Penyebab Masuk Neraka (Bagian-2)
(Transkrip Ceramah AQI 060709)
PENYEBAB MASUK NERAKA (BAGIAN-2)
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Bahasan kali ini masih berkenaan dengan perkara-perkara yang menyebabkan manusia masuk Neraka. Tentu setiap kita tahu bahwa jalan menuju celaka, atau jalan menuju murka Allooh سبحانه وتعالى atau jalan menuju adzab (siksa) Neraka itu banyak sekali.
Pada kajian lalu telah disampaikan bahwa penyebab masuk Neraka ada dua macam, yaitu :
A] Penyebab yang menjadikan seseorang kekal (abadi) dalam Neraka, yaitu :
1) Syirik Akbar (Syirik Besar)
2) Kufur Akbar (Kekufuran Besar)
3) Nifaaq Akbar (Kemunafikan Besar)
4) Riddah (Murtad).
B] Penyebab yang menjadikan seseorang masuk Neraka tetapi tidak kekal (tidak abadi), yaitu :
1) Dosa-Dosa Besar (Al Kabaa’ir)
2) Dosa-Dosa Kecil (Ash Shoghoo’ir) yang didawamkan (dirutinkan)
Berdo’a Memohon Surga dan Berlindung dari Siksa Neraka
Hendaknya kita kaum Muslimin banyak berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى memohon agar dimasukkan kedalam Surga-Nya, serta dilindungi dari siksa api Neraka yang pedih. Hal ini sebagaimana kita temui dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 191-194 sebagai berikut:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (192) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193) رَبَّنَا وَآَتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (194
Artinya:
(191) “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allooh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Robb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(192) Ya Robb kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzolim seorang penolongpun.
(193) Ya Robb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Robb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.
(194) Ya Robb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rosuul-rosuul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji“.”
Juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 12585, Al Imaam An Nasaa’i no: 5521, dan Al Imaam At Turmudzy no: 2572 dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الْجَنَّةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، قَالَتِ الْجَنَّةُ: اللَّهُمَّ أَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ اسْتَجَارَ مِنَ النَّارِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، قَالَتِ النَّارُ: اللَّهُمَّ أَجِرْهُ مِنَ النَّارِ
Artinya:
“Barangsiapa yang meminta surga 3 kali, maka surga akan berkata: ’Ya Allooh, masukkanlah dia ke dalam surga.’ Dan barangsiapa yang memohon perlindungan dari neraka 3 kali, maka neraka akan berkata: ’Ya Allooh, lindungilah dia dari neraka.”
Dan didalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 1543, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى memohon perlindungan dari adzab Neraka sebagai berikut :
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ وَمِنْ شَرِّ الْغِنَى وَالْفَقْرِ
“Alloohumma inni a’uudzu bika min fitnatin naar wa ‘adzaabin naar, wa min syarril ghinaa wal faqr”
(“Ya Allooh, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Neraka dan dari adzab Neraka, serta dari keburukan kekayaan dan kefakiran”).”
Riddah (Murtad) adalah Penyebab Seseorang Masuk Neraka
Berikut ini perlu diketahui oleh kaum Muslimin, bahwasanya perkara yang termasuk dapat menyebabkan seseorang itu masuk ke dalam Neraka antara lain adalah apabila seseorang itu melakukan Riddah (murtad). Maksudnya: Seseorang itu semula kafir, lalu ia masuk Islam. Kemudian setelah masuk Islam, ia kembali kafir (kembali pada kekufuran). Maka status orang tersebut berubah menjadi kafir lagi sesudahnya.
Maka orang yang kaafir dengan sebab Riddah (murtad) ini berbeda dengan orang kaafir asli, karena ada pula orang yang tergolong “kaafir asli” (tulen) yaitu kaafir sejak lahir dan nenek-moyangnya memang kufar (tidak beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى).
Kafir yang kedua adalah “kaafir dengan sebab”. Sebetulnya ia telah menjadi muslim, tetapi karena sebab-sebab tertentu, maka ia kembali terhukumi kaafir.
Perlu diketahui bahwa hukum keduanya adalah berbeda. Hukum terhadap orang “kaafir asli (tulen)” adalah tidak sama dengan hukum terhadap orang “kaafir dengan sebab”.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 256 berikut ini:
لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Allooh, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allooh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Bila seseorang itu “kaafir asli (tulen)” maka hukum terhadapnya adalah seperti yang Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 256 diatas: “Laa ikrooha fiddiin (لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ) (Tidak ada paksaan dalam agama)”, yaitu bila seseorang ingin masuk ke dalam Islam maka dipersilahkan, dengan cara membaca dua kalimah Syahadat serta kemudian konsekuen dengan ajaran Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tetapi bila ia memilih menjadi tetap kaafir setelah diserukan Al Islam kepadanya maka tidak ada paksaan baginya dan ia dipersilahkan bersiap-siap menerima adzab Allooh سبحانه وتعالى yang pedih, karena mengabaikan seruan / panggilan Allooh سبحانه وتعالى untuk beriman kepada-Nya. Yang demikian itu adalah perlakuan terhadap orang “kaafir asli”.
Sedangkan terhadap orang “kaafir dengan sebab” (yaitu: semula / awalnya Islam, kemudian murtad, keluar lagi dari Islam); maka ada hukum / syari’at dalam Islam yang berlaku terhadap orang seperti ini. Hukumnya ialah harus ditegakkan Had (dibunuh) oleh Pemimpin kaum Muslimin. Hal ini sebagaimana Hadits Shohiih Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 4502, dari Shohabat ‘Utsmaan رضي الله عنه :
“كُنَّا مَعَ عُثْمَانَ وَهُوَ مَحْصُورٌ فِي الدَّارِ، وَكَانَ فِي الدَّارِ مَدْخَلٌ مَنْ دَخَلَهُ سَمِعَ كَلَامَ مَنْ عَلَى الْبَلَاطِ، فَدَخَلَهُ عُثْمَانُ فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَهُوَ مُتَغَيِّرٌ لَوْنُهُ، فَقَالَ: إِنَّهُمْ لَيَتَوَاعَدُونَنِي بِالْقَتْلِ آنِفًا، قَالَ: قُلْنَا: يَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: وَلِمَ يَقْتُلُونَنِي؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: كُفْرٌ بَعْدَ إِسْلَامٍ، أَوْ زِنًا بَعْدَ إِحْصَانٍ، أَوْ قَتْلُ نَفْسٍ بِغَيْرِ نَفْسٍ “، فَوَاللَّهِ مَا زَنَيْتُ فِي جَاهِلِيَّةٍ وَلَا فِي إِسْلَامٍ قَطُّ، وَلَا أَحْبَبْتُ أَنَّ لِي بِدِينِي بَدَلًا مُنْذُ هَدَانِي اللَّهُ، وَلَا قَتَلْتُ نَفْسًا، فَبِمَ يَقْتُلُونَنِي؟”
Artinya:
Kami pernah bersama ‘Utsmaan ketika ia dikepung di rumahnya. Di dalam rumahnya terdapat sebuah lorong, yang kalau ada orang memasukinya, ia dapat mendengar perkataan orang yang ada di atas lantai. Maka ‘Utsmaan pun memasukinya, dan tidak lama kemudian keluar menemui kami dengan raut muka yang berubah. Ia berkata : “Sesungguhnya mereka barusan berniat akan membunuhku”.
