Skip to content

Etika Berdoa pada Allooh

11 January 2011

(Transkrip Ceramah AQI 080506)

 

 

AADAABUD DU’A

(TATACARA & ETIKA BERDO’A PADA ALLOOH سبحانه وتعالى)

Oleh : Ust. Achmad Rofi’i, Lc.

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Kita tahu dan sadar bahwa Ad Du’a atau Do’a (dalam bahasa Indonesia) disebut meminta, memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى. Berdo’a adalah tergolong dalam kategori Ibadah. Dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1481, Imaam At Turmudzy no:  2969 dan Imaam Ibnu Maajah no: 3828 yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Nu’maan Ibnu Basyiir رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda kepada kita,

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

Artinya:

Do’a adalah Ibadah

Kalau Do’a adalah Ibadah, maka kita nyaris terkena suatu hukum bahwa orang yang tidak berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى berarti adalah orang yang telah mengenyampingkan, menyelewengkan tugasnya dalam hidup ini. Kita tahu bahwa kita hidup di dunia ini adalah untuk beribadah. Maka bila seseorang tidak beribadah, berarti orang tersebut telah berkhianat atas amanah dari Allooh سبحانه وتعالى. Dengan demikian pula, maka orang yang tidak berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى, ia pada dasarnya telah berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Bila demikian adalah wajar kalau Allooh سبحانه وتعالى murka karena orang tersebut tidak berdo’a kepada-Nya.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS.Ghofir (40) ayat 60 :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya:

Dan Robb-mu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina“.

Juga Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1490 dan Imaam At Turmudzy no: 3556 dan Imaam Ibnu Maajah no: 3865, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Salmaan رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

Artinya:

Sesungguhnya Robb kalian yang Maha Suci lagi Maha Tinggi itu Maha Malu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya yang jika dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).”

Juga Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3572, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat ‘Ubaadah bin Ash Shoomit  رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

ما على الأرض مسلم يدعو الله بدعوة إلا آتاه الله إياها أو صرف عنه من السوء مثلها مالم يدع بإثم أو قطيعة رحم فقال رجل من القوم إذا نكثر قال الله أكثر

Artinya:

Tidaklah seorang muslim diatas muka bumi ini berdoa kepada Allooh dengan suatu doa yang didalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi, melainkan Allooh akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan; (yaitu) dikabulkan segera doanya itu, atau Dia akan menyimpan baginya di akhirat kelak, atau Dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya.”

Maka para Shohabat pun berkata, “Kalau begitu kita memperbanyaknya.”

Beliau صلى الله عليه وسلم pun bersabda, “Allooh lebih banyak (memberikan pahala).”

Itulah perbedaan yang sangat prinsip bahwa kalau do’a itu dimaknakan dengan meminta; maka bandingkanlah betapa jika seseorang meminta kepada makhluk, sekali dipenuhi, dua kali dipenuhi, ketiga kalinya mungkin permintaannya ditolak terkadang disertai gerutuan, merasa jengkel karena seseorang meminta terus-menerus padanya. Namun, alangkah berbedanya bila kita meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى. Semakin kita sering meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى, justru semakin banyak amal shoolih kita disisi Allooh سبحانه وتعالى. Selanjutnya nanti akan kita temukan pula bahwa orang yang tidak berdo’a, tidak meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka justru Allooh سبحانه وتعالى akan murka kepada orang tersebut. Maka tidak perlu ragu, bahwa berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى haruslah kita lakukan sesering mungkin. Kita perbanyak do’a, namun dengan catatan : Tatacara Berdo’a haruslah sesuai dengan tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Walaupun doa itu berarti menyuruh, tetapi doa juga bermakna meminta. Misalnya:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Robbanaa aatinaa fiidunyaa hasanah, wafil aakhiroti hasanah, waqinaa ‘adzaabannaari

(Ya Allooh, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah, peliharalah, serta jagalah kami dari siksa neraka) – QS. Al Baqoroh ayat 201

Kalimat “Anugerahkanlah” ataupun “Lindungilah, Peliharalah, Jagalah” adalah merupakan kalimat permintaan, permohonan dan juga merupakan kalimat “suruhan” atau perintah kita kepada Allooh سبحانه وتعالى. Namun, karena kita adalah hamba-Nya dan yang diminta itu adalah Allooh سبحانه وتعالى, maka yang demikian itu diistilahkan dengan Berdoa.

Do’a adalah Ibadah. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri yang telah mendefinisikannya. Karena merupakan Ibadah, maka harom hukumnya bagi siapa pun untuk mengarang, merekayasa ataupun menetapkan sediri tentang bagaimana tata caranya berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Do’a itu adalah Ibadah, maka ia termasuk kedalam apa yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan dengan demikian berarti berlakulah kaidah yang telah Rosusulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri sampaikan dalam suatu Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 4590, dari ‘Aaisyah رضي الله عنها, yakni:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

(Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa roddun)

Artinya:

Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalan tersebut tertolak.”

Oleh karena itu, berdoa hukumnya harom kalau tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Maka agar doa kita benar dan insya Allooh akan diterima ataupun dipenuhi permintaan kita itu kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka hendaknya do’a tersebut haruslah kita jaga dan perhatikan agar memenuhi poin-poin berikut ini:

1. Berdo’a haruslah ikhlas karena Allooh سبحانه وتعالى

Do’a harus dilandasi dan didorong oleh motivasi yang benar, yaitu yang disebut dengan Ikhlaashuddu’a Lillaahi Wahdah. Berdo’a kita itu haruslah ikhlas karena Alloohسبحانه وتعالى.

Allooh  سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Ghofir (40) ayat 65 :

هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya:

Dialah Yang hidup kekal, tiada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allooh Robb semesta alam.”

Juga Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Bayyinah (98) ayat 5:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء

Artinya:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allooh dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…”

Ikhlas berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى itu ialah:

a)      Meyakini bahwa hanya Allooh سبحانه وتعالى lah tempat kita meminta dan memohon

b)      Meyakini bahwa yang bisa memenuhi permintaan dan permohonan kita itu hanyalah Allooh سبحانه وتعالى

c)      Kita banyak punya kebutuhan, dengan kata lain adalah bahwa kita ini makhluk yang lemah dan banyak kekurangannya. Yang bisa memenuhi kebutuhan kita itu hanyalah Allooh سبحانه وتعالى, tidak ada yang lain selain-Nya.

Kalau ada didalam benak atau pikiran kita selain Allooh سبحانه وتعالى yang akan memungkinkan terpenuhinya permintaan kita, maka kita telah berbuat syirik dalam berdo’a. Maka fokus dari do’a itu haruslah ditujukan kepada Alloohسبحانه وتعالى semata.

d)     Hanya berdo’a dengan tatacara yang datang dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Ikhlas yang seperti ini perlu selalu kita koreksi, jangan sampai kita itu berdo’a tergantung karena sebab tertentu saja. Berarti hanya kalau butuh saja lalu datang (berdoa) kepada Allooh سبحانه وتعالى, kalau tidak butuh maka ia lantas tidak datang kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Supaya tidak demikian, maka kapan dan dimana saja haruslah berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى itu kita ladzimkan. Bahkan dalam perkara yang kecil saja, kita hendaknya senantiasa meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Ikhlaas (112) ayat 1-2:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢

Artinya:

(1) “Katakanlah: “Dia-lah Allooh, Yang Maha Esa,

(2) Allooh adalah Robb yang bergantung (meminta) kepada-Nya segala sesuatu.”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam suatu riwayat bahkan meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى hanya karena terompahnya hilang. Demikian pula para Shohabat Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم, seluruh permasalahan yang hendak dilakukannya, mereka itu senantiasa ber-istikhoroh (meminta pilihan yang terbaik) kepada Allooh سبحانه وتعالى. Hal ini menunjukkan bahwa mereka itu yang semakin menggunung keimanannya kepada Allooh سبحانه وتعالى, semakinlah mereka bergantung kepada Allooh سبحانه وتعالى. Sementara kita sering melihat bahwa kaum muslimin yang imannya semakin rapuh itu maka mereka semakin jauh dari meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى  bahkan akhirnya mereka meminta kepada selain Allooh سبحانه وتعالى, seperti datang ke dukun, ke paranormal, dan lain sebagainya yang dapat menjerumuskan mereka kepada jurang kesyirikan.

2. Berdoa hendaknya (sebaiknya) dalam keadaan suci

Yakni bersuci atau suci dari hadats besar maupun hadats kecil dan suci daripada najis, walaupun ini hukumnya tidaklah Wajib. Tetapi kalau kita ingin mencari peluang agar doa kita dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka penuhilah kode etiknya.

Kita tahu bahwa untuk menghadap manusia saja, kita berusaha untuk berapih diri dan berharum-harum, apalagi tentunya bila hendak menghadap kepada Allooh سبحانه وتعالى, tentulah harus lebih daripada itu.

Maka hendaknya kita jaga kesucian diri kita, seperti yang menjadi bagian dari kehidupan para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah mereka itu senantiasa menjaga wudhunya. Bila batal, segera berwudhu lagi. Dan selalu berada “dalam keadaan wudhu” adalah merupakan Sunnah yang ditaqriirkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

3. Berdoa dengan mengangkat kedua tangan

Didalam beberapa Hadits, bisa kita temukan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kadang-kadang berdoa dengan mengangkat kedua belah tangan beliau, bahkan sampai kelihatan ketiaknya yang putih sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim رحمه الله no: 2111, bahwa:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى الدُّعَاءِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ

Artinya:

Dari Anas رضي الله عنه berkata, “Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, sehingga terlihat putih ketiaknya.”

Namun haruslah kita ketahui bahwa berdoa dengan cara mengangkat kedua tangan ini adalah Mutlaq. Maka tida bisa dikhususkan untuk doa-doa tertentu saja. Jadi kapan saja, dimana saja, kebutuhan apa saja, boleh kita berdoa dengan mengangkat kedua tangan dan boleh juga dengan tidak mengangkat kedua tangan.

Hendaknya dipahami bahwa bukan berarti mengangkat kedua tangan itu harus dilakukan dalam setiap doa. Tidak demikian hukumnya, karena tidak ada yang me-muqoyyat-kan hadits tersebut. Oleh karenanya, hukum berdoa dengan mengangkat kedua tangan itu sifatnya adalah Mutlaq.

Dalam Hadits yang lain, diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 1488 dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Maalik bin Yasar رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا

Artinya:

Jika kalian memohon kepada Allooh, maka mintalah kepada Allooh dengan telapak tanganmu, tetapi tidak dengan punggung tanganmu.”

Ada sebagian kalangan masyarakat di Indonesia yang meyakini bahwa apabila meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى maka dengan menggunakan telapak tangan, lalu apabila meminta untuk dijauhkan atau menolak sesuatu maka adalah dengan menelungkupkan tangannya (menggunakan punggung tangannya). Ini adalah keyakinan yang salah, karena bertentangan dengan kandungan Hadits di atas.

Ada pula kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian kalangan di masyarakat kita, yang ketika duduk Tasyahhud Akhir, maka ia salam, menoleh ke kanan dengan tangan kanan ditelentangkan, lalu ia kembali salam ke kiri dengan tangan kiri ditelentangkan. Ini adalah tidak benar, karena tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk melakukan hal seperti ini. Kalau masih ada masyarakat kita yang berbuat seperti ini, hendaknya segera diperbaiki.

Ada lagi kekeliruan dari sebagian orang yang apabila mereka berdoa, “Alloohummarzuqna (Ya Allooh, berilah kami rizqy)”, maka diangkatlah kedua telapak tangannya, ditelentangkan. Tetapi ketia ia berdoa, “Ya Allooh, jauhkanlah kami dari bala’”, maka ia telungkupkan kedua tangannya. Cara yang seperti ini adalah salah, karena tidak ada landasan dalilnya sama sekali.

Justru yang benar adalah: Bila kalian meminta, (meminta itu ada dua jenis) – baik meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى untuk dipenuhi sesuatu ataupun meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى untuk dijauhkan dari sesuatu; maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada kita agar berdoanya adalah dengan menggunakan kedua telapak tangan.

Bahkan dalam Hadits yang lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Ahmad رحمه الله no: 21994, kata Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth sanadnya shohiih, bahwa:

عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلَى آبِي اللَّحْمِ أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِي عِنْدَ أَحْجَارِ الزَّيْتِ قَرِيبًا مِنْ الزَّوْرَاءِ قَائِمًا يَدْعُو يَسْتَسْقِي رَافِعًا كَفَّيْهِ لَا يُجَاوِزُ بِهِمَا رَأْسَهُ مُقْبِلٌ بِبَاطِنِ كَفَّيْهِ إِلَى وَجْهِهِ

Artinya:

Dari ‘Umair Maulaa Abi Al Lahm رضي الله عنه, bahwa beliau melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memohon hujan di batu minyak dekat dengan Az Zauroo’ dalam keadaan berdiri berdo’a sembari mengangkat kedua telapak tangannya, tidak melampaui tinggi kepalanya, menghadapkan telapak tangannya ke wajahnya.

