baaz (Ketua)
  2. Syaikh ‘Abdullooh bin Qu’uud (Anggota)
  3. Asy Syaikh ‘Abdullooh bin Hudayyaan (Anggota)

—–

Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 7 Jumadil Awwal 1432 H  –  11 Maret 2011

Download PDF-File:

Sholawat Yg Bukan Sholawat AQI 230511FNL

Berikut ini, simaklah audio ceramah “Sholawat Yang Bukan Sholawat” selengkapnya:

Download:

Sholawat Yang Bukan Sholawat Bagian-1

Sholawat Yang Bukan Sholawat Bagian-2

Sholawat Yang Bukan Sholawat Bagian-3

21 Comments leave one →
  1. setyo permalink
    13 June 2011 7:03 am

    Assalamu’alaikum Ustadz, mohon izin download materinya, dan saya ada pertanyaan sedikit mengenai kolom lampiran 1 – 7 materi diatas, huruf yang muncul seperti bahasa mesin, apakah bahasa aslinya demikian atau PC saya yang tidak mampu memunculkan teks aslinya ya ustadz ?, terima kasih banyak sebelumnya.
    wassalamu’alaikum..

    • 13 June 2011 8:21 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Apabila yang muncul seperti bahasa mesin, maka bisa jadi berarti komputer Anda belum dilengkapi oleh font bahasa Arab… Untuk memudahkan bagi antum, Insya Allooh, telah Ustadz tambahkanDownload PDF-File” dalam materi diatas, yang bisa dibuka bahkan di PC / komputer yang tidak dilengkapi font bahasa Arab sekalipun, semoga Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa memudahkannya bagi antum… Barokalloohu fiika.

  2. 13 June 2011 10:03 am

    Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuhh, BarokAllohu Fik Ustadz Rofi’i.. Mohon Izin utk donlot kajian ini, Jazakumulloh Khairon..

    • 13 June 2011 11:54 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat…. Barokalloohu fiika

  3. rudi permalink
    16 June 2011 2:01 pm

    Assalamualaykum ustad.
    Saya mohon izin untuk mendownload materi ceramahnya dan sekaligus untuk sharing di facebook.
    Jazakumullah khoiron ustad

  4. 18 October 2011 6:56 am

    Bismillah. Assalamualaykum. Ustadz, ana minta izin mengcopy tulisan ustadz di blog ustadz ini, untuk ana masukan ke blog ana.

    • 18 October 2011 7:12 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika

  5. ifan permalink
    24 October 2011 3:17 am

    Izin download audionya pak ustadz…

    • 24 October 2011 3:35 pm

      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat…. Barokalloohu fiika

  6. 12 October 2012 8:33 am

    Assalamualikum, Bolehkah kita membaca sholawat seperti ini :

    Alloohumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohiim wa ‘ala ali Ibroohiima wa baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kamaa barokta ‘ala Ibroohiim wa ‘ala ali Ibroohiim fil ‘aalamiin innaka hamiidummajiid

    Dalam sholat ?

    • 12 October 2012 10:31 am

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Boleh…. Barokalloohu fiika

  7. niyan permalink
    24 October 2012 11:17 am

    Izin share ya pak ustadz…

  8. rudi permalink
    28 November 2012 4:45 pm

    Assalamualaimum
    Saya mohon diberikan nasihat ustadz masalah yang sangat penting sekali.
    Keluarga saya ada yang ikut sholawat torikot wahidiyah yang ada di Kediri.
    Dan sering sekali mengajak saya untuk jadi pengamal, dengan berbagai macam ajakan.
    Tapi saya tidak mau karena kayaknya saya ada yang tidak srek, entah saya belum tahu atau memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dan saya belum bisa menjawabnya .
    Saya lihat disini http://pengamalwahidiyah.org/
    Contoh ini ustadz di sholawat mereka ada kalimat yang artinya:
    “Duhai Kanjeng Nabi pemberi Syafa’at makhluq Kepangkuan-MU sholawat dan salam kusanjungkan… Duhai Nur cahaya makhluq , pembimbing manusia… Duhai unsur dan jiwa makhluq, bimbing dan didiklah diriku… Maka sungguh aku manusia yang dholim selalu… tiada arti diriku tanpa engkau Duhai Yaa Sayyidii… jika engkau hindari aku (akibat keterlaluan berlarut-larutku), pastilah ‘ku ‘kan hancur binasa.
    Duhai Ghoutsu Hadhaz Zaman, kepangkuan-MU salam Alloh kuhaturkan… Bimbing dan didiklah diriku dengan izin Alloh… dan arahkan pancaran sinar Nadroh-MU kepadaku Duhai Yaa Sayyidii… radiasi batin yang mewusulkan aku sadar kehadirat Maha Luhur Tuhanku.
    Dan mereka juga punya kesakinan (yang ada di buku wahidiyah)
    Bahwa ghoust itu punya wewenang jallab dan sallab mencabut atau menambah iman seseorang
    Apa itu boleh diamalkan ustad ?
    Dan kalau tidak boleh, bagaimana cara menjelaskan kepada mereka?
    Jazakumullah khair atas nasihatnya