Kami berkata : “Cukuplah Allooh yang melindungimu dari mereka wahai Amiirul-Mukminiin”.
Ia berkata : “Mengapa mereka hendak membunuhku ? Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda : ‘Tidak halal darah seseorang kecuali dengan salah satu di antara tiga sebab : kafir setelah Islam, melakukan perzinahan setelah menikah, atau membunuh jiwa bukan karena qishosh’. Demi Allooh, aku tidak pernah berzina sedikitpun baik di masa Jaahiliyyah ataupun setelah aku memeluk Islam. Aku pun tidak berharap untuk mengganti agamaku sejak Allooh memberikan hidayah (Islam) kepadaku. Dan aku pun tidak pernah membunuh jiwa (tanpa hak). Lantas, dengan sebab apa mereka hendak membunuhku ?”
Juga dalam Hadits Shohiih Riwayat Al Imaam Ahmad 5/231, dari Shohabat Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه :
قَدِمَ عَلَى أَبِي مُوسَى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ بِالْيَمَنِ، فَإِذَا رَجُلٌ عِنْدَهُ، قَالَ: مَا هَذَا؟ قَالَ: رَجُلٌ كَانَ يَهُودِيًّا فَأَسْلَمَ، ثُمَّ تَهَوَّدَ، وَنَحْنُ نُرِيدُهُ عَلَى الْإِسْلَامِ، مُنْذُ قَالَ: أَحْسَبُهُ شَهْرَيْنِ، فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا أَقْعُدُ حَتَّى تَضْرِبُوا عُنُقَهُ، فَضُرِبَتْ عُنُقُهُ، فَقَالَ: قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ “أَنَّ مَنْ رَجَعَ عَنْ دَيْنِهِ فَاقْتُلُوهُ”، أَوْ قَالَ: “مَنْ بَدَّلَ دَيْنَهُ فَاقْتُلُوهُ”
Artinya:
Mu’adz bin Jabal datang dan menemui Abu Muusaa di Yaman, yang ketika itu ada seorang laki-laki di dekatnya. Mu’aadz berkata : “Siapakah orang ini ?”.
Abu Muusaa menjawab : “Seorang laki-laki yang dulunya beragama Yahudi, lalu masuk Islam, dan setelah itu kembali lagi menjadi Yahudi – dan kami menginginkannya ia tetap beragama Islam – semenjak dua bulan lalu.”
Mu’aadz berkata : “Demi Allooh, aku tidak akan duduk sebelum engkau penggal leher orang ini.”
Lalu orang itu pun dipenggal lehernya.
Mu’aadz berkata : “Allooh dan Rosuul-Nya telah memutuskan bahwa siapa saja yang kembali dari agamanya (kepada kekafiran), maka bunuhlah ia.” – atau : “Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia.”
Jadi apabila Syari’at Islam itu tegak, maka hukuman mati berlaku terhadap orang yang murtad. Itulah syari’at Allooh سبحانه وتعالى, sang Pencipta manusia dan seluruh alam semesta ini. Dan perlu diingat bahwa Syari’at Allooh سبحانه وتعالى itu pastilah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, karena apabila tidak ditegakkan Hukum Had maka kerusakan akan semakin meluas karena manusia akan menganggap ringan dan memudah-mudahkan dirinya untuk terjatuh kedalam Riddah (Murtad), padahal perlu diingat bahwa hukuman Had itu adalah tidak seberapa / masih lebih ringan dibandingkan dengan adzab yang kekal di hari akhir.
Meskipun demikian Hukum Had pun tidak serta merta ditegakkan terhadap orang yang murtad, melainkan didalam syari’at Islam terdapat kebijaksanaan berupa pemberian waktu untuk bertaubat kepada orang tersebut. Penguasa kaum Muslimin akan menentukan beberapa waktu (3 hari) yang diberikan untuk memberi kesempatan agar orang tersebut mau bertaubat terlebih dahulu; dan apabila ia tetap saja tidak mau bertaubat hingga batas waktu itu berakhir maka barulah sesudahnya ditegakkan hukum Had, yakni dengan cara dipenggal lehernya.
Diriwayatkan oleh Al Khollaal رحمه الله dalam Kitab berjudul “Ahlul-Milal war-Riddah waz-Zanaadiqoh”, halaman 487 no: 1199 :
حَدَّثَنَا أبو طالب، قَالَ: سألت أبا عبد الله عن المرتد يستتاب؟ قَالَ: نعم، ثلاثة أيام ؛ فإن تاب وإلا قتل.
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abu Tholib, ia berkata : “Aku pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) tentang orang murtad, apakah ia diminta untuk bertaubat ?”
Ia menjawab : “Ya, selama tiga hari. Jika ia bertaubat, taubatnya diterima. Jika tidak, dibunuh.”
Jadi perlu disadari bahwa tidak berlaku ayat: “Laa ikrooha fiddiin” untuk orang yang murtad !
Demikian itulah hukum Allooh سبحانه وتعالى terhadap manusia yang menjadi ciptaan dan milik-Nya. Sementara menurut aturan buatan manusia yang disebut HAM (Hak Azasi Manusia), maka orang yang murtad tersebut dibiarkan bebas, dibiarkan berkeliaran seakan-akan boleh untuk berpindah-pindah dari agama yang satu ke agama yang lain, seakan-akan boleh berpindah-pindah dari “kesesatan yang satu kepada kesesatan yang lain”. Padahal inilah yang akan menjadi penyebab rusuhnya dan tidak beresnya kehidupan di dunia, apalagi di akherat nanti.
Sesungguhnya masih lebih ringan hukuman dunia daripada adzab di Hari Kiamat, yang kedahsyatannya digambarkan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 3265 dan Al Imaam Muslim no: 2843, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
نارُكُمْ هَذِهِ الَّتِي يُوْقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِيْنَ جُزْءاً مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ، قالُوا: وَاللهِ يا رسولَ اللهِ إِنْ كانَتْ لَكافِيَةً، قالَ: فَإِنَّها فُضِّلَتْ عَلَيْها بِتِسْعَةٍ وَسِتِّيْنَ جُزْءًا كُلُّها مِثْلُ حَرِّها
Artinya:
“Api kalian ini yang dinyalakan oleh anak cucu Adam hanyalah 1 bagian dari 70 bagian dari panasnya api Jahannam.”
Mereka (– shohabat –) berkata, “Demi Allooh wahai Rosuulullooh, api di dunia ini saja sungguh sudah cukup (untuk menyiksa).”
Maka beliau bersabda, “Maka sesungguhnya api jahannam dilebihkan 69 kali lipat panasnya, dan setiap bagiannya (dari 69 ini) mempunyai panas yang sama seperti api di dunia.”