4. Memulai berdoa hendaknya dengan mengucapkan Hamdalah

Bila kita memulai berdoa hendaknya dengan mengucapkan Hamdalah atau dengan memuji Allooh سبحانه وتعالى terlebih dahulu. Sanjunglah dan pujilah Allooh سبحانه وتعالى, walaupun Allooh سبحانه وتعالى sesungguhnya tidak memerlukan pujian ataupun sanjungan kita, tetapi itu adalah bagian dari penghambaan diri kita kepada-Nya.

Kita memuji dan menyanjung Allooh سبحانه وتعالى itu karena memang Allooh سبحانه وتعالى berhaq untuk disanjung dan dipuji.

Bukankah Allooh سبحانه وتعالى telah menghidupkan dan menghidupi diri kita sampai saat ini? Bukankah Allooh سبحانه وتعالى telah memberikan kita sehat wal ‘aafiyat? Bukankah Allooh سبحانه وتعالى telah memenuhi seluruh kebutuhan kita sejak dahulu?

Karena itu wajarlah dan sungguh Allooh سبحانه وتعالى itu berhaq untuk kita sanjung dan kita puji.

Dalam suatu Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 1483 dan Imaam At Turmudzy رحمه الله no: 3477, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Fadhoolah bin ‘Ubaiid رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pada suatu hari mendengar seseorang yang berdoa dalam sholatnya tetapi ia tidak memuji Allooh سبحانه وتعالى terlebih dahulu, juga tidak mengucapkan sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun bersabda, “Orang ini telah tergesa-gesa.”

Dan setelah selesai sholatnya, dipanggillah orang tersebut, lalu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ رَبِّهِ جَلَّ وَعَزَّ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ يَدْعُو بَعْدُ بِمَا شَاءَ

Artinya:

Jika salah seorang dari kalian berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka mulailah kalian dengan memuji (menyanjung) Allooh سبحانه وتعالى, kemudian mengucapkan sholawat atas Nabi, kemudian berdoa setelahnya dengan apa yang kalian mau.”

Dengan demikian, janganlah lupa ketika berdoa itu, jangan langsung menyampaikan permintaan tanpa menyanjung Allooh سبحانه وتعالى dan menyampaikan sholawat terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم terlebih dahulu. Karena yang demikian itu, adalah kurang baik didalam adabnya.

Sebagai contoh didalam Hukum Fiqih, apabila ada seorang laki-laki yang sholat dengan hanya menutup aurotnya antara lutut sampai dengan pusarnya, maka sholatnya sah-sah saja, tetapi kurang utama, karena sebagaimana dijelaskan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Imaam An Nasaa’i no: 769 dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه bahwa:

لا يصلين أحدكم في الثوب الواحد ليس على عاتقه منه شيء

Artinya:

Janganlah salah seorang diantara kalian sholat dalam satu sarung, yang tidak ada diatas pundaknya sesuatu (baju) apapun.”

Demikian pula halnya didalam masalah berdoa. Kalau kita ingin doa kita didengar dan benar-benar diperhatikan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka pujilah Allooh سبحانه وتعالى terlebih dahulu dan seterusnya.

5. Mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم

Didalam suatu Atsar dari Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه, bahwa beliau berkata:

كل دعاء محجوب عن السماء حتى يصلى على محمد و على آل محمد صلى الله عليه و سلم

Artinya:

Setiap doa akan terhalang dari langit sampai dia mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.” (Hadits Riwayat Imaam Al Baihaqy no: 1575 di-hasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir no: 8652)

Juga ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه berkata:

الدعاء موقوف بين السماء والأرض لا يصعد إلا بالصلاة على النبي محمد صلى الله عليه وسلم

Artinya:

Doa itu terhenti antara langit dan bumi, tidak naik kecuali dengan sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.”

Dengan demikian, bila kita hendak meminta dan berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka terlebih dahulu pujilah Allooh سبحانه وتعالى dan ucapkanlah sholawat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, baru setelahnya berdoa atau menyampaikan apa yang diminta; sebagaimana telah dijelaskan dalam Hadits-Hadits diatas.

Sedangkan sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم itu tidak perlu menyulitkan diri. Sholawat yang paling benar adalah sebagaimana yang biasa kita gunakan didalam sholat kita, antara lain adalah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa Aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohima wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohima innaka hamidum majiid.”

Artinya:

“Ya Allooh limpahkanlah sholawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan sholawat atas Ibroohim dan keluarga Ibroohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.”

(Hadits Shohiih Riwayat Imam Al Bukhoory dan Imam Muslim, dari Ka’ab bin ‘Ujroh رضي الله عنه)

Tidak perlu menyulitkan diri dengan membaca sholawat yang tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم seperti sholawat Nariyah atau sholawat Badriyah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita. Tidak ada ajaran didalam dienul Islam itu yang sulit. Justru yang membuat sulit adalah orang-orang yang mengaku dirinya selalu dekat dengan Allooh سبحانه وتعالى, dan ingin disebut sebagai orang yang paling bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى, namun justru dia adalah orang yang jauh dari Allooh سبحانه وتعالى karena ia beribadah dengan cara-cara yang tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (Bid’ah).

Sehingga dia terancam, karena menyelisihi firman Allooh سبحانه وتعالى berikut ini:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ …

 

Artinya:

“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allooh, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allooh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” (QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 31)

Juga firman Allooh سبحانه وتعالى berikut ini :

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allooh dan ta`atilah Rosuul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allooh (Al Qur’an) dan Rosuul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allooh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa’ (4) ayat 59)

Maka bila kita ingin dekat dengan Allooh سبحانه وتعالى, beribadahlah dengan apa-apa yang telah Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berikan tuntunannya (Sunnah), dan bukan dengan cara-cara Bid’ah.

6. Ketika berdoa, mulailah dengan berdoa untuk diri sendiri terlebih dahulu

Sebelum kita berdoa untuk keluarga kita, untuk anak kita, atau untuk kaum muslimin yang lainnya, maka berdoalah untuk diri sendiri terlebih dahulu. Hal ini adalah sebagaimana yang dicontohkan di Al Qur’an dan Hadits.

Allooh سبحانه وتعالى menghikayatkan bahwa para Nabi berdoa kepada-Nya dengan mengutamakan dan mendahulukan dirinya sendiri terlebih dahulu, barulah untuk yang selain dirinya. Contohnya adalah dalam QS Nuh (71) ayat 28 sebagai berikut:

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِناً وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَاراً

Artinya:

Ya Robb-ku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.”

Pada ayat tersebut, doa yang pertama adalah ditujukan untuk diri sendiri, baru sesudahnya untuk ibu bapak, dan sesudahnya barulah untuk orang selainnya.

Perhatikanlah juga dalam QS Al A’roof (7) ayat 151 :

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأَخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

Artinya:

Musa berdo`a: “Ya Robb-ku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para Penyayang“.

Juga dalam Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 3986 dan Imaam At Turmudzy: 3385 رحمه الله dan Imaam Ibnu Hibban رحمه الله, no: 988, dari Shohabat ‘Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه, yaitu:

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا ذكر أحدا فدعا له بدأ بنفسه

Artinya:

Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم jika ingat seseorang dan mendoakannya, beliau صلى الله عليه وسلم memulai dari dirinya sendiri.”

Contohnya adalah do’a sebagai berikut:

Ghafaralloohu lii walaka

(Semoga Allooh سبحانه وتعالى mengampuni aku dan kamu)

dan :

Ahsanalloohu ilaiya wa ilaikum

(Semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan kebaikan kepadaku dan kepada kalian).

Jadi, pada intinya, bila kita berdoa maka pertama kali adalah untuk diri kita, selanjutnya adalah untuk orang lain.

7. Berdoa hendaknya dengan penuh keyakinan dan kepastian

Janganlah berdoa dengan ragu-ragu. Dalam suatu Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory رحمه الله no: 7477 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

لَا يَقُلْ أَحَدُكُمْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ ارْزُقْنِي إِنْ شِئْتَ وَليَعْزِمْ مَسْأَلَتَهُ إِنَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ لَا مُكْرِهُ لَهُ

Artinya:

Janganlah kalian mengatakan:Ya Allooh, ampunilah aku jika Engkau mau, sayangilah aku jika Engkau mau, berikanlah rizki padaku jika Engkau mau. Bersungguh-sungguhlah engkau dalam meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى. Allooh سبحانه وتعالى melakukan apa yang Dia mau, tidak ada yang bisa memaksa”..”

Janganlah berdoa dengan menggunakan kata-kata pengecualian, seperti “Jika Engkau mau”, “Jika Engkau kehendaki”, dan sejenisnya. Karena Allooh سبحانه وتعالى justru cinta kepada orang yang meminta pada-Nya, sehingga perkataan doa “Jika Engkau kehendaki” itu adalah tidak tepat.

 

Justru kita meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan kerendahan hati.

Bila kita perhatikan, ada sebagian kalangan masyarakat di Indonesia yang gemar melantunkan sya’ir dari nyanyian orang Sufi di masjid-masjid, seperti misalnya

( إلهي لست للفردوس أهلا ** ولا أقوى على نار الجحيم )

Robbi lastu lil firdausi ahlaa walaa aqwa ‘alaa naaril jahiimi”.

(Ya Allooh, aku ini tidak layak kalau menjadi penghuni surga (Firdaus), tetapi aku tidak kuat (tahan) kalau aku Engkau masukkan kedalam neraka Jahim)

( فهب لي توبة واغفر ذنوبي ** فإنك غافر الذنب العظيم )

Fahablii taubatan waghfir dzunuubii, fa innaka ghoofirudz dzanbil ‘adziimi

(Maka berikanlah padaku pengampunan atas dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun atas dosa-dosa yang besar.)

Perhatikanlah betapa kandungan nyanyian atau lantunan sya’ir tersebut, isi sya’irnya adalah bertentangan dengan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  yakni :

فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ

Artinya:

Jika kalian minta surga, maka mintalah surga Firdaus.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2790)

Artinya, justru kita diperintah oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم  untuk meminta surga Firdaus.

Kandungan sya’ir Sufi itu juga bertentangan dengan materi yang sedang kita bahas ini serta tidak sesuai dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena semestinya bila kita berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى itu haruslah dengan keyakinan / kepastian bahwa doanya akan dikabulkan, tidak boleh dengan ragu-ragu. Bila ingin meminta surga Firdaus, mintalah kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan tanpa ragu-ragu, sambil berupaya melakukan amalan-amalan shoolih. Demikianlah semestinya yang dilakukan oleh seorang muslim.

8. Ketika berdoa hendaknya hati kita hadir dalam doa itu

Janganlah berdoa dengan hati melayang kemana-mana. Mulut mengucapkan: “Robbanaa aatinaa fiidunyaa hasanah, wafil aakhiroti hasanah, waqinaa ‘adzaabannaari”, tetapi mata melirik ke kanan – ke kiri, hati melayang kemana-mana. Jadi mulut mengucapkan sesuatu, tetapi pikirannya kosong. Doa yang dilakukan dengan cara yang demikian itu tidak akan didengar oleh Allooh سبحانه وتعالى, seperti dinyatakan dalam Hadits Shohiih Riwayat Imaam At Turmudzy رحمه الله no: 3479 dan Imaam Al Haakim رحمه الله no: 1817, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه

Artinya:

Berdoalah kalian kepada Allooh سبحانه وتعالى dan kalian yakin benar bahwa Alloohسبحانه وتعالى akan mengabulkan. Dan ketahuilah oleh kalian bahwa Allooh tidak akan memenuhi doa seseorang yang hatinya ghofil (lalai) dan lahin (kata-kata yang tidak bermakna).”

Maka bila kita berdoa, kita harus paham apa yang kita minta. Hati kita harus hadir dengan apa yang kita ajukan; dan di dalam sholat tersebut, hati kita haruslah khusyu’, tahu persis apa yang kita minta kepada Allooh سبحانه وتعالى.

9. Berdoa harus jelas kalimatnya, membacanya harus benar, dan paham artinya

Hati kita harus betul-betul menuju kepada apa yang kita minta kepada Allooh سبحانه وتعالى. Jangan sampai kita berdoa tetapi tidak memahami apa yang kita minta.

