Hukum tentang Film, Sinetron, Lawak & Pertunjukan Tinju-Gulat Bebas-Sepakbola
(Transkrip Ceramah AQI040313)
HUKUM TENTANG FILM, SINETRON, LAWAK
DAN PERTUNJUKAN TINJU-GULAT BEBAS-SEPAKBOLA
Oleh: Ustadz Achmad Rof’i, Lc.M.M.Pd
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Bahasan kita kali ini yang bertemakan “Hukum tentang Film, Sinetron, Lawak dan berbagai Pertunjukan Gulat Bebas – Tinju – Sepakbola” adalah merupakan bahasan terakhir dari rangkaian kajian tentang “F1= Film, Fun & Mass Media: Pengaruh Yahudi dalam Media Massa & Dunia Hiburan” yang merupakan bagian dari bahasan tentang “9F tantangan ummat Islam dalam menghadapi gerakan Kafirisasi Global”.
Sorotan bahasan kali ini adalah terutama berkenaan dengan:
1) Film & Sinetron
Lebih spesifik lagi adalah berkenaan dengan Hukum memerankan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم (ataupun memerankan para Nabi dan Rosuul عليهم السلام sebelum Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم), termasuk pula Hukum memerankan para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, ditinjau dari sisi Syari’at Islam.
2) Lawak
In-syaa Allooh akan kita bahas apakah Hukum Syari’at Islam berkenaan dengan Lawak atau mengadakan berbagai acara sandiwara (acara yang sengaja dibuat diatas panggung) dengan tujuan membuat orang menjadi terhibur melalui banyak tertawa.
3) Pertunjukan Tinju – Gulat Bebas – Sepakbola
Akan kita posisikan bagaimanakah pertunjukan Tinju – Gulat Bebas – Sepakbola tersebut dalam tinjauan Syari’at Islam.
Hal ini agar menjadi jelas bagi kaum Muslimin bahwa dunia hiburan pun ada aturannya dalam Syari’at Islam. Jangan sampai ada seorang Muslim yang berpandangan bahwa dunia hiburan itu tidak ada kaitannya sama sekali (dikotomi) dengan diin (agama), karena pemahaman yang seperti ini adalah Sekulerisme.
Islam itu adalah diin yang paripurna, lengkap dan sempurna. Jangan dikira bahwa Islam itu tidak mengatur perkara hiburan. Sungguh, Islam itu telah Allooh سبحانه وتعالى turunkan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Jangankan perkara-perkara yang besar, bahkan perkara yang kecil sekalipun seperti buang air saja diatur oleh Al Islam. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 262 bahwa:
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- كُلَّ شَىْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ. قَالَ فَقَالَ أَجَلْ
Artinya:
“Dari Salman رضي الله عنه, beliau berkata: Telah ditanyakan kepada beliau, “Sungguhkah Nabi kalian telah mengajari kalian segala sesuatu sehingga perkara buang air?”
Beliau (Salman رضي الله عنه) menjawab, “Benar.”
I. FILM & SINETRON
Dalam industri perfilman, sinetron dan kisah-kisah fiktif yang ditayangkan di TV-TV / Bioskop-Bioskop / media massa lainnya di tanah air kita ini, tidaklah dapat dipungkiri bahwa sebagian besar acara / tayangan mereka itu paling tidak telah melanggar Syari’at Islam serta memunculkan kemudharatan (keburukan) antara lain sebagai berikut:
1. Film / Sinetron tersebut berisi berbagai perkara yang merusak Syari’at Islam (baik dalam ‘Aqiidah, Ibadah, Akhlaq dan Adab-Adabnya), melecehkan dan merendahkan Syari’at Islam baik secara ucapan, perkataan maupun perbuatan. Disisi lain tidak jarang pula malah memuji serta mengunggulkan apa-apa yang bertentangan dengan Syari’at Islam.
Bukankah klenik, perdukunan, sihir, pemberian sesaji ke lautan / gunung-gunung / dewa-dewi, dan berbagai adat budaya nenek moyang yang tergolong syirik, bid’ah dan ma’shiyat tidak jarang malah dimunculkan dan menjadi ide adegan-adegan sinetron / film di layar televisi / media massa di tanah air kita ini? Padahal itu semua bertentangan dengan Syari’at Islam !
Bagaimanakah negeri yang dihuni oleh kaum Muslimin secara mayoritas (sekitar 87 persen), malah diberi “konsumsi” acara yang merusak ‘Aqiidah dan ke-Islaman mereka?
Tidakkah mereka (para penguasa dan pemberi izin siaran, serta orang-orang yang berkecimpung dalam industri perfilman dan sinetron) ini takut kepada Allooh سبحانه وتعالى bahwa mereka kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allooh سبحانه وتعالى di Hari Kiamat karena telah berperan-serta merusak generasi kaum Muslimin secara massal ?
Kemudian disisi lain gaya hidup hedonisme, materialisme, kapitalisme, sosialisme, liberalisme dan isme-isme lainnya malah ditumbuh-suburkan.
2. Menampilkan kesyirikan, kekufuran dan kema’shiyatan dalam adegan-adegannya.
3. Menampilkan wanita maupun laki-laki yang terbuka aurotnya; dan juga para wanita yang ber-tabarruj (berhias). Padahal semestinya wanita Muslimah itu dilarang untuk berhias (ber-tabarruj) terhadap laki-laki yang bukan mahrom-nya, sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Ahzab (33) ayat 33 :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Artinya:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”
Inilah Fitnah Wanita di akhir zaman, dimana banyak wanita Muslimah yang jika keluar rumahnya ia justru berhias secantik-cantiknya (ber-tabarruj). Memakai pakaian yang semenarik mungkin, berhias dengan biaya yang tidak sedikit. Kalaupun berkerudung dan berjilbab, maka kerudung dan jilbabnya itu bahkan tidak luput dari aneka perhiasan – bros berkerlap-kerlip dan sebagainya; yang tujuannya itu sebenarnya adalah menjadikan orang lain menengok pada dirinya dan mengagumi kecantikannya. Padahal esensi dari berjilbab itu adalah untuk menutupi kecantikan dirinya. Namun sangat memprihatinkan bahwa dalam kenyataannya, tidak sedikit jilbab yang dikenakan wanita Muslimah di zaman sekarang tidak luput dari aneka hiasan yang tergolong tabarruj. Hal itu tidak sesuai dengan fungsi Jilbab dalam Syari’at yang merupakan penutup kecantikan wanita agar kecantikan itu diperuntukkan bagi suaminya.
Maka, bukankah merupakan suatu kontradiktif jika ia berjilbab, namun disisi lain tetap menginginkan pandangan orang tertuju pada diri dan kecantikannya? Fenomena Jilbab yang tidak sesuai Syari’at (– yang diistilahkan sebagian orang sebagai “Jilbab model Artis” / “Kerudung Gaul” –) memang merupakan suatu fitnah yang merebak di zaman ini.
Hendaknya wanita Muslimah yang telah berbuat kebajikan dengan memakai kerudung / jilbab yang demikian, berupaya lebih lanjut untuk menyempurnakan kebajikannya tersebut dengan cara menyempurnakan Jilbab-nya agar memenuhi kaidah-kaidah Syari’at.
Kemudian akhir-akhir ini di televisi di tanah air kita disiarkan acara Kontes Ratu Kecantikan Dunia (Miss World / Miss Universe), yang notabene adalah ajang pamer aurot yang sungguh tidak layak sebagai konsumsi bagi suatu negeri yang mayoritasnya adalah Muslimin.
Kalau dikatakan “Kontes Kecantikan”, lalu cantik apanya yang menjadi ukuran?
Karena bagi kita orang yang beriman, kecantikan fisik itu bukanlah nomor satu dan bukan pula menjadi kriteria apakah ia orang yang berkualitas disisi Allooh سبحانه وتعالى ataukah tidak.
Perhatikan, dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 2564, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Artinya:
“Sesungguhnya Allooh tidak melihat kepada bentuk, rupa dan harta benda kalian, tetapi Allooh memperhatikan hati dan amal-amal kalian“.
Dengan demikian, bisa jadi seorang yang buta itu Ahli Surga, bisa jadi pula seorang yang miskin itu Ahli Surga. Disisi lain, bisa jadi seorang yang cantik wajahnya ternyata malah menjadi Ahlun Naar; persis sekali seperti yang dinyatakan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 5704, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, beliau berkata, “Telah bersabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Artinya:
“Dua golongan termasuk dari penghuni neraka yang belum pernah aku melihatnya:
1. Kaum, yang bersama mereka cemeti bagaikan ekor sapi. Dengannya mereka pukuli orang-orang.
2. Wanita, mereka berpakaian tetapi mereka telanjang. Mereka melenggak-lenggok dan diatas kepala mereka bagaikan punuk unta.
Mereka itu tidak akan masuk kedalam surga, bahkan tidak akan mencium baunya surga. Padahal baunya surga bisa menembus jarak sekian dan sekian (70 tahun).”
Dalam Kontes Ratu Kecantikan, tubuh (aurot) wanita dipamerkan, dinilai, diukur-ukur, dan seterusnya. Kalaupun berpakaian, maka pakaian mereka itu tergolong kategori “berpakaian tetapi telanjang”, karena bahannya yang tipis-menerawang, dan modelnya yang sengaja dibuat ketat membentuk tubuh; yang jelas semua itu melanggar Syari’at Allooh سبحانه وتعالى.
Kalau bagi orang kaafir, itu wajar-wajar saja karena mereka itu memang tidak mengenal Halal-Harom. Kita tidak sedang membicarakan orang kaafir dalam hal ini, karena tentang mereka Allooh سبحانه وتعالى telah memiliki hukum tersendiri. Namun yang menjadi masalah adalah mengapa acara seperti itu diselenggarakan di negeri yang mayoritasnya kaum Muslimin, dimana hal itu dapat menjadi fitnah bagi mereka?
4. Adanya ikhtilath antara laki-laki dan perempuan.
5. Adanya pornografi dan pornoaksi, dari mulai yang halus hingga yang kasar; yang menjadi sarana pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita, pemuas nafsu birahi dan hubungan asmara.
Bagaimana artis laki-laki dan wanita yang sebenarnya mereka itu bukan merupakan mahrom satu sama lain, tetapi memerankan adegan seakan-akan mereka itu suami-istri atau adik-kakak atau orangtua-anak, yang kemudian bersentuhan, berjabat tangan, berpelukan, berciuman yang itu semua sesungguhnya adalah Harom bagi mereka?
Tidak jarang dalam sinetron / pertelevisian itu, artis-artisnya ditampilkan dengan memakai baju koko dan kerudung, bahkan tidak jarang “setting”-nya pun dibuat “setting” suasana Pesantren (untuk memberi kesan Islami) namun kemudian adegan yang ditampilkan adalah adegan Pacaran; sehingga kaum Muslimin yang awam menjadi terpedaya dan menganggap bahwa Pacaran itu boleh-boleh dan sah-sah saja, padahal Pacaran itu adalah media Zina yang dilarang dalam Syari’at Islam.
Artis-artis yang notabene mereka itu adalah kaum Muslimin (yang memerankan adegan seperti itu) tidak sadar, bahwa dirinya telah melakukan dosa berlipat ganda, disamping mereka melanggar Syari’at Islam dari sisi melaksanakan media Zina dan ikhtilath; mereka juga berperan serta dalam mencoreng moreng nama Islam dengan memberi kesan seakan-akan Syari’at Islam itu membolehkan Pacaran, pornografi dan pornoaksi (padahal Islam berbebas diri dari itu semua).
6. Adanya dusta yang mengandung berbagai perkara yang terlarang
Didalam acara Sinetron / perfilman terkadang ditampilkan adegan pernikahan dimana pemeran pengantin laki-laki dan wanitanya mengucapkan Iijaab dan Qoobuul; padahal yang seperti ini adalah tidak boleh, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 2196, dan Al Imaam At Turmudzy no: 1184, di-hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir no: 5338, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
Artinya:
“Tiga perkara sungguh-sungguhnya adalah sungguh-sungguh, guraunya adalah sungguh-sungguh, yaitu: nikah, cerai (talaq) dan ruju’.”
Bagaimana jadinya para artis yang mengucapkan kalimat Iijaab dan Qoobuul tersebut?
Artinya, di dalam perkara Fiqih saja, tidak boleh main-main atau berlaku dusta; maka bagaimana lagikah dengan perkara ‘Aqiidah seperti memerankan peran sebagai orang kaafir yang mencaci maki, mengolok-olok, menolak Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, para Shohabatnya رضي الله عنهم, dan menolak Al Islam? Atau memerankan peran sebagai orang-orang faasiq dan dzolim (seperti penjahat, peminum khomr, pelacur dan sebagainya)?
Contohnya: Film “Omar (‘Umar bin Khattab)”. Jika seseorang itu memfilmkan kisah hidup ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه, maka tidak mustahil akan dikisahkan bagaimana kisah hidupnya ketika ia berada di masa lalunya yang Jahiliyah, sehingga bisa jadi akan ada adegan dimana ‘Umar رضي الله عنه atau orang-orang dimasa Jahiliyah itu bersujud kepada berhala / patung. Dan tentunya para aktor yang memerankan sosok ‘Umar رضي الله عنه ataupun memerankan sosok orang-orang Jahiliyah itu akan dituntut untuk mengucapkan kalimat kufur sesuai tuntutan naskah (script) film, bahkan bisa jadi juga mencaci-maki dan mencela Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, seperti yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy. Jika pemeran dalam film ini adalah seorang Muslim, maka dia bisa terancam kafir dengan mengucapkan kalimat tersebut walaupun itu hanya sebuah film / sandiwara. Lalu jika pemerannya itu bukan seorang Muslim sekalipun, namun bagaimana dengan penontonnya yang kaum Muslimin? Apakah penonton Muslim itu ridho terhadap adegan dimana ada orang-orang yang mencaci-maki Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan Al Islam?
Contoh lainnya lagi adalah film “Ar Risaalah” / “The Message”, dimana orang shoolih malah diperankan oleh aktor yang kaafir; seperti Anthony Quinn yang notabene adalah orang kaafir, tetapi dalam film tersebut ia memerankan sosok Hamzah bin ‘Abdul Mutholib رضي الله عنه yang merupakan seorang Sayyidu Asy Syuhada.
Sungguh tidak setara antara para artis pemeran film / sinetron itu yang dalam perilaku hidup sehari-harinya ia bisa jadi orang kaafir, atau orang faasiq, atau orang yang tidak sholat, atau kalaupun Muslim maka ia belum tentu seorang Muslim yang memiliki akhlaq Islam yang utama (mulia). Maka bagaimanakah para artis yang perilaku sehari-harinya seperti itu dapat memerankan sosok para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang shoolih yang telah mendapat ridho Allooh سبحانه وتعالى? Tentu tidak akan setara, dan bahkan dampak negatifnya adalah lebih besar, karena justru dapat merendahkan derajat para Shohabat رضي الله عنهم yang luhur.
Jadi itu semua adalah kedustaaan yang terlarang dalam Al Islam, sebagaimana terdapat dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 34 dan Al Imaam Muslim no: 58, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Amr bin al-Ash رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
Artinya:
“Ada empat sifat jika keempatnya ada pada diri seseorang berarti ia orang munafik tulen. Dan apabila ia memiliki salah satu dari empat sifat ini berarti ia memiliki satu sifat munafik hingga ia meninggalkan sifat itu: Apabila diberi amanah ia berkhianat, jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia ingkari, dan jika bertengkar ia berbuat jahat.”
Belum lagi perlu pula diteliti lebih lanjut, apakah produsen dan sutradara film bertemakan tentang Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu berasal dari orang yang mencintai Shohabat ; رضي الله عنهم atau malah justru berasal dari orang yang membenci mereka (seperti misalnya orang Syi’ah atau misalnya orang Yahudi yang tidak suka kepada Al Islam, dan sebagainya)?
Jangan hanya karena Judul dan setting yang seakan-akan bernuansakan Islami, lalu seorang Muslim bulat-bulat “menelan” apa saja yang ditayangkan dalam film sejenis itu; tanpa menyaringnya dengan Al Qur’an dan As Sunnah serta tanpa menyelidiki terlebih dahulu siapa yang terlibat dalam produksi film tersebut.
7. Adanya musik sebagai backsound dari film / sinetron, dimana konsumen tidak dapat terhindar daripadanya.
8. Tidak mustahil para artis (aktor / aktris) film maupun sinetron itu menjadi sosok yang diidolakan bagi sebagian kalangan kaum Muslimin (– terutama yang masih awam dalam perkara diin –), padahal bisa jadi sikap-perilaku-kehidupan para artis itu sesungguhnya sangatlah jauh dari tuntunan Islam dan tidaklah mereka itu patut menjadi panutan bagi kaum Muslimin.
Disisi lain, kaum Muslimin teralihkan dari menjadikan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan orang-orang shoolih terdahulu sebagai panutan. Siroh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan orang-orang shoolih terdahulu ditinggalkan, tidak dipelajari, tidak dijadikan sebagai acuan bacaan untuk kemudian dijadikan sebagai contoh bagaimana sikap-perilaku maupun kehidupan Muslim yang semestinya.
9. Merupakan perkara Lahwun (– pekerjaan yang sia-sia / tidak bermanfaat dalam pandangan Syari’at Islam –); serta mengalihkan kaum Muslimin dari melaksanakan perkara yang bermanfaat yang mendatangkan pahala serta kebaikan bagi dunia dan akhiratnya seperti membaca, mempelajari dan men-tadabburi ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang shohiihah, serta mempelajari Hukum-Hukum Islam dalam berbagai perkaranya.
Sungguh ironis bahwa tidak sedikit dari kaum Muslimin di zaman sekarang yang rela membelanjakan uangnya untuk membeli TV atau untuk membeli film-film dan karcis Bioskop, serta betah berjam-jam menghabiskan umurnya didepan Televisi dan Bioskop; padahal sebagian besar acara-acara yang ditayangkan media itu dapat membawanya kepada kema’shiyatan, kekufuran, kesyirikan serta menjerumuskannya pada murka Allooh سبحانه وتعالى.
Lalu disisi lain, mereka kurang memiliki kesadaran untuk melengkapi rumahnya dengan perpustakaan Islam dan membelanjakan uangnya untuk membeli Al Qur’an dan terjemahannya, membeli buku-buku Hadits yang shohiih, buku siroh Nabi dan siroh orang-orang shoolih terdahulu, kitab-kitab karya ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang dapat membantunya untuk memahami diinul Islam secara benar dll; padahal inilah yang justru akan memberi manfaat bagi dunia akhiratnya dan membantunya untuk mengetahui bagaimana cara menggapai ridho Allooh سبحانه وتعالى.
Dan masih banyak lagi berbagai kemudhorotan (keburukan) dimana hal tersebut telah kita bahas dalam kajian yang lalu tentang “Kerusakan-Kerusakan Akibat (Acara) Televisi dan Parabola” ( lihat: https://ustadzrofii.wordpress.com/2013/05/30/kerusakan-kerusakan-akibat-acara-televisi-dan-parabola/ )
Berikut ini akan disampaikan berbagai fatwa dari para ‘Ulama terkait dengan hukum tentang film / sinetron :
1) Asy Syaikh Shoolih Fauzaan menjelaskan tentang Hukum Sandiwara dan Hukum Cerita Fiktif (Khayalan) :
العلامة الامام صالح الفوزان حفظه الله
ما حكم التمثيل؟ وما حكم كتابة القصص الخيالية؟
التمثيل من وسائل اللهو المستوردة إلى بلاد المسلمين فلا يجوز فعله والاشتغال به وفيه كذب ومخالفة للواقع وفيه تنقص للشخصيات المحترمة الممثلة وفيه تشبه بالشخصيات الكافرة الممثلة أيضًا وفيه محاذير كثيرة وقد كتب فيه بعض المشايخ – جزاهم الله خيرًا – كتابات قيمة شخصت مضاره وحذرت منه مثل ما كتبه فضيلة الدكتور الشيخ بكر أبو زيد وما كتبه فضيلة الشيخ عبد السلام بن برجس العبد الكريم وما كتبه الشيخ حمود التويجري فلتراجع وما يقال فيه من المنافع فإن المضار الحاصلة بسببه أضعافها ودرء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Sandiwara adalah merupakan media Lahwun (sia-sia) yang di-import ke negeri kaum Muslimin, maka tidak boleh mengerjakannya, menyibukkan diri dengannya, karena:
– Didalamnya terdapat dusta
– Menyelisihi realitas
– Didalamnya terdapat cacat (kerendahan) terhadap kepribadian seorang yang terhormat yang diperankannya
– Didalamnya terdapat Tasyabbuh (menyerupai kepribadian orang kaafir yang diperankannya)
Dan banyak lagi perkara-perkara yang harus dihindari, sebagaimana telah ditulis tentang hal ini oleh sebagian Masyaikh (Ahli ‘Ilmu) berupa tulisan yang berharga, yang menampakkan bahayanya, dan telah men-tahdzir-nya, antara lain: apa yang ditulis oleh Asy Syaikh Ad Doktoor Bakr Abu Zaaid, Syaikh ‘Abdus Salaam bin Barjaz Al ‘Abdul Kariim, juga Asy Syaikh Hamuud At Tuwaijiry; hendaknya menelaah kitab-kitab tersebut karena didalamnya terdapat banyak manfaat.
Sesungguhnya bahaya yang terjadi akibat sandiwara ini adalah berlipat ganda. Sedangkan kaidah mengatakan, “Menghindari Mafsadat (kerusakan) harus didahulukan daripada mendapatkan Maslahat (manfaat).”
Catatan:
– Asy Syaikh Ad Doktoor Bakr Abu Zaiid melalui kitab “At Tamtsiil Haqiqotuhuu Tarikhuhuu wa Hukmuhuu”
– Asy Syaikh Hamuud At Tuwaijiry dalam kitabnya “’Iqomatu Ad Daliil ‘alaa Al Man’i Minal Anaasyibi Al Mulhinah wat Tamtsiil”
– Syaikh ‘Abdus Salaam bin Barjaz Al ‘Abdul Kariim dalam kitabnya “Hiqofun Nabiil ‘alaa Hukmit Tamtsiil”
(sumber: “Al Muntaqoo’ min Fatawaa Al Fauzaan” no: 193)
—– oOo —–
2) Al-lajnah Ad-Da’imah lilbuhuts wal Ifta’ (Lembaga Penelitian Ilmiah dan Fatwa) telah ditanya mengenai permasalahan ini yang bunyinya sebagai berikut:
“Apa hukum menyaksikan dan membeli ‘film-film kartun Islami’? Film tersebut menampilkan kisah-kisah yang bermanfaat bagi anak-anak seperti penganjuran untuk berbakti kepada orang tua, jujur, amanah dan pentingnya sholat serta ajaran-ajaran lainnya. Film ini ditujukan sebagai pengganti televisi yang kemungkarannya telah merata. Akan tetapi yang menimbulkan kerancuan adalah adanya gambar-gambar manusia serta hewan yang digambar dengan tangan. Apakah yang seperti ini boleh untuk disaksikan?”
Berikut ini adalah Fatwa Al Lajnah Ad Daa’imah Lil Buhuutsi Al ‘Ilmiyyah wal Ifta no: 19933 terkait dengan Hukum menyaksikan dan membeli film-film Kartun Islami yang menampilkan kisah-kisah yang visioner dan bermanfaat bagi anak-anak seperti: menganjurkan mereka untuk birrul walidain, jujur dan amanah, pentingnya sholat, dan sejenis itu — yang ditujukannya semua itu adalah sebagai pengganti pesawat Televisi yang telah merajalela dimana film-film itu menampilkan gambar-gambar manusia dan hewan yang digambar melalui tangan –, maka dengan singkat dijelaskan sebagai berikut:
الفتوى رقم ( 19933 )
س: ما حكم مشاهدة وشراء أفلام الكارتون الإسلامية (الرسوم المتحركة) ، فهي تعرض قصصًا هادفة ونافعة للأطفال، مثل حثهم على بر الوالدين والصدق والأمانة وأهمية الصلاة ونحو ذلك، والمراد منها أن تكون بديلاً عن جهاز التلفاز الذي عمَّت به البلوى. والإشكال أنها تعرض صورًا لآدميين ولحيوانات مرسومة باليد. فهل يجوز مشاهدتها؟ أفتونا مأجورين.
ج: لا يجوز بيع ولا شراء ولا استعمال أفلام الكرتون؛ لما تشتمل عليه من الصورة المحرمة، وتربية الأطفال تكون بالطرق الشرعية من التعليم والتأديب والأمر بالصلاة والرعاية الكريمة.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو عضو نائب الرئيس الرئيس
بكر أبو زيد
صالح الفوزان
عبد العزيز آل الشيخ
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Artinya:
“Tidak boleh menjual dan membeli serta menggunakan film kartun, karena didalamnya terdapat gambar-gambar yang diharomkan. Adapun mendidik anak, maka hendaknya menggunakan cara-cara yang syar’ie dalam mengajari mereka, mendidik mereka, memerintahkan mereka untuk sholat serta berakhlaq mulia.”
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Tertanda,
– ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz (Ketua)
– ‘Abdul Aziiiz Aalu Asy Syaikh (Wakil Ketua)
– Shoolih Fauzan (Anggota)
– Bakr Abu Zaiid (Anggota)
—– oOo —–
3) Fatwa Al Lajnah Ad Daa’imah Lil Buhuutsi Al ‘Ilmiyyah wal Ifta (Lembaga Penelitian Ilmiah dan Fatwa) no: 13914 ketika ditanya tentang Hukum Menjual Film Sinetron / Sandiwara yang didalamnya banyak terkandung kema’shiyatan-kekerasan-kejahatan, adalah sebagai berikut:
الفتوى رقم ( 13914 )
س: أنا رجل أملك محل فيديو لبيع وتأجير الأفلام الغربية والهندية والعربية، وجميع تلك الأفلام تتضمن مشاهد فيها ظهور النساء سافرات، وبعضهن شبه عاريات، وكذلك الاختلاط بالرجال وربما قبل الرجل المرأة، وكذلك يوجد بها موسيقى وأغاني ورقص النساء.. إلى غير ذلك من أفلام العنف والجريمة التي لا تخلو من ذلك، وذات مرة دخل إلى المحل أحد الشباب المستقيمين وأخبرني أن عملي هذا لا يجوز ومحرم، وأني بهذا أدمر الدين والعقيدة، وأن الكسب منه محرم، وقال لي: يجب أن تتخلص من هذا، ثم انصرف، وعند عودتي إلى المنزل قررت الكتابة إليكم، فأنتم خير من أثق فيه، ولعلمي من الناس جميعًا أنك أعلم الأئمة في هذا العصر، لذا أرجو أن تفتوني سريعًا فإني في قلق مستمر. حفظكم الله ورعاكم.
ج: ما ذكره الأخ الناصح صحيح، ويجب عليك التخلص من
جميع ما حرم الله تعالى.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو نائب الرئيس الرئيس
عبد الله بن غديان
عبد الرزاق عفيفي
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Artinya:
“Saya seorang pemilik toko video yang menjual dan menyewakan kaset-kaset film Barat, India, dan Arab. Semua film-film tersebut menampilkan tontonan yang di dalamnya para wanita yang tidak berhijab, bahkan sebagiannya mirip telanjang. Demikian pula campur baur antara laki-laki dan perempuan. Bahkan terkadang dipertontonkan seorang laki-laki mencium perempuan. Juga ada musik, nyanyian dan tarian-tarian para wanita di dalamnya…serta lain-lainnya dari film-film yang menampilkan kekerasan dan kejahatan yang juga tidak lepas dari hal-hal yang tersebut di atas.
Pada suatu hari datang seorang pemuda yang mustaqim dan mengabariku bahwa pekerjaanku ini tidak boleh dan harom. Dia juga mengatakan bahwa dengan sebab pekerjaanku ini aku telah menghancurkan diin dan aqiidah, serta uang hasil dari usahaku ini adalah uang Harom. Dia berkata: “Kamu wajib untuk meninggalkan usahamu ini!” Kemudian dia pergi.
Ketika aku pulang ke rumah, aku tetapkan untuk menulis surat kepada kalian, sebab kalian adalah sebaik-baik orang yang kupercayai. Dan karena aku tahu dari segenap manusia bahwa engkau adalah Imam yang paling berilmu pada zaman ini. Oleh karena itu aku berharap agar kalian segera memberikan fatwa kepadaku tentang permasalahan ini, karena saat ini aku terus-menerus dalam keadaan resah. Semoga Allooh menjaga kalian semua dari segala perkara yang diharomkan Allooh.”
JAWAB:
“Apa-apa yang dikatakan oleh pemuda yang menasehatimu itu benar. Wajib bagimu untuk meninggalkan segala perkara yang diharamkan Allooh Ta’aalaa.”
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Tertanda,
– ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz (Ketua)
– ‘Abdur Rozaaq ‘Afiifi (Wakil Ketua)
– ‘Abdulloh bin Ghudayaan (Anggota)
—– oOo —–
4) Fatwa Asy Syaikh ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz رحمه الله ketika ditanya tentang Sandiwara (Tamtsiil) sebagai Teknik Dakwah :
فتوى العلامة الامام عبد العزيز بن باز رحمه الله:
س:ما رأي فضيلتكم في التمثيل كأسلوب للدعوة ؟
ج:مثل ما تقدم القصص،وقد أفتيت غير مرة أني لا أى هذا،وأن التمثيل لا أراه صالحا وأنه من الكذب،كون أنه يمثل بأنه فلان..أو فلان..أو فلان-سواء كان طيبا أو خبيثا-هذا من الكذب؛وفي إمكانه أن يقول ما قال العلماء سابقا.يقول:قال الله كذا،قال الرسول صلى الله عليه وسلم كذا،وينهى عن كذا،أو يأمر بكذا،بغير حاجة إلى التمثيل وقد بلغني أن بعض الناس يحتج بمجيء جبرائيل على صورته إلى النبي-صلى الله عليه وسلم-،وهذا غلط عظيم!لأن هذا بأمر الله،مرسل من الله،وما يتشكل إلا بأمر الله،فكون أنه يأتى تارة بصورة ملك،وتارة بصورة أعرابي،وتارة بصورة دحية بن خليفة الكلبي،وهكذا..هذا ما هو بحجة في التمثيل،وبعضهم يحتج بحديث الأبرص،والأقرع،والأعمى،وهذا أيضا باطل لأن هذا من أمر الله،لأن الله عز وجل-أمر الملك أنيأتي بصورهم ليذكرهم،ويدعوهم إلى الله لعلهم يستجيبون،هذا أمر من أمر الله لهذا الملك،ولم سمح لنا أن نكذب،ولم يسمح لنا ربنا أن نكذب.
( sumber: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=254969 )
Artinya:
Beliau (Asy Syaikh ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz رحمه الله) menjawab:
“Apa yang telah terkemuka dalam apa yang dikisahkan telah saya fatwakan berulang kali, bahwa saya tidak berpandangan sepertinya, dan bahwa sandiwara itu dalam pandangan saya bukanlah perkara yang baik. Justru sandiwara itu merupakan bagian dari dusta.
Ketika si Fulan memerankan si Fulan, atau si Fulan menjadi si baik atau si buruk, maka hal ini adalah bagian dari dusta. Seharusnya sebagaimana apa yang dikatakan oleh para ‘Ulama terdahulu, yaitu mengatakan Allooh سبحانه وتعالى berfirman begini dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda begini, melarang begini dan memerintahkan begini, tidak perlu pada pemeranan.
Telah sampai pada saya dari sebagian orang yang berdalih dengan datangnya Jibriil عليه السلام dalam bentuk aslinya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan ini adalah kesalahan yang besar. Hal ini karena Jibriil عليه السلام (datang) atas perintah Allooh سبحانه وتعالى, diutus dari Allooh سبحانه وتعالى, tidak berbentuk kecuali sebagaimana yang diperintah Allooh سبحانه وتعالى, maka kedatangannya terkadang dalam bentuk malaikat, terkadang dalam bentuk seorang Arab, atau berupa Dihyah bin Kholiifah Al Kalbi, dan seterusnya; bukan dengan alasan sandiwara.
Yang lain berdalih dengan Hadits orang yang berpenyakit kusta / borok / buta. Ini pun sama bathilnya, karena hal itu adalah atas perintah Allooh سبحانه وتعالى. Dan Allooh سبحانه وتعالى memerintahkan malaikat untuk datang dalam wujud mereka, untuk mengingatkan serta mendakwahi mereka kepada Allooh سبحانه وتعالى, agar mereka menerima. Hal ini semata-mata perintah Allooh سبحانه وتعالى terhadap malaikat ini.
Sementara kita tidak diperbolehkan untuk dusta, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى melarang kita berdusta.”
—– oOo —–
5) Hukum memerankan para Nabi dan Rosuul dalam perfilm-an, berdasarkan Fatwa Al Lajnah Ad Daa’imah Lil Buhuutsi Al ‘Ilmiyyah wal Ifta no: 4054 adalah sebagai berikut:
جـ : لا يجوز تمثيل الرسل والأنبياء ، وهذا لازم لتصوير قصصهم ، فلا يجوز الإقدام على ذلك ؛ لما يترتب عليه من المفاسد ، وقد صدر قرار من هيئة كبار العلماء بالمملكة العربية السعودية في هذا الموضوع ، يتضمن بيان تحريم ذلك .
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد ، وآله وصحبه وسلم .
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو عضو نائب رئيس اللجنة الرئيس
عبد الله بن قعود
عبد الله بن غديان
عبد الرزاق عفيفي
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Artinya:
“Tidak boleh memerankan para Rosuul dan para Nabi, walaupun hal ini adalah merupakan konsekwensi dari menggambarkan kisah mereka.
Tidak boleh mengerjakan hal itu karena banyaknya mafsadat (kerusakan) dan Majelis ‘Ulama Besar di Saudi Arabia telah mengeluarkan ketetapan tentang hal ini dimana didalamnya terdapat penjelasan terhadap harom-nya hal tersebut.”
Tertanda,
– ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz (Ketua)
– ‘Abdur Rozaaq ‘Afiifi (Wakil Ketua)
– ‘Abdulloh bin Ghudayaan (Anggota)
– ‘Abdullooh bin Qu’uud (Anggota)
—– oOo —–
6) Penjelasan Al Lajnah Ad Daa’imah Lil Buhuutsi Al ‘Ilmiyyah wal Ifta dalam Fatwa-nya no: 2442 tentang Hukum memerankan Shohabat di panggung-panggung sandiwara sekolah:
1 – إن الله سبحانه أثنى على الصحابة وبين منزلتهم العالية، ومكانتهم الرفيعة، وفي إخراج حياة أي واحد منهم على شكل مسرحية أو فيلم سينمائي منافاة لهذا الثناء الذي أثنى الله عليهم به، وتنزيل لهم من المكانة العالية التي جعلها الله لهم وأكرمهم بها.
2 – أن تمثيل أي واحد منهم سيكون موضعًا للسخرية والاستهزاء به، ويتولاه أناس غالبًا ليس للصلاح والتقوى مكان في حياتهم العامة، والأخلاق السامية، مع ما يقصده أرباب المسارح من جعل ذلك وسيلة إلى الكسب المادي، وأنه مهما حصل من التحفظ فسيشتمل على الكذب والغيبة، كما يضع تمثيل الصحابة رضوان الله عليهم في أنفس الناس وضعًا مزريًا، فتتزعزع الثقة بأصحاب الرسول صلى الله عليه وسلم، وتخف الهيبة التي في نفوس المسلمين من المشاهدين، وينفتح باب التشكيك على المسلمين في دينهم، والجدل والمناقشة في أصحاب
محمد صلى الله عليه وسلم، ويتضمن ضرورة أن يقف أحد الممثلين موقف أبي جهل وأمثاله، ويجري على لسانه سب بلال وسب الرسول صلى الله عليه وسلم، وما جاء به من الإسلام، ولا شك أن هذا منكر، كما يتخذ هدفًا لبلبلة أفكار المسلمين نحو عقيدتهم وكتاب ربهم وسنة نبيهم محمد صلى الله عليه وسلم.
3 – ما يقال من وجود مصلحة، وهي إظهار مكارم الأخلاق ومحاسن الآداب، مع التحري للحقيقة، وضبط السيرة وعدم الإخلال بشيء من ذلك بوجه من الوجوه؛ رغبة في العبرة والاتعاظ – فهذا مجرد فرض وتقدير، فإن من عرف حال الممثلين وما يهدفون إليه عرف أن هذا النوع من التمثيل يأباه واقع المسلمين ورواد التمثيل، وما هو شأنهم في حياتهم وأعمالهم.
4 – من القواعد المقررة في الشريعة أن ما كان مفسدة محضة أو راجحة فإنه محرم، وتمثيل الصحابة على تقدير وجود مصلحة فيه، فمفسدته راجحة. فرعاية للمصلحة وسدًّا للذريعة، وحفاظًا على كرامة أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم يجب منع ذلك.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو عضو نائب الرئيس الرئيس
عبد الله بن قعود
عبد الله بن غديان
عبد الرزاق عفيفي
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Artinya:
1. Sesungguhnya Allooh سبحانه وتعالى telah menguji para Shohabat رضي الله عنهم dan menjelaskan tentang kedudukan mereka yang tinggi dan luhur. Sedangkan meng-improvisasi kehidupan salah seorang dari Shohabat رضي الله عنهم dalam bentuk sandiwara / film adalah bertentangan dengan pujian Allooh سبحانه وتعالى terhadap mereka dan telah menurunkan derajat mereka yang tinggi nan luhur, yang Allooh سبحانه وتعالى telah anugrahkan terhadap mereka.
2. Memerankan seorang dari Shohabat رضي الله عنهم akan:
a) Menjadikan (munculnya) peluang olok-olok dan cibiran
b) Diperankan pada umumnya oleh orang yang tidak patut dari sisi keshoolihan maupun ketaqwaan dalam bentuk kehidupan mereka pada umumnya, juga akhlaq yang mulia sebagaimana apa yang dimaksud oleh para tokoh sandiwara yang telah menjadikan sandiwara ini sebagai media mencari materi / rizqy.
c) Seberapapun kehati-hatian yang dilakukan, mesti saja sandiwara ini akan meliputi dusta dan ghibah, sebagaimana memerankan Shohabat رضي الله عنهم ini akan menjatuhkan orang yang paling berharga menjadi hina, sehingga akan menggeser kepercayaan kepada para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan mengurangi keseganan kaum Muslimin yang menyaksikan terhadap mereka. Dan akan terbuka pintu keraguan di kalangan kaum Muslimin terhadap diin mereka, dalam bentuk debat dan diskusi tentang para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
d) Sandiwara ini akan mengandung tuntutan untuk memerankan sikap Abu Jahal dan semisalnya, dan akan membawa cacian terhadap Bilal رضي الله عنه dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, termasuk Islam yang dibawa beliau صلى الله عليه وسلم. Dan hal itu nyata-nyata merupakan kemungkaran.
e) Juga menjadi target daripada pengacauan terhadap pola pikir kaum Muslimin dalam ‘aqiidah mereka, Kitabullooh (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
3. Apa yang dikatakan bahwa didalam sandiwara terdapat maslahat, antara lain menampakkan akhlaq mulia, serta kesantunan, disertai dengan upaya menggambarkan yang sebenarnya dan menepati perjalanan siroh dan tidak membuat cacat dalam berbagai sisi agar terwujud pengambilan ibroh (pelajaran) dan pewarisan nilai. Hal ini semata-mata berupa teori, karena sesungguhnya bagi yang mengetahui tentang keadaan para aktor dan apa yang mereka tuju niscaya akan mengetahui bahwa dunia sandiwara itu, realitas kaum Muslimin dan insan perfilman-nya dan kehidupan mereka serta profesi mereka terdapat suatu pertentangan.
4. Diantara kaidah yang telah tetap didalam Syari’at bahwa apa saja yang mengandung mafsadat (kerusakan) murni atau lebih besar, maka sesungguhnya dia adalah Harom. Sedangkan memerankan para Shohabat, betapapun pandangan adanya kemaslahatan didalamnya, sesungguhnya mafsadat (kerusakan)-nya adalah lebih besar lagi.
Maka, bagian dari upaya memelihara kemaslahatan dan membendung kerusakan, serta memelihara kehormatan para Shohabat Nabi صلى الله عليه وسلم; persandiwaraan (– terhadap mereka –) WAJIB DILARANG.”
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Tertanda,
– ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz (Ketua)
– ‘Abdur Rozaaq ‘Afiifi (Wakil Ketua)
– ‘Abdulloh bin Ghudayaan (Anggota)
– ‘Abdullooh bin Qu’uud (Anggota)
—– oOo —–
7) Hukum memerankan Shohabat dalam Sandiwara, berdasarkan Fatwa Al Lajnah Ad Daa’imah Lil Buhuutsi Al ‘Ilmiyyah wal Ifta no: 2044
فتوى رقم ( 2044 ):
س: هل يجوز تمثيل الصحابة لأننا نقدم تمثيليات وقد أوقفنا إحداها رغبة في معرفة الحكم.
ج: تمثيل الصحابة أو أحد منهم ممنوع؛ لما فيه من الامتهان لهم والاستخفاف بهم وتعريضهم للنيل منهم، وإن ظن فيه مصلحة فما يؤدي إليه من المفاسد أرجح، وما كانت مفسدته أرجح فهو ممنوع، وقد صدر قرار من مجلس هيئة كبار العلماء في منع ذلك.
وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإِفتاء
عضو عضو نائب رئيس اللجنة الرئيس
عبد الله بن قعود
عبد الله بن غديان
عبد الرزاق عفيفي
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Artinya:
Bolehkah memerankan Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena kami bersandiwara sedangkan salah satu diantara adegan sadiwara tersebut diberhentikan karena ingin terlebih dahulu mengetahui status hukumnya?
JAWAB:
“Memerankan Shohabat رضي الله عنهم atau salah seorang dari mereka adalah DILARANG, karena yang demikian itu telah menganggap sepele terhadap mereka dan berpeluang untuk mencela mereka.
Andaikata ada maslahat yang diperkirakan, maka sesungguhnya justru kerusakannya adalah lebih besar. Dan apabila mafsadat (kerusakan)-nya lebih besar, berarti perbuatan itu adalah dilarang. Majelis Ulama Besar Saudi Arabia telah melarangnya.”
Tertanda,
– ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh bin Baaz (Ketua)
– ‘Abdur Rozaaq ‘Afiifi (Wakil Ketua)
– ‘Abdulloh bin Ghudayaan (Anggota)
– ‘Abdullooh bin Qu’uud (Anggota
—– oOo —–
Disamping fatwa-fatwa diatas, terdapat pula Fatwa Pengingkaran atas Film tentang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang dikeluarkan oleh Majlis Fiqih yaitu Al Majlis At Ta’siisi Li Robithoti ‘Aalam Islaami (Ikatan Dunia Islam) di Makkah Al Mukarromah pada tahun 1391 Hijriyah (tahun 1970 M), yang kemudian dimuat dalam Majalah Al Muztama’ no: 162 edisi tahun 1393 Hijriyah / 1972 M yang berjudul “Film Muhammad Rosuululloohصلى الله عليه وسلم”. Dalam Fatwa tersebut dinyatakan bahwa telah sepakat (dengan kesepakatan yang bulat) para ‘Ulama dari berbagai negara (– bukan hanya dari satu negara saja, tapi dari seluruh negara yang tergabung dalam Ikatan Dunia Islam –) bahwa Harom hukumnya mengeluarkan (memproduksi, mempublikasi) film tentang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, termasuk pula diharomkan memerankan para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Berarti membuat film tentang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan para Shohabatnya رضي الله عنهم telah dinyatakan terlarang oleh para ‘Ulama dari berbagai negara.
Disamping itu, ada beberapa rekomendasi dari Ikatan Dunia Islam, antara lain bahwa film tersebut harus dilarang dan sampai tingkat Negara pun semestinya harus ikut menyikapinya, karena hal tersebut sudah merupakan sikap bersama ummat Islam.
II. LAWAK
Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 2359, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
عُرِضَتْ عَلَىَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِى الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
Artinya:
“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis”.
Anas bin Maalik رضي الله عنه –perowi hadits ini- mengatakan, “Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Shohabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan”.
Al Imaam An Nawawi رحمه الله berkata berkenaan dengan Hadits diatas, “Makna hadits ini, “Aku tidak pernah melihat kebaikan sama sekali melebihi apa yang telah aku lihat di dalam surga pada hari ini. Aku juga tidak pernah melihat keburukan melebihi apa yang telah aku lihat di dalam neraka pada hari ini. Seandainya kamu melihat apa yang telah aku lihat dan mengetahui apa yang telah aku ketahui, semua yang aku lihat hari ini dan sebelumnya, sungguh kamu pasti sangat takut, sehingga menjadi sedikit tertawa dan banyak menangis”.
Hadits tersebut diatas memberikan isyarat kepada kita bahwa kita kaum Muslimin boleh tertawa dan boleh saja tersenyum, akan tetapi janganlah terlalu banyak tertawa; karena orang yang banyak tertawa berarti orang itu jaahil (bodoh) dan tidak tahu (tentang hadits ini).
Orang yang ber-‘ilmu (diin), dan menggunakan akalnya, maka ia akan berupaya sekuat tenaga bagaimana caranya agar hidupnya diisi dengan banyak ibadah, bukan dengan tertawa-tawa sepanjang hari. Hidupnya akan diisi dengan banyak berdzikir, serta berupaya untuk selalu beramal shoolih serta mendekatkan diri kepada Allooh سبحانه وتعالى. Justru hidup di dunia bagi seorang yang beriman itu laksana Penjara, bukan tempat bersenang-senang bagi dirinya. Bersenang-senang itu kelak di Surga. Kalau di dunia ini maka boleh bersenang-senang, tapi sekedarnya saja.
Hal ini sebagaimana Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 2956, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه beliau berkata, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر
Artinya:
“Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan Surga bagi orang kafir.”
Al Imaam An-Nawawi رحمه الله berkata tentang Hadits ini,
أن كل مؤمن مسجون ممنوع فى الدنيا من الشهوات المحرمة والمكروهة مكلف بفعل الطاعات الشاقة فاذا مات استراح من هذا وانقلب إلى ما أعد الله تعالى له من النعيم الدائم والراحة الخالصة من النقصان وأما الكافر فانما له من ذلك ما حصل فى الدنيا مع قلته وتكديره بالمنغصات فاذا مات صار إلى العذاب الدائم وشقاء الأبد
Artinya:
“Maksudnya, setiap mukmin itu terpenjara di dunia, karena dia dilarang mengikuti hawa nafsunya dan dari mengerjakan yang harom dan makruh, bahkan diwajibkan mentaati perintah Allooh سبحانه وتعالى yang merupakan perkara berat bagi dirinya, tetapi apabila dia telah meninggal dunia, hatinya tenang karena akan memperoleh imbalan yang abadi dari Allooh سبحانه وتعالى.” (Syarah Muslim 18/93)
Namun kenyataannya, di zaman kita hidup sekarang ini, tertawa itu justru adalah dibuat, direkayasa, diekspresikan, dikembangkan, bahkan dijadikan penghidupan dan lahan mencari penghasilan dunia. Ada orang yang profesinya (pekerjaannya) itu membuat orang tertawa dan ada orang yang bagian hidupnya adalah justru banyak tertawa. Perhatikan, betapa Lawak dan Komedi dalam berbagai ragam dan judulnya justru menjadi penghias sebagian besar acara Televisi di tanah air kita.
Padahal menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagaimana dalam hadits diatas, adalah boleh tertawa tapi sekedarnya / sedikit saja; karena berapa persenkah hidup kita ini yang justru diisi dengan menangis, menyadari banyaknya kekurangan dalam diri serta banyaknya dosa yang sungguh kita ini takut bagaimana kalau Allooh سبحانه وتعالى tidak mengampuni dosa-dosa tersebut?
Kalau saja seseorang mengetahui bahwa kelak akan terjadi Hari Hisab dimana ia kelak akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kehidupannya selama di dunia oleh Allooh سبحانه وتعالى, apakah ia tergolong orang yang beruntung untuk masuk kedalam Surga ataukah justru tergolong orang yang merugi yang akan dimasukkan kedalam Neraka.
Kalau saja seseorang mengetahui betapa dahsyatnya Neraka itu, maka bagaimana ia bisa tertawa-tawa?
Maka tepatlah apa yang dikatakan dalam Kitab “Faidhul Qodiir” karya Imaam Al Manaawy I/124 sebagai berikut:
وفي صحف موسى عجبا لمن أيقن بالنار كيف يضحك عجبا لمن أيقن بالموت كيف يفرح عجبا لمن أيقن بالقدر كيف ينصب عجبا لمن رأى الدنيا وتقلبها بأهلها كيف يطمئن إليها
Artinya:
“Sungguh aneh orang yang meyakini adanya neraka, namun bagaimana dia masih tertawa?
Sungguh aneh orang yang meyakini adanya kematian, namun bagaimana dia masih bisa bersenang-senang?
Sungguh aneh orang yang meyakini takdir, namun bagaimana dia masih bersantai-santai?
Sungguh aneh orang yang melihat dunia dan gelimangnya, namun bagaimana dia masih merasa tentram?”
Dengan demikian, perlu digarisbawahi bahwa orang yang banyak tertawa itu adalah orang yang tidak beriman. Atau ia orang yang beriman, tetapi lalai. Seharusnya adalah banyak menangis, tetapi ia justru banyak tertawa. Seharusnya banyak mengingat Allooh سبحانه وتعالى, tetapi ia justru lalai. Itulah perbuatan orang-orang yang jaahil (bodoh) terhadap perkara diin.
Berikut ini, terdapat pula suatu Hadits yang perlu disosialisasikan bagi kaum Muslimin agar mereka mengetahuinya, yakni Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imaam Abu Daawud no: 4992 dan Al Imaam At Turmudzy no: 2315, di-Hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir no: 13092, dari salah seorang Shohabat bernama Bahaz bin Haakim رضي الله عنهم, dimana beliau meriwayatkan Hadits tersebut dari kakeknya melalui ayahnya, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Artinya:
“Neraka Weil itu disediakan bagi orang yang bicara dusta dengan tujuan melucu (melawak) agar orang banyak menjadi tertawa. Neraka Weil itu adalah untuknya; neraka Weil itu adalah untuknya.”
(Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengulanginya hingga tiga kali)
Dengan demikian, melawak atau menjadi seorang pelawak itu adalah tergolong dosa besar.
Hiburan didalam Islam itu boleh, akan tetapi kalau sampai membuat perbincangan yang dusta dengan sengaja, agar orang lain yang mendengarnya tertawa; maka yang demikian itu terlarang.
Perhatikan pula Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2160 dan Al Imaam Abu Daawud no: 5005, di-Hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat ‘Abdullooh bin As Saa’ib bin Yaziid رضي الله عنه dari ayahnya, dari kakeknya bahwa beliau mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا ». وَقَالَ سُلَيْمَانُ « لَعِبًا وَلاَ جِدًّا ». « وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا
Artinya:
“Janganlah seorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya dengan cara main-main atau dengan cara serius. Siapa yang mengambil tongkat dari saudaranya hendaknya mengembalikannya.”
Pelajaran dari Hadits ini adalah bahwa hanya sekedar mengambil tongkat dari saudaranya dengan cara yang tidak baik (tidak santun) saja adalah dilarang; maka bagaimana pula kalau sampai membuat orang tersebut menjadi tidak tenang, cemas ataupun gelisah.
Perhatikan pula Hadist lain yaitu dari Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 5006 sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَنَامَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى حَبْلٍ مَعَهُ فَأَخَذَهُ فَفَزِعَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Artinya:
Dari ‘Abdurrohman bin Abi Layla رضي الله عنه, bahwa para Shohabat Nabi meriwayatkan kepadanya bahwa mereka suatu hari berjalan bersama Nabi صلى الله عليه وسلم, maka tertidurlah salah seorang dari mereka. Kemudian sebagian dari mereka membawakan kepadanya tambang, sehingga orang (–yang tertidur tadi –) ketakutan, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidak halal bagi seorang Muslim memberi rasa cemas kepada saudaranya.”
Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa Islam itu mengajarkan adab, etika dan moralitas yang tinggi; tidaklah boleh seseorang itu melucu, melawak serta membuat orang lain tertawa namun disisi lain membuat cemas, tidak tenang, gelisah serta menimbulkan rasa takut bagi orang yang ditertawakan / dicandainya.
Dalam Kitab “Jaami’ul Masaa’il” karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله Jilid IV halaman 204, beliau menyatakan sebagai berikut:
وقال ابن مسعود: إنّ الكذبَ لا يَصلح في جدٍّ ولا هَزْلٍ ، ولا أن يَعِدَ أحدُكم صَبيَّه شيئًا ثم لا يُنْجِزَه. وأما إن كان في ذلك ما فيه عدوان على مسلمٍ وضررٌ في الدين فهذا أشدُّ تحريمًا من ذلك، وبكل حالٍ ففاعلُ ذلك مستحق للعقوبة الشرعية التي تَرْدَعُه عن ذلك.
Artinya:
“Ibnu Mas’uud رضي الله عنه berkata, “Sesungguhnya dusta itu tidak patut dalam perkara serius ataupun dalam perkara senda-gurau. Adapun berdusta yang didalamnya mengandung unsur permusuhan terhadap kaum Muslimin, mengandung bahaya terhadap Al Islam, maka Haromnya lebih dahsyat dibandingkan dusta yang biasa. Oleh karena itu semua pelakunya, yaitu orang yang melawak dengan mengerjakan dusta, maka ia berhak mendapatkan hukuman (sanksi) yang Syar’ie, sehingga ia menjadi jera.”
Berarti melawak itu bukan perkara main-main, karena ia termasuk dalam ranah dosa besar. Maka bagaimanakah para pelawak, artis atau seniman yang menjadikan lawakan dan lelucon itu sebagai pintu rizqi bagi dirinya? Bagaimana bisa barokah rizqy yang diperoleh dengan cara demikian?
Perhatikan pula sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dalam Hadits Riwayat al Imaam At Turmudzy no: 2305, dan Al Imaam Ibnu Maajah no: 4391, dan di-shohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shohiih Al Jaami’ no: 13392, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه sebagai berikut :
لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Artinya:
“Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.”
Dengan demikian, banyaknya tayangan di media massa yang berisi acara komedi / lawak / lelucon yang memperbanyak tertawa, maka itu notabene sama dengan menggalakkan hati kaum Muslimin menjadi mati. Atau dengan kata lain itu adalah “Amar Munkar Nahi Ma’ruf”.
Adapun didalam Al Islam, hiburan itu diperbolehkan asalkan dengan tetap menjaga agar tidak berdusta ketika bersenda-gurau, apalagi dalam perkara yang serius.
Perhatikanlah Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Al Imaam At Turmudzy no:1990, beliau mengatakan Hadits ini Hasan Shohiih, begitupun Syaikh Nashiruddin Al Albaany mengatakan Hadits ini Shohiih, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa para Shohabat bertanya,
عن ابي هريرة قال : قالوا يا رسول الله إنك تداعبنا قال إني لا أقول إلا حقا
Artinya:
“Ya Rosuulullooh, sungguh engkau bersenda-gurau terhadap kami?”
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun bersabda, “Betul, hanya saja aku tidak berkata kecuali benar.”
Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 4802, dari Shohabat Abu Umaamah Al Bahily رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Artinya:
“Aku adalah pemimpin bagi para penghuni Surga, bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun ia berada dalam pihak yang benar. Dan aku adalah pemimpin bagi mereka para penghuni Surga, yaitu bagi mereka yang meninggalkan dusta walaupun dalam kondisi bergurau dan aku adalah pemimpin di rumah di Surga yang tertinggi bagi orang yang ber-akhlaq baik.”
Pelajaran yang dapat dipetik dari Hadits diatas adalah bahwa apabila kita ingin masuk kedalam Surga yang terbaik, maka hendaknya kita tinggalkan perdebatan sekalipun berada dalam pihak yang benar dan janganlah berdusta baik dalam keadaan serius maupun bersenda-gurau.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun bercanda dengan istri-istri maupun para Shohabatnya untuk membuat hati mereka gembira, hanya saja canda beliau صلى الله عليه وسلم tidak berlebihan, tetap ada batasnya. Jika tertawa, maka beliau صلى الله عليه وسلم tidak tertawa terbahak-bahak, tetapi hanyalah tersenyum. Hal ini adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Bukhoory no: 4828 dan Riwayat Al Imaam Muslim no: 2123, dan juga Riwayat Al Imaam Ahmad dalam Kitab Musnad-nya no: 24414, dan Syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth berkata Sanad Hadits ini memenuhi syarat Al Imaam Al Bukhoory dan Al Imaam Muslim, dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها, beliau berkata,
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ضَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَاتِهِ إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ
Artinya:
“Aku belum pernah melihat beliau صلى الله عليه وسلم tertawa terbahak-bahak hingga terlihat lidahnya, namun beliau hanyalah tersenyum.”
Bahkan senyum didalam ajaran Al Islam itu adalah shodaqoh. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 1956, dari Shohabat Abu Dzar رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,
تبسمك في وجه أخيك لك صدقة وأمرك بالمعروف ونهيك عن المنكر صدقة وإرشادك الرجل في أرض الضلال لك صدقة وبصرك للرجل الرديء البصر لك صدقة وإماطتك الحجر والشوكة والعظم عن الطريق لك صدقة وإفراغك من دلوك في دلو أخيك لك صدقة
Artinya:
“Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah shodaqoh. Amar ma’ruf nahi munkar itu shodaqoh. Membimbing orang dari negri kesesatan bagimu adalah shodaqoh. Menuntun orang yang pandangannya cacat, bagimu adalah shodaqoh. Menyingkirkan perkara yang melukai Muslim berupa batu, duri atau tulang dari jalan, maka itu bagimu adalah shodaqoh. Dan mengisi ember saudaramu adalah shodaqoh.”
Berarti kaum Muslimin itu diberi tuntunan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk bermuka manis, tidak cemberut, tidak berwajah kusam, tetapi tersenyum kepada lawan bicara ataupun orang yang ditemuinya agar dapat memberi kebahagiaan di hati manusia.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun mencontohkan sikap yang ramah terhadap anak kecil, dan menyapa mereka dengan kesukaannya. Hal ini adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6129 dan Al Imaam Muslim no: 2150, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, beliau berkata,
يَا اَبَا عُميرٍ مَا فَعَلَ النُغَيْرُ
Artinya:
“Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bergaul bersama kami seraya berkata kepada adikku, “Ya Abu ‘Umair, apa yang dilakukan burut pipit kepadamu?”
Dalam situasi yang lain Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun bercanda dengan seorang nenek, dimana candanya adalah tetap dengan mengatakan kebenaran. Perhatikanlah Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 240, dari Al Hasan رضي الله عنه, beliau berkata,
عَنِ الْحَسَنِ ، قَالَ : أَتَتْ عَجُوزٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ ، فَقَالَ : ” يَا أُمَّ فُلانٍ ، إِنَّ الْجَنَّةَ لا تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ ” ، قَالَ : فَوَلَّتْ تَبْكِي , فَقَالَ : ” أَخْبِرُوهَا أَنَّهَا لا تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى , يَقُولُ : إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً { 35 } فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا { 36 } عُرُبًا أَتْرَابًا سورة الواقعة آية 35-37 “.
Artinya:
“Seorang nenek tua mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم.
Nenek itu pun berkata, “Ya Rosuulullooh! Berdoalah kepada Allooh agar Dia memasukkanku ke dalam Surga!”
Beliau صلى الله عليه وسلم pun mengatakan, “Wahai Ibu si Fulan! Sesungguhnya Surga tidak dimasuki oleh nenek tua.”
Nenek tua itu pun pergi sambil menangis.
Beliau صلى الله عليه وسلم pun mengatakan, “Kabarkanlah kepadanya bahwa wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua. Sesungguhnya Allooh ta’aalaa berfirman (QS. Al-Waaqi’ah ayat 35-37):
(35) Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung.
(36) Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.
(37) Penuh cinta lagi sebaya umurnya.”
Jadi, sekalipun itu suatu canda, namun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberikan penjelasan bahwa penghuni Surga itu bukanlah nenek-nenek tetapi akan dijadikan Allooh سبحانه وتعالى sebagai gadis-gadis perawan.
Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 5000 dan Al Imaam At Turmudzy no: 1991, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mencandai seseorang dengan mengatakan bahwa ontanya adalah anak onta (– karena pada dasarnya memang semua onta itu adalah anak-anak dari ibu onta –):
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ احْمِلْنِى. قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-: إِنَّا حَامِلُوكَ عَلَى وَلَدِ نَاقَةٍ. قَالَ : وَمَا أَصْنَعُ بِوَلَدِ النَّاقَةِ؟ فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-: وَهَلْ تَلِدُ الإِبِلَ إِلاَّ النُّوقُ
Artinya:
Diriwayatkan dari Anas رضي الله عنه bahwa seseorang mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم. Dia pun berkata, “Ya Rosuulullooh! Bawalah aku (ke atas onta)!”
Nabi صلى الله عليه وسلم pun mengatakan, “Sesungguhnya kami akan mengangkatmu ke atas anak onta.”
Lelaki itu pun berkata, “Apa yang aku lakukan dengan seekor anak onta?”
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Bukankan onta-onta perempuan melahirkan onta-onta?”
Demikianlah, Al Islam telah mengatur dan memberi tuntunan tentang perkara hiburan, canda dan senda gurau yang diperbolehkan yaitu yang tidak berlebih-lebihan, serta tidak membawa dampak keburukan didalamnya.
III. PERTUNJUKAN TINJU, GULAT BEBAS, ADU BANTENG (MATADOR) DAN SEJENISNYA
Adapun tentang pertunjukan tinju, gulat bebas, adu banteng dan sejenisnya, maka telah terdapat dalam Kitab Fatwa Al Lajnah Ad Daa’imah Jilid IV halaman 412, dimana Majelis Fiqih Ikatan Dunia Islam melalui pertemuannya yang ke-10 di Makkah Al Mukarromah pada hari Sabtu sampai Rabu 24-28 Shafar 1408 H (bertepatan dengan 17 Oktober – 21 Oktober 1987 M) telah memutuskan hukumnya dengan perincian sebagai berikut:
1. “Bahwa TINJU yang dikriteriakan sebagai olahraga dan diperlombakan di negeri-negeri kita hari ini adalah kebiasaan yang HAROM dalam pandangan Syari’at Islam, karena dibangun diatas membolehkan menyakiti pihak lain terhadap tubuhnya, bahkan bisa berakibat pada kebutaan atau cacat permanen atau gegar otak atau patah tulang, bahkan mati tanpa adanya pertanggungjawaban dari pemukul disertai dengan kebahagiaan penonton pendukung pihak yang menang dan rasa puas atas luka yang diderita oleh musuhnya. Yang demikian itu adalah pekerjaan yang di-Harom-kan oleh Allooh سبحانه وتعالى yang ditolak, baik secara menyeluruh, maupun secara sebagian menurut Hukum Islam sesuai dengan firman Allooh سبحانه وتعالى, “Jangan campakkan diri kalian kepada kebinasaan”, “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allooh sangat sayang kepada kalian”.
Juga Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, “Dilarang melakukan perkara yang berbahaya dan membahayakan”.
Maka dari itu para Fuqoha telah menyatakan terhadap orang yang membolehkan darahnya terhadap orang lain dengan mengatakan, “Bunuhlah aku!” adalah dilarang membunuhnya, dan jika melakukannya, maka si Pembunuh harus bertanggungjawab dan berhak atas hukuman.
Atas dasar itu, Lembaga memutuskan bahwa TINJU adalah DILARANG dikategorikan olahraga, dan tidak boleh melakukannya; karena pemahaman olahraga dibangun diatas latihan tanpa menyakiti dan membahayakan. Kegiatan ini harus dihapuskan dari program olahraga lokal dan tidak boleh menyertakannya dalam perlombaan dunia sebagaimana Lembaga juga memutuskan tidak bolehnya acara ini ditayangkan dalam program Televisi agar anak-anak tidak mempelajari pekerjaan yang buruk ini dan dikhawatirkan menirunya.
2. Adapun GULAT BEBAS yang membolehkan setiap pelakunya untuk melukai dan membahayakan pihak lain, maka Majelis berpandangan bahwa pekerjaan ini sama persis dengan TINJU yang sudah tersebut diatas. Betapapun gambarannya berbeda. Karena seluruh apa yang dilarang Syar’ie yang telah disyaratkan, semuanya itu ada dalam Gulat Bebas yang biasanya dilakukan dengan saling berhadapan langsung, karena itu Hukumnya adalah sama Harom-nya.
Adapun jenis lain dari Gulat, yang murni berisi tentang olahraga dan tidak membolehkan melukai lawannya, maka yang demikian itu secara Syar’ie adalah dibolehkan, dan Majelis tidak melarangnya.
3. Adapun ADU BANTENG yang terbiasa dilakukan di sebagian negeri di dunia ini yang menyebabkan banteng mati disebabkan oleh kemahiran seorang Matador dalam memainkan senjata, maka yang demikian itu adalah Harom hukumnya secara Syar’ie dalam Islam; karena menyebabkan terbunuhnya hewan dengan sebab penyiksaan melalui tusukan tombak pada tubuh sang banteng. Bahkan banyak yang membawa kematian kepada Matador-nya.
Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang buas yang ditentang oleh Syari’at, dimana Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda dalam Hadits yang shohiih, “Seorang wanita masuk Neraka dalam perkara kucing yang dikurungnya, tidak diberi makan dan minum pada saat dikurung. Tetapi dia juga tidak melepaskannya untuk makan dari makanan yang ada di alam”. Jika pengurungan sejenis seperti ini terhadap kucing menyebabkan masuknya seseorang kedalam Neraka pada hari Kiamat, maka bagaimana dengan keadaan orang yang membunuh banteng dengan senjata hingga mati.
4. Adapun ADU HEWAN, maka Majelis memutuskan juga tentang Harom-nya terjadi di berbagai negeri untuk mengadu hewan seperti onta, ayam, jangkrik, dan yang lainnya; yang berakibat pada membunuh dan menyakiti satu sama lain.
Semoga Sholawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم serta keluarganya dan para Shohabatnya. Dan segala puji bagi Allooh سبحانه وتعالى penguasa semesta alam.”
Turut serta menandatangani keputusan ini, tidak kurang dari 18 ‘Ulama, dipimpin oleh Syaikh ‘Abdul Aziiz bin Baaz رحمه الله.
Teks dalam Bahasa Arabnya:
أولا : الملاكمة:
يرى مجلس المجمع بالإجماع أن الملاكمة المذكورة التي أصبحت تمارس فعلاً في حلبات الرياضة والمسابقة في بلادنا اليوم هي ممارسة محرمة في الشريعة الإسلامية لأنها تقوم على أساس استباحة إيذاء كل من المتغالبين للآخر إيذاء بالغًا في جسمه قد يصل به إلى العمى أو التلف الحاد أو المزمن في المخ أو إلى الكسور البليغة، أو إلى الموت، دون مسئولية على الضارب، مع فرح الجمهور المؤيد للمنتصر، والابتهاج بما حصل للآخر من الأذى، وهو عمل محرم مرفوض كليًّا وجزئيًّا في حكم الإسلام لقوله تعالى: وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وقوله تعالى: وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا وقوله صلى الله عليه وسلم: لا ضرر ولا ضرار .
على ذلك فقد نص فقهاء الشريعة على أن من أباح دمه لآخر فقال له: ( اقتلني ) أنه لا يجوز له قتله، ولو فعل كان مسئولاً ومستحقًّا للعقاب.
وبناء على ذلك يقرر المجمع أن هذه الملاكمة لا يجوز أن تسمى رياضة بدنية ولا تجوز ممارستها لأن مفهوم الرياضة يقوم على أساس التمرين دون إيذاء أو ضرر، ويجب أن تحذف من برامج الرياضة المحلية ومن المشاركات فيها في المباريات العالمية، كما يقرر المجلس عدم جواز عرضها في البرامج التلفازية كي لا تتعلم الناشئة هذا العمل السيئ وتحاول تقليده.
ثانيا : المصارعة الحرة:
وأما المصارعة الحرة التي يستبيح فيها كل من المتصارعين إيذاء الآخر والإضرار به. فإن المجلس يرى فيها عملاً مشابهًا تمام المشابهة للملاكمة المذكورة وإن اختلفت الصورة، لأن جميع المحاذير الشرعية التي أشير إليها في الملاكمة موجودة في المصارعة الحرة التي تجرى على طريقة المبارزة وتأخذ حكمها في التحريم. وأما الأنواع الأخرى من المصارعة التي تمارس لمحض الرياضة البدنية ولا يستباح فيها الإيذاء فإنها جائزة شرعًا ولا يرى المجلس مانعًا منها.
ثالثًا : مصارعة الثيران:
وأما مصارعة الثيران المعتادة في بعض بلاد العالم، والتي تؤدي إلى قتل الثور ببراعة استخدام الإنسان المدرب للسلاح فهي أيضًا محرمة شرعًا في حكم الإسلام، لأنها تؤدي إلى قتل الحيوان تعذيبًا بما يغرس في جسمه من سهام، وكثيرًا ما تؤدي هذه المصارعة إلى أن يقتل الثور مصارعه وهذه المصارعة عمل وحشي يأباه الشرع الإسلامي الذي يقول رسوله المصطفى صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: دخلت امرأة النار في هرة حبستها، فلا هي أطعمتها وسقتها إذ حبستها، ولا هي تركتها تأكل من خشاش الأرض .
فإذا كان هذا الحبس للهرة يوجب دخول النار يوم القيامة فكيف بحال من يعذب الثور بالسلاح حتى الموت؟
رابعًا : التحريش بين الحيوانات :ويقرر المجمع أيضًا تحريم ما يقع في بعض البلاد من التحريش بين الحيوانات كالجمال والكباش، والديكة، وغيرها، حتى يقتل أو يؤذي بعضها بعضًا.
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليمًا كثيرًا والحمد لله رب العالمين.
IV. SEPAKBOLA
Kemudian tentang menyaksikan Liga Sepakbola didalam acara Televisi baik lokal maupun luar negeri, maka Al Lajnah Ad Daa’imah melalui Kitab Fatwa-nya Jilid 15 halaman 238, memberikan fatwa sebagai berikut:
“Liga Sepakbola yang diselenggarakan dengan harta atau sejenisnya berupa hadiah adalah Harom, karena yang demikian itu merupakan perjudian dan karena tidak bolehnya mengambil pengganti kecuali dalam apa yang diizinkan oleh Syari’at, seperti perlombaan kuda, onta, memanah. Oleh karena itu maka menghadiri Liga-Liga ini adalah Harom. Demikian pula menyaksikannya. Bagi orang yang mengetahui bahwa untuk pertandingan ini terdapat imbalan karena kehadirannya merupakan sikap diam terhadapnya.
Adapun pertandingan tanpa imbalan dan tidak menyibukkan diri terhadap apa yang telah diwajibkan oleh Allooh سبحانه وتعالى seperti Sholat dan lain-lain, dan tidak mengandung unsur bahaya seperti menampakkan aurot, bercampur aduknya antara laki-laki dan perempuan, atau adanya alat-alat Lahwun (sia-sia) maka tidak mengapa penyelenggaraan kegiatan itu atau menontonnya.”
Fatwa ini ditandatangani oleh:
– Syaikh ‘Abdul Aziiz bin Baaz sebagai Ketua.
– Syaikh ‘Abdul Aziiz bin ‘Abdullooh Aalu Asy Syaikh.
– Syaikh Shoolih bin Fauzaan Al Fauzaan.
Juga Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid.
Teks dalam Bahasa Arabnya:
” مباريات كرة القدم التي على مال أو نحوه من جوائز حرام ؛ لكون ذلك قمارا ؛ لأنه لا يجوز أخذ السبق وهو العوض إلا فيما أذن فيه الشرع ، وهو المسابقة على الخيل والإبل والرماية ، وعلى هذا فحضور المباريات حرام ، ومشاهدتها كذلك ، لمن علم أنها على عوض ؛ لأن في حضوره لها إقرارا لها . أما إذا كانت المباراة على غير عوض ولم تشغل عما أوجب الله من الصلاة وغيرها ، ولم تشتمل على محظور : ككشف العورات ، أو اختلاط النساء بالرجال ، أو وجود آلات لهو – فلا حرج فيها ولا في مشاهدتها . وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم ” . عبد العزيز بن عبد الله بن باز … عبد العزيز بن عبد الله آل الشيخ … صالح بن فوزان الفوزان … بكر بن عبد الله أبو زيد“
Demikianlah Fatwa ‘Ulama terkait dengan pertandingan Sepakbola yang menjadi tontonan sebagian besar kaum Muslimin di tanah air kita ataupun di berbagai belahan dunia lainnya, yang memang didalamnya adalah tidak lepas dari:
1) Terbukanya aurot. Karena dalam pertandingan-pertandingan sepakbola itu, kostum yang dikenakan para pemain sepakbola tersebut adalah kaos dan celana pendek. Padahal aurot laki-laki adalah dari pusat hingga ke lututnya, sebagaimana telah dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Al Haakim no: 6418, di-Hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir no: 10520, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Ja’far bin Abi Tholib رضي الله عنه, beliau berkata,
ما بين السرة إلى الركبة عورة
Artinya:
“Aku mendengar Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Apa-apa diantara pusat dan lutut adalah aurot.”
Nah, bukankah kostum celana pendek itu berarti memamerkan aurot laki-laki? Padahal dalam Syari’at Islam laki-laki itu tidak boleh melihat aurot laki-laki, apalagi perempuan melihat aurot laki-laki tentulah lebih tidak boleh lagi. Bila pertandingan sepakbola itu ditayangkan di media-media massa seperti Televisi, dll; maka itu sama saja dengan membuka lebar-lebar peluang dimana perempuan melihat aurot laki-laki.
Perhatikanlah peringatan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 794:
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
Artinya:
“Laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki, wanita tidak boleh melihat aurat wanita”.
2) Campur baurnya (ikhtilath) antara laki-laki dan perempuan. Para penonton sepakbola itu tidak hanya laki-laki; bahkan perempuan pun ikut menonton dan menjadi “supporter” dalam pertandingan-pertandingan sepakbola. Ini jelas melanggar Syari’at.
3) Adanya alat musik. Tidak jarang para “supporter” pertandingan sepakbola meniup terompet atau menabuh gendering untuk membela kesebelasannya, padahal alat musik itu dilarang Syari’at (sebagaimana hal ini telah kita bahas dalam kajian terdahulu, yang berjudul “Hukum tentang Nyanyian & Musik” atau silakan lihat: https://ustadzrofii.wordpress.com/2013/08/11/hukum-tentang-nyanyian-dan-musik/ )
4) Tidak mustahil menjadi ajang perjudian.
5) Tidak mustahil melalaikan waktu Sholat.
6) Menyia-nyiakan waktu tanpa guna. Orang yang menyia-nyiakan waktu tanpa guna itu tidaklah termasuk kategori Mukmin yang beruntung, karena orang beriman yang beruntung itu karakternya adalah sebagaimana yang telah Allooh سبحانه وتعالى firmankan dalam QS. Al Mu’minuun (23) ayat 1-3 sebagai berikut:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ ﴿٣
Artinya:
(1) “Sesungguhnya beruntung lah orang-orang yang beriman,
(2) (yaitu) orang-orang yang khusyu´ dalam sholatnya,
(3) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang sia-sia / tiada berguna.”
Maka bagaimana bisa dikatakan “orang beriman yang beruntung”, seseorang yang menyia-nyiakan waktunya pada perkara yang ma’shiyat ? Belum lagi waktu yang tersita dari sejak berangkatnya ke lapangan sepakbola, waktu yang tersita untuk menonton pertandingannya, dan waktu yang tersita untuk perjalanan pulangnya. Berapa waktu yang habis untuk itu? Padahal di hari akherat, Allooh سبحانه وتعالى akan menanyakan untuk apa ia habiskan umurnya ketika ia hidup di dunia. Apa yang akan dijawabnya pada Allooh سبحانه وتعالى kelak? Belum lagi uang / dana yang dihabiskannya untuk itu, padahal di hari akherat ia akan ditanya oleh Allooh سبحانه وتعالى kemana uangnya ia gunakan? Apa yang akan dijawabnya pada Allooh سبحانه وتعالى kelak?
Jelaslah orang yang menghabiskan waktunya untuk sibuk menonton sepakbola itu bukanlah tergolong orang yang “cerdas”; karena orang yang “cerdas” itu justru adalah orang yang mempunyai visi-misi dalam hidupnya yaitu menyiapkan bekal untuk matinya, menyiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi di akherat kelak.
Pada intinya, acara-acara yang disebutkan diatas, yang seringkali ditonton dan dinikmati oleh kaum Muslimin itu adalah notabene tergolong “Amar munkar nahi ma’ruf”; yang semestinya acara-acara demikian itu tidak boleh “ditolong”. Maksudnya, tidak boleh ditonton. Karena dengan menontonnya itu berarti ikut berperan serta dalam “menolong” kemunkaran.
Demikianlah sikap Syar’ie terhadap berbagai perkara yang saat ini marak ditayangkan di media-media massa. Mudah-mudahkan kita tergolong orang-orang yang dapat mengambil pelajaran, dapat memilah dan memilih mana yang membuat hidup kita ini berarti, beruntung dan sukses di dunia maupun di hari akherat kelak. Itulah yang seharusnya kita menyibukkan diri dengannya. Adapun perkara-perkara yng membuat kita merugi, sia-sia dan bangkrut amalannya maka sudah saatnya untuk kita jauhi. Karena hidup di dunia ini hanyalah sekali dan hanyalah sebentar saja. Surga itu mahal, dosa kita banyak, kesalahan kita bisa terjadi setiap hari. Jadi janganlah malah menambah kesalahan dan dosa; karena yang demikian itu bukanlah sikap hidup orang yang cerdas.
Mudah-mudahan ini menjadi peringatan bagi kita semua, dan kemudian ingatkanlah pula orang-orang disekitar kita. Mulai saat ini, sibukkanlah diri dengan hal-hal yang bermanfaat seperti mengaji, membaca Al Qur’an, men-tadaburri Al Qur’an, mempelajari Hadits-Hadits shohiih Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan semisalnya.
Sekian bahasan kita, semoga bermanfaat,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, Senin malam, 21 Rabbi’ul Akhir 1434 H – 4 Maret 2013 M
—– oOo —–
Silahkan download PDF : Hukum ttg Film Sinetron Lawak Pertunjukan Tinju AQI 040313 FNL
Izin share ustadz
Wa ‘alaikumussalaam Warohmatulloohi Wabarokaatuh,
Silakan saja…. semoga menjadi ilmu yang bermanfaat… Barokalloohu fiika
Izin share ya pak ustadz..
Sya dari ta’lim dakta