Oleh karena itu, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah memperingatkan bahwa kelak manusia akan dikembalikan kepada Allooh سبحانه وتعالى untuk mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya di dunia. Tentang masalah tersebut, perhatikanlah Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imaam Al Bukhoory no: 3447 dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbas رضي الله عنه bahwa: “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdiri di tengah-tengah kami. Beliau berdiri sebagai khotib lalu memberikan nasihat dan bersabda:
يُحْشَرُ النَّاسُ عُرَاةً حُفَاةً غُرْلًا فَأَوَّلُ مَنْ يُكْسَى إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَامُ ثُمَّ قَرَأَ { كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ
Artinya:
‘Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam keadaan tidak berbusana, tidak beralaskan kaki, tidak berkhitan, dan orang yang pertamakali diberi busana adalah Ibrohim عليه السلام, lalu (dibacakan oleh beliau صلى الله عليه وسلم) firman Allooh سبحانه وتعالى (dalam QS. Al Anbiyaa’ (21) ayat 104): “Seperti Kami awali penciptaanmu, Kami akan kembalikan kalian. Itu adalah sudah suatu janji dan Kami harus melakukannya”.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 2281, syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan sanad Hadits ini shohiih memenuhi syarat Al Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbas رضي الله عنه bahwa :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَطِيبًا بِمَوْعِظَةٍ فَقَالَ « يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ إِلَى اللَّهِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً ( كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ) أَلاَ وَإِنَّ أَوَّلَ الْخَلاَئِقِ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَلاَ وَإِنَّهُ سَيُجَاءُ بِرِجَالٍ مِنْ أُمَّتِى فَيُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِى. فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ. فَأَقُولُ كَمَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ ( وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِى كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya:
Beliau صلى الله عليه وسلم berdiri di tengah-tengah kami memberi nasehat: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan pada Hari Kiamat, tak beralas kaki, tak berbusana, tak berkhitan (“sebagaimana Kami mulai saat awal penciptaan, Kami akan kembalikan dia, merupakan janji atas Kami. Sungguh Kami akan mengerjakan hal itu”). Sesungguhnya manusia pertama yang akan diberi pakaian pada Hari Kiamat adalah Ibrohim عليه السلام. Lalu akan didatangkan sekian banyak manusia dari umatku lalu diambil dengan tangan kirinya, lalu kelak aku pada hari Kiamat ketika aku melihat umatku diperlakukan seperti itu, aku mengatakan kepada Allooh سبحانه وتعالى: “Ya Allooh, mereka adalah para shohabatku”.
Lalu dijawab oleh Allooh: “Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat setelah kamu mati”.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab: “Aku berkata sebagaimana seorang hamba yang shoolih berkata: “Aku menjadi saksi bagi mereka selama aku di tengah-tengah mereka. Ketika aku Engkau wafatkan, ya Allooh, Engkau-lah yang mengawasi mereka dan Engkau-lah yang Maha Mengetahui. Jika Engkau adzab mereka ya Allooh, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan jika Engkau ampuni mereka, sesungguhnya Engkau adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat dalam Hadits tersebut merupakan dialog antara Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan Allooh سبحانه وتعالى pada hari Kiamat kelak, sebagai pembelaan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada umat beliau. Beliau صلى الله عليه وسلم membela kita bukan saja ketika di dunia, melainkan juga di Akhirat nanti dimana beliau صلى الله عليه وسلم masih tetap terus berusaha membela kita kaum Muslimin. Perhatikanlah dialog yang sangat santun yang terucap dari beliau صلى الله عليه وسلم seperti dalam Hadits diatas:
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
(“Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu. Tetapi jika Engkau ampuni, ya Allooh, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”)
Betapa gigih dan mulianya Rosuul kita Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang sangat besar kasih sayangnya kepada ummatnya, begitu menginginkan ummatnya selamat dari kemurkaan Allooh سبحانه وتعالى dan dari siksa api Neraka.
Selanjutnya masih dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 2281 tersebut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
فيُقالُ : إنَّ هؤلاءِ لم يَزالوا مُرتَدِّينَ على أعقابِهم منذُ فارَقتَهم
Artinya:
“Sesungguhnya mereka masih senantiasa kembali kepada agama mereka sebelum ini (murtad), semenjak aku tinggalkan mereka.”
Maksudnya setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wafat, mereka kembali ke agama semula, kembali kepada Jahiliyah, kesyirikan, kekufuran serta ma’shiyat, kembali tidak beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Murtad menyebabkan seseorang masuk ke dalam api Neraka. Na’uudzu billaahi min dzaalik. Maka hendaknya kita janganlah menjadi orang yang murtad. Pertanyaan berikutnya adalah: Apa sajakah yang dimaksud dengan murtad? Apa yang menyebabkan seseorang menjadi murtad? Bagaimana cara orang bertaubat dari murtad? Bagaimana hukumannya bila orang murtad? Itu semua adalah suatu bahasan besar dari perkara Riddah (murtad), yang hendaknya dikaji secara terperinci di waktu lain. Namun yang perlu kita garis bawahi kali ini adalah bahwa: Murtad (keluar dari Islam) itu berbahaya, karena orang tersebut terancam masuk Neraka Abadi dan ketika di dunia ia terancam terkena hukuman Had (dibunuh – bila Syari’at Islam telah tegak). Jadi dapat dipastikan bahwa orang yang murtad itu di dunia ia sengsara dan di Akhirat pun celaka. Oleh karena itu, hendaknya jangan main-main dengan perkara murtad. Masuk ke dalam Islam haruslah dengan ‘Ilmu (diin), dan jika kita sudah masuk Islam maka pertahankanlah Islam itu sampai mati.
Termasuk kriteria Murtad adalah bila seorang yang tadinya Muslim lalu dibaptis, seperti yang beritanya tak jarang ditemui di media massa baik Koran maupun TV. Orang yang dibaptis dikategorikan sebagai Murtad. Dan itu berbahaya sekali. Maka kita harus berhati-hati dan waspada, jangan sampai kita tidak tahu mana “rambu-rambu” yang berbahaya bagi ‘aqiidah kita.
Aniaya Terhadap Sesama Juga Menyebabkan Seseorang Masuk Neraka
Kata “Aniaya” adalah terjemahaan dari bahasa Arab yaitu: Adz Dzulmu (الظلم) – Dzulumaat (ظلمات), yang artinya adalah: “Kegelapan”. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 2447 dan Al Imaam Muslim no: 2578, dari Shohabat Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما, dia berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya:
“Kedzoliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat.”
“Ad Dzulmu” artinya “Aniaya”, kebalikan dari “Al ‘Adlu (adil)”, atau “Al Hikmah” (yang artinya: “Menempatkan sesuatu pada tempatnya, tepat pada sasarannya”). Ketika itu dilanggar, maka disebut: “Adz Dzulmu” (Aniaya terhadap orang lain).
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhoory no: 6169, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Artinya:
“Barangsiapa yang mempunyai sangkut-paut penganiayaan (kedzoliman) terhadap saudaranya (sesama muslim) maka hendaknya minta dihalalkan pada hari itu juga kedzolimannya. Barangsiapa yang tidak mau minta maaf dan minta dihalalkan, perbuatan itu terus dibawanya sampai mati, maka hendaknya ia takut pada suatu hari dimana ia tidak punya dinar atau dirham untuk menebusnya, lalu ia punya pahala kebajikan, maka kebajikannya itu akan diambil untuk diberikan kepada saudaranya yang ia dzolimi itu.”
Apabila orang itu sudah tidak punya kebajikan lagi, karena kebajikannya habis untuk membayari orang yang didzoliminya. Maka orang yang didzolimi itu akan diambil kejelekan / dosanya oleh yang berbuat dzolim, kemudian dibebankan kepada orang yang berbuat dzolim tersebut. Na’uudzu billaahi min dzaalik. Hal ini diberitakan dalam suatu Hadits yang dikenal sebagai Hadits Muflis (hadits tentang orang yang bangkrut).
Perhatikanlah Hadits Muflis yang diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim no: 2581, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
هَلْ تَدْرُونَ مَنْ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ قَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصِيَامٍ وَصَلَاةٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ عِرْضَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا
Artinya:
“Tahukah kalian siapakah yang disebut muflis (bangkrut)?”
Para sahabat menjawab: “Orang muflis (bangkrut) adalah orang yang tidak mempunyai dinar atau dirham dan tidak punya apa-apa dari kesenangan dunia”.
Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya orang yang muflis dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala sholat, pahala shoum, pahala zakat tetapi orang itu telah mencaci-maki si Fulan, telah menuduhnya, memakan hartanya, telah membunuhnya dan telah menyakitinya (memukulnya)”
Dari Hadits tersebut, maka yang menjadikan seseorang bangkrut di Akhirat adalah:
Mencaci maki, menuduh, memakan harta, membunuh, dan menyakiti orang lain. Maka, hendaknya kita berhati-hati karena perbuatan-perbuatan tersebut bisa mengakibatkan kerugian di hari Akhirat nanti.
Termasuk korupsi adalah memakan harta (hak) orang lain. Meskipun si koruptor itu membangun masjid, membangun panti asuhan anak yatim, membangun jalan dan seterusnya, tetapi karena dengan korupsinya itu ia membuat sekian juta orang menjadi miskin, menjadi korban akibat dari perbuatannya; maka pada hari Kiamat ia akan dihisab (dihitung) atas hak orang yang diambilnya tersebut, dan pahalanya diberikan kepada orang-orang yang menjadi korban dari kedzolimannya. Kalau dengan itu pun tidak mencukupi, maka ia akan dihisab dengan perbuatannya yang lain; yang juga belum tentu lulus jika dari perbuatan korupsinya saja ia sudah gagal, bahkan bangkrut. Maka ia akan menjadi penduduk Neraka seperti yang diberitakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Al Imam Ahmad no: 8829, syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan sanad Hadits ini shohiih memenuhi syarat Al Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, dari Shohabat Abu Hurairohرضي الله عنه berikut ini :
فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ مِنْ الْخَطَايَا أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Artinya:
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika kebajikannya itu rusak (habis) sebelum diputuskan apa yang mestinya ia lakukan dan dapatkan, kesalahan orang itu akan ditimpakan kepadanya kemudian orang itu akan dicampakkan ke dalam api Neraka.”
Maka aniaya (kedzoliman) terhadap sesama adalah salah satu penyebab masuk ke dalam api Neraka. Na’udzuu billaahi min dzaalik.
Hati yang keras (membatu) menjadikan seseorang masuk ke dalam api Neraka
Seorang yang hatinya “hidup”, imannya bersemayam di dadanya; maka orang seperti ini akan peka terhadap nasihat yang datang dari Al Qur’an maupun As Sunnah.
Perumpamaannya adalah sebagai berikut: Semua manusia memiliki panca-indera. Kalau indera seseorang itu peka, berarti ia normal. Tetapi bila indera-nya tidak berfungsi berarti ia sudah abnormal. Contohnya saja adalah mata yang berfungsi sebagai alat penglihatan; jika ternyata ada sinar (cahaya) tetapi dalam penglihatan orang tersebut tetap gelap, maka berarti orang itu buta (tunanetra). Baginya gelap, maka ia tidak bisa melihat. Sekali pun keadaan disekitarnya terang benderang sekalipun tetapi baginya tetap gelap. Berarti orang yang demikian adalah “mati” indera penglihatannya.
Contoh lainnya lagi adalah kulit yang berfungsi sebagai alat peraba untuk meraba / menyentuh dan merasakan benda disekitarnya. Apabila indera perabanya normal, maka seharusnya ia bisa merasakan panas, dingin dsbnya. Ketika seseorang tidak lagi dapat merasakan panas ataupun dingin, berarti orang itu sudah “mati” indera perabanya.
Demikian pula dengan hati manusia. Apabila hati manusia yang ketika diajarkan Al Islam, diperdengarkan Al Qur’an, diperdengarkan Hadits-Hadits Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dibimbing, dinasihati dan diberikan petunjuk; tetapi orang tersebut tetap berada dalam jalan yang sesat, bahkan mungkin menentang dan melawan, maka berarti hati orang tersebut sudah “tidak sehat”, bahkan mungkin hati itu “sudah mengeras” dan “mati”. Hati yang demikian itu dapat menyebabkan seseorang masuk ke dalam api Neraka.
Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an surat Az Zumar (39) ayat 22 :
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya:
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allooh untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Robb-nya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka celaka lah mereka yang hatinya membatu untuk mengingat Allooh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”
Orang yang dalam kesesatan yang nyata akan masuk ke dalam api Neraka. Maka apabila kita diperingatkan dengan ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadits-Hadits yang shohiih, hendaknya segera lah ingat dan sadar, serta bergegas mengikuti tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم.
Allooh سبحانه وتعالى juga berfirman dalam Al Qur’an surat Al Anfaal (8) ayat 2 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allooh gemetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Robb mereka bertawakkul.”
Orang-orang yang kondisi hatinya sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Anfaal (8) ayat 2 diatas itulah orang-orang yang hatinya berfungsi dan “hidup”. Sedangkan apabila tidak demikian, maka mereka itulah seperti yang disebutkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Az Zumar (39) ayat 22 : “Maka celaka lah mereka yang hatinya membatu untuk mengingat Allooh (فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ).”
Dan kemudian firman-Nya dalam QS. Al A’roof (7) ayat 179 :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَٰفِلُونَ
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allooh) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allooh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allooh). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Menyelisihi Sunnah (jalan) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan jalannya para Shohabat, menyebabkan orang masuk api Neraka
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an surat An Nisaa’ (4) ayat 115 :
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Artinya:
“Dan barangsiapa menentang Rosuul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia kedalam neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsiir yang dimaksud sebagai “Ghoiro sabilil mu’miniin” (وَيَتَّبِعْ غَيْرَ ‘سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ) adalah “selain syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم”. Maksudnya orang-orang yang menentang (menyelisihi) jalannya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan jalan para shohabatnya, maka Allooh سبحانه وتعالى akan menghukum mereka. Hukumannya adalah orang itu akan dipalingkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dari mendapat kebenaran, serta Allooh سبحانه وتعالى biarkan dia dalam kesesatan yang dikerjakannya. Dan di Akhirat kelak akan dimasukkan ke dalam Neraka Jahannam, yang merupakan tempat kembali yang sangat buruk.