Jangan sampai kita berdoa tetapi kita tidak tahu arti doa tersebut, bahkan membaca lafadznya pun keliru. Bisa saja karena salah membacanya, maka maknanya menjadi berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang kita minta, lalu bagaimanakah bila Allooh سبحانه وتعالى penuhi? Sehingga kita pun kemudian mengeluhkan hal tersebut: “Bagaimanakah Allooh سبحانه وتعالى, aku memintanya A, mengapa yang diberikan adalah B?” Padahal bisa jadi, karena kita sendiri yang salah cara melafadzkannya.

Demikian pula doa di waktu kita bangun malam (Tahajud). Ketika bangun malam tersebut, mungkin kita masih mengantuk, sehingga ada kemungkinan kita berdoanya tidaklah khusyu’, maka sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dalam suatu Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory no: 212 dan Imaam Muslim no: 1871, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ

Artinya:

Jika salah seorang dari kalian mengantuk, padahal dia sedang sholat, maka tidurlah, sehingga menghilang kantukmu. Maka sesungguhnya, jika salah seorang dari kalian sholat, padahal dia mengantuk, maka dia tidak tahu, jangan-jangan dia meminta ampunan padahal mencaci dirinya sendiri.”

Jadi kalau kita tidak bisa menguasai rasa kantuk, maka tidurlah lagi, janganlah kita teruskan. Karena khawatir kita mengatakan suatu doa yang kita tidak sadar, padahal doa itu mustajab, sedangkan itu bukan kehendak Allooh سبحانه وتعالى.

Jadi, bila ingin dipenuhi doa kita, hendaknya hati kita pun harus penuh dengan konsentrasi, mengerti benar apa yang kita minta. Oleh karena itu, berdoa hendaknya dengan kalimat yang sudah ada dan jelas rumusannya.

10. Berdoa dengan meyakini bahwa Allooh سبحانه وتعالى pasti memberikannya

Selama suatu doa tidak mengandung unsur dosa atau pemutusan silaturahmi, maka yakinlah bahwa Allooh سبحانه وتعالى akan memberikan apa yang kita minta. Kalau berdoa tetapi hatinya tidak yakin, bahkan buruk sangka bahwa sepertinya apa yang kita minta tidak akan diberi oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka percuma saja berdoa atau memintanya.

Oleh karena itu, bila kita datang untuk memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى, hendaknya kita yakin betul bahwa Allooh سبحانه وتعالى lah yang bisa dan mampu untuk memenuhi doa kita.

Dalam Hadits yang telah dijelaskan diatas, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

Berdoalah kalian kepada Allooh سبحانه وتعالى, dalam keadaan kalian yakin bahwa Allooh سبحانه وتعالى akan memenuhi apa yang kalian minta.”

Allooh سبحانه وتعالى pun berfirman dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى diatas, kalau ingin doa kita dikabulkan, maka syaratnya adalah hendaknya kita ini berusaha memenuhi apa-apa yang Allooh  سبحانه وتعالى perintahkan serta menjauhi apa-apa yang Allooh سبحانه وتعالى larang, berusaha menjadi hamba-Nya yang taat dan beriman pada-Nya.

11. Berdoa tidak boleh dengan suara keras

Ketika membahas masalah Dzikir dalam kajian kita yang lalu, telah dijelaskan bahwa Dzikir saja tidak perlu dengan suara yang keras. Apalagi berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, tidak perlu dengan suara yang keras, karena itu bukanlah etika dan adab berdoa yang dicontohkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahkan beliau صلى الله عليه وسلم melarangnya.

Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al A’roof (7) ayat 55 :

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Berdo’alah kepada Robb-mu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allooh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Juga perhatikanlah sebuah hadits dari Abu Musa al Asy’ari رضي الله عنه, ia berkata bahwa, “Orang-orang mengangkat suaranya bertakbir dan berdo’a, kemudian Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Hai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdo’a kepada Robb yang tuli dan tidak juga jauh. Sesungguhnya yang kalian berdo’a kepada-Nya adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan Dia bersama kalian.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no : 6610 dari Abu Muusa رضي الله عنه)

Juga sebagaimana diberitakan dalam QS. Maryam (19) ayat 3, bahwa Nabi Zakariya عليه السلام berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan suara yang lembut:

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيّاً

Artinya:

yaitu tatkala ia berdo`a kepada Robb-nya dengan suara yang lembut.”

Bahkan Allooh سبحانه وتعالى berfirman di dalam QS. Al A’roof (7) ayat 205 :

وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ

Artinya:

Dan sebutlah (nama) Robb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”

Jadi hendaknya kitab berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى itu dengan penuh harap, butuh sekali dan dengan rasa takut.

 

Juga hendaknya berdoalah kepada Allooh سبحانه وتعالى dalam kesunyian, sembunyi-sembunyi dan khusyu’; serta hanya kepada Allooh سبحانه وتعالى saja lah hendaknya kita berharap, karena Allooh سبحانه وتعالى lah yang berkuasa untuk memenuhi semua doa kita.

12.    Berdoa hendaknya benar-benar dengan perasaan sangat butuh kepada Allooh سبحانه وتعالى

Karena merasa butuh, maka hendaknya kita yang selalu datang mendekat kepada Allooh سبحانه وتعالى , meminta lagi dan meminta lagi. Seolah-olah kita “merengek-rengek” kepada Allooh سبحانه وتعالى. Bahkan mungkin dengan menangis dan berulang-ulang serta bersungguh-sungguh dalam berdoa.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Ibnu Hibban رحمه الله no: 889, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, dan menurut Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth Sanadnya Shohiih sesuai dengan Syarat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

إذا سأل أحدكم فليكثر فإنه يسأل ربه

Artinya:

Jika salah seorang dari kalian itu meminta dan berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka perbanyaklah dan seringlah memintanya.”

Maksudnya, jangan hanya ketika sedang butuh saja maka datang meminta berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, kalau tidak butuh maka tidak meminta. Kalau sedang ingat, maka meminta; lalu kalau lupa maka tidak meminta. Kalau sedang susah, maka meminta; tetapi kalau sedang senang, maka tidak meminta. Janganlah seperti itu.

Perhatikanlah pula firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. As Sajdah (32) ayat 16:

س  تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

Artinya:

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo`a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”

Juga firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Anbiya (21) ayat 90:

…وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Artinya:

dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.

Jika berdoa maka resapilah bahwa kita ini betul-betul butuh kepada Allooh سبحانه وتعالى. Karena bila doa kita dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka alangkah senangnya, tetapi tidak pula sedikit diantara manusia yang bila doanya dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, ia pun lalu lupa untuk bersyukur kepada Allooh سبحانه وتعالى yang telah mengabulkan doanya dan memberinya nikmat.

13. Berdoa hendaknya dengan doa yang ma’tsuur

Doa yang Ma’tsuur adalah doa yang landasannya itu adalah berasal dari Al Qur’an dan atau dari Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang shohiihah.

Sebetulnya sekarang sudah banyak doa-doa yang ma’tsuur di dalam buku-buku tentang doa yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, sehingga anda tidak perlu mengarang sendiri doa-doanya atau tidak perlu bingung untuk bertanya terlebih dahulu kepada Ustadz atau Kyai atau Ajeungan.

Apalagi bila anda memiliki kitab-kitab Hadiits. Disana banyak sekali ditemukan doa-doa, tergantung apa yang hendak kita minta, lalu kita cari didalam buku Hadiits tersebut yang riwayatnya shohiih, ada landasannya dari tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka itu semua adalah doa yang ma’tsuur.

Doa yang ma’tsuur lebih berpeluang untuk dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, dan hendaknya dibaca dengan benar, dan disinilah letak pentingnya untuk belajar bahasa Arab. Setiap muslim harus berusaha untuk bisa membaca huruf Arab. Kalau misalnya yang huruf Arab gundul tidak bisa, maka sekarang sudah banyak buku-buku yang huruf Arabnya diberi harokat (baris). Sungguh tidak ada alasan lagi untuk tidak bisa berbahasa Arab. Tinggal kita mau atau tidak, niatnya kuat atau tidak untuk belajar bahasa Arab, guna memudahkan kita berdoa dengan cara yang benar kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Buku-buku doa yang ma’tsuur sudah banyak sekali beredar di tanah air kita ini, bahkan sudah dicetak dalam bentuk buku-buku saku yang mudah untuk dikantongi dan dibawa kemana-mana. Jadi semuanya sudah dipermudah.

14.    Kita hendaknya berdoa dengan lafadz-lafadz yang Allooh سبحانه وتعالى mendengarnya, bila kita memohon dengan lafadz-lafadz tersebut

Ada beberapa lafadz, misalnya:

Ya Hayyu, ya Qoyyuum, ya Dzal Jalaali wal Ikroom

(Wahai Yang Maha Hidup, Wahai Yang Maha Berdiri Sendiri, Wahai Yang Maha Agung dan Maha Mulia)

Bila anda berdoa, hendaknya lafadz panggilan tersebut sering digunakan. Karena lafadz tersebut adalah termasuk yang diberitakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada kita, bahwa Allooh سبحانه وتعالى suka dipanggil dengan seruan tersebut diatas.

Dalam Hadits riwayat Imaam At Turmudzy رحمه الله no: 3524, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

ألظوا بيا ذا الجلال والإكرم

Artinya:

Perbanyaklah, teruslah berdoa dengan, ‘Ya Dzal Jalaali wal Ikroom’ (Wahai Yang Maha Agung dan Maha Mulia).”

Jadi kalau kita berdoa, maka sebelum sampai kepada apa yang hendak kita minta kepada Allooh سبحانه وتعالى, terlebih dahulu panggillah Allooh سبحانه وتعالى dengan “Ya Hayyu, ya Qoyyuum, ya Dzal Jalaali wal Ikroom”, barulah sesudahnya sebutkan apa yang anda butuhkan dalam hidup ini.

15. Berdoa dengan banyak menyebut nama-nama Allooh سبحانه وتعالى

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 1495 dan Imaam At Turmudzy رحمه الله no: 3475, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Buraidah dari ayahnya رضي الله عنهما, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda ketika ada seseorang yang berdoa dengan mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ أَنِّى أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِى لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ. فَقَالَ « لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ بِالاِسْمِ الَّذِى إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى وَإِذَا دُعِىَ بِهِ أَجَابَ

Alloohumma inni as-aluka annii asyhadu annaka antalloohu Laa ilaha illa anta al ahadu ashshomadu, alladzi lam yalid walam yuulad wa lam yakullahu kufuwwan ahad.”

(Artinya: Ya Allooh, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, bahwa aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allooh yang tidak ada yang berhak untuk diibadahi dengan sebenarnya, kecuali hanyalah Engkau, Yang Maha Esa, tempat bergantung yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan dan tidak ada yang serupa dengan-Nya apapun juga)

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم lalu bersabda:

Sungguh kamu telah meminta kepada Allooh dengan nama yang jika diminta dengannya Allooh akan memberi dan jika diseru dengannya, niscaya Allooh akan mengabulkannya.”

Jadi, jika kita berdoa dengan menyeru Allooh seperti itu, Allooh سبحانه وتعالى akan berikan apa yang kita inginkan.

Itulah salah satu kiat supaya doa kita dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam Hadits yang lain, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mendengar ada seseorang sedang sholat kemudian berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْمَنَّانُ بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ يَا حَىُّ يَا قَيُّومُ

فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « لَقَدْ دَعَا اللَّهَ بِاسْمِهِ الْعَظِيمِ الَّذِى إِذَا دُعِىَ بِهِ أَجَابَ وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى

Alloohumma inni as-aluka bi anna lakalhamdu Laa ilaaha illa anta, almannaanu badi’ussamaawati wal ardhi, yaa dzal jalaali wal ikroom, yaa Hayyu, yaa Qoyyuum.”

(Artinya: Ya Allooh, sungguh aku bermohon kepada-Mu bahwa bagi Engkau lah segala pujian yang tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya kecuali hanyalah Engkau, yang Maha Pemberi Karunia, Pencipta langit dan bumi, wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, wahai Yang Maha Hidup dan Berdiri sendiri)

Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

Sungguh dia telah bermohon kepada Allooh dengan Nama-Nya yang Agung, yang jika Dia dimohon dengannya, Allooh kabulkan dan jika diminta dengannya, Allooh akan memberi.” (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1497, Imaam Ibnu Maajah no: 3858 dan Imaam An Nasaa’i no: 1300, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه)

Jadi jika seseorang meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan Nama-Nya yang Agung, apabila seseorang berdoa seperti itu, maka Allooh سبحانه وتعالى akan memberi dan bila Allooh سبحانه وتعالى diseru dengan kalimat itu maka Allooh akan kabulkan permintaannya.

Maka hendaknya kita berdoa juga dengan menggunakan lafadz-lafadz seperti demikian.