    • 29 November 2012 12:21 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      Sebelum anda diajak, maka justru hendaknya anda mengajak keluarga anda terlebih dahulu untuk segera mengamalkan Sholawat yang Shohiih dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassalam (yang dapat anda baca kajian tentangnya pada Blog ini).

      Sedangkan Sholawat Wahidiyah dapat dipastikan TIDAK ADA TUNTUNANNYA dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, karena:
      1. Tidak pernah ada dalam riwayat Hadits yang Shohiih, atau yang dho’iif sekalipun, tentang nama “Sholawat Wahidiyyah”.
      2. Tidak ada sunnahnya / Tidak ada dalil shohiih yang menjelaskan untuk mengirim Al Faatihah pada Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam, apalagi ditambah mesti bilangan 7X
      3. Tidak ada sunnahnya / Tidak ada dalil yang shohiih untuk mengirim Sholawat Wahidiyah pada Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam
      4. Tidak ada dalil yang shohiih untuk redaksi sholawat semacam “Sholawat Wahidiyyah”.
      4. Tidak ada dalil yang shohiih bahwa Sholawat ini berfaedah untuk menjernihkan hati dan untuk ma’rifat pada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan Rosuul-Nya Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam
      5. Tidak ada istilah Ghoust, bahkan meyakni ini, pada selain Allooh Subhanaahu Wa Ta’aalaa. Itu adalah SYIRIK.
      6. Termasuk mengirim Al Fatihah 7X untuk para Wali dan para penolong zaman ini, adalah tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam sendiri.
      7. Tidak ada dalil yang shohiih untuk bolehnya memasukkan kata “Sayyidina” pada suatu sholawat yang terkategorikan sebagai ibadah, apalagi apabila harus dibaca pula sampai 100X.
      8. Memohon kepada Allooh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dengan haq Rosuul adalah tidak pernah dicontohkan oleh Rosuulullooh Sholalloohu ‘Alaihi Wassallam sendiri.
      9. Dalam Sholawat Wahidiyah terdapat KULTUS dan bahkan SYIRIK karena MEMINTA PADA SELAIN ALLOOH, seperti kalimat:
      “Duhai unsur dan jiwa makhluq, bimbing dan didiklah diriku, maka sungguh aku manusia yang dholim selalu… Tiada arti dariku tanpa engkau… Duhai yaa Sayyidii, jika engkau hindari aku (akibat keterlaluan berlarut-larutku), pastilah ku kan hancur binasa.”
      Juga pada kalimat: “Jalanku buntu… usahaku tak menentu buat kesejahteraan negeriku… cepat, cepat, cepat raihlah tanganku ya Sayyidii, tolonglah diriku dan seluruh ummat”.

      Demikianlah, semua itu sudah cukup menjadi alasan bagi anda untuk menolak apabila anda diajak oleh keluarga anda untuk mengamalkannya. Bahkan sampaikan bahwa:
      1. SYIRIK itu MEMBINASAKAN
      2. KULTUS itu MEMBINASAKAN
      3. MEMINTA & BERHARAP PADA SELAIN ALLOOH itu adalah SYIRIK.
      Sedangkan semua elemen ini ada dalam Sholawat Wahidiyyah.

      Barokalloohu fiika

      • 17 January 2013 12:50 pm

        Aku salut dengan pengetahuan ustadz….

  9. G.Irwan permalink
    4 March 2013 11:30 am

    Izin Copas dan Sharenya Pak Ustadz

  10. 26 September 2013 9:14 am

    Assalamu’alaikum, saya mau tanya Ustadz tentang kejadian hari sekarang ini… Darimanakah label “Ustadz” itu didapatkan? Apakah dari diri sendiri yang ingin dianggap ustadz atau dari masyarakat?

