Beriman kepada Hari Kiamat
(Transkrip Ceramah AQI 090707)
BERIMAN KEPADA HARI KIAMAT
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allõh سبحانه وتعالى,
Dalam pembahasan tentang Hari Kiamat, maka sebelumnya ada beberapa perkara yang harus dipahami, yaitu tentang: Iman kepada Hari Akhir (Hari Kiamat). Artinya, membenarkan adanya Hari Akhir.
“Al Ãkhir” artinya adalah hari terakhir dalam hitungan dunia, untuk beralih kepada hari lain yaitu yang disebut Hari Akhiroh (– nama lain dari “Hari Kiamat” –). Maka jika sudah ada keputusan (ketentuan) bahwa seseorang itu dimasukkan ke dalam Surga ataukah Neraka, maka barulah saat itu disebut “Al Ãkhir”, karena tidak ada lagi hari setelahnya.
Yang dimaksud disini adalah Hari Akhir (Hari Kiamat), dimana urutan pembahasannya antara lain adalah:
a) Definisi tentang Hari Akhir
b) Dalil tentang apa yang mewajibkan kita beriman kepada Hari Akhir
c) Tahapan kejadian pada Hari Akhir, dan lain sebagainya.
a) Definisi tentang Hari Akhir
Dalam kitab yang ditulis oleh Syaikh Hafidz Hakami berjudul “A’lãmus Sunnah” halaman 55, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Beriman kepada Hari Akhir” adalah:
1. Membenarkan tentang akan terjadinya Hari Kiamat
2. Antisipasi / apa yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi hari tersebut.
Pada bagian yang pertama (Membenarkan tentang akan terjadinya Hari Kiamat), ada unsur: Ilmu dan Teori; sedangkan pada bagian yang kedua (Antisipasi untuk menghadapi Hari Kiamat) maka ada unsur : Konsekuensi, Aktivitas, Amaliyah dan Sikap. Karena tidaklah patut bagi seorang yang telah beriman terhadap adanya Hari Kiamat, namun kemudian ia tidak memiliki sikap apa pun di dalam hidupnya untuk menghadapi kedatangan hari tersebut.
Juga dinyatakan didalam kitab tersebut, bahwa termasuk dalam bagian mengimani dan membenarkan akan terjadinya Hari Kiamat antara lain adalah mengimani dan membenarkan apa yang menjadi Tanda-Tanda Hari Kiamat. Dan mengimani pula adanya kematian dan peristiwa setelah kematian yakni berupa pertanyaan di dalam Kubur, dan setelahnya adalah adanya adzab Kubur atau nikmat Kubur. Serta mengimani pula adanya tiupan Sangkakala, dimana akan keluar seluruh makhluk dari kubur-kubur mereka, bahkan orang-orang yang ketika matinya minta dibakar dan abunya dibuang ke laut sekalipun, maka dengan kekuasaan Allõh سبحانه وتعالى orang yang demikian akan tetap ikut dibangkitkan di Hari Kiamat.
Dalam pembahasan tentang Hari Kiamat, akan dijelaskan betapa dahsyat dan menakutkannya hari itu. Bayangkan, bila lumpur panas Sidoarjo saja sudah sedemikian merusak dan menakutkan bagi manusia, sehingga sampai sekarang lumpurnya tetap membeludak mengalir keluar tak bisa teratasi oleh manusia; maka bagaimana lagi kah keadaan di Hari Kiamat. Na’ũdzu billãhi min dzãlik. Lumpur Sidoarjo ini saja telah memperlihatkan betapa Maha Kuat dan Maha Berkuasanya Allõh سبحانه وتعالى bila hendak menimpakan ujian berupa musibah kepada makhluq-Nya, dimana sekedar air dan lumpur panas yang tersembur ke permukaan bumi telah menyebabkan ribuan hektar kampung terendam lumpur. Padahal itu belumlah seberapa, karena lubang lumpur itu ukurannya paling hanyalah beberapa puluh sentimeter saja.
Maka bagimana lagikah dengan keadaan di Hari Kiamat, ketika seluruh bumi itu akan mengeluarkan semua beban-beban berat yang dikandungnya yang bisa berupa lumpur, magma dan lain sebagainya; sebagaimana firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Zalzalah (99) ayat 1-8 :
إِذَا زُلْزِلَتِ الأرْضُ زِلْزَالَهَا (١) وَأَخْرَجَتِ الأرْضُ أَثْقَالَهَا (٢) وَقَالَ الإنْسَانُ مَا لَهَا (٣) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (٤) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (٥) يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (٦) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (٧) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (٨
Artinya:
(1) “Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat,
(2) dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,
(3) dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?”
(4) Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,
(5) karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) padanya.
(6) Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) perbuatannya,
(7) Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
(8) Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya.”
Tidak dapat kita bayangkan betapa dahsyatnya keadaan di Hari Kiamat. Bahkan tidak lagi bumi ini akan berbentuk, karena gunung-gunung pun akan dijadikan Allõh سبحانه وتعالى terburai, berterbangan seperti kapas tertiup angin. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Qõri’ah (101) ayat 1-5 :
الْقَارِعَةُ (١) مَا الْقَارِعَةُ (٢) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ (٣) يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ (٤) وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (٥
Artinya:
(1) “Hari Kiamat,
(2) apakah hari Kiamat itu?
(3) Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?
(4) Pada hari itu manusia adalah seperti laron yang bertebaran,
(5) dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.”
Demikianlah diberitakan dalam QS. Al Zalzalah dan QS. Al Qõri’ah, yang termasuk surat-surat dalam Juz ‘Amma, tentang keadaan di Hari Kiamat yang sangatlah dahsyat.
Tentu kedahsyatan Hari Kiamat itu hanyalah dirasakan oleh manusia yang jahat-jahat saja, karena sebagaimana diberitakan oleh Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم maka hanya orang yang tidak beriman sajalah yang akan mengalaminya; sementara orang yang mu’min di kala itu sudah tidak ada lagi. Berarti hanya orang kãfir saja yang akan mengalami kedahsyatan Hari Kiamat. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 5066, dari Shohabat ‘Abdullõh bin ‘Amr bin Al Ash رضي الله عنه, bahwa beliau berkata,
عن عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ َقَالَ : لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ الْخَلْقِ هُمْ
Artinya:
“Kiamat tidak akan terjadi, kecuali pada orang-orang yang paling jahat.”
Selanjutnya juga dijelaskan dalam Kitab tersebut secara detail tentang apa yang akan terjadi di Al Mahsyar, yakni suatu padang dimana seluruh manusia (dari mulai zaman Nabi ‘Adam عليه السلام hingga Hari Kiamat nanti) dikumpulkan; sehingga sebagaimana di dalam Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم digambarkan bahwa ummat manusia di kala itu seperti As Sawãd (seperti warna hitam di langit yang menutupi ufuk). Perhatikanlah Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 6541, dari Shohabat ‘Abdullõh bin Abbãs رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ فَأَخَذَ النَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ الأُمَّةُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ النَّفَرُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ الْعَشَرَةُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ الْخَمْسَةُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ وَحْدَهُ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ كَثِيرٌ قُلْتُ يَا جِبْرِيلُ هَؤُلاَءِ أُمَّتِي قَالَ : لاََ وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ كَثِيرٌ قَالَ هَؤُلاَءِ أُمَّتُكَ وَهَؤُلاَءِ سَبْعُونَ أَلْفًا قُدَّامَهُمْ لاَ حِسَابَ عَلَيْهِمْ ، وَلاَ عَذَابَ قُلْتُ وَلِمَ قَالَ كَانُوا لاَ يَكْتَوُونَ ، وَلاَ يَسْتَرْقُونَ ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ إِلَيْه …
Artinya:
“Ditampakkan padaku ummat-ummat. Ada Nabi yang bersamanya ummat (pengikut) yang banyak. Ada Nabi yang bersamanya hanya beberapa orang. Ada Nabi yang bersamanya sepuluh (orang). Ada Nabi yang bersamanya lima (orang). Ada Nabi yang tak berpengikut.
Lalu aku melihat hitam yang kelam (— banyak pengikutnya – pent.), dan aku bertanya pada Jibril, “Mereka ummatku?”
Jibril menjawab, “Bukan, akan tetapi lihatlah ke ujung ufuk.”