Demikian itu karena orang tersebut telah menyelisihi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya. Orang yang disebut sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang tidak menentang (tidak memisahkan diri) dari jalannya Rosuululllooh صلى الله عليه وسلم serta para shohabatnya. Sedangkan bagi orang yang mengaku Ahlus Sunnah wal Jama’ah, akan tetapi dalam kenyataannya ternyata menyelisihi jalannya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para shohabatnya, maka pengakuan orang-orang tersebut tidak ada artinya. Mereka tetap terancam masuk api Neraka. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Maka siapa saja yang mengaku Ahlus Sunnah wal Jama’ah harus setia kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan setia kepada para shohabat beliau, karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah identik dengan “As Sunnah” dan Para Shohabat adalah identik dengan “Al Jama’ah”, yakni “Jama’ahnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم”. Diantara para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم antara lain adalah Abu Bakar As Siddiq, ‘Umar bin Khoththoob, ‘Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, ‘Abdullooh bin Mas’uud, ‘Abdullooh bin ‘Abbas, ‘Abdullooh bin ‘Umar, Jaabir bin ‘Abdillah, Mushab bin ‘Umair, Mu’adz bin Jabal رضي الله عنهم, dan semua yang tergolong Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yakni: “Siapa saja yang berjumpa dengan Nabi صلى الله عليه وسلم kemudian beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan Islam”.
Definisi “Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم” tersebut adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Al Imaam Ibnu Hajar Al Asqolaany رحمه الله dalam Kitab berjudul “Al- Isobah fii Tamyiizi ash-Shohaabah” 1/10, yaitu:
من لقي النبي صلى الله عليه و اله و سلم مؤمنا به و مات على الإسلام
Artinya:
“Siapa saja yang berjumpa dengan Nabi صلى الله عليه وسلم kemudian beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan Islam.”
Kita harus tahu apa yang menjadi pendirian para shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Bahkan Khulafaa’ur roosyidiin, mereka memiliki Fiqih masing-masing. Sehingga bisa kita dapati Fiqih Abubakar As Siddiq, Fiqih’ Umar bin Khoththob, Fiqih ‘Utsman bin ‘Affaan, Fiqih ‘Ali bin Abi Tholib, yang semuanya itu sudah di-Kitab-kan oleh para ‘Ulama. Kita tinggal merujuknya saja. Kalau tidak bisa merujuk dan tidak memiliki kitabnya, maka tanyakanlah kepada para ‘Ulama. In syaa Allooh kita akan mendapatkan penjelasannya.
Dengan demikian, barangsiapa yang menyelisihi Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan barangsiapa yang menyelisihi para Shohabat beliau, apalagi membenci para Shohabat dan mengkafirkan para Shohabat bahkan memerangi para Shohabat, maka sesungguhnya mereka itu adalah kufar (orang-orang kafir) yang keluar dari firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 115 diatas. Firman Allooh سبحانه وتعالى yang berupa ancaman, justru mereka langgar. Tentu dalam waktu yang sama mereka berarti telah kufur terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Syahadat mereka menjadi batal. Oleh karenanya mereka berhak mendapat julukan: Murtad. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Apabila ayat diatas menjelaskan tentang bahayanya menyelisihi Rosuululloohصلى الله عليه وسلم, maka dalam QS. Al Jinn (72) ayat 23 berikut ini adalah berisi penegasan tentang bahayanya menyelisihi Allooh سبحانه وتعالى.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Al Qur’an surat Al Jinn (72) ayat 23 :
إِلَّا بَلَاغًا مِنَ اللَّهِ وَرِسَالَاتِهِ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
Artinya:
“(Aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allooh dan risalah-Nya. Dan barangsiapa mendurhakai Allooh dan Rosuul-Nya, maka sesungguhnya dia akan mendapat (adzab) neraka Jahannam, mereka kekal didalamnya selama-lamanya.”
Ber-ma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى juga mengancam seseorang untuk masuk ke dalam api Neraka. “Ma’shiyat” adalah “Al Fusuuq wal ‘Ishyaan”, seperti melakukan dosa besar atau mendawamkan (selalu melakukan) dosa-dosa kecil.
Berwala’ (ber-wali) kepada syaithoon juga menyebabkan orang masuk Neraka
Percaya bahwa syaithoon dapat menjadi penolongnya, mencintai dan mengagungkan syaithoon, atau percaya kepada syaithoon padahal syaithoon itu identik dengan Jin dan para dutanya — para perwakilan Jin dari kalangan manusia — yang disebut dengan tukang sihir, dukun, paranormal, tukang tenung; semuanya itu sama saja. Mereka adalah duta-duta syaithoon dari kalangan Jin. Siapa saja yang menjadikan syaithoon sebagai Wali, maka mereka terancam akan masuk ke dalam Neraka Jahannam.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 119 – 121 :
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا (119) يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا (120) أُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَلَا يَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًا (121
Artinya:
(119) “Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan kusuruh mereka mengubah ciptaan Allooh, (lalu mereka benar-benar mengubahya). Barangsiapa menjadikan syaithoon sebagai pelindung selain Allooh, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.
(120) (Syaithoon itu) memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaithoon itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.
(121) Mereka (yang tertipu) itu tempatnya di neraka Jahannam dan mereka tidak akan mendapat tempat (lain untuk) lari darinya.”
Pada intinya, siapa saja yang berwali kepada syaithoon baik dari kalangan tukang sihir, dukun, tukang tenung, paranormal, tukang ramal dan sebagainya, termasuk pula orang yang mempublikasikan bahwa dirinya bisa memberikan manfaat dan menjauhkan madhorot melalui penggunaan jampi-jampi, jimat-jimat serta mantera-mantera; maka mereka semua terancam masuk ke dalam Neraka Jahannam. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Allooh سبحانه وتعالى juga berfirman dalam Al Qur’an surat Faathir (35) ayat 5 – 6 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ (5) إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ (6
Artinya:
(5) “Wahai manusia, sesungguhnya janji Allooh adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakanmu dan sekali-kali janganlah syaithoon yang pandai menipu, memperdayakanmu tentang Allooh.
(6) Sesungguhnya syaithoon itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh-(mu), karena sesungguhnya syaithoon-syaithoon itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”
Ternyata syaithoon adalah da’i (penyeru) manusia agar manusia terjerumus ke dalam Jahannam. Maka firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Faathir (35) ayat 5 – 6 tersebut mengingatkan agar jangan lah kita tertipu, karena jika tertipu maka mereka (syaithoon) bukan memberikan manfaat tetapi justru menipu agar kita terjerumus kepada murka Allooh سبحانه وتعالى.
Wala’ (loyal, memihak, menolong) kepada orang yang dzolim, akan masuk Neraka
Loyal kepada orang yang dzolim justru dapat menjadi penyebab masuk ke dalam Neraka. Yang benar adalah menegakkan hukum Allooh سبحانه وتعالى. Jika hukum Allooh diterapkan maka keadilan akan tegak. Jika hukum Allooh tidak diterapkan, maka TIDAK MUNGKIN ada keadilan. Kita harus yakin benar atas perkara ini. Bahwa keadilan itu adanya pada hukum Allooh سبحانه وتعالى, karena tidak ada yang paling tahu tentang kebutuhan manusia itu sendiri kecuali adalah Penciptanya, Allooh سبحانه وتعالى.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dengan bentuk suatu pertanyaan dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 50 :
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Artinya:
“Hukum yang mana lagi yang lebih baik daripada hukum Allooh bagi orang-orang yang yakin?”.
Jadi orang yang tidak menggunakan hukum Allooh سبحانه وتعالى berarti adalah orang yang ragu terhadap Allooh سبحانه وتعالى. Karena sebagaimana dalam firman-Nya diatas dikatakan: “Bagi orang yang yakin”. Artinya, “orang yang tidak menerapkan Hukum Allooh سبحانه وتعالى berarti orang tersebut tidak yakin, atau ragu kepada hukum Allooh سبحانه وتعالى”. Orang yang ragu terhadap kebenaran hukum Allooh, orang yang ragu terhadap keadilan hukum Allooh سبحانه وتعالى terancam kufur. Oleh karena itu, disinilah titik berbahayanya bagi suatu kaum yang tidak mau menggunakan hukum Allooh.
Oleh karena itu wahai kaum muslimin, janganlah anda ber-Wala’ (loyal, membantu) kepada orang yang tidak menerapkan hukum Allooh سبحانه وتعالى, apalagi kepada orang yang menjauh dari hukum Allooh سبحانه وتعالى. Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an surat Huud (11) ayat 113 :
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
Artinya:
“Dan jangan lah kamu condong (loyal, wala’) kepada orang-orang yang dzolim, yang menyebabkan kamu disentuh api Neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allooh, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.”
Dapatlah diambil pelajaran bahwa Allooh سبحانه وتعالى mengancam kepada manusia, bahwa siapa saja yang ber-Wala’, loyal, menolong, patuh dan taat kepada orang-orang yang dzolim, maka ia pun ikut terancam diadzab dengan api Neraka, dan ia tidak akan mendapat pertolongan selain dari Allooh سبحانه وتعالى dan ia terancam tidak akan ditolong, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang yang tidak mendapatkan pertolongan Allooh سبحانه وتعالى ketika di dunia berarti hidupnya akan senantiasa berada dalam keadaan terhina. Orang yang tidak mendapatkan pertolongan dari Allooh سبحانه وتعالى di akhirat, berarti orang tersebut tidak selamat dari api Neraka. Na’uudzu billaahi min dzaalik !
Itulah (secara global) penyebab-penyebab manusia masuk ke dalam Neraka. Seharusnya memang secara detail setiap penyebab masuk neraka itu dibahas satu-persatu, sehingga kita dapat mengambil pelajaran dengan lebih baik lagi. Akan tetapi karena keterbatasan waktu, maka dalam kajian ini barulah dapat dikaji secara global saja. Namun demikian, dengan mengetahui apa yang menjadi penyebab-penyebab masuk Neraka tersebut maka paling tidak kita akan menjadi lebih berhati-hati dan selalu melakukan introspeksi terhadap diri kita agar tidak terjatuh kedalamnya.
TANYA-JAWAB
Pertanyaan:
Diberitakan dalam media massa bahwa di kalangan masyarakat kita, ada pihak-pihak yang menolak Syari’at Islam dan juga menolak konsep Negara Islam (Negara yang berdasarkan Syari’at Islam).
Nah, padahal seperti disebutkan dalam Al Qur’an bahwa Yahudi dan Nasrani diberi Kitab yaitu Kitab Taurat dan Injil, tetapi diibaratkan oleh Allooh سبحانه وتعالى seperti keledai yang membawa Kitab di atas punggungnya. Artinya, mereka tidak tahu apa yang dibawanya itu dan tidak pula diterapkan dalam hidupnya. Sekarang hal ini pun terjadi pada sebahagian umat Islam (terutama di Indonesia). Apa yang diajarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an dan As Sunnah itu banyak yang tidak mau mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Mohon penjelasan tentang hal tersebut ?
Jawaban:
Sebenarnya hal yang dimaksudkan dalam pertanyaan tersebut sangat membahayakan. Kata “menolak”, dalam bahasa Arab bisa bermakna: “Ar ro’du, Al Juhud”.
Kalau sudah berbicara “menolak”, atau “menentang” dan “tidak mau menerima”, maka hukumnya adalah terancam murtad dari Al Islam.
Perlu kita ketahui bahwa Islam adalah laksana satu bulatan, bukan merupakan bagian-bagian (parsial). Artinya: mengkufuri (menolak) sebagian (sekalipun satu ayat saja) dari Al Qur’an adalah sama dengan mengkufuri Islam secara keseluruhan. Inilah bahayanya. Misalnya tentang Rukun Islam yang lima, yakni: Syahadat, Sholat, Zakat, Shaum dan Haji. Dari kelima rukun tersebut, salah satu saja tidak mau dijalankan (ditolak untuk diterapkan) oleh seorang muslim dengan sengaja, maka ia terancam murtad (keluar) dari Islam. Karena kelimanya adalah Syari’at Islam, dan merupakan Hukum Allooh سبحانه وتعالى.
Kalau Hukum Allooh tersebut diperluas cakupannya menjadi lebih banyak. Ada hukum yang berkaitan dengan masalah ‘aqiidah (keyakinan). Ketika ia “tidak mau meyakini / menolak, tidak mau menerima, tidak mau membenarkan” maka ini berkaitan dengan ‘aqiidah (keyakinan), dan orang yang berlaku demikian berarti sudah terancam kufur.
Seperti halnya bagaimana seorang Muslim harus menyikapi Ahmadiyah. Ahmadiyah itu murtad dan dinyatakan sebagai agama baru, bukan Islam lagi. Karena mereka meyakini adanya Nabi lain setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, yaitu mengakui adanya Nabi Mirza Ghulam Ahmad dan mereka menolak Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rosuul Penutup, maka mereka (Ahmadiyah) tergolong murtad dan keluar dari Islam, dan agama mereka adalah agama Ahmadiyah, bukan lagi Islam.
Oleh karena itu seperti halnya menyikapi Ahmadiyah, maka kepada orang yang menolak Syari’at Islam seharusnya menyikapinya seperti itu pula. Orang yang menolak Syari’at Islam adalah berbahaya dan sangat memprihatinkan karena bisa menyebabkannya murtad, kalau memang benar seperti pertanyaan diatas (yaitu bahwa ada saudara-saudara kita yang mengaku Muslim tetapi ‘aqiidah-nya seperti disebutkan diatas). Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi dan mereka kembali ke jalan yang benar.
Pertanyaan:
Berkaitan dengan Pemilu dan Pilpres bagaimana hubungannya dengan Syari’at Islam ?
Jawaban:
Pemilu itu dasarnya adalah Demokrasi. Kata “demokrasi” barasal dari kata “demos” (kekuasaan) dan “kratos” (rakyat), artinya “demokrasi” adalah “kekuasaan di tangan rakyat”.