    • 27 September 2013 5:13 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,

      1) Label “AHLI ‘ILMU (diin)” di negeri kita di Indonesia ini sebenarnya MASIH RANCU, karena kalo kita cermati maka orang yang mendalam dalam bidang ‘Ilmu diin itu disebut “Ustadz” (atau “Ustaz”) yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna “Guru Agama” atau “Tuan”.

      Disisi lain, bahkan tidak sedikit dari orang yang menyematkan istilah “PAKAR” kepada seorang “Ahli ‘Ilmu (diin)”; misalnya: “Pakar Hadits”, “Pakar Tafsiir” dstnya. Padahal istilah “Pakar” itu sendiri berasal dari bahasa Arab yakni “Fakkaar”, yang berasal dari kata “Faakir” yang artinya adalah: “Orang yang berpikir”, sementara kita ketahui bahwa ISLAM ITU ADALAH WAHYU, DAN WAHYU BUKAN HASIL KARYA PIKIRAN MANUSIA; bahkan tidak jarang pikiran manusia itu bertentangan dengan Wahyu. Jadi jelas istilahPakaruntuk mereka yang Ahli dalam bidang Ilmu Syar’ie adalah penggunaan terminologi yang tidak tepat.

      Kemudian di negeri kita ini, dari mulai Guru Agama SD, bahkan sampai Pengajar Iqro yang mengajarkan ke anak-anak kita dapat mampu membaca Al Qur’an itu semua juga disebut “Ustadz”.

      Dengan demikian, “Ustadzitu pada akhirnya adalah panggilan bagi orang yang berkecimpung didalam ajar dan mengajar dalam bidang ke-Islaman, TANPA ADA PERINCIAN LEVEL ILMU yang secara realitas tidak dapat dipungkiri akan adanya levelisasi (tingkatan-tingkatan). Kekaburan ini bisa jadi membawa dampak negatif terhadap transformasi ke-Islaman; karena kompetensi keilmuan yang berbeda-beda namun diasumsikan sama, yakni dengan sebutan “Ustadz”.

      Bahkan paradigma jika seseorang itu sudah berderajat “Ustadz”, maka dia harus bisa menjawab berbagai permasalahan. Dapat dibayangkan kalau orang sudah dikenal sebagai “Ustadz” sementara kompetensi keilmuannya dalam bidang diin tidak jelas, maka apa yang akan terjadi?!

      Walaupun sebaliknya julukan ini ada positifnya, antara lain bahwa orang yang sudah dipanggil “Ustadz” itu diharapkan dapat mengendalikan diri dan perilakunya untuk menjadi qudwah bagi masyarakat sekitar.

      2) Asal muasal seseorang itu memperoleh julukan / panggilan / gelarUstadzdi negeri kita ini juga sama rancunya, karena realitasnya adalah TIDAK ADA SUATU INSTANSI yang MENJADI STANDAR KOMPETENSI BAGI LEVEL KEILMUAN SEORANG USTADZ. Sehingga, bisa jadi level itu sang ustadz itu sendiri lah yang mempublikasikannya secara verbal, atau secara “performance” misalnya ia bersarung, berbaju koko, berpeci hitam / putih, apalagi bersorban. Biasanya selain mendapat panggilan “Pak Haji”, performance seperti itu di masyarakat dikenal sebagai “Ustadz”, walaupun keilmuannya dalam bidang diin adalah jauuuuh sama sekali dari kriteria yang semestinya; seperti apa yang terjadi pada saat ini.
      Artis dalam waktu yang sama disebut Ustadz, atau Ustadz berperan sebagai Artis.
      Dukun berperan sebagai Ustadz, dan Ustadz berperilaku dan bertindak seolah Dukun.
      Kalangan Profesional bisa dipanggil Ustadz, sementara Ustadz berperilaku laksana kaum Intelektual padahal diin bukanlah dari IQ, tapi dari Wahyu.