Lalu aku melihat hitam yang banyak, dan Jibril berkata, “Mereka adalah ummatmu. Ditengah mereka 70.000 orang tidak dihisab, tidak diadzab.”
Aku bertanya, “Mengapa?”
Jibril menjawab, “Mereka (ketika di dunia – pent.) tidak melakukan Kay (berobat dengan menggunakan api, sekarang listrik – pent.), mereka tidak minta diruqyah, mereka tidak melakukan thiyaroh (mengundi nasib, meyakini sesuatu melalui burung – pent.), dan mereka bertawakkul hanya kepada Allõh….”
Begitu banyaknya manusia yang dikumpulkan, dimana hitamnya kepala manusia di kala itu hingga laksana lautan yang menghitam. Dan dikala itu pula lah dibagikan suhuf (lembaran) catatan amalan-amalan mereka; ada yang menerimanya dengan tangan kanan dan ada pula yang menerimanya dengan tangan kiri. Hal ini sebagaimana dalam Al Qur’an Surat Al Insyiqõq (84) ayat 7 – 12 :
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ ﴿٧﴾ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَاباً يَسِيراً ﴿٨﴾ وَيَنقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوراً ﴿٩﴾ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاء ظَهْرِهِ ﴿١٠﴾ فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُوراً ﴿١١﴾ وَيَصْلَى سَعِيراً ﴿١٢
Artinya:
(7) Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,
(8) maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,
(9) dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.
(10) Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang,
(11) maka dia akan berteriak: “Celakalah aku“.
(12) Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
Semua lembaran itu berisi catatan amalan manusia selama hidup di dunia, yang seperti difirmankan Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Qõf (50) ayat 16-18 :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (١٦) إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (١٧) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (١٨
Artinya:
(16) “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
(17) (Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri.
(18) Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”
Berarti, tidak ada satu ucapan pun , juga tidak ada satu perbuatan manusia pun yang bakal luput dari catatan amalan malaikat pencatat pada lembaran (suhuf) itu; dimana catatan tersebut akan dibagikan di padang mahsyar kelak.
Setelah catatan itu dihadirkan kepada manusia, maka akan disediakan timbangan untuk menimbang amalan-amalan manusia ketika di padang mahsyar, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Qõri’ah (101) ayat 6-11 :
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (٦) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (٧) وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (٨) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (٩) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (١٠) نَارٌ حَامِيَةٌ (١١
Artinya:
(6) “Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya,
(7) maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang).
(8) Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
(9) maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
(10) Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?
(11) (Yaitu) api yang sangat panas.”
Sehingga siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka beruntunglah orang tersebut, dan yang ringan timbangan kebaikannya maka merugilah dia karena Allõh سبحانه وتعالى menyiapkan adzab yang pedih baginya.
Kemudian akan diadakan Ash Shirõth, yakni suatu jembatan yang lebih halus daripada rambut, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 183, dari Abu Sã’id Al-Khudhri رضي الله عنه, dalam sebuah cuplikan hadits yang sangat panjang, dimana beliau menceritakan bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
…ثُمَّ يُؤْتَى بِالْجَسْرِ فَيُجْعَلُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ ، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الجَسْرُ؟ قَالَ: مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ، عَلَيْهِ خَطَاطِيفُ وَكَلاَلِيبُ، وَحَسَكَةٌ مُفَلْطَحَةٌ لَهَا شَوْكَةٌ عُقَيْفَاءُ، تَكُونُ بِنَجْدٍ، يُقَالُ لَهَا: السَّعْدَانُ …
Artinya:
“ … Kemudian didatangkanlah jembatan, dan dibentangkan di antara dua punggung neraka jahannam.
Kami (para Shohabat) bertanya, “Wahai Rosũlullõh, bagaimanakah bentuk jembatan itu?”
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab, “(Jembatan itu) licin dan menggelincirkan. Diatasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok. Ia bagaikan pohon berduri di daerah Najd, dikenal dengan pohon Sa’…”
Kemudian Abu Sã’id Al-Khudhri رضي الله عنه berkata,
بَلَغَنِي أَنَّ الْجِسْرَ أَدَقُّ مِنَ الشَّعْرَةِ، وَأَحَدُّ مِنَ السَّيْفِ
Artinya:
“Telah sampai (berita) kepadaku bahwa ash shirõth itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang.”
Dengan demikian orang-orang awam yang mengatakan bahwa ash-shirõth itu adalah seperti “rambut dibelah tujuh” adalah tidak benar. Yang benar adalah yang sebagaimana diberitakan dalam Hadits diatas. Ini adalah perkara ‘aqĩdah dan sesuatu yang bersifat ghoib yang hanyalah dapat kita ketahui berdasarkan Wahyu belaka (yang disampaikan berdasarkan berita dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم). Jadi untuk perkara ‘aqĩdah seperti ini, tidak boleh kita mengarang-ngarang sendiri. Ash-shirõth lebih halus dari rambutnya seperti apa adalah wallõhu a’lam.
Berikutnya adalah Al Haudh yang berarti “Telaga”; yakni Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Keistimewaan daripada air Telaga tersebut adalah barangsiapa yang meminum airnya maka ia tidak pernah akan mengalami kehausan untuk selama-lamanya. Perhatikanlah apa yang diberitakan dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 7050, dari Shohabat Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه, ia berkata, “Aku mendengar Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ فَمَنْ وَرَدَهُ شَرِبَ مِنْهُ وَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهُ أَبَدًا لَيَرِدُ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ…
Artinya:
“Aku akan mendahului kalian tiba di Haudh (telaga Al Kautsar). Barangsiapa yang tiba disana, pasti minum dan siapa saja yang minum darinya, pasti tidak akan dahaga selama-lamanya. Akan datang kepadaku sejumlah ummatku, aku mengenali mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian aku dipisahkan dari mereka….”
Mudah-mudahan Allõh سبحانه وتعالى mengkaruniakan kepada kita kesempatan untuk menikmati air Telaga Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tersebut.
Kemudian setelah itu akan ada Asy Syafã’at, artinya adalah “penggenap”. Kalaulah seseorang itu mengaku bahwa dirinya adalah banyak berbuat dosa, maka pastilah ia butuh “penggenap” yang dapat menolongnya masuk ke dalam Surga Allõh سبحانه وتعالى. Sebagai contoh saja, sebuah analogi sederhana (agar mudah dipahami) adalah bahwa : Bila syarat minimal masuk ke dalam Surga itu harus bernilai 60, maka seseorang yang nilai amalannya adalah 45 atau 50 atau 55 atau 59, maka berarti nilainya itu kurang dari syarat minimal 60; kemudian dengan Syafaa’at dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم maka nilainya pun digenapkan menjadi 60, sehingga ia pada akhirnya diperbolehkan masuk ke dalam Surga Allõh سبحانه وتعالى. Itu adalah contoh analogi sederhana untuk menjelaskan tentang Asy Syafã’at. Oleh karena itu banyak-banyaklah kita bersholawat kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم .
Dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 199, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
Artinya:
“Setiap Nabi mempunyai do’a yang mustajab. Maka, masing-masing Nabi segera menggunakan do’a tersebut. Namun, aku menyimpan do’a itu untuk memberi Syafã’at kepada ummatku pada Hari Kiamat, yang Syafã’at tersebut in syã Allõh akan sampai pada ummatku yang mati tanpa menyekutukan Allõh dengan sesuatu apa pun.”
Selanjutnya adalah Surga ataukah Neraka. Apabila dimasukkan oleh Allõh سبحانه وتعالى kedalam Surga dengan berbagai kenikmatannya, maka sebagaimana yang dikatakan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah, kenikmatan yang tertinggi bagi mu’min di Surga itu adalah memandang / melihat Allõh سبحانه وتعالى pada Hari Kiamat. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Qiyãmah (75) ayat 22-23:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Artinya:
“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri (indah). Kepada Robb-nya lah mereka melihat.”
Sebaliknya api Neraka dan adzabnya yang dahsyat adalah bagi orang-orang yang kãfir, disamping itu juga masih ada adzab yang lebih dahsyat dibandingkan dari api Neraka itu yakni terhalangnya orang-orang kãfir daripada melihat Allõh سبحانه وتعالى pada Hari Kiamat; sebagaimana dalam firman-Nya dalam QS. Al Muthoffifiin (83) ayat 15:
كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ
Artinya:
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka (orang-orang kãfir) pada hari kiamat benar-benar terhalang dari (melihat) Robb mereka.”