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

اسْمُ اللَّهِ الأَعْظَمُ فِى هَاتَيْنِ الآيَتَيْنِ (وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ) وَفَاتِحَةُ سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ (الم اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ

Nama Allooh  yang Agung itu terdapat dalam dua ayat sebagai berikut, ‘Wa ilaahukum ilahu waahidu, Laa ilaaha illa huwa Arrohmanurrohiim

(Artinya: Dan Illah kalian adalah Yang Esa, tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya kecuali Dia, Dia lah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

Juga dalam pembukaan QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 2 :

اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

(Alloohu laa ilaaha illa huwal Hayyul Qoyyum)

Artinya:

Allooh, tidak ada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.

(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1498, Imaam At Turmudzy no: 3478 dan Imaam Ibnu Maajah no: 3855, dari Shohabiyah Asmaa’ binti Yaziid رضي الله عنها)

Pada intinya adalah hendaknya kita berdoa dengan menggunakan ungkapan-ungkapan atau lafadz-lafadz atau cara yang bila kita berdoa dengan cara seperti itu, maka insya Allooh akan dipenuhi oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Beberapa Perkara Penting dalam Berdoa

Bukan merupakan kiat atau etika secara langsung, tetapi berkaitan erat dengan masalah kita berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, yakni:

1.    Kalau kita berdoa, meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka hendaknya kita menjauhkan diri dari hal-hal yang menghalangi dari dikabulkannya suatu doa

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam At Turmudzy رحمه الله, sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

Tidak seorang pun yang berdoa dengan doa apa saja kecuali Allooh سبحانه وتعالى berikan apa yang ia minta, atau Allooh سبحانه وتعالى akan hindarkan ia dari apa yang ia tidak sukai, kecuali ia berdoa dengan sesuatu yang mengandung dosa atau memutuskan silaturohim.”

Maksudnya, orang yang memutuskan silaturohim, doanya tidak akan didengar oleh Allooh سبحانه وتعالى. Oleh karena itu, janganlah memutuskan silaturohim, karena di akherat tidak akan masuk surga dan di dunia pun doanya tidak akan terkabul.

2. Makanan, minuman, pakaian yang harom itu menghalangi terkabulnya suatu doa

 

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

 

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Artinya:

Ada tiga macam doa yang mustajab, tidak ada keraguan didalamnya yakni:

a) Orangtua yang mendoakan terhadap anaknya

b) Seorang musafir fii sabiilillaah

c)    Orang yang di-dzolimi.”

(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1538, Imaam At Turmudzy no: 1905, dan Imaam Ibnu Maajah no: 3862)

Namun, makan dan minum dari yang harom serta mengkonsumsi barang harom berupa makanan, minuman, pakaian dan hasil usaha yang harom dapat menyebabkan terhalang dikabulkannya suatu doa.

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim رحمه الله no: 2393 dan Imaam At Turmudzy رحمه الله no: 2989, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, dimana ia berkata,

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

“Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, ‘Wahai manusia, sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى adalah Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allooh telah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana Allooh memerintahkan kepada para Rosuul. Allooh سبحانه وتعالى berfirman, Hai Rosuul-Rosuul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shoolih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan’. (QS. Al Mu’minuun (23) ayat 51). Dan Allooh سبحانه وتعالى berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah oleh kalian diantara rizqi yang baik-baik yang Kami berikan padamu.’ (QS Al Baqoroh (2) ayat 172). Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

Ada orang yang berlama-lama dalam safarnya, sampai rambutnya kusut, banyak debunya, tetapi ketika ia menengadahkan kedua tangannya ke langit mengatakan, ‘Ya Allooh, ya Allooh.’ Padahal makanannya harom, minumannya harom, pakaiannya harom, konsumsinya harom. Maka bagaimana Allooh akan kabulkan jika demikian?”

 

Jadi seorang musafir sekalipun, doanya bisa terhalang dari dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى  apabila ia mengkonsumsi makan, minum dan pakaian ataupun hasil usaha yang harom.

 

3. Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, menghalangi terkabulnya suatu doa

Apalagi dalam situasi suatu masyarakat yang sudah apatis dan masa bodoh terhadap kemunkaran, apabila mereka itu berdoa maka doanya tidak akan dikabulkan oleh Allooh  سبحانه وتعالى.

Dalam Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 2169 dari Shohabat Hudzaifah رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

والذي نفسي بيده لتأمرن بالمعروف ولتنهون عن المنكر أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عقابا منه ثم تدعونه فلا يستجاب لكم

Artinya:

Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran atau (kalau kalian tidak lakukan, maka pasti) Allooh akan menurunkan siksa kepada kalian, hingga kalian berdoa kepada-Nya, tetapi tidak dikabulkan.”

Suatu masyarakat, apabila mereka membiarkan kema’shiyatan, maka yang demikian itu akan menyebabkan doa sebanyak apa pun tidak akan diterima oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Menurut kriteria Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, apabila seorang wanita keluar rumah dengan menggunakan pakaian yang setengah telanjang, atau ia berpakaian tetapi bahannya transparan atau ia berpakaian yang pakaiannya itu ketat membentuk tubuhnya, atau bahkan yang lebih buruk daripada itu ia misalnya berpakaian minim ala kadarnya, maka itu sudah termasuk Pornoaksi. Yang disebut Pornografi adalah tulisan atau gambar yang berbau porno. Batasan yang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berikan itu di Indonesia sudah lumrah (biasa) terjadi. Hampir semua gerakan berbau pornoaksi dan pornografi.

Oleh karena itu, kita sebagai laki-laki hendaknya menjaga dari perkara yang demikian itu.

Firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. At Tahrim (66) ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allooh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Misalnya, anak perempuan kita di sekolahnya ia ternyata berpacaran, maka itu adalah bagian dari pornoaksi. Karena pacaran bukanlah merupakan ajaran dari Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan pacaran itu adalah salah satu pintu zina dan bukanlah hal yang dibolehkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan Syari’atnya.

Selanjutnya, misalnya banyaknya musik, lagu-lagu dan sebagainya itu juga bukanlah ajaran dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Apalagi bila pemain musiknya menampakkan atau memamerkan aurot tubuhnya, maka itu sudah termasuk dosa yang berlipat ganda.

Telah diriwayatkan oleh Al Imam Al Turmudzy رحمه الله di dalam Sunannya, kitab “Al Fitan” Jilid 4/495 melalui salah seorang shohaby bernama ‘Imron bin Hushoin رضي الله عنه. Lalu Ibnu Abid Dunya, dalam kitabnya “Dzammul Malaa’hi” (“Tercelanya berbagai alat lahwun/ alat-alat yang melalaikan”) melalui salah seorang shohaby, Anas bin Maalik رضي الله عنه, dan haditsnya dishohiihkan oleh Syaikh Nasiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Silsilah Hadits Shoohih no: 2203; bahwa Rosuul Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:

في هذه الأمة خسف ومسخ وقذف ” فقال رجل من المسلمين : يا رسول الله ، ومتى ذلك ؟ قال : ” إذا ظهرت المعازف وكثرت القيان وشربت الخمور

Artinya:

Di tengah-tengah ummat ini akan terjadi tanah longsor, tsunami dan lemparan dari atas langit.” Salah seorang shohabat lalu bertanya, “Wahai Rosuul, kapankah itu?” Rosuul صلى الله عليه وسلم menjawab, “Jika telah nampak musik, semakin banyak penyanyi wanita dan khomr (minuman keras) telah diminum.”

 

Jadi dari sisi musiknya adalah berdosa karena musik itu dilarang di dalam Islam, lalu memamerkan aurot pun juga berdosa karena dilarang di dalam Islam. Jadi dosa yang berlipat ganda, karena tergolong pornografi dan pornoaksi.

Oleh karena itu, hendaknya kita pahami benar aturan yang telah digariskan oleh Allooh سبحانه وتعالى melalui Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam firman-Nya yang termaktub dalam QS. Al Ahzaab (33) ayat 59:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Artinya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allooh adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”

Itulah pakaian yang Syar’i untuk wanita, bila mereka terlihat oleh orang-orang yang bukan mahromnya. Selain jilbab, adalah tidak Syar’i, apa pun modenya. Cara wanita berpakaian ada poin-poin yang harus dipenuhinya, berdasarkan ketentuan Allooh سبحانه وتعالى; sebagaimana bagi laki-laki pun ada poin-poin yang harus dipenuhinya dalam berpakaian. Kalau tidak dipenuhi, maka itu termasuk dalam kategori Tabarruj (memamerkan aurot). Dan itu adalah haromun. Maka kelak di akherat kita sebagai laki-laki akan dipertanyakan oleh Allooh سبحانه وتعالى tentang hal tersebut, apakah kita mendiamkan kemunkaran terjadi diantara istri, anak-anak dan keluarga kita ataukah tidak. Maka meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar akan menyebabkan tertolaknya doa kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Oleh karena itu, hendaknya kita menghindarkan diri dari perkara-perkara yang akan menghalangi doa kita.

4. Jangan berdoa yang tidak baik terhadap diri sendiri, anak dan harta kita

Maksudnya, janganlah mengutuk diri sendiri, mengutuk anak ataupun mengutuk harta kita dan sejenisnya. Yang demikian itu adalah tidak boleh, karena itu termasuk perkara yang dilarang oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dalam suatu Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 7705, dari Shohabat Jaabir رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

…. لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ

Laa tad’uu ‘alaa anfusikum wa laa tad’uu ‘alaa aulaadikum wa laa tad’uu ‘alaa amwaalikum, laa tuwafiquu minalloohi saa’atan yas ‘alu fiiha athoo’an fayastajiibu lakum

(Artinya:

Janganlah kalian mendoakan kejelekan terhadap diri kalian, jangan pula terhadap anak-anak kalian dan terhadap harta-harta kalian. Bisa saja Allooh akan tepatkan suatu waktu, dimana Allooh akan penuhi sesuai dengan apa yang kalian ajukan tadi).

Itu adalah larangan dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Oleh karena itu, hendaknya kita berdoa itu jangan dengan emosi, atau ketika emosi jangan berdoa. Ketika kita meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى hendaknya dikontrol dan disadari betul apa yang kita minta itu.

5. Jangan keterlaluan didalam meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى

Dalam Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 3862, bahwa:

Suatu hari seorang Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang bernama ‘Abdullooh bin Mughoffal رضي الله عنه mendengar anaknya berdoa,

اللهم إني أسألك القصر الأبيض عن يمين الجنة إذا دخلتها . فقال أي بني سل الله الجنة وعد به من النار . فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم

: يقول  سيكون قوم يعتدون في الدعاء

Ya Allooh, aku memohon kepada engkau istana yang putih disebelah kanan surga, jika aku memasukinya.”

Ketika itu maka ‘Abdullooh bin Mughoffal رضي الله عنه pun berkata kepada anaknya,

Wahai anakku, mintalah kepada Allooh surga dan mintalah dilindungi dari api neraka. Sebab sesungguhnya aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, ‘Akan muncul suatu kaum dimana mereka berlebih-lebihan dalam berdoa’.”

Maksudnya, kalau kita meminta surga, maka tentulah semua isi surga adalah untuk kita. Dan bila kita meminta terhindar dari neraka, maka tentulah dihindarkan dari semua isi neraka. Jadi tidak perlu disebutkan apa isi surga dan apa isi neraka dalam doa kita. Itulah yang dimaksud dengan “berlebih-lebihan” dalam berdoa.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1482, dijelaskan bahwa:

Sa’ad bin Abi Waqosh رضي الله عنه mendengar anaknya berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا وَبَهْجَتَهَا وَكَذَا وَكَذَا وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَسَلاَسِلِهَا وَأَغْلاَلِهَا وَكَذَا وَكَذَا فَقَالَ يَا بُنَىَّ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « سَيَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِى الدُّعَاءِ ». فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ إِنْ أُعْطِيتَ الْجَنَّةَ أُعْطِيتَهَا وَمَا فِيهَا مِنَ الْخَيْرِ وَإِنْ أُعِذْتَ مِنَ النَّارِ أُعِذْتَ مِنْهَا وَمَا فِيهَا مِنَ الشَّرِّ

Ya Allooh, aku bermohon kepada-Mu surga, kenikmatannya dan seluruh kesenangannya. Ya Allooh, aku berlindung kepada-Mu dari api neraka, belenggunya serta rantai-rantainya.”

Lalu anaknya itu pun ditegurlah oleh Sa’ad bin Abi Waqosh رضي الله عنه,

Wahai anakku, kalau kamu meminta, maka mintalah surga saja; dan bila meminta dihindarkan dari api neraka, maka mintalah untuk dihindarkan dari api neraka, itu tentulah termasuk kejahatan yang ada didalamnya. Sebab aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, Akan ada suatu kaum, dimana mereka berlebih-lebihan bila berdoa.”