      Maka hal-hal yang seperti itu memang berpotensi menimbulkan fitnah, sehingga apabila kita merujuk kepada Hadits Shohiih Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 3606, maka keadaannya itu sampai-sampai sebagaimana yang telah diberitakan oleh Rosuululloohصلى الله عليه وسلم berikut ini :

      عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

      Artinya:
      Dari Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه berkata, “Orang-orang bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.”
      Maka aku katakan, “Wahai Rosuulullooh, sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliyahan (kebodohan) dan kejahatan, lalu Allooh datangkan pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?
      Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
      Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?
      Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.”
      Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?
      Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu SUATU KAUM YANG BERPEDOMAN BUKAN DENGAN PEDOMANKU. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.”
      Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?
      Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu PARA DA’I (PENYERU) KEPADA PINTU-PINTU JAHANNAM. Maka barangsiapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan mencampakkannya pada jahannam itu.”
      Aku bertanya lagi, “Wahai Rosuulullooh, gambarkanlah kepada kami tentang mereka.”
      Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
      Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?
      Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al Haq – pent).”
      Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?
      Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”

      Nah, MASYARAKAT pun TIDAK ADA YANG SECARA RESMI LEBIH BERHAK DARIPADA YANG LAIN UNTUK MENYEMATKAN JULUKAN “USTADZ” ini. Apalagi kalo diserahkan pada masyarakat umum, pasti lebih sesat lagi. Karena masyarakat itu sendiri, terutama di zaman sekarang adalah semakin jauh dari Ilmu Islam yang sebenarnya atau mereka itu berada dalam kejahilan / kebodohan tentang ilmu diin, maka bagaimanakah masyarakat yang demikian itu dapat menentukan derajat “Ustadz” terhadap seseorang sementara mereka sendiri tidak paham tentang ‘Ilmu Islam? (Alloohul Musta’aan).

      Maka, bisa saja kelompok tertentu / jama’ah majelis seorang Ustadz tertentu menyebutnya sebagai “Ustadz”, sementara komunitas lain atau orang lain tidak menyebutnya sebagai “Ustadz”.

      IDEALNYA, status yang sangat strategis, kharismatik dan berpengaruh pada perekrutan ummat, pembinaan ummat, pembimbingan ummat menuju jalan yang benar itu MUTLAK SANGATLAH PERLU ADANYA KOMPETENSI YANG TERUKUR SECARA KEILMUAN DAN KELAYAKAN DALAM BIDANG DIIN dari seseorang menyandang fungsi suci yang merupakan warisan Nabi صلى الله عليه وسلم ini. Seharusnya memang ada STANDARISASI, ada UJI KOMPETENSI, ada LISENSI yang bertanggungjawab atas KUALITAS SOSOK USTADZ ini sehingga ummat menjadi terpertanggungjawabkan.

      Bagi orang awam saja, ada yang disebut dengan ilmu yang fardhu ‘ain, baik dalam bidang ‘aqiidah / keyakinan, bidang fiqih / ibadah, atau akhlaq / perilaku dan etika, yang sudah barang tentu seorang Ustadz itu tidak boleh sama dengan orang awam.
      Jangankan ilmu yang fardhu ‘ain (– dimana ilmu-ilmu ini saja porsinya bagi seorang Ustadz itu haruslah lebih luas dan lebih dalam daripada ilmu fardhu ‘ain yang dimiliki oleh orang awam–), maka seharusnya ditambah lagi Ilmu Alat dan perangkat yang sangat diperlukan bagi orang yang akan terjun dalam dunia dakwah, ta’lim, tarbiyyah apalagi Fatwa.

      Adalah sudah menjadi ketetapan bahwa Tholibul ‘Ilmi (pencari ilmu diin) saja harus mempunyai kapasitas hafalan baik dari Al Qur’an, Hadits, Kaidah-Kaidah dalam bahasa Arab, Ushuul Fiqih, Ilmu Tafsiir, Mustholahul Hadiits, Fiqih Da’wah, Manajemen, Psikologi, Ilmu Komunikasi dan Sejarah Islam, Siroh Nabi, Siroh orang-orang shoolih dan masih banyak lagi yang harus dikuasainya, apalagi bagi seorangUstadz” yang ia akan memerlukan ilmu-ilmu tersebut dalam bidang dakwah / ta’lim yang digelutinya. Ia harus menuntut ilmu-ilmu tersebut dari belajar dari Guru Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang lurus pemahamannya, BUKAN DARI AUTODIDAK (BELAJAR SENDIRI). Jika kompetensi ini tidak dikuasainya, maka HARUSNYA ADA TEAM PENGENDALI MUTU untuk dinyatakan seseorang itu ditolak atau dibina serta ditingkatkan sebagai seorang da’i, sehingga kualitas ummat yang dididiknya pun menjadi terkendali dan terukur.

      Demikianlah, semoga jelas adanya… Barokalloohu fiika.

Leave a reply to niyan Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.