Berbagai tahapan tersebut diatas in syã Allõh akan kita semua alami, bila kita sudah mati dan mengalami Hari Kiamat kelak. Artinya, “Beriman kepada Hari Kiamat” adalah “beriman terhadap seluruh tahapan pada Hari Kiamat” tersebut. Seluruhnya yang diberitakan oleh nash, baik yang berasal dari Al Qur’an maupun yang berasal dari Hadits yang shohĩhah, maka haruslah kita yakini dan kita benarkan.
b) Dalil yang mewajibkan kita harus beriman kepada Hari Akhir
Yang harus kita pahami terlebih dahulu adalah bahwa beriman kepada Hari Akhir adalah perkara dĩn dan perkara ‘aqĩdah. Berbicara tentang dĩn haruslah berdasarkan firman Allõh سبحانه وتعالى dan sabda Rosũl-Nya صلى الله عليه وسلم. Berbicara tentang ‘aqĩdah haruslah dengan nash yang qoth’i yaitu Al Qur’an dan Hadits-Hadits yang shohĩhah. Berbeda dengan berbicara tentang masalah Fiqh, dimana dalam hal Fiqh ada perkara yang tidak ada daliilnya, tetapi misalnya memakai unsur Qiyãs, juga unsur maslahat. Sebagai contoh, apabila kita di zaman sekarang memakai mikrofon, memakai handphone, memakai laptop, memakai berbagai teknologi tinggi maka itu tidak ada dalilnya dalam Al Qur’an maupun Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Tetapi alat-alat teknologi tinggi tersebut sifatnya adalah boleh (mubah) dipakai; dalam artian memakainya adalah tidak berdosa dan bukan termasuk bid’ah, karena ia bukan perkara dĩn (agama). Berbagai teknologi tinggi ini bukanlah tergolong Bid’ah Dholãlah yang diancam dalam Hadĩts; karena alat-alat teknologi tersebut tergolong perkara duniawi, sehingga ia bersifat mubah (boleh).
Perhatikanlah Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 4590, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها sebagai berikut:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Artinya:
“Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan dien kami ini yang bukan termasuk darinya, maka ia (‘amalan itu) tertolak.”
Jadi, yang tidak diperbolehkan adalah perkara baru dalam urusan dĩn (agama), bukan dalam urusan duniawi seperti teknologi tinggi; karena dalam urusan duniawi maka Nabiصلى الله عليه وسلم bersabda, “kamu sekalian lebih mengetahui tentang urusan duniamu”, hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 2363, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه :
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ :لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ. قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ : مَا لِنَخْلِكُمْ. قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ :أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Artinya:
Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم pernah melewati satu kaum yang sedang melakukan penyerbukan kurma. Beliau lalu bersabda, “Andai kalian tidak melakukan penyerbukan niscaya kurma itu menjadi baik.”
Anas berkata bahwa pohon kurma itu ternyata menghasilkan kurma yang jelek. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم suatu saat melewati lagi mereka dan bertanya, “Apa yang terjadi pada kurma kalian?”
Mereka berkata, “Anda pernah berkata demikian dan demikian.”
Beliau صلى الله عليه وسلم pun bersabda, “Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.”
Hal ini adalah apabila kita berbicara / mengkaji urusan Fiqh.
Sedangkan dalam urusan ‘aqĩdah maka haruslah pasti (qoth’i), yakni harus ada dalĩl dari Al Qur’an dan Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Disamping itu, paling-paling hanyalah boleh ada Ijma’ dimana Ijma’ ini pun juga haruslah berporos kepada Al Qur’an dan Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم; karena tidaklah mungkin para Shohabat رضي الله عنهم bersepakat diatas kesesatan. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Shohĩh Riwayat Al Imãm Ibnu Mãjah no: 3950, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ
Artinya:
“Sesungguhnya, umatku tidak akan sepakat di atas kesesatan.”
Dengan demikian, Ijma’ itu haruslah mengikuti Al Qur’an dan Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Demikianlah, adapun Hari Kiamat adalah perkara yang ghoib, dan perkara yang ghoib tidaklah bisa diantisipasi, tidak pula bisa dianalisa dan tidak pula bisa dihitung; karena itu semua adalah semata-mata berpulang terhadap kehendak Allõh سبحانه وتعالى. Kapan terjadinya Hari Kiamat adalah rahasia Allõh سبحانه وتعالى, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Ahzãb (33) ayat 63 :
يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا
Artinya:
“Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allõh”. Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.”
Berarti kalau ada orang yang mengatakan bahwa Kiamat akan terjadi pada tanggal sekian, bulan sekian dan tahun sekian maka itu adalah pernyataan yang dusta belaka (kadzab), tidak boleh kita yakini; karena sebagaimana diberitakan dalam Hadits diatas bahwa Kiamat itu adalah perkara yang ghoib, hanya Allõh سبحانه وتعالى yang Maha Mengetahui secara pasti kapan waktu terjadinya.
Adapun apabila ada orang yang mengatakan bahwa Kiamat akan terjadi pada Hari Jum’at, maka hal ini adalah benar karena berdasarkan berita dari Wahyu, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Muslim no: 854, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
Artinya:
“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari Jum’at ‘Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke dalam surga dan pada hari Jum’at itu juga dia dikeluarkan dari Surga. Hari Kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jum’at.”
Namun kita tidak tahu di Jum’at tanggal berapa, bulan apa, dan tahun kapan. Kita hanya dapat mengetahui bahwa Kiamat in syã Allõh akan terjadi di Hari Jum’at, hanya seperti itu saja, sebagaimana telah diberitakan Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Ada beberapa daliil yang menjadi dasar bagi bahasan kita kali ini, antara lain adalah:
(1) QS. Yunus (10) ayat 7-8
(2) QS. Adz Dzãriyãt (51) ayat 5-6
(3) QS. Ghõfir (40) ayat 59
Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Yunus (10) ayat 7-8 sebagai berikut:
إِنَّ الَّذِينَ لا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ (٧) أُولَئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (٨
Artinya:
(7) “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan (kehidupan itu) dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,
(8) Mereka itu tempatnya di neraka, karena apa yang telah mereka lakukan.”
Maksudnya, orang-orang yang disebutkan dalam ayat diatas itu adalah:
(1) Orang-orang yang tidak berharap (tidak percaya) kepada pertemuan dengan Allõh سبحانه وتعالى,
(2) Merasa puas dengan kehidupan dunianya,
(3) Merasa tentram (tenang) dengan kehidupan dunianya itu,
(4) Melalaikan (melupakan) Allõh سبحانه وتعالى dan ayat-ayat-Nya;
Maka mereka akan dimasukkan ke dalam Neraka karena sikap dan perilakunya itu.
Dengan demikian, beriman kepada Hari Kiamat adalah Wajib dan orang yang tidak beriman kepada Hari Kiamat berarti ia rela untuk menjadikan dirinya sebagai calon penghuni Neraka (Ahlun Nãr). Na’ũdzu billãhi min dzãlik. Oleh karena itu, “Beriman kepada Hari Kiamat” adalah perkara yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, orang yang ragu terhadapnya maka ‘aqĩdah-nya terancam, ia bisa kãfir bila tidak meyakini hal ini.
Jangankan orang ragu terhadap satu ayat dari Al Qur’an seperti ayat diatas, bahkan apabila ia ragu terhadap satu huruf saja dalam Al Qur’an maka ia terancam kãfir (murtad dari Al Islam). Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Shohabat Ali bin Abi Thõlib رضي الله عنه dalam “Syarh Ushũl I’tiqõd Ahlis Sunnah Wal Jamã’ah” karya Al Imãm Al Lãlikã’i 1/232 no: 279 bahwa: “Barangsiapa yang kãfir terhadap SATU HURUF SAJA dari huruf-huruf Al Qur’an, maka ia telah keluar (murtad) dari Al Islam.”
Juga berkata Ibnu Qudamah رحمه الله dalam kitab “Lum’atul I’tiqõd” halaman 19, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara umat Islam, bahwa barangsiapa yang mengingkari satu surat, atau satu kata, atau satu huruf dari Al Qur’an yang telah disepakati, maka sesungguhnya dia telah kãfir.”
Jadi itulah 4 (empat) perkara sebagaimana dalam QS. Yunus (10) ayat 7-8 yang dapat menyebabkan manusia celaka dan ayat tersebut diatas merupakan dalĩl bahwa kita harus beriman kepada adanya Hari Kiamat dan bahwa pada hari itu kita akan bertemu dengan Allõh سبحانه وتعالى.
Dalĩl berikutnya adalah firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Adz Dzãriyãt (51) ayat 5-6 sebagai berikut :
إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَصَادِقٌ (٥) وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ (٦
Artinya:
(5) “Sungguh, apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar,
(6) dan sungguh, (hari) pembalasan pasti terjadi.”
Demikian itu Allõh سبحانه وتعالى telah menyatakannya, oleh karena itu siapa yang tidak beriman kepada Hari Kiamat maka ia akan menjadi lalai, ia tidak berusaha untuk melakukan amal-amal shõlih dalam hidupnya sebagai bekal baginya di Hari Akhir kelak, atau minimal ia akan menjadi orang yang apriori. Dengan demikian, beriman kepada Hari Kiamat adalah Wajib bagi kita kaum Muslimin.
Dalĩl lainnya adalah firman-Nya dalam QS. Al Mu’min / Ghõfir (40) ayat 59 sebagai berikut:
إِنَّ السَّاعَةَ لآتِيَةٌ لا رَيْبَ فِيهَا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يُؤْمِنُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya hari Kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.”
Maksudnya, bahwa Hari Kiamat itu pasti akan terjadi, maka janganlah sampai kita kaum Muslimin tidak memiliki persiapan apapun terhadapnya. Jadi sebenarnya poin yang terpenting adalah bagaimana agar kita dapat berhasil menghadapi Hari Kiamat tersebut; itu adalah lebih penting daripada kita hanya sekedar mengetahui secara teori bahwa itu akan terjadi, namun tetap saja kita masih sibuk mengikuti hawa-hawa nafsu kita, dan sibuk bergelimang dalam urusan duniawi kita serta bersikap lalai terhadap persiapan menghadapi Hari Kiamat.
Apakah Hari Kiamat itu bisa diketahui, bisa diprediksi, bisa diramal, dan bisa dihitung waktunya oleh manusia?
Diawal kajian tadi telah kita bahas sedikit tentang hal ini, dan untuk memperjelas bahasan atas pertanyaan diatas, maka perhatikanlah dalĩl-dalĩl berikut:
(1) QS. Luqman (31) ayat 34
(2) QS. Al A’rõf (7) ayat 187
(3) QS. An Nãzi’ãt (79) ayat 42-44
Sebagaimana Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Luqman (31) ayat 34:
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Sesungguhnya hanya di sisi Allõh ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allõh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Maksud daripada ayat tersebut adalah bahwa ada 5 (lima) perkara yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanyalah Allõh سبحانه وتعالى, yaitu:
(1) Kapan terjadinya Kiamat.
Berarti yang mengetahui kapankah waktu persis terjadinya Hari Kiamat hanyalah Allõh سبحانه وتعالى. Sekarang ini pun Malaikat Isrofĩl عليه السلام telah memanggul Sangkakala, bersiap-siap menerima instruksi dari Allõh سبحانه وتعالى saat kapan saja ia sewaktu-waktu harus meniup Sangkakala tersebut.
(2) Turunnya Hujan.
Tidak ada yang tahu waktu persisnya kapan akan turun hujan, kecuali hanyalah Allõh سبحانه وتعالى. Manusia boleh saja berikhtiar dengan menaburkan garam ataupun zat-zat kimia lainnya, namun ketahuilah bahwa tetap saja yang menggeserkan awan hanyalah Allõh سبحانه وتعالى yang sanggup melakukannya. Tidak ada yang tahu waktu persisnya dimana dan kapan akan turun hujan. Paling-paling manusia hanya bisa sekedar memprediksi saja, namun tidak bisa memastikan. Sehingga dalam kaitan dengan prediksi akan turun hujan di jam sekian – hari sekian – tanggal sekian, maka manusia hendaklah mengucapkan “In syã Allõh (bila Allõh menghendaki)”. Karena kita kaum Muslimin dilarang memastikannya, misal dengan mengatakan: “Besok jam 11 siang pasti turun hujan”. Terlarang mengatakan seperti itu. Yang benar apabila hendak memprediksi besok turun hujan, adalah dengan mengatakan, “In syã Allõh besok siang akan turun hujan”; maka berkata seperti ini adalah tidak mengapa.
Perhatikan pula firman-Nya dalam QS. Al Kahfi (18) ayat 23-24 :
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (٢٣) إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لأقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا (٢٤
Artinya:
(23) “Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,
(24) Kecuali (dengan mengatakan), “In syã Allõh.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberi petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.”
Apa yang telah diupayakan manusia saja belumlah tentu terjadi, maka banyak perkara-perkara yang telah dijadwalkan oleh manusia ternyata gagal dan batal terjadi karena Allõh سبحانه وتعالى tidak menghendakinya terjadi; namun demikian pula sebaliknya, apa saja yang tidak diharapkan manusia untuk terjadi ternyata bahkan justru terjadi karena Allõh سبحانه وتعالى menghendakinya demikian. Oleh karena itu ingatlah selalu akan firman-Nya dalam QS. Al Insãn (76) ayat 30:
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya:
“Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allõh. Sungguh, Allõh Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Jadi, manusia boleh berencana, namun keputusan tetaplah di tangan Allõh سبحانه وتعالى.
(3) Apa yang Ada di dalam Rahim.
Saat ini kemajuan teknologi sudah sedemikian rupa majunya, sehingga bahkan USG pun sudah ada dalam bentuk tiga dimensi. Bayi yang ada dalam kandungan dapat dilihat dari beberapa sisi, bukan saja tampak luarnya, bahkan sampai alat kelamin bayi tersebut pun dapat terlihat melalui USG. Namun meskipun demikian, manusia tidaklah boleh bersikap angkuh / sombong terhadap kemajuan teknologi yang dikuasainya. Ia hanyalah dapat memprediksi apa yang ada dalam Rahim, namun tidaklah dapat memastikannya. Berapa banyak terjadi keadaan dimana ada bayi yang terlihat melalui USG diprediksikan laki-laki, ternyata ketika lahir adalah perempuan; dan sebaliknya. Oleh karena itu, kemajuan teknologi tidaklah boleh menjadikan manusia bersikap sombong dan kufur terhadap firman Allõh سبحانه وتعالى dalam ayat diatas.
(4) Apa yang akan diraih dan dikerjakannya esok.
Esok hari akan merugi ataukah memperoleh untung, maka manusia tidaklah ada yang mengetahuinya. Mau untung seberapa banyak, lima ribu rupiah, lima ratus ribu rupiah, satu juta rupiah; maka tidak ada yang tahu secara pasti. Kalau sekedar memperkirakan bahwa bisnis yang dilakukan akan mendatangkan keuntungan maka itu boleh; tapi kalau memastikan akan memperoleh untung maka ini tidak boleh. Kepastian tentang hal itu hanyalah Allõh سبحانه وتعالى yang Maha Mengetahui dan Menetapkannya.
(5) Di bumi mana manusia akan mati.
Tidak ada yang tahu manusia akan mati dimana, dengan cara apa dan bagaimana. Bisa saja Allõh سبحانه وتعالى takdirkan si Fulan mati akibat kecelakaan bus / kereta api / pesawat terbang / kapal laut dll yang meminta korban manusia. Atau bisa saja Allõh سبحانه وتعالى takdirkan si Fulan mati di ranjang rumahnya karena penyakit jantung. Atau bisa saja Allõh سبحانه وتعالى takdirkan si Fulan mati dalam ber-jihad fĩ sabĩlillah di medan pertempuran. Maka tidak ada yang mengetahuinya sebelumnya. Maka yang paling penting adalah kita harus selalu menjaga diri kita agar tetap dalam keadaan ketaatan kepada Allõh سبحانه وتعالى dan senantiasa berdo’a agar dimatikan oleh-Nya dalam keadaan Husnul Khõtimah.
Dalĩl berikutnya adalah QS. Al A’rõf (7) ayat 187, Allõh سبحانه وتعالى berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلا هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لا تَأْتِيكُمْ إِلا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
Artinya:
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang kiamat, “Kapan terjadi?” Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.” Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya pengetahuan tentang Hari Kiamat ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Jangankan Hari Kiamat, bahkan Tsunami atau gempa bumi saja manusia tidak bisa memastikan kapan terjadinya. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya manusia, tak patut ia bersikap angkuh terhadap sang Pencipta langit dan bumi, yakni Allõh سبحانه وتعالى. Sekalipun di zaman “modern” ini katanya manusia bisa menguasai teknologi yang tinggi untuk mendeteksi gejala gempa bumi. Namun hendaknya manusia menyadari, tidaklah ia mampu menguasai teknologi tinggi, apabila itu semua tidaklah atas idzin Allõh سبحانه وتعالى dimana hal itu justru merupakan ujian bagi sang manusia adakah ia bersikap kufur ataukah ia justru menjadi hamba yang bersyukur atas setetes kecil ilmu pengetahuan yang diamanahkan Allõh سبحانه وتعالى terhadap dirinya tersebut. Tak jarang ada manusia yang kufur karena kecerdasan otaknya, ia merasa dirinya sanggup menguasai teknologi yang hebat-hebat, ia merasa dirinya menjadi “Tuhan” hanya karena ia dapat pergi ke bulan misalnya, atau hanya karena ia menguasai teknologi komputer super canggih sehingga ia merasa dapat mengontrol dunia dalam genggaman tangannya sesuai kehendak hawa nafsunya. Na’ũdzu billãhi min dzãlik.
Perhatikan dalĩl lainnya yakni QS. An Nãzi’ãt (79) ayat 42-44, Allõh سبحانه وتعالى berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا (٤٢) فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا (٤٣) إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا (٤٤
Artinya:
(42) “Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat, “Kapankah terjadinya?”
(43) Untuk apa engkau perlu menyebutkan (waktunya)?
(44) Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).”
Adapun perkara “ber-Iman kepada Hari Kiamat” juga diberitakan di dalam Hadits, yakni Hadits Jibril yang panjang berikut ini, yang diriwayatkan oleh Al Imãm Muslim no: 8 sebagai berikut:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya:
‘Umar bin Khoththõb رضي الله عنه berkata : “Suatu ketika, kami (para Shohabat) duduk di dekat Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم. Tiba-tiba muncullah kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun diantara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan ke lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya diatas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allõh, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rosũl Allõh; menegakkan sholat; menunaikan zakat; shoum di bulan Romadhõn, dan engkau menunaikan haji ke Baitullõh, jika engkau telah mampu melakukannya,”
Lelaki itu berkata, “Engkau benar”, maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, “Iman adalah engkau beriman kepada Allõh; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rosũl-Nya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allõh yang baik dan yang buruk.”
Ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allõh seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Ia berkata, “Engkau benar.”
Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadinya hari Kiamat?”
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta penggembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai ‘Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab, “Allõh dan Rosũl-Nya lebih mengetahui.”
Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.”
Berarti dari ayat dan Hadits diatas jelaslah bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم saja tidak tahu kapan terjadinya Hari Kiamat, apalagi kita. Oleh karena itu apabila ada orang yang mengaku tahu dan dapat memperhitungkan kapan persisnya terjadinya Hari Kiamat maka orang itu berdusta karena itu merupakan hal yang mustahil berdasarkan Wahyu dari Allõh سبحانه وتعالى.
Macam-Macam Hari Kiamat
Jumhur ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamã’ah mengatakan bahwa Kiamat itu ada 2 (dua) macam, yakni: Al Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil) dan Al Qiyamatul Kubro (Kiamat Besar).
1) Al Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil)
Al Qiyamatus Sughro, yaitu: mati atau kematian. Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Jumu’ah [62] ayat 8 tentang kematian sebagai berikut:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allõh), yang mengetahui yang ghoib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.”
Sebagaimana dijelaskan oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah wal Jamã’ah: “Barangsiapa yang mati, berarti Kiamat sudah terjadi pada dirinya.” Oleh karena, ketika mengalami “mati/kematian” itu maka berarti umur hidupnya di dunia telah berakhir dan ia memasuki alam berikutnya yakni Alam Kubur (Alam Barzakh) yang merupakan awal dari perjalanan Akhirat-nya. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm At Turmudzy no: 2308, dari Shohabat ‘Utsman bin Affan رضي الله عنه, beliau berkata:
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « إن القبر أول منازل الآخرة فمن نجا منه فما بعده أيسر منه ، ومن لم ينج منه فما بعده أشد منه » قال : فقال عثمان رضي الله عنه : ما رأيت منظرا قط إلا والقبر أفظع منه
Artinya:
“Aku mendengar Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Alam kubur adalah awal perjalanan akhirat, barang siapa yang berhasil di alam kubur, maka setelahnya lebih mudah. Barang siapa yang tidak berhasil, maka setelahnya lebih berat.”
‘Utsman رضي الله عنه berkata, “Aku tidak pernah memandang sesuatu yang lebih mengerikan daripada kubur.”
“Mati” sebagai Al Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil), bisa diawali dengan sakit; bisa pula tidak diawali dengan sakit.
Ketika roh berpisah dengan jasad saat proses kematian itu terjadi, maka ia akan mengalami apa yang disebut sebagai “sakaratul maut”. Hal ini sebagaimana firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Qõf (50) ayat 19:
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
Artinya:
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.”
Setelah terjadi Al Qiyamatus Sughro (Kiamat Kecil) berupa “mati/kematian”, maka berikutnya di Alam Kubur (Alam Barzakh) akan mengalami pertanyaan daripada Malaikat, kemudian akan mengalami pula salah satu dari dua keadaan ini: Ni’mat Kubur atau Adzab Kubur.
Bagi orang-orang yang mati dalam keadaan beriman, maka ia akan mengalami Ni’mat Kubur, dalilnya adalah Hadits Riwayat Al Imãm Ahmad no: 295 dan Al Imãm Abu Dãwud no: 4753, dari Shohabat Al Bara` bin ‘Azib رضي الله عنه bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda tentang proses kematian seorang mu’min:
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ
Artinya:
“Seorang hamba mu’min, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik (–dalam riwayat lain- jiwa yang tenang) keluarlah menuju ampunan Allõh dan keridho’annya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi.”
Adapun bila yang mati itu adalah orang yang dzolim, maka ia akan mengalami Adzab Kubur, sebagaimana firman Allõh سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’ãm (6) ayat 93:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
Artinya:
“Siapakah yang lebih dzolim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allõh atau yang berkata, “Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allõh.” (Alangkah ngerinya) sekiranya kamu melihat pada waktu orang-orang dzolim berada dalam kesakitan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul (dan menyiksa) dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allõh (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”
Juga dalam QS. Ghõfir / QS. Al Mu’min (40) ayat 45-46 :
وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
Artinya:
“Dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”.”
Diriwayatkan pula dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 6005 diberitakan tentang adanya Adzab Kubur:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَتْ عَلَىَّ عَجُوزَانِ مِنْ عُجُزِ يَهُودِ الْمَدِينَةِ فَقَالَتَا لِى إِنَّ أَهْلَ الْقُبُورِ يُعَذَّبُونَ فِى قُبُورِهِمْ ، فَكَذَّبْتُهُمَا ، وَلَمْ أُنْعِمْ أَنْ أُصَدِّقَهُمَا ، فَخَرَجَتَا وَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَجُوزَيْنِ وَذَكَرْتُ لَهُ ، فَقَالَ « صَدَقَتَا ، إِنَّهُمْ يُعَذَّبُونَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ كُلُّهَا » . فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِى صَلاَةٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
Artinya:
“Dari Ã’isyah رضي الله عنها, ia berkata: “Suatu ketika ada dua orang tua dari kalangan Yahudi di Madinah datang kepadaku. Mereka berdua berkata kepadaku bahwa orang yang sudah mati diadzab di dalam kuburnya. Aku pun mengingkarinya dan tidak mempercayainya. Kemudian mereka berdua keluar. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم datang menemuiku. Maka aku pun menceritakan apa yang dikatakan dua orang Yahudi tadi kepada beliau. Beliau صلى الله عليه وسلم lalu bersabda: ‘Mereka berdua benar, orang yang sudah mati akan diadzab dan semua binatang ternak dapat mendengar suara adzab tersebut’. Dan aku pun melihat beliau senantiasa berlindung dari adzab kubur setiap selesai sholat.”
Dan juga dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 6055 dan Al Imãm Muslim no: 703, sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِى قُبُورِهِمَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ » ، ثُمَّ قَالَ « بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ
Artinya:
“Dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه, ia berkata: “Nabi صلى الله عليه وسلم pernah keluar dari sebagian pekuburan di Madinah atau Makkah. Lalu beliau mendengar suara dua orang manusia yang sedang diadzab di kuburnya. Beliau bersabda, ‘Keduanya sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab karena dosa besar (menurut mereka)’, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: ‘Padahal itu merupakan dosa besar. Salah satu di antara keduanya diadzab karena tidak membersihkankan bekas kencingnya, dan yang lain karena selalu melakukan namĩmah (adu domba).”
Demikianlah tentang Ni’mat Kubur dan Adzab Kubur. Adapun tentang Fitnah (Ujian) Kubur, maka akan ada pertanyaan dari Malaikat. Malaikat akan bertanya tentang “Siapakah Tuhanmu?” dan “Siapakah Nabimu?”. Dan tidaklah ada faedahnya bagi orang yang sudah meninggal dan dikuburkan itu di-talqin (diajari): “Ya Fulan, kalau nanti engkau ditanya oleh Malaikat: ‘Siapa Tuhanmu?”, maka jawablah: ‘Tuhanku Allõh’”, “Siapakah Nabimu?”, maka jawablah: “Nabiku Nabi Muhammad”; dan seterusnya. Talqin demikian itu tidak ada gunanya, karena orang yang meninggal itu sudah tidak bisa mendengar, bahkan alamnya pun sudah berbeda. Disamping itu men-talqin-kan orang yang sudah meninggal itu pun tidak ada contoh ajarannya dari Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم.
Bila berhasil melalui Fitnah Kubur tersebut dengan menjawab semua pertanyaan Malaikat dengan baik, maka akan diperlihatkan baginya Na’imun Qubur, jalan menuju surga di setiap pagi dan petang. Sebaliknya bagi orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan Malaikat karena ketika hidup di dunia ia bukanlah orang yang taat kepada Allõh سبحانه وتعالى, maka baginya akan diperlihatkan jalan menuju neraka di setiap pagi dan petang. Na’ũdzu billãhi min dzãlik, betapa menakutkannya; namun tidak satupun yang akan dapat mengelak dari hal ini.
Di dalam Hadits Riwayat Al Imãm Al Bukhõry no: 1374, dari Shohabat Anas bin Mãlik رضي الله عنه bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِنَّ العَبْدَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ، وَإِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ، أَتَاهُ مَلَكَانِ فَيُقْعِدَانِهِ، فَيَقُولاَنِ: مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ لِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَمَّا المُؤْمِنُ، فَيَقُولُ: أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، فَيُقَالُ لَهُ: انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنَ النَّارِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللَّهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنَ الجَنَّةِ، فَيَرَاهُمَا جَمِيعًا، قَالَ: وَأَمَّا المُنَافِقُ وَالكَافِرُ فَيُقَالُ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُولُ: لاَ أَدْرِي كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ، فَيُقَالُ: لاَ دَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ، وَيُضْرَبُ بِمَطَارِقَ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً، فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ غَيْرَ الثَّقَلَيْنِ
Artinya:
“Sesungguhnya seorang hamba jika telah dimakamkan di kuburnya, dan sahabat-sahabatnya (yang mengiring jenazahnya) telah pulang, maka sungguh dia akan mendengar suara langkah sandal mereka. Kemudian dua orang malaikat mendatanginya dan mendudukkannya. Dua orang malaikat tersebut berkata kepadanya,‘Apa yang dulu Engkau katakan tentang orang ini – yaitu Muhammad صلى الله عليه وسلم –?’
Adapun orang beriman, maka dia akan menjawab, ‘Aku bersaksi bahwa dia (Muhammad) adalah hamba dan utusan-Nya.’
Maka dikatakan kepadanya, ‘Lihatlah tempat dudukmu di neraka. Sungguh Allõh telah menggantinya dengan tempat duduk di surga.’ Maka dia melihat dua-duanya sekaligus.
Adapun orang munafik dan orang kafir, maka ditanyakan kepada mereka, ‘Apa yang dulu Engkau katakan tentang orang ini –yaitu Muhammad صلى الله عليه وسلم –?’
Maka mereka berkata, ‘Aku tidak tahu. Aku dulu mengatakan apa yang dikatakan oleh kebanyakan manusia.’
Malaikat berkata, ‘Engkau tidak tahu dan engkau tidak mengikutinya.’ Malaikat kemudian memukulnya dengan palu dari besi, dia pun berteriak sampai-sampai didengar oleh makhluk yang berada di atasnya, selain jin dan manusia.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imãm At Turmudzy no: 991, di-hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny dalam Takhrij Misykatul Mashobih (1/131). Beliau berkata: “Sanad hadits ini hasan sesuai syarat Muslim”, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه bahwa Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ -أَوْ قَالَ: أَحَدُكُم- أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لِأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالْآخَرُ النَّكِيْرُ، فَيَقُولَانِ: مَا كُنْتَ تَقُولُ فِيْ هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُولُ مَا كَانَ يَقُولُ: هُوَ عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. فَيَقُولَانِ: قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ هَذَا. ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا فِي سَبْعِينَ، ثُمَّ يُنَوَّرُ لَهُ فِيْهِ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ: نَمْ. فَيَقُولُ: ارْجِعْ إِلَى أَهْلِي فَأَخْبِرْهُمْ. فَيَقُولَانِ: نَمْ كَنَوْمَةِ الْعَرُوسِ الَّذِي لاَ يُوقِظُهُ إِلاَّ أَحَبَّ أَهْلِهِ إِلَيْهِ. حَتَّى يَبْعَثُهُ اللهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ؛ وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا قَالَ: سَمِعْتُ النَّاسَ يَقُولُونَ فَقُلْتُ مِثْلَهُ، لاَ أَدْرِي. فَيَقُولاَنِ: قَدْ كُنَّا نَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُولُ ذَلِكَ. فَيُقَالُ لِلْأَرْضِ: الْتَئِمِي عَلَيْهِ. فَتَلْتَئِمُ عَلَيْهِ فَتَخْتَلِفُ فِيْهَا أَضْلَاعُهُ فَلَا يَزَالُ فِيْهَا مُعَذَّبًا حَتَّى يَبْعَثُهُ اللهُ مِنْ مَضْجَعِهِ ذَلِكَ
Artinya:
“Apabila seorang hamba mati maka datanglah dua malaikat, salah satunya bernama Munkar, dan yang lainnya bernama Nakir. Kedua malaikat itu bertanya: “Apa yang dapat engkau katakan tentang Muhammad صلى الله عليه وسلم?”
Apabila yang ditanya adalah orang mu’min, maka ia akan menjawab: “Beliau adalah hamba dan Rosũl Allõh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) melainkan hanyalah Allõh, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosũl-Nya”.
Malaikat tersebut berkata: “Sekarang kami telah mengerti akan apa yang engkau katakan”.
Maka setelah itu, dilapangkanlah kuburnya seluas tujuh puluh hasta dan diterangi dengan cahaya. Dikatakan kepadanya: “Sekarang tidurlah engkau”.
Mayat tersebut memohon: “Doakanlah agar aku dapat kembali pada keluargaku untuk mengabarkan kesenangan ini”.
Sang malaikat menjawab: “Tidurlah engkau sebagaimana tidurnya pengantin, tidak ada yang membangunkan kecuali orang yang paling dicintainya.”
Demikian itu akan berlangsung hingga Hari Kebangkitan.
Adapun orang munafik, jika ia ditanya demikian ia menjawab: “Aku tak tahu. Aku hanya mendengar orang lain mengatakan sesuatu tentang dia (Muhammad), lantas aku katakan pula apa yang orang katakan tentangnya itu”.
Malaikat berkata: “Sekarang kami telah mengerti akan apa yang kamu katakan”.
Setelah itu sang malaikat berujar pada bumi: “Jepitlah manusia ini olehmu!”
Lantas dijepitnya hingga berserakan tulang rusuknya. Dan ia senantiasa diazab, disiksa sampai ia dibangkitkan dari kuburnya nanti di Hari Akhir.”
Itulah berbagai dalĩl tentang Fitnah Kubur. Adapun dalil tentang mati / kematian, masih terdapat banyak lagi ayat di dalam Al Qur’an yang menjelaskannya, antara lain adalah:
(1) QS. As Sajdah (32) ayat 11,
(2) QS. Ãli Imrõn (3) ayat 185,
(3) QS. Az Zumar (39) ayat 30,
(4) QS. Al Anbiyã’ (21) ayat 34,
(5) QS. Ar Rahmãn (55) ayat 26-27,
(6) QS. Al Qoshosh (28) ayat 88
Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. As Sajdah (32) ayat 11 sebagai berikut:
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Artinya:
“Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan.”
Dalam ayat diatas, dijelaskan bahwa “Malaikat Maut” lah yang akan diberi tugas untuk mencabut nyawa manusia (jadi bukan “Izroil”, karena memang tidak disebutkan siapa nama Malaikat-nya).
Allõh سبحانه وتعالى pun berfirman dalam QS. Ãli Imrõn (3) ayat 185 sebagai berikut:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya:
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Kemudian perhatikanlah firman-Nya dalam QS. Az Zumar (39) ayat 30 berikut ini:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula).”
Dan perhatikan pula firman-Nya dalam QS. Al Anbiyã’ (21) ayat 34 sebagai berikut:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
Artinya:
“Dan Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia sebelum engkau (Muhammad); maka jika engkau wafat, apakah mereka akan kekal?”
Juga firman-Nya dalam QS. Ar Rahmãn (55) ayat 26-27 tentang kematian sebagai berikut:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ (٢٦) وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ (٢٧
Artinya:
(26) “Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
(27) Tetapi zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.”
Dan Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Qoshosh (28) ayat 88 sebagai berikut:
وَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا إِلَهَ إِلا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya:
“Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya. Segala keputusan menjadi wewenangnya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.”
Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allõh سبحانه وتعالى tidak pernah akan mati. Yang mati adalah kita, manusia. Maka, karena kita suatu saat akan mati dan tidak ada yang tahu kapan datangnya kematian itu, maka hendaknyalah kita selalu mawas diri. Banyak-banyaklah mengingat kematian. Setelah mati maka tidak lagi manusia dapat ber-amal shõlih. Justru ber-amal shõlih lah sekarang, ketika masih diberi hidup oleh Allõh سبحانه وتعالى; sebagai bekal mempersiapkan diri untuk mati itu.
2) Al Qiyamatul Kubro (Kiamat Besar).
Tentang “Hari Kiamat” telah dijelaskan oleh Allõh سبحانه وتعالى bahwa sebelum terjadinya, maka akan ada tanda-tandanya terlebih dahulu. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini:
(1) QS. Al An’ãm (6) ayat 158,
(2) QS. An Naml (27) ayat 82,
(3) QS. Al Anbiyã’ (21) ayat 96,
(4) QS. Ad Dukhõn (44) ayat 10,
(5) QS. Al Hajj (22) ayat 1.
Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al An’ãm (6) ayat 158 tentang Tanda Al Qiyamatul Kubro berupa Matahari Terbit dari sebelah Barat, sebagai berikut:
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ
Artinya:
“Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, atau kedatangan Tuhanmu atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu. Katakanlah, “Tunggulah! Kami pun menunggu.”
Kemudian dalam QS. An Naml (27) ayat 82, Allõh سبحانه وتعالى berfirman tentang Tanda Al Qiyamatul Kubro berikutnya berupa Munculnya Ad Dãbbah, sebagai berikut:
وَإِذَا وَقَعَ الْقَوْلُ عَلَيْهِمْ أَخْرَجْنَا لَهُمْ دَابَّةً مِنَ الْأَرْضِ تُكَلِّمُهُمْ أَنَّ النَّاسَ كَانُوا بِآيَاتِنَا لَا يُوقِنُون
Artinya:
“Dan apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran alam) telah berlaku atas mereka, Kami keluarkan binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.”
Sedangkan firman-Nya dalam QS. Al Anbiyã’ (21) ayat 96 adalah tentang Tanda Al Qiyamatul Kubro berupa Munculnya Ya’juj wa Ma’juj :
حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ
Artinya:
“Hingga apabila (tembok) Ya’juj dan Ma’juj dibukakan dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.”
Dan dalam QS. Ad Dukhõn (44) ayat 10 dijelaskan tentang Tanda lain dari Al Qiyamatul Kubro yaitu berupa Ad Dukhõn :
فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ
Artinya:
“Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas.”
Kemudian dalam QS. Al Hajj (22) ayat 1 dijelaskan tentang betapa Dahsyatnya Hari Kiamat itu :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ
Artinya:
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar.”
Demikianlah berbagai ayat Al Qur’an Al Karĩm yang memberitakan tentang tanda-tanda Al Qiyamatul Kubro. Adapun Hadits-hadits yang menjelaskan tentang Tanda-Tanda Al Qiyamatul Kubro adalah juga sangat banyak sekali, yang semuanya adalah dibahas secara mendetail pada seri kajian tersendiri tentang Tanda-Tanda Kiamat Besar. Sekian bahasan kita kali ini, semoga dengan mengetahui Wajib-nya kita kaum Muslimin untuk “Beriman pada Hari Kiamat” ini akan memunculkan sikap pada diri kita untuk bergegas menyibukkan diri sebagai persiapan untuk menghadapi mati / kematian yang pasti akan datang, dan juga mempersiapkan bekal untuk menghadapi Hari Akhirat yang kekal nanti.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
1) Mengenai Tanda-Tanda Hari Kiamat yaitu antara lain bahwa Mushaf Al Qur’an akan hilang dari muka bumi; apakah itu benar?
2) Tentang Kuburan. Pernah terjadi ketika seseorang mengubur jenazah, setelah selesai penguburan, selesai dibacakan doa, dan lain sebagainya; kemudian ada yang teringat bahwa cincinnya ikut terkubur. Lalu dengan izin beberapa kerabat yang meninggal maka digalilah kubur yang baru saja ditimbun itu. Ternyata baru setengahnya menggali, kubur itu terasa panas sekali, sehingga ia membatalkan niatnya dan tidak jadi menggali kubur, karena tidak tahan panasnya. Gejala apakah yang demikian itu?
3) Tentang gempa bumi, katanya ada yang memprediksikan bahwa daerah Aceh, Sumatra bagian Timur, termasuk Riau dan Bengkulu akan terkena gempa bumi; karena daerah itu merupakan daerah garis lempengan kulit bumi yang rawan gempa bumi. Dan nyatanya di daerah-daerah tersebut memang sering terjadi gempa bumi. Bagaimanakah kita menyikapi prediksi yang demikian itu?
Jawaban:
1) Tentang Tanda-Tanda Hari Kiamat bahwa Al Qur’an akan hilang menjelang Hari Kiamat, maka berita itu adalah berdasarkan Hadits Riwayat Al Imãm Ad Dãrimy dalam Sunnan-nya 2/530 no: 3343, dari ‘Abdullõh bin Mas’ũd رضي الله عنه dan menurut syaikh Husain Salim Asad sanadnya Hasan :
عن بن مسعود قال : ليسرين على القرآن ذات ليلة ولا يترك آية في مصحف ولا في قلب أحد الا رفعت
Artinya:
“Allõh akan mengangkat Al Qur’an pada suatu malam dan tidak tertinggal satu ayatpun dalam mushaf maupun dalam hati seseorang.”
Juga Ibnu Taimiyyah رحمه الله dalam Kitab “Majmũ’ al-Fatãwã” 3/198-199, menjelaskan bahwa, “Di akhir zaman (al-Qur-an) dihilangkan dari mushhaf dan dada-dada (ingatan manusia), maka tidak ada yang tersisa satu kata pun di dada-dada manusia, demikian pula tidak ada yang tersisa satu huruf pun dalam mushhaf.”
Berarti di kala itu semua mushaf Al Qur’an yang ada, baik misalnya dalam bentuk Kitab, dalam bentuk kaset/ CD/DVD, ataupun termasuk yang kita hafal sekalipun akan lenyap dari muka bumi dalam satu malam. Mushaf Al Qur’an tidak lagi ada yang tersisa di alam semesta ini; karena sudah dicabut dan diambil oleh Allõh سبحانه وتعالى. Itu kekuasaan Allõh سبحانه وتعالى. Bagaimana cara terjadinya, walloohu a’lam.
2) Memang banyak cerita-cerita tentang kubur sejenis itu, dan memang kejadiannya nyata (benar-benar terjadi). Hal seperti itu Allõh سبحانه وتعالى lah yang memperlihatkan Kekuasaan-Nya. Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم sendiri pernah ditunjukkan oleh Allõh سبحانه وتعالى tentang dua kubur yang di dalamnya ada orang yang sedang mengalami siksa kubur akibat di dunia ia suka mengadu-domba orang dan yang lainnya adalah disiksa akibat tidak membersihkan bekas kencingnya, sebagaimana tadi telah kita bahas. Jadi adanya berbagai kejadian tentang kubur, maka bisa saja itu terjadi karena kekuasaan Allõh سبحانه وتعالى.
3) Gempa bumi dan bencana alam, kalau menurut syar’i adalah karena ma’shiyat. Semua yang terjadi di alam semesta ini bila diprediksi begini dan begitu oleh manusia, maka itu hanyalah sekedar perhitungan manusia belaka, dan itu pun karena jangkauan ilmu pengetahuan manusia yang akalnya adalah terbatas; yang bisa jadi prediksi manusia itu benar, namun bisa jadi juga prediksinya salah. Itu hanyalah sekedar analisa manusia, tidak boleh langsung di-imani. Bila sekedar untuk kewaspadaan, maka boleh-boleh saja; namun tidak boleh untuk diimani. Karena iman haruslah berdasarkan dengan daliil / nash Wahyu, baik berupa firman Allõh سبحانه وتعالى (Al Qur’an) maupun Hadits-Hadits Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم (As Sunnah).
Dalam beberapa kajian terdahulu, sudah pernah kita bahas Hadits yang menjelaskan bahwa perilaku ma’shiyat yang dilakukan oleh manusia lah yang menyebabkan terjadinya bencana alam; yang hendaknya diambil ibroh-nya oleh manusia bahwa hal itu sebenarnya merupakan bentuk peringatan dari Allõh سبحانه وتعالى terhadap mereka. Mudah-mudahan kita masih ingat beberapa hadits tentang hal tersebut.
Diantaranya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imãm At Turmudzi di dalam Sunan-nya, kitab “Al Fitan” Jilid 4/495 melalui salah seorang shohaby bernama ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه. Lalu Ibnu Abid Dunya, dalam kitabnya “Dzammul Malã’hi” (“Tercelanya berbagai alat lahwun/ alat-alat yang melalaikan”) melalui salah seorang shohaby, yakni Anas bin Mãlik رضي الله عنه, dan haditsnya di-shohĩh-kan oleh syaikh Nasiruddin Al Albãny dalam Silsilah Hadits Shohĩh no: 2203; bahwa Rosũl Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
في هذه الأمة خسف ومسخ وقذف ” فقال رجل من المسلمين : يا رسول الله ، ومتى ذلك ؟ قال : ” إذا ظهرت المعازف وكثرت القيان وشربت الخمور
Artinya:
“Di tengah-tengah ummat ini akan terjadi tanah longsor, tsunami dan lemparan dari atas langit.”
Salah seorang shohabat lalu bertanya, “Wahai Rosũl, kapankah itu?”
Rosũl صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika telah nampak musik, semakin banyak penyanyi wanita dan khomr (minuman keras) telah diminum.”
Atau misalnya di dalam Al Qur’an, Allõh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Asy Syũrõ (42) ayat 30 sebagai berikut
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Artinya:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allõh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
Pertanyaan:
Dalam surat Al Kahfi disebutkan bahwa kelak di Hari Kiamat yang akan dihitung (dihisab) maupun ditimbang amal baik dan amal buruknya hanyalah orang-orang yang beriman ataupun Muslim. Sedangkan orang kãfir tidak akan dihisab atau ditimbang, tetapi akan langsung masuk neraka Jahannam. Mohon penjelasannya.
Jawaban:
Benar. Orang mu’min (beriman) ada yang akan dihisab (ditimbang) amalnya. Sedangkan orang kãfir, bahkan sejak di dunia saja sudah tidak bisa diterima amal perbuatannya oleh Allõh سبحانه وتعالى. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Aali ‘Imrõn (3) ayat 85:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya:
“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.”
“Merugi” maksudnya : Masuk Neraka Jahannam; jadi orang-orang kãfir akan langsung masuk Neraka, tidak akan dihitung-hitung lagi. Sedangkan orang mu’min, orang muslim; ada diantara mereka yang langsung masuk Surga, namun ada pula diantara mereka yang “harus dibersihkan” dulu dengan cara “dicuci” di Neraka dan baru pada akhirnya dimasukkan ke dalam Surga. Berarti yang dihisab hanyalah orang Muslim.
Seperti ketika ‘Ã’isyah رضي الله عنها bertanya kepada Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم tentang apa itu “Hisãban Yasĩro (perhitungan yang mudah)” itu, maka menurut Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم adalah “Yatajawaz” (dihitung, tetapi lewat begitu saja, tidak ditanya secara detail); sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imãm Ahmad, VI/48 no: 24261 menurut syaikh Syu’aib Al Arnã’uth Hadits ini shohĩh; dan oleh Al Imãm Al-Hakim, IV/278 no: 936 dan beliau berkata, “Hadits ini shohĩh memenuhi syarat shohĩh Muslim”. Hadits ini di-shohĩh-kan pula oleh Syaikh Nashiruddin Al Albãny dalam Kitab “Misykat Al Mashõbih” 3/209 no: (14)5562 sebagai berikut:
عن عائشة قالت سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول : في بعض صلاته اللهم حاسبني حسابا يسيرا فلما انصرف قلت يا نبي الله ما الحساب اليسير قال أن ينظر في كتابه فيتجاوز عنه أنه من نوقش الحساب يومئذ يا عائشة هلك وكل ما يصيب المؤمن يكفر الله عز و جل به عنه حتى الشوكة تشوكه
Artinya:
Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم menjawab: “Allõh memperlihatkan kitab (hamba)-Nya kemudian Allõh memaafkannya begitu saja. Barangsiapa yang dipersulit hisabnya, niscaya ia akan binasa. Wahai ‘Ã’ĩsyah, tidaklah seorang mukmin terkena duri, kecuali Allõh hapuskan dosa karenanya.”
Artinya, siapa yang melalui Hisab dan Timbangan, berarti akan terkena adzab (siksa), baik sebentar ataupun lama, sedikit ataupun banyak. Tetapi kalau tidak ingin dihisab dan diadzab, maka orang itu harus termasuk ke dalam 70.000 orang yang dijanjikan Allõh سبحانه وتعالى tidak akan terkena hisab maupun adzab. Jadi memang harus ber-kompetisi dalam hal ini.
Tetapi sekalipun tidak termasuk kedalam golongan 70.000 orang yang bebas hisab dan adzab tersebut, mudah-mudahan sajalah Allõh سبحانه وتعالى memberikan melalui Rosũlullõh صلى الله عليه وسلم Syafã’at sehingga kita tidak terkena adzab (siksa) yang pedih.
Demikianlah, kesimpulan-nya:
Setelah mempelajari tentang perkara “Beriman kepada Hari Kiamat”, maka hendaknya setiap diri kita berusaha untuk selalu mengendalikan hawa-hawa nafsu kita, agar kita selalu berada dalam ketaatan kepada Allõh سبحانه وتعالى. Karena sesungguhnya umur kita tidak ada yang tahu selain hanyalah Allõh سبحانه وتعالى saja. Dan mudah-mudahan Allõh سبحانه وتعالى selalu memberikan taufiq agar kita dapat istiqõmah diatas jalan-Nya yang lurus sampai akhir hayat berada dalam keadaan Husnul Khõtimah.
Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Senin malam, 20 Rabi’ul Awwal 1430 H – 16 Maret 2009 M.
—0O0—
Silahkan download PDF : Beriman Kepada Hari Kiamat AQI 090707