Kalau definisi kata “demokrasi” direlevansikan dengan Islam, maka tidak pernah akan bertemu dalam terminologi firman Allooh سبحانه وتعالى, sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم serta pendapat (pemahaman) para Shohabat dan para ‘Ulama Ahlus Sunnah.
Pemahaman yang menyatakan bahwa “Kekuasaan ada di tangan manusia (rakyat)”, maka itu tidak ada landasannya sama sekali dari Islam. Karena di dalam Islam, dalam Al Qur’an dan dalam Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, kekuasaan ada di Tangan Allooh سبحانه وتعالى !!
Penetap hukum, pemvonis perkara adalah ada pada Allooh سبحانه وتعالى dan pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Manusia boleh berbicara, boleh ber-ijtihad, boleh menjabarkan selama itu masih sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Itulah yang dapat ditemukan dalam terminologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Adapun mengatakan bahwa “kekuasaan ada di tangan rakyat“, sehingga rakyatlah yang berkuasa menentukan mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, mana yang buruk, mana yang tepat dan tidak, mana yang layak dan tidak, mana yang haq dan yang bathil, mana yang adil dan mana yang dzolim, maka perkataan seperti itu TIDAK ADA dalam terminologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Intinya, bahwa demokrasi itu tidak ada relevansinya dengan Islam. Kalaupun mau disebut Musyawarah, maka ketahuilah bahwa “musyawarah” itu tidak identik dengan “demokrasi“.
Dalam musyawarah, seandainya yang benar ada pada satu orang, maka satu orang itulah yang harus diikuti. Bukan banyak-banyakan orang. Sedangkan dalam demokrasi yang banyak itulah yang menang, sekalipun salah / keliru.
Dan ternyata dalam Islam, yang menjadi ukuran benar dan selamat ada pada yang sedikit, bukan pada yang banyak. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al Qur’an, dimana Allooh سبحانه وتعالى memberitahukan kepada kita kaum muslimin, bahwa yang banyak (mayoritas) adalah justru Jahil, sesat, tidak tahu, tidak bersyukur dan seterusnya. Dan itu membahayakan jika tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al An’aam (6) ayat 116:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللّهِ …
Artinya:
“Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang di muka bumi, sungguh mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allooh….”
Oleh karena itu, demokrasi tidak ada relevansinya dengan Islam.
Pertanyaan:
Beberapa kali kami menangani kasus-kasus pemurtadan. Ada beberapa kasus pemurtadan yang bisa kami gagalkan, sehingga orang yang hendak murtad itu kembali menjadi Muslim. Tetapi ada juga yang mengalami benturaan (gagal), contohnya ada seorang wanita (yang tadinya Muslimah) lalu terlanjur murtad dan sudah dibaptis menjadi Kristen; maka berbagai upaya untuk menjadikannya kembali sebagai Muslimah sudah kami lakukan tetapi selalu gagal. Upaya apakah lagi yang harus kami lakukan ?
Jawaban:
Kita memang harus waspada kepada usaha-usaha Kristenisasi di Indonesia. Dan selanjutnya memang ada unsur kejahilan para Wali / orang tua yang tergiur dengan kemegahan dan berbagai fasilitas yang “konon” unggul pada sekolah-sekolah kafir, tanpa memperhitungkan resiko ‘aqiidah yang akan muncul pada anak-anaknya.
Demikian pula ada masalah solusi pemurtadan dan dakwah, yang sesungguhnya orang yang dimaksud bukan lagi sebagai Muslimah, melainkan ia sekarang menjadi kaafiroh.
Kita menyikapi kemurtadan orang tersebut adalah dengan mencari penyebabnya. Apakah penyebab orang tersebut masuk Kristen? Apa hanya karena sekedar cinta misalnya, atau sekedar terkena perkara-perkara yang menggiurkan, seperti “iming-iming” kesempatan kerja, bea-siswa atau fasilitas lainnya, dan itu memang merupakan strategi Kristenisasi yang marak dilakukan. Maka kita tidak usah segan dan boleh dilakukan berbagai upaya untuk menarik kembali saudara kita yang telah terperosok dalam kesesatan itu. Tetapi bila upaya-upaya yang dilakukan telah mentok (gagal), maka keberuntungan bagi orang yang telah berusaha mengupayakan penyelamatannya, sedangkan bagi orang yang terperosok itu maka dia terancam Neraka.
Bagi kita atau anda sudah cukup memberikan peringatan untuk kembali kepada Islam, tetapi bila dia tidak mau, maka tugas kita dan anda hanyalah menyampaikan peringatan. Tidak lebih dari itu.
Kecuali bagi wali / orang tuanya, mungkin ada usaha penuntutan, dsbnya, karena itu hak seorang wali / orang tuanya.
Pertanyaan:
Apabila kita umat Islam tidak ikut Pemilu, maka dikhawatirkan negara ini akan dikuasai oleh orang-orang kafir, nantinya akan dibuat undang-undang yang memojokkan / mengalahkan Islam.
Jawaban:
Jika benar bahwa ada sekelompok orang yang menolak Syari’at Islam maka hukumnya bagi mereka adalah terancam murtad, seperti dijelaskan diatas.
Demikian pula bila ada yang menolak konsep Negara Islam, dimana Negara Islam pola dan sistem pemerintahannya berada dalam koridor Syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم, atau yang disebut dengan Al Khilaafah. Dan kepala pemerintahannya disebut sebagai Al Kholiifah. Kholiifah-nya disebut juga sebagai Amiirul Mu’miniin, atau disebut juga Al Imaam. Itulah tiga julukan yang disebut dalam Al Khilaafah. Yang selain itu berarti bukanlah Syari’at Islam.
Tetapi di dalam suatu Khilaafah (dimana kepala negaranya disebut Kholiifah), maka semua landasan yang berlaku harulah Syari’at Islam. Sedangkan untuk Indonesia, yang berlaku hanya sebutan Amiir saja (Amir Indonesia). Lalu untuk Malaysia disebut Amiir Malaysia, untuk Brunai disebut Amiir Brunai, dstnya. Dimana semua itu semestinya berada di bawah Al Kholiifah dunia, yang hanya satu.
Resikonya adalah, barangsiapa yang mengaku sebagai Kholiifah bagi seluruh dunia Islam, lalu ada yang mengaku Kholiifah yang kedua, maka Kholiifah kedua yang di-bai’at itu wajib dibunuh.
Dalam Hadits Riwayat Al Imam Muslim dari Abu Saa’id al Khudry رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخَرَ مِنْهُمَا
Artinya:
“Jika ada dua Kholiifah yang dibai’ah, maka yang dibai’ah terakhir itu harus dibunuh”
Maka perkara Khilaafah itu bukan urusan kecil. Itu urusan besar, dimana menegakkannya pun ada tata caranya. Itulah sistem Islam, dan itu adalah bagian dari ajaran Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Adapun sebagaimana pertanyaan bapak pertama tadi, apabila ada orang yang menolak Negara Islam, artinya sama dengan menolak Syari’at Islam, karena Syari’at Islam itu didalamnya ada yang disebut sistem Al Khilaafah. Dalam bahasa para ‘Ulama disebut: Al Siyaasah asy Syar’iyyah (Politik Syari’at). Maka siapa yang menolak sistem Negara Islam, berarti itu merupakan bagian dari menolak Syari’at Allooh سبحانه وتعالى.
Dalam hal kaitannya dengan Pemilu, pada dasarnya Islam memberikan kaidah sebagai berikut: “Apabila ada maslahat (kebaikan menurut Syar’i) dan madhorot (keburukan menurut Syar’i), maka hendak lah memilih yang maslahat. Apabila semua berupa maslahat, maka ambil lah maslahat yang lebih besar. Apabila semua berupa madhorot, maka pilih lah yang madhorot-nya paling kecil.”
Berkaitan dengan Pemilu, bila kaum muslimin tidak aktif berperan dalam Pemilu, tetapi hanya sebagai penonton saja, berpangku tangan, lalu memilih Golput, dan bila kelak sebagai akibatnya urusan kaum muslimin dikalahkan dalam suatu negara, maka itu pun tidak baik akibatnya. Harus dipertimbangkan pula disisi lain bahwa kondisi kaum Muslimin di negeri ini masih lemah dalam ‘ilmu (diin)-nya, masih sangat perlu dibina. Sehingga tidak ada yang lain kecuali kaum muslimin harus ikut berperan serta dalam rangka menyelamatkan bangsa dan kaum muslimin. Untuk sementara ini, hendaknya ia ikut memilih pemimpin siapa yang sekiranya dapat memperingan apa yang akan dialami kaum muslimin pada hari lusa dan yang akan datang terlebih dahulu (– sampai pada masa nantinya Allooh سبحانه وتعالى hilangkan sistem demokrasi ini dari muka bumi atas idzin-Nya –). Sehingga disini digunakan kaidah: “pilihlah madhorot yang lebih kecil”, karena kalau dari sisi maslahat maka kita tidak temukan maslahat dalam sistem demokrasi ini. Namun, kita meninjaunya dari sisi bahaya (madhorot), pilihlah madhorot yang lebih kecil. Itu saja.
Pertanyaan :
Seseorang (pejabat) yang sering mengucapkan “Assalamu’alaikum” lalu ditambah “Salam sejahtera untuk kita semua”, apakah yang demikian itu ada unsur syirik-nya atau tidak?
Jawaban:
Salam adalah ibadah, bukan adat. Bila ada yang mengatakan bahwa salam adalah kebiasaan, berarti ia menghidupkan ajaran Kemal Attaturk, tokoh sekuler di Turki, dimana “Assalamu’alaikum” dianggapnya sama dengan kebiasan mengucapkan selamat pagi, selamat malam, dstnya.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS An Nisaa’ (4) ayat 86 :
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
Artinya:
“Jika kalian diberi salam penghormatan, maka balas lah salam itu dengan yang semisalnya, atau yang lebih baik daripadanya”
Hal ini juga sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 2162, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ ». قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.
Artinya:
“Hak muslim pada muslim yang lain ada enam.”
Lalu ada yang menanyakan, “Apa saja keenam hal itu?”
Kemudian beliau صلى الله عليه وسلم pun bersabda, “(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam padanya, (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya, (3) Apabila engkau dimintai nasehat, berilah nasehat padanya, (4) Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’), (5) Apabila dia sakit, jenguklah dia, dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).”
Perlu diketahui bahwa ucapan “Assalamu’alaikum” (Semoga engkau diberi keselamatan), “wa rohmatulloohi” (semoga Allooh mengasih-sayangimu), dan “wa barokaatuhu” (semoga Allooh memberkahimu); ketiga perkara tersebut sangat kita perlukan. Jadi kita dido’akan oleh saudara kita yang bertemu, dimana saja. Oleh karena itu, kita wajib menjawabnya (membalasnya) dengan do’a (salam) itu juga. Memberikan salam hukumnya sunnah sedangkan menjawabnya (membalasnya) hukumnya adalah wajib.
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Al Imaam Muslim no: 2162 dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلاَمِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِز
Artinya:
“Lima hal wajib bagi seorang Muslim atas saudaranya (Muslim lainnya): (1) menjawab salam; (2) mendoakan orang yang bersin; (3) memenuhi undangan; (4) menjenguk yang sakit; dan (5) mengantarkan jenazah.”
Maka ketika ada saudara kita memberikan salam “Assalamu’alaikum” maka kita wajib menjawab “Wa‘alaikumussalaam” atau yang lebih daripada itu: “Wa’alaikumussalaam warohmatullooh”. Atau bila kita ingin menjawab dengan seutuhnya, maka jawabannya adalah “Wa’alaikumussalaam warohmatulloohi wabarokaatuh”.
Itulah ajaran Allooh سبحانه وتعالى kepada kita kaum muslimin, dan merupakan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Maka salam menjadi ibadah. Karena itu merupakan ibadah, maka kita dengan sadar mengucapkannya untuk mendo’akan, jadi bukan hanya sekedar ucapan di bibir saja.
Sedangkan bila ditambah dengan kalimat “Salam sejahtera” maka itu justru merupakan tasyabbuh (meniru, menyerupai) pola dan kebiasaan orang kafir. Tidak lah pantas seorang muslim mengucapkan seperti itu. Karena ketika kita mengucapkan “Assalamu’alaikum” adalah bagi sesama muslim saja, adapun terhadap orang kafir tidak perlu dido’akan dengan salam yang demikian.
Maka tidak perlu kita mengucapkan “Salam sejahtera”, cukuplah dengan ucapan salam sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada kita kaum Muslimin.
Demikian bahasan kali ini, semoga bermanfaat. Kita tutup dengan do’a Kaffaratul Majlis:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 13 Rojab 1430 H – 6 Juli 2009 M.
—– oOo —–
Silahkan download PDF : Penyebab Masuk Neraka Bagian-2 AQI 060709 FNL
Marilah dari sekarang kita menghindari dari jalan menuju neraka
Assalâmu’alaikum Wr.Wb.
Syukran ustadz achmad ilmunya, saya ngopy artikelnya…
Wassalâmu’alaikum Wr.Wb.
Wa ‘alaikumussalaam Warrohmatulloohi Wabarokaatuh, silakan saja selama menjaga keotentikan naskahnya. Semoga bermanfaat… Barrokalloohu fiika..
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Terima kasih pak ustadz atas bahasannya, sangat bermanfaat sekali terutama buat saya, mohon ijin copy artikelnya pak, sebenarnya sudah banyak saya copy artikel bapak tapi baru ini saya minta ijin, mohon maaf yang sebesar-besarnya pak Ustadz.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Tidak mengapa… Silakan saja, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua… Barokalloohu fiika..
Mohon izin untuk ana sebar luaskan ke-saudara-saudara kita seiman.
جزاك الله خيرا
Silakan saja…. semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika
Izin copy paste
Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat…
Assalâmu’alaikum Wr.Wb.
Syukran Ustadz Achmad ilmunya, saya ngopy artikelnya, untuk disebaran kepada sesama teman muslim
Wassalâmu’alaikum Wr.Wb.
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.. Barokalloohu fiika
Ustad izin ngopy ilmunya ya…. Terimakasih
Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiiki