Skip to content

Misi Rosuul (Wadzoif Ar-Rosuul), Kajian-2

15 August 2015

(Transkrip Ceramah AQI 15092014)

MISI ROSUULULLOOH (WADZOIF AR ROSUUL) (Kajian-2)
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.M.M.Pd.

Misi Rosuul #2

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Pada pertemuan yang lalu telah kita bahas bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus oleh Allooh سبحانه وتعالى antara lain adalah untuk misi Iqomatul Hujjah (Menegakkan Hujjah) di muka bumi. Sehingga di Akherat kelak, ketika Allooh سبحانه وتعالى menghukum manusia akibat dosa-dosa yang diperbuatnya, maka Allooh سبحانه وتعالى telah mengemukakan terlebih dahulu alasan / argumentasi yang tidak akan bisa dibantah oleh manusia tersebut barang sedikitpun.

Sebagai contoh, apabila si Fulan dimasukkan kedalam Neraka untuk disiksa akibat dosa-dosanya, lalu si Fulan hendak ‘memprotes’ kenapa ia dimasukkan ke dalam Neraka dan bukan ke Surga, ia tidak menerima keputusan itu; maka Allooh سبحانه وتعالى dengan mudahnya dapat mengemukakan berbagai alasan / argumentasi untuk mematahkan bantahan si Fulan: “Bukankah kepadamu dahulu ketika hidup di dunia telah disampaikan bagaimana cara untuk masuk ke dalam Surga