Itu adalah contoh apabila berdoa janganlah berlebih-lebihan.

Ada lagi misalnya seseorang yang berdoa, agar diberikan mimpi melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan mata kepalanya sendiri. Atau orang yang berdoa agar dijadikan hidupnya kekal di dunia, atau misalnya berdoa agar ia dijadikan Nabi, dsbnya. Doa-doa yang demikian adalah termasuk berlebih-lebihan.

6. Boleh berdoa dengan bertawassul (dengan tawassul yang benar caranya)

Tawassul yang diperbolehkan (yang benar) itu hanya ada 3, yakni:

a)      Boleh bertawassul dengan Nama-Nama Allooh سبحانه وتعالى

b)      Boleh bertawassul dengan amal shoolih yang pernah kita lakukan

c)      Boleh bertawassul dengan doanya orang shoolih yang masih hidup

Bertawassul dengan Nama-Nama Allooh سبحانه وتعالى dalam berdoa itu dalilnya adalah dalam QS. Al-A’rof (7) ayat 180:

وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُواْ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَآئِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

Artinya:

Hanya milik Allooh asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) Nama-Nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”

Berarti berdoa dengan cara bertawassul menggunakan Nama-Nama Allooh سبحانه وتعالى yang baik itu adalah diperbolehkan. Karena yang demikian itu justru diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Bertawassul dengan amalan shoolih adalah sebagaimana Hadits yang mengisahkan tentang 3 orang yang terkurung didalam gua. Mereka lalu berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى sambil bertawassul dengan amalan shoolih yang pernah dilakukannya. Maka yang seperti ini pun boleh, karena ada dalilnya dan Haditsnya adalah shohiih dari Imaam Al Bukhoory no: 3465 sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَمَا ثَلَاثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يَمْشُونَ إِذْ أَصَابَهُمْ مَطَرٌ فَأَوَوْا إِلَى غَارٍ فَانْطَبَقَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ إِنَّهُ وَاللَّهِ يَا هَؤُلَاءِ لَا يُنْجِيكُمْ إِلَّا الصِّدْقُ فَليَدْعُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْكُمْ بِمَا يَعْلَمُ أَنَّهُ قَدْ صَدَقَ فِيهِ فَقَالَ وَاحِدٌ مِنْهُمْ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ كَانَ لِي أَجِيرٌ عَمِلَ لِي عَلَى فَرَقٍ مِنْ أَرُزٍّ فَذَهَبَ وَتَرَكَهُ وَأَنِّي عَمَدْتُ إِلَى ذَلِكَ الْفَرَقِ فَزَرَعْتُهُ فَصَارَ مِنْ أَمْرِهِ أَنِّي اشْتَرَيْتُ مِنْهُ بَقَرًا وَأَنَّهُ أَتَانِي يَطْلُبُ أَجْرَهُ فَقُلْتُ لَهُ اعْمِدْ إِلَى تِلْكَ الْبَقَرِ فَسُقْهَا فَقَالَ لِي إِنَّمَا لِي عِنْدَكَ فَرَقٌ مِنْ أَرُزٍّ فَقُلْتُ لَهُ اعْمِدْ إِلَى تِلْكَ الْبَقَرِ فَإِنَّهَا مِنْ ذَلِكَ الْفَرَقِ فَسَاقَهَا فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ مِنْ خَشْيَتِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا فَانْسَاحَتْ عَنْهُمْ الصَّخْرَةُ فَقَالَ الْآخَرُ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ فَكُنْتُ آتِيهِمَا كُلَّ لَيْلَةٍ بِلَبَنِ غَنَمٍ لِي فَأَبْطَأْتُ عَلَيْهِمَا لَيْلَةً فَجِئْتُ وَقَدْ رَقَدَا وَأَهْلِي وَعِيَالِي يَتَضَاغَوْنَ مِنْ الْجُوعِ فَكُنْتُ لَا أَسْقِيهِمْ حَتَّى يَشْرَبَ أَبَوَايَ فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَهُمَا وَكَرِهْتُ أَنْ أَدَعَهُمَا فَيَسْتَكِنَّا لِشَرْبَتِهِمَا فَلَمْ أَزَلْ أَنْتَظِرُ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ مِنْ خَشْيَتِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا فَانْسَاحَتْ عَنْهُمْ الصَّخْرَةُ حَتَّى نَظَرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ الْآخَرُ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ كَانَ لِي ابْنَةُ عَمٍّ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ وَأَنِّي رَاوَدْتُهَا عَنْ نَفْسِهَا فَأَبَتْ إِلَّا أَنْ آتِيَهَا بِمِائَةِ دِينَارٍ فَطَلَبْتُهَا حَتَّى قَدَرْتُ فَأَتَيْتُهَا بِهَا فَدَفَعْتُهَا إِلَيْهَا فَأَمْكَنَتْنِي مِنْ نَفْسِهَا فَلَمَّا قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا فَقَالَتْ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلَّا بِحَقِّهِ فَقُمْتُ وَتَرَكْتُ الْمِائَةَ دِينَارٍ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ مِنْ خَشْيَتِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا فَفَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَخَرَجُوا

Artinya:

“Dari Ibnu ‘Umar رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, tiga orang dari ummat sebelum kalian berjalan, ketika itu Allooh سبحانه وتعالى timpakan mereka hujan sehingga mereka berlindung pada sebuah gua. Maka tertutuplah gua itu terhadap mereka. Sehingga sebagian dari mereka berkata pada sebagian yang lain, “Sesungguhnya demi Allooh, wahai saudara-saudara, tidak ada yang akan bisa menyelamatkan kalian kecuali kebenaran. Maka dari itu bermohonlah setiap mereka dengan apa yang dia ketahui bahwa dia sungguh telah benar dalam perkara itu.”

Maka seorang dari mereka berkata, “Ya Allooh, jika Engkau mengetahui bahwa dulu aku mempunyai seorang pekerja di ladang sawah, kemudian ia tinggalkan dan pergi dan aku dengan sengaja mengelola upahnya melalui petani sehingga hasilnya aku belikan seekor sapi, lalu orang itu datang padaku meminta upahnya. Aku katakan padanya, ‘Ambillah sapi itu lalu giringlah.’ Kemudian dia berkata padaku, ‘Sesungguhnya aku hanya menginginkan upah buruh bertaniku.’ Lalu aku jawab, ‘Ambillah sapi itu, sesungguhnya dia adalah upahmu.’ Maka, diambillah sapi itu. Lalu jika Engkau mengetahui (Ya Allooh), bahwa kulakukan itu karena takut pada-Mu, maka berilah kepada kami jalan keluar.

Maka merengganglah batu gua tersebut.

Berkata seorang  yang lain, “Ya Allooh, jika Engkau tahu aku mempunyai dua orangtua yang sudah lanjut usia. Aku mendatangi keduanya setiap malam dengan memberi susu kambingku. Suatu malam, aku datang terlambat, maka kutemui keduanya sudah tertidur, sedang keluargaku dan anak-anakku meronta karena kelaparan. Aku tidak berikan susu itu pada mereka sebelum kedua orangtuaku meminumnya, karena aku takut membangunkan mereka dan aku tidak tinggalkan mereka menunggu sehingga mereka meminumnya. Seperti itu aku tunggu sampai fajar menyingsing. Jika Engkau, ya Allooh mengetahui bahwa kulakukan itu karena takut pada-Mu, maka bukakanlah pintu gua ini untuk kami.”

Maka terbukalah pintu gua tersebut (lebih besar lagi).

Berkata orang yang ketiga, “Ya Allooh, jika Engkau tahu bahwa aku mempunyai anak perempuan pamanku, manusia yang paling kucintai dan aku membujuknya untuk nafsuku, akan tetapi dia menolakku, kecuali aku beri dia dengan 100 dinar lalu aku memintanya sehingga aku dapat berbuat dengannya (zina). Maka aku bayarkan padanya sehingga aku memungkinkan untuk menikmatinya. Ketika aku duduk diantara kedua kakinya, dia (putrid pamanku itu) berkata, ‘Takutlah Engkau kepada Allooh, dan jangan Engkau patahkan cincin kecuali dengan haknya.’ Maka aku berdiri dan aku tinggalkan 100 dinar. Jika Engkau ya Allooh mengetahui bahwa aku lakukan itu karena takut pada-Mu, maka berilah untuk kami jalan keluar.”

Maka terbukalah gua itu dan mereka pun keluar.

Bertawassul dengan doanya orang shoolih yang masih hidup itu diperbolehkan, karena orang shoolih itu masih hidup dan ia bisa membantu untuk mendoakan kita langsung pada Allooh سبحانه وتعالى. Namun, bila orang shoolih tersebut sudah meninggal, maka tidak boleh lagi bertawassul dengan orang shoolih yang sudah meninggal, bahkan termasuk Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sekalipun. Kalau ia sudah meninggal, maka bagaimanakah ia dapat membantu untuk mendoakan kita kepada Allooh سبحانه وتعالى? Hal ini hendaknya menjadi perhatian kaum muslimin, karena banyak terjadi kekeliruan dalam hal ini di kalangan masyarakat kita.

Siapa yang kita anggap shoolih, mungkin karena ibadahnya, atau karena taqwanya, atau mungkin karena waro’-nya, mungkin pula karena ‘ilmu diennya yang mendalam, lalu kalau kita ingin bertawassul dengannya, yakni dengan cara meminta bantuan orang shoolih tersebut untuk berdoa begini dan begitu langsung kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka yang demikian termasuk diperbolehkan. Sedangkan bertawassul dengan orang shoolih yang sudah meninggal, sekalipun itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah tidak boleh.

Perhatikanlah Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1010 berikut ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ

Artinya:

Dari Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه ketika ditimpa orang-orang saat itu kekeringan maka beliau memohon hujan kepada Allooh سبحانه وتعالى (melalui) Al Abbas bin ‘Abdul Muththolib رضي الله عنه dengan berkata, “Ya Allooh, sesungguhnya kami dahulu bertawassul kepada-Mu melalui Nabi-Mu. Lalu Engkau member kami hujan. Dan sekarang, sungguh kami bertawassul kepada-Mu melalui paman Nabi kami. Maka berilah kami hujan.”

Beliau (Anas bin Maalik رضي الله عنه) berkata, “Maka mereka diberi hujan.”

Kalau kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang sudah meninggal saja, kita tidak diperbolehkan untuk bertawassul dengannya, apalagi bertawassul dengan doa orang shoolih selain Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang sudah meninggal? Apabila ada yang melakukannya, maka tergolong tawasssul yang baathil dan termasuk Bid’ah. Karena yang demikian ini, tidak ada contohnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan yakinilah bahwa doa yang seperti itu adalah ditolak oleh Allooh سبحانه وتعالى. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mencontohkannya, dan para shohabat pun tidak pernah melaksanakannya.

Tetapi, kalau kita amati didalam buku-buku yang dijual di pasar, tidak jarang kita temui adanya Sholawat Badriyah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Perhatikanlah kandungan syair dari Sholawat Badriyah tersebut:

Tawaasalna bibismillaah, wabil hadii Rosuulillaah

Artinya:

–       “Kami bertawassul dengan nama Allooh”, perkataan ini masih diperbolehkan.

–       “Kami bertawassul dengan pemberi petunjuk yaitu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم”, perkataan ini tidak diperbolehkan.

Bi ahlil badri ya Allooh

Artinya:

Kami bertawassul dengan Ahlul Badri, orang yang ikut perang Badar”, perkataan ini juga tidak diperbolehkan.

Ahlul Badri adalah termasuk didalamnya para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sekian puluh orang. Bertawassul dengan para Shohabat tidak ada Sunnahnya. Para Shohabat, Ahlul Badri (orang yang ikut perang Badar) jangankan mereka yang mati syahid, yang hidup saja pun ketika itu sudah dijamin surganya oleh Allooh سبحانه وتعالى. Namun walaupun demikian, tidak ada Sunnahnya bagi kita saat ini untuk berdoa bertawassul dengan Ahlul Badri. Bagaimana pula halnya bertawassul dengan orang yang belum jelas masuk surga atau tidaknya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kalangan masyarakat kita yang mengunjungi makam-makam Wali Songo lalu berdoa meminta-minta disitu? Bahkan hal yang seperti ini dapat menjatuhkan manusia ke jurang kesyirikan.

7. Jangan terburu-buru dalam berdoa

Apabila ada seseorang yang sudah berdoa berkali-kali kepada Allooh سبحانه وتعالى, tetapi ia merasa dan menganggap bahwa doanya tidak dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى lalu ia pun tinggalkan doanya, dan tidak mau berdoa lagi. Hal yang seperti ini adalah keliru, karena dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imaam Muslim no: 7112, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

لاَ يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ . قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الاِسْتِعْجَالُ قَالَ « يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِى فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ

Do’a seorang hamba akan senantiasa dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi, selama ia tidak meminta dengan tergesa-gesa.”

Lalu ada yang bertanya, “Ya Rosuulullooh, apa itu isti’jal (tergesa-gesa)?”

Jawab beliau صلى الله عليه وسلم, “Jika seseorang berkata, ‘Aku sudah berdoa, memohon kepada Allooh, tetapi Allooh belum mengabulkan doaku.’ Lalu ia merasa putus asa dan akhirnya meninggalkan doanya tersebut.”

Juga dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 6340 dan Imaam Muslim no: 7110, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي

Dikabulkan do’a seseorang dari kalian selama ia tidak terburu-buru, ia berkata: ‘Aku sudah berdoa, tetapi doaku belum dikabulkan’.”

Maka hendaknya kita sadari bahwa apabila kita berdoa itu hendaknya terus-menerus. Selama merasa bahwa doa itu belum dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka hendaknya kita terus berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, karena doa itu adalah ibadah pada Allooh سبحانه وتعالى.

8. Bila ingin doa kita diijabah

Kalau kita ingin agar doa kita diijabah, maka perhatikanlah perkara-perkara yang bisa membuat doa kita itu maqbul (“tok-cer”) yaitu hendaknya berdoa dengan menggunakan waktu, keadaan atau tempat yang tepat. Dengan menggunakan waktu, keadaan dan tempat yang tepat, insya Allooh ta’alaa akan membuat doa kita berpeluang lebih untuk dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.

A) Waktu, Keadaan doa diijabah:

a) Antara adzan dan iqomat.

Dari Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

الدعوة بين الأذان والإقامة لا ترد فادعوا

 

Artinya:

“Tidak ditolak doa (yang dipanjatkan) antara adzan dan iqomah.” (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Huzaimah no: 427, dalam Shohiihnya yang menurut Syaikh Al A’dzhomii berkata bahwa Sanadnya Hadits ini Shohiih).

 

Antara adzan dan iqomat itu adalah waktu yang ijabah untuk berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, jadi bukan waktu untuk nyanyian (berdendang) puji-pujian, sholawatan, dll dipimpin satu suara dengan menggunakan speaker sebagaimana yang seringkali kita saksikan di sebagian masjid di kalangan masyarakat Indonesia. Walaupun suaranya merdu sekalipun, tetap itu tidaklah sesuai Sunnah Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk mengumandangkan nyanyian-nyanyian melalui pengeras-pengeras suara (speaker) di masjid.

Justru yang benar, antara adzan dan iqomat itu adalah berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, atau sholat dua roka’at terlebih dahulu setelah itu berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, atau membaca Al Qur’an masing-masing, atau boleh berdzikir sendiri (masing-masing) dengan suara yang tidak keras, ataupun boleh juga membaca sholawat yang ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (masing-masing) dengan suara yang tidak keras. Tetapi bila sholawatan itu dilakukan dengan cara bernyanyi, bahkan sholawatnya pun tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم seperti sholawat Badriyah dan sholawat Nariyah, apalagi bila dilakukan seperti koor dengan dipimpin oleh satu pimpinan melalui speaker, itulah yang menjadi suatu Bid’ah; yang justru mengganggu kekhusyu’an orang-orang yang ingin menjalankan sunnah antara adzan dan iqomat tersebut dengan sholat dua roka’at atau berdoa dsbnya.

b) Waktu sebelum terbenamnya matahari

Waktu sebelum terbenamnya matahari adalah juga waktu yang ijabah. Doanya akan didengar oleh Allooh سبحانه وتعالى. Misalnya ketika berbuka shoum, doa ketika itu akan dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam Kitab “Syu’abul ‘Iimaan” no: 3594, Al Imaam Al Baihaqy meriwayatkan dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, dia berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

ثلاث لا ترد دعوتهم الصائم حتى يفطر والإمام العادل والمظلوم

Artinya:

Tiga doa yang mustajab (manjur) adalah: Doa orang yang shoum, Doa orang musaafir, dan Doa orang yang didzolimi.”

Atau ba’da ashar pada hari Jum’at, juga adalah waktu yang tepat untuk berdoa.

Berdasarkan Hadits Shohiih Riwayat Imaam Abu Daawud, Imaam An Nasaa’i no: 1389 dan Imaam Al Hakim, dari Shohabat Jaabir bin ‘Abdillaah رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

يوم الجمعة اثنتا عشرة ساعة لا يوجد فيها عبد مسلم يسأل الله شيئا إلا آتاه إياه فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر

Artinya:

Hari Jum’at terdiri atas dua belas jam, setiap hamba Muslim memohon apa pun kepada Allooh سبحانه وتعالى pada hari itu, pasti Dia memenuhi permohonannya, karena itu carilah kesempatan emas tersebut pada akhir waktu sesudah sholat ashar.”

c) Tengah malam yang terakhir, setiap malam

Tengah malam yang terakhir pada setiap malam adalah waktu yang barokah untuk berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى. Akan dikabulkan bila kita berdoa disaat itu.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Adz Dzaariyat (51) ayat 18:

(وَبِالأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ)

Artinya:

Dan pada waktu Sahr (seperenam malam terakhir), mereka memohon ampunan pada-Ku.”

Juga dari Abu Umamah رضي الله عنه, dia berkata, “Dikatakan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,

أي الدعاء أسمع ؟ قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات

Do’a apakah yang paling didengar (manjur)?”

Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Pada waktu tengah malam terakhir, dan setiap selesai sholat fardhu.” (Hadits Hasan Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3499)

d) Hari-hari yang sudah jelas nash-nya

Yaitu seluruh hari-hari dalam bulan Romadhoon, siang dan malam, adalah tepat untuk berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Atau misalnya pada tanggal 1 – 10 Dzul Hijjah, juga merupakan hari-hari yang barokah untuk berdoa.

Dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ . يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

Tidaklah ada hari-hari beramal yang di dalamnya paling dicintai oleh Allooh kecuali hari-hari ini (sepuluh hari bulan Dzul Hijjah).”

Para shohabat bertanya: “Ya Rosuulullooh, bagaimana dengan jihad fisabilillah?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab: “Bahkan dari jihad sekalipun. Kecuali seseorang keluar (berjihad) dengan jiwa, harta dan jiwanya dan tidak kembali sedikit pun dari itu”.

(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 2440, Imaam At Turmudzy no: 757 dan Imaam Ibnu Maajah no: 1727)

e) Pada ba’da sholat-sholat wajib

f) Ketika bersujud dalam sholat

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, sesungguhnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Artinya:

Saat paling dekat bagi seorang hamba kepada Robb-nya adalah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah do’a!” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1111)

g) Jika tidur dalam keadaan suci, lalu bangun pada malam hari, kemudian membaca doa yang ma’tsuur.

Dalam Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 1154 dan Imaam Abu Daawud no: 5062, dari ‘Ubadah bin Ashshoomit رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي أَوْ دَعَا اسْتُجِيبَ لَهُ فَإِنْ تَوَضَّأَ وَصَلَّى قُبِلَتْ صَلَاتُهُ

 

Barangsiapa bangun di waktu malam, lalu membaca: ‘Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allooh yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allooh dan Maha Suci Allooh, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allooh, Allooh Maha Besar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allooh. Ya Allooh, ampunilah aku.’ Atau ia berdoa, maka akan dikabulkan doanya. Apabila ia berwudhu’, kemudian melakukan sholat, maka sholatnya akan diterima oleh Allooh.”

h) Doa kaum muslimin setelah meninggalnya seorang muslim (ketika memejamkan mata si mayit yang baru saja meninggal dunia)

Dari Ummu Salamah رضي الله عنها, dia berkata, “Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masuk melihat Abu Salamah رضي الله عنه (yang baru saja meninggal) dan matanya terbuka, maka beliau صلى الله عليه وسلم menutupkannya kemudian berkata,

إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ ». فَضَجَّ نَاسٌ مِنْ أَهْلِهِ فَقَالَ « لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ ». ثُمَّ قَالَ  اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِى سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِى الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِى عَقِبِهِ فِى الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِى قَبْرِهِ. وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ

“Sesungguhnya nyawa jika tercabut, maka ia akan diikuti oleh pandangan mata.”

Maka orang-orang dari keluarganya bersuara keras, maka beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Jangan kalian berdoa atas diri kalian, melainkan dengan kebaikan, karena sesungguhnya para malaikat mengamini atas doa kalian!”

Kemudian beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Ya Allooh, ampunilah Abu Salamah, dan tinggikan derajatnya dalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk, dan gantikanlah dia sepeninggalnya bagi orang-orang yang ditinggalkannya, dan ampunilah kami dan dia, serta lapangkanlah kuburnya.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 2169)

 

i) Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim tanpa sepengetahuannya

Dari Abu Darda رضي الله عنه, sesungguhnya ia mendengar Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ

Tidak ada seorang hamba pun yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata kepadanya, ‘Dan bagimu seperti apa yang kau pinta’.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no:7103)

j) Doa orang yang sedang shoum sampai ia berbuka

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه :

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم

ثلاث دعوات مستجابات دعوة الصائم و دعوة المسافر و دعوة المظلوم

Artinya:

Telah bersabda Rosuulullooh, ada tiga do’a yang terkabul: do’a orang sedang shoum, do’a musaafir dan do’a orang yang dianiaya.” (Hadits Riwayat Imaam Al Baihaqy رحمه الله, dishohiihkan oleh Syaikh Al Albaany رحمه الله dalam Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir)

k) Doa pemimpin yang adil

Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه berkata, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

الإمام العادل لا ترد دعوته

Artinya:

Imaam yang adil itu doanya tidak ditolak.” (Hadits Riwayat Imaam Ahmad no: 9723, dan Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth meng-Hasankannya)

l) Doa orang yang benar-benar dalam keadaan terjepit / sulit

Perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Anfaal (8) ayat 9:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلآئِكَةِ مُرْدِفِينَ

Artinya:

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robb-mu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut“.

Juga firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Naml (27) ayat 62:

أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاء الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَّعَ اللَّهِ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ

Artinya:

Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allooh ada ilah (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati-(Nya).”

 

m) Doa ketika meminum air zam-zam disertai dengan niat yang tulus / ikhlas pada Allooh سبحانه وتعالى

Dari Jaabir bin ‘Abdillaah رضي الله عنه berkata, “Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

جابر بن عبد الله يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم

: يقول  ماء زمزم لما شرب له

Artinya:

Air zam-zam itu untuk yang meminumnya.” (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah no: 3062)

n) Doa orang yang sedang menunaikan ibadah haji / umroh

 

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya رضي الله عنهم, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

خير الدعاء دعاء يوم عرفة وخير ما قلت أنا والنبيون من قبلي لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

Artinya:

Sebaik-baik doa adalah doa pada Hari Arofah dan sebaik-baik apa yang kukatakan dan Nabi-Nabi sebelumku, “Tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenar-benarnya kecuali Allooh, yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala keterpujian dan Allooh Maha berkuasa atas segala sesuatu.” (Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3585)

Juga dari ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه berkata, “Telah bersabda Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم:

تابعوا بين الحج و العمرة فإنهما تنفيان الفقر و الذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد و الذهب و الفضة و ليس للحجة المبرورة ثواب دون الجنة

Artinya:

Ikutilah Haji dengan Umroh, sebab sesungguhnya keduanya menghilangkan kefaakiran dan dosa, sebagaimana bara api menghilangkan karat pada besi, emas dan perak; dan tidak ada pahala bagi Haji yang mabrur kecuali surga.” (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Huzaimah no: 2512, dan Syaikh Al A’dzoomy mengatakan Sanad Hadits ini Shohiih)

o) Doa kebaikan atau keburukan dari orangtua untuk anaknya

 

p) Doa anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya

B) Tempat doa diijabah:

 

Di Indonesia tidak ada tempat yang khusus sebagai tempat-tempat ijabah suatu doa. Tetapi di Mekkah atau Madinah banyak sekali tempat-tempat ijabah, antara lain adalah:

 

a) Doa pada hari ‘Arofah di ‘Arofah

خير الدعاء دعاء يوم عرفة وخير ما قلت أنا والنبيون من قبلي : لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

Artinya:

Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arofah, dan sebaik-baik apa yang aku (Muhammad صلى الله عليه وسلم) dan para Nabi sebelumku katakan adalah “Laa Ilaaha Illalloohu Wahdahu Laa Syariikalahu, Lahul Mulku Walahul Hamdu Wahuwa ‘Alaa Kulli Syai’in Qodiir” (artinya: Tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya, kecuali hanya Allooh dan tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala Kerajaan dan Pujian dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu)

(Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3585 dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya رضي الله عنهم)

b) Doa di Shafa

c) Doa di Marwah

d) Doa ketika berada di Masy’aril harom (Muzdalifah)

e) Doa setelah pelemparan jumroh

f) Doa didalam Ka’bah dan orang yang mengerjakan sholat didalam Hijr Isma’il yang merupakan bagian dari Baitullooh

g) Doa di Multazam di pintu Ka’bah

Di Indonesia yang jauh dari Haromain, tidak ada tempat-tempat yang diberkahi oleh Allooh سبحانه وتعالى, kecuali masjid. Maka kalau kita berada di masjid, itu adalah tempat yang insya Allooh diberkahi.

Juga, kalau kita sedang berada di Majlis-Majlis Ta’lim, maka insya Allooh itu adalah tempat yang diberkahi oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Pada saat di masjid atau majlis ta’lim, lalu kita berdoa kepada Allooh  سبحانه وتعالى, mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى dengar semua permohonan kita.

Demikianlah, itulah pembahasan mengenai berdoa dan etika bagaimana agar doa kita didengar oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Kalau ada doa dimana kita pernah berdoa lalu doa itu seolah-olah belum kita temukan bekasnya, sepertinya tidak dipenuhi oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka yakinilah bahwa doa tersebut ada beberapa kemungkinan:

Kemungkinan pertama, kalau Alloh سبحانه وتعالى tidak mengabulkan apa yang kita minta, maka kita harus introspeksi. Jangan-jangan kita sendiri yang punya penghalang, sehingga doa kita tidak “menyambung” kepada Allooh سبحانه وتعالى. Doa tidak diterima oleh Allooh سبحانه وتعالى karena mungkin caranya Bid’ah. Atau mungkin kita banyak ma’shiyat. Atau ada beberapa perkara yang kita tidak perhatikan tentang bagaimana Adab Berdoa. Sehingga wajar kalau doa kita tidak didengar oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Kemungkinan kedua, kalau doa kita dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka dikabulkannya itu ada beberapa jenis.

Jenis pertama, Allooh سبحانه وتعالى kabulkan dengan nyata.

Jenis kedua, Allooh  سبحانه وتعالى kabulkan tetapi dalam bentuk lain, yaitu Allooh سبحانه وتعالى berikan sesuatu yang senilai dengan permintaan kita. Misalnya kita meminta harta senilai sejuta rupiah, tetapi Allooh سبحانه وتعالى memberikannya dalam bentuk lain, yaitu terhindar dari musibah yang senilai harta sejuta rupiah itu, atau bahkan bisa lebih dari itu. Inilah yang seringkali tidak kita sadari. Padahal semestinya kita introspeksi dan sadari, bahwa Allooh سبحانه وتعالى memberi tetapi dalam bentuk lain.

Kemungkinan ketiga, Allooh سبحانه وتعالى beri dan kabulkan doa kita tetapi tidak sekarang. Allooh سبحانه وتعالى ingin agar kita berdoa terus sehingga amal shoolih kita menjadi banyak, lalu ditangguhkan sampai waktu yang Dia kehendaki, diwaktu-waktu yang akan datang.

Kemungkinan keempat, Allooh سبحانه وتعالى kabulkan tetapi kelak di akhirat.

Itulah beberapa peluang dan kemungkinan juga doa kita oleh kasat-mata seolah-olah tidak dikabulkan. Intinya, jangan terputus dari doa, jangan merasa bosan berdoa, jangan su’udzon kepada Allooh سبحانه وتعالى, karena Allooh سبحانه وتعالى tidak pernah akan mendzolimi hamba-Nya yang taat dan patuh berdoa kepada-Nya.

TANYA JAWAB

Pertanyaan:

1.    Bagaimana dengan doa yang tidak didahului dengan memuji Allooh سبحانه وتعالى dan sholawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Misalnya bangun tidur langsung mengucapkan doa bangun tidur?

2.    Apakah membaca doa itu perlu dengan terlebih dahulu membaca Al Faatihah?

3.    Bagaimana halnya berdoa dengan bahasa sendiri?

Jawaban:

1.    Tentunya doa yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah doa munasabat (doa dalam kesempatan-kesempatan tertentu), misalnya akan tidur atau bangun tidur, tidak selalu dengan adab yang diajarkan diatas.

Yang dimaksudkan penggunaan Adab Berdoa seperti diatas adalah kalau kita hendak memfokuskan suatu doa secara tertentu, panjang lebar, dalam keadaan tertentu kita hendak meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى; maka hendaknya kita mengkhususkan doa tersebut dengan menggunakan adab-adab seperti telah dijelaskan diatas.

Tetapi untuk doa-doa diluar yang dimaksud, misalnya doa-doa setelah sholat fardhu, maka tidak perlu harus menggunakan adab-adab diatas. Dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun mengajarkannya tanpa muqoddimah, melainkan langsung saja mengucapkan doa-doa setelah sholat fardhu.

2.    Berdoa dengan bahasa sendiri karena belum menemukannya dalam Kitab tentang Doa secara shohiih atau pun belum mengetahui ajarannya, maka Allooh سبحانه وتعالى itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Hanya saja berbeda, kalau kita mencari kiat bagaimana caranya agar doa kita itu maqbul (“tok-cer”). Tentunya dengan menggunakan adab berdoa seperti telah dijelaskan diatas. Kalau tidak, kemungkinan akan semakin memperlambat terkabulnya doa kita, tidaklah seperti yang kita kehendaki.

3.    Tidak ada Adab Berdoa yang didahului dengan pembacaan Al Faatihah. Karena Al Faatihah itu sendiri adalah doa.

Kalau mau, pakailah ungkapan pendahuluan seperti dalam surat Al Faatihah, misalnya: “Alhamdulillaahirobbil ‘aalamiiin, Arrohmaanirrohiim, Maaliki yaumiddiin”, lalu berdoa seperti yang dikehendaki. Silakan saja, yang seperti ini adalah boleh.

Tetapi bila mengkhususkan bahwa setiap doa itu harus didahului dengan membaca Al Faatihah, maka itu adalah menjadi Bid’ah. Karena meletakkan Al Faatihah dalam rangkaian ibadah tertentu dengan tanpa adanya dalil yang shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan membuat tatacara yang tidak ada contohnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu adalah terlarang.

Surat Al Faatihah itu sendiri adalah Firman Allooh سبحانه وتعالى, tidak ada yang meragukan hal ini. Tetapi ketika surat tersebut lalu dirangkaikan dengan ayat lain dan lafadz doa yang lain, lalu dijadikan sesuatu yang ladzim; sehingga ia berkeyakinan bahwa bila berdoa tanpa membaca Al Faatihah terlebih dahulu maka doanya menjadi tidak maqbul, maka yang demikian itulah yang menjadi Bid’ah. Karena membuat tatacara berdoa yang tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Pertanyaan:

1.    Bagaimana dengan lafadz doa yang kalimatnya berbentuk jamak, sedangkan yang kita inginkan adalah doa secara pribadi. Mohon penjelasannya.

2.    Bagaimana dengan dzikir-dzikir seperti yang disebutkan dalam Kitab Al Adzkaar?

Jawaban:

1.    Kalau itu adalah ayat Al Qur’an, maka jangan diubah. Bacalah seperti apa adanya dalam ayat tersebut. Insya Allooh ta’alaa bahwa Allooh سبحانه وتعالى Maha Mendengar dan paham apa yang dimaksud dengan doa kita itu.

Tetapi kalau kalimatnya tunggal sedang kita dalam keadaan jamak, maka boleh diubah menjadi kalimat jamak.

Misalnya dalam QS. Al Isroo’ (17) ayat 24:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً

Artinya:

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Robb-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.”

Robbighfirlii waliwaalidayya warhamhuma kamaa robbayaani shoghiiro.” (Bentuk kalimat tunggal), lalu hendak dibuat menjadi bentuk kalimat jamak karena yang berdoa adalah banyak orang, maka menjadi:

Robbanaghfirlanaa waliwaalidainaa warhamhuma kamaa robbayaana (robbauna) shighooro.”

Maka yang demikian itu boleh. Masalahnya adalah, mampukah kita atau tidak untuk menyusun dhomir-nya dalam bahasa Arab secara benar?

2.    Tentang dzikir yang disebutkan dalam Kitab Al Adzkaar, memang Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan kepada kita bahwa Al Qur’an itu membacanya saja sudah merupakan suatu ibadah.

Sebagaimana dalam suatu Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1910, dari Abu ‘Umaamah Al Bahily رضي الله عنه berkata bahwa beliau mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

Artinya:

Bacalah Al Qur’an olehmu, karena Al Qur’an akan datang pada kalian sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat.”

Beliau صلى الله عليه وسلم juga bersabda, bahwa membaca Al Qur’an itu setiap satu hurufnya dilipat-gandakan menjadi sepuluh pahala. Jadi, semakin kita banyak membaca Al Qur’an, semakin dilipatgandakan pahalanya oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Pertanyaan:

Apakah kalau kita bertawassul dengan orang shoolih yang masih hidup, itu dapat mengurangi tawakkul (– yang benar adalah “tawakkul”, bukan “tawakkal” – pen.) kita kepada Allooh سبحانه وتعالى?

Jawaban:

Tidak. Kalau itu termasuk hal yang disyari’atkan, maka justru bagian dari tawakkul kita adalah bertawassul dengan cara yang benar (sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa hanya 3 cara yang diperbolehkan dalam perkara bertawassul).

Yang tidak syar’ie itulah yang tidak tawakkul, seperti bertawassul dengan orang shoolih yang sudah meninggal, nah inilah yang tidak tawakkul. Tetapi kalau bertawassul dengan orang shoolih yang masih hidup, maka ini tidak bertentangan dengan tawakkul, karena itu sesuai dengan syari’at Islam.

Namun, apabila kita ingin menjadi mu’min yang sempurna, tidak perlu meminta bantuan (bertawassul) kepada orang lain. Berdoalah, mintalah kepada Allooh سبحانه وتعالى secara langsung. Itu akan lebih sempurna iman kita kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Pertanyaan:

Bila dalam sebuah keluarga ada salah seorang anggota keluarga yang melakukan kefaasiqan, seperti meninggalkan sholat, kemudian kita menasehati orang tersebut, namun ia tetap dalam kefaasiqannya, bahkan menentang kita. Bolehkah kita isolasi orang tersebut? Dan bila orang tersebut meninggal, bolehkah kita sholati dan kita doakan? Bagaimana menerapkan sikap wala’ dan baro’ terhadap anggota keluarga yang faasiq?

Jawaban:

Keterangannya panjang, namun untuk kali ini akan kami singkat saja jawabannya, mudah-mudahan di lain waktu kita memiliki kajian khusus untuk membahas hal ini secara lebih detail.

Sudah dijelaskan dalam pelajaran kita terdahulu, bahwa orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja secara terus-menerus, maka orang tersebut hukumnya adalah kufur.

Kalau sudah menjadi kufur, maka orang itu cerai dengan istrinya secara otomatis, dan kalau meninggal ia tidak berhak untuk didoakan, tidak berhak dikubur di kuburan kaum muslimin dan muamalahnya seperti dengan orang yang murtad. Demikian itu adalah Syariat Islam tentangnya.

Kalau orang tersebut adalah orangtua kita sendiri, tidak mungkin kita isolasi. Yang harus kita lakukan adalah justru kita berusaha menyelamatkannya. Nasehati terus, tanpa putus asa. Kalau tidak bisa hari ini, mungkin besok ia menjadi baik. Kalau tidak bisa esok, mungkin lusa ia bisa menjadi orang yang baik. Kalau tidak bisa dengan cara A, maka pakailah cara B, atau kalau tidak berhasil juga, cobalah menasehatinya dengan melalui orang lain dan seterusnya. Namun upayakan, selama Allooh سبحانه وتعالى masih memberikan kehidupan bagi orangtua kita, berusahalah untuk menjadikan mereka itu mau sholat dan selamat disisi Allooh سبحانه وتعالى. Kalau sampai pada akhirnya, ia meninggal dalam kondisi tidak mau diselamatkan seperti paman Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, Abu Thoolib, maka sudah terputus usahanya. Kewajiban kita sebagai anak untuk mendakwahi orangtua kita atau keluarga kita demikian itu sudah kita laksanakan dan orang itu ternyata tetap dengan kekeliruannya. Maka serahkan segala perkara pada Allooh سبحانه وتعالى.

Mengenai sikap wala’ dan baro’, maka itu tergantung pada kadar keimanannya. Bila imannya baik dan sempurna, maka wala’-nya sempurna. Demikian itu sebaliknya.

Pertanyaan:

Berdoa setelah At Tahiyyat sebelum salam dan sholat, apakah boleh dengan bahasa kita sehari-hari ataukah harus sesuai dengan doa dari Sunnah?

Jawaban:

Di dalam sholat tidak boleh ada bahasa atau isyarat yang tidak diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Sholat adalah ucap dan gerak yang seluruh tuntunannya telah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kalau tidak seperti tuntunannya atau justru mengganti ucapan dan gerakan yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan yang lain, maka batal sholatnya.

Oleh karena itu tidak boleh menggunakan bahasa kita sendiri, tetapi gunakanlah baha yang ma’tsuur seperti diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam tuntunan sholat. Kalau belum bisa, belajarlah dahulu, baru lakukan.

Sedangkan, bila kita ada suatu kebutuhan atau permintaan kepada Allooh سبحانه وتعالى, namun karena tidak hafal doa yang ma’tsuurnya, maka boleh berdoa dengan bahasa sendiri, misal dikala sujud; asalkan doa tersebut tidak dilafadzkan (tidak diucapkan), hanya sekedar berdoa di dalam hati saja. Ini boleh.

Pertanyaan:

Bila sholat dua roka’at, waktu duduk sebelum salam, apakah dengan cara Iftirosy (duduk diantara dua sujud) ataukah dengan cara Tawarruq? Mohon dijelaskan detailnya.

Jawaban:

Hal ini pernah kita bahas dalam kajian tentang tatacara sholat. Sudah disampaikan bahwa hasil Ijtihad dan Tarjih diantara para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, antara lain Syaikh ‘Abdul ‘Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz رحمه الله dan Syaikh Muhammad bin Shoolih Al Utsaimiin رحمه الله, bahwa sholat dua roka’at itu adalah dengan menggunakan duduk Iftirosy, bukan Tawarruq. Yakni dengan duduk diatas telapak kaki kiri.

Pertanyaan:

Manakah yang lebih baik, sholat sendiri di rumah atau berjamaa’ah dengan Imaam yang senang tahlilan, membaca doa Qunut Shubuh, Maulidan dan Bid’ah-Bid’ah lainnya?

Jawaban:

Selama si Imaam tersebut melakukan ke-Bid’ahan namun ia bukan termasuk Da’i penyeru ke-Bid’ahan serta yang mengajarkan orang lain dalam ke-Bid’ahan, maka sah sholat dibelakangnya.

Tetapi, apabila Imaam tersebut adalah Da’i penyeru, pengajak, pengajar, trainer dari ke-Bid’ahan, maka tidak boleh sholat dibelakangnya.

Pertanyaan:

Doa dan dzikir itu semestinya dengan suara yang pelan, lalu bagaimana pada kenyataannya di masyarakat kita ini banyak masjid-masjid dan mushola-mushola yang mengumandangkan bacaan Al Qur’an dengan speaker (pengeras suara)?

Jawaban:

 

Membaca Al Qur’an dengan pengeras suara (speaker) di masjid-masjid itu tidak ada Sunnahnya, bahkan bertentangan dengan Sunnah. Apalagi bila dilakukan pagi-pagi sebelum Shubuh. Misal dalam suatu masjid disetel kaset Murottal Al Qur’an yang lalu dikumandangkan keras-keras dengan speaker, Qoori-nya Fulan bin Fulan, apalagi orang yang menyetel kaset itu lalu pergi lagi atau tidur lagi atau kegiatan lainnya, maka hal seperti ini jelas-jelas tidak dibenarkan. Ada beberapa madhorot akibat sikap mereka yang seperti itu:

Pertama, Tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bagi seseorang untuk membaca Al Qur’an lalu dikumandangkan suara bacaan Al Qur’an tersebut keras-keras dengan menggunakan speaker.

Bahkan hal ini menyelisihi perintah Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana telah kita bahas diatas, yakni dalam QS. Al A’roof (7) ayat 55 :

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Artinya:

Berdo’alah kepada Robb-mu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allooh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Karena membaca Al Qur’an itu adalah Ibadah. Maka ibadah itu tidak perlu dilakukan dengan riya’. Kalau si pembaca itu suaranya indah, maka itu adalah ni’mat dari Allooh سبحانه وتعالى yang harus disyukuri, namun bukan untuk dikumandangkan keras-keras serta  berbangga diri bahwa “Inilah suara merduku”, karena itu adalah cenderung pada Riya’.

Atau syaithoon menjadikan orang tersebut merasa bahwa ia menjadi orang yang semakin bertaqwa dengan menambah-nambah diluar apa yang telah ditentukan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم; namun ia lupa bahwa Allooh سبحانه وتعالى telah menetapkan suatu peraturan bahwa:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

(Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa roddun)

Artinya:

Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalan tersebut tertolak.” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 4590, dari ‘Aaisyah رضي الله عنها)

Jadi, orang tersebut ingin dirinya semakin bertaqwa kepada Allooh  سبحانه وتعالى, tetapi caranya keliru, karena ia beramal dengan menambah-nambah (bersikap kreatif dengan membuat-buat tatacara ibadah) yang tidak ada tuntunannya sama sekali dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Hal ini dikarenakan ia kurang dalam ‘ilmu dien, sehingga ia tidak memahami adanya Hadits diatas.

Bayangkan, sudah berletih-letih diri, bangun lebih pagi untuk membaca Al Qur’an dsbnya, yang terjadi malah justru sebaliknya, bukannya memperoleh ridho Allooh سبحانه وتعالى namun ia justru berpotensi terkena ancaman neraka dari Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana yang disabdakan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

… و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة في النار

Semua Bid’ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Huzaimah no : 1725 , dari Jaabir رضي الله عنه)

Bukankah rugi sekali, apabila berlaku demikian? Oleh karena itu, wahai kaum Muslimin, hendaknya kalian menuntut ‘ilmu dien terlebih dahulu sebelum beramal dan cukupkanlah diri kalian dengan apa yang ada tuntunannya secara shohiih dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Jangan bersikap kreatif dengan memberikan tambahan ini dan itu terhadap dien ini. Renungkanlah, tentu ada hikmah dalam seluruh perintah Allooh سبحانه وتعالى tersebut. Mau berbentuk seperti apa dien ini, apabila ummatnya bebas berkreatif menambah ini dan itu kepada aturan Allooh سبحانه وتعالى? Tidakkah kalian belajar dari ummat terdahulu, dimana kaum Yahudi dimurkai Allooh سبحانه وتعالى karena mengganti-ganti ajaran mereka? Sadarilah itu, wahai kaum muslimin. Janganlah kita beribadah dengan mengedepankan hawa nafsu semata. Tetapi utamakanlah Wahyu, utamakanlah dalil yang shohiih dan nash yang datang secara murni dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Ketahuilah, tidak ada yang baik dalam menyelisihi aturan Allooh سبحانه وتعالى.

Kedua, Bacaan Al Qur’an dengan pengeras suara (speaker) itu bisa membuat orang lain berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Perhatikanlah bahwa Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al-A’rof (7) ayat 204 :

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya:

Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

Maka, kalau diperdengarkan bacaan Murottal Al Qur’an, lalu tidak diperhatikan dan didengarkan bacaannya tersebut (mungkin karena sedang mengantuk, situasi yang tidak kondusif dsbnya), maka justru seseorang berpotensi ber-ma’shiyat pada Allooh سبحانه وتعالى karena ia tidak mengamalkan perintah Allooh سبحانه وتعالى ini.

Bayangkan, bahwa tindakan memasang kaset murottal Al Qur’an dengan speaker tersebut, tanpa disadarinya adalah justru bisa mencelakakan orang lain karena menjadikan orang lain ber-ma’shiyat terhadap aturan Allooh سبحانه وتعالى. Hendaknya ini dipahami dan disadari betul oleh pelakunya.

Ketiga, Mungkin saja bacaan Al Qur’an dengan speaker (pengeras suara) itu justru mengganggu orang lain yang ada disekitar masjid atau mushola, karena misalkan ada orang yang dalam keadaan sakit dan butuh untuk tidur, namun ia justru tidak bisa beristirahat karena adanya bacaan Al Qur’an dengan speaker tersebut. Orang yang sakit itu, tidak bisa tidur semalaman, baru saja ia mau tertidur, lalu tiba-tiba dikumandangkan bacaan Al Qur’an dengan pengeras suara, sehingga ia pun menjadi gusar dan merasa terganggu. Bukannya ia tidak mau mendengarkan Al Qur’an-nya, namun karena situasinya yang tidak kondusif, karena ia sedang sakit atau merasa letih dan mengantuk sekali, lalu tiba-tiba terganggu.

Atau bisa jadi ada orang yang sedang mau melaksanakan Tahajjud. Ia sedang berusaha menemukan waktu yang cocok baginya, diwaktu sepertiga malam terakhir untuk khusyu’ berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, namun tiba-tiba ia terganggu dengan kebisingan bacaan Al Qur’an melalui speaker tersebut. Dan seorang Muslim tidaklah dibenarkan untuk mengganggu orang lain.

Islam itu adalah rahmat bagi semesta alam. Islam tidak pernah mengajarkan hal-hal yang dapat mengganggu orang lain. Bagaimana orang lain mau tertarik masuk kepada Islam, apabila mereka salah paham, mereka menganggap bahwa Islam itu mengajarkan sikap-sikap yang mengganggu orang disekitarnya (seperti adanya mushola atau masjid-masjid yang sudah menyuarakan murottal Al Qur’an sejak jam 3.30 pagi dengan keras sehingga mengganggu tidur orang-orang yang sedang sakit, orang yang besoknya mau bekerja, orang yang sedang akan Tahajjud, dsbnya); padahal sesungguhnya Islam berlepas diri dari perilaku ummatnya yang tidak sesuai dengan tuntunan Sunnah tersebut?

Oleh karena itu, wahai kaum Muslimin, sadarilah bahwa apa-apa yang tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu tidaklah membawa kebaikan. Bisa jadi justru mengganggu orang lain dan mencoreng nama Islam itu sendiri.

Kesimpulannya, yang paling prinsip adalah membaca Al Qur’an dengan pengeras suara (speaker) itu tidak ada dalilnya. Yang boleh dikumandangkan adalah Adzan. Sementara Iqomat hanyalah untuk orang didalam masjid (mushola) yang memang sudah siap untuk sholat. Bacaan Sholat yang dipimpin oleh Imaam Sholat pun hanyalah untuk orang yang sedang sholat didalam masjid atau mushola saja.

Apabila Adzan sudah dikumandangkan, tetapi orang disekitar masjid, hatinya tidak tersentuh untuk datang sholat berjamaa’ah di masjid, maka bisa jadi orang-orang yang demikian itu hatinya berpenyakit.

Demikianlah. Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 11 Rabi’uts Tsaani 1427 H – 8 Mei 2006 M.

——- 0O0 ——–

Silakan download PDF : Adabid Du’a AQI 080506 FNL

11 Comments leave one →
  1. Putra permalink
    19 February 2011 9:53 pm

    Assalamu’alaikum,
    afwan ustadz… saya minta izin menyalin artikel ini.
    Jazakumullah ustadz

    • 20 February 2011 8:50 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, silakan saja… anda dapat mengambil seluruh ilmu yang ada pada blog ini, selama menjaga keotentikan naskahnya… dan sampaikan pula link blog ini kepada yang rekan-rekan antum yang lainnya, agar mereka pun dapat mengambil manfaat dari blog ini…. Barokalloohu fiika

  2. 20 February 2011 1:13 am

    Assalamu’alaikum, saya minta ijin untuk mencopy ulasan ini, sebelumnya terimakasih, wassalamu’alaikum..

    • 20 February 2011 8:43 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika

  3. Abu Ahmad permalink
    10 March 2011 8:27 am

    Assalamu’alaikum. Ustadz ana minta izin copy buat materi da’wah.
    Dan ana mau tanya Ustadz, ada refrensi pesantren yang bagus nggak?

    • 10 March 2011 12:51 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh, silakan saja semoga bermanfaat…
      Di daerah manakah pesantren yang antum cari?

  4. fachry abdullah permalink
    29 July 2011 9:13 pm

    Syukron Ustadz, ana copy untuk bahan ceramah !!!

    • 30 July 2011 6:57 pm

      Silakan saja… semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua… Barokalloohu fiika

  5. Jon permalink
    6 August 2011 6:46 am

    Assalamu’alaikum…
    Afwan ustadz ana mau tanya soal iqamah sholat jama’ qoshor, yang benar dilakukan 1 kali atau 2 kali ?

    • 8 August 2011 10:06 pm

      Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
      Yang benar adalah dilakukan 2 kali…. Barokalloohu fiika

  6. Aris Munandar permalink
    11 March 2014 4:42 pm

    Assalamu’alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh, saya mau tanya Ustadz bagaimana hukumnya mengusap wajah selesai berdo’a maupun sesudah mengucapkan salam dalam sholat. Adakah hadist shohiih menjelaskan tentang ini Ustadz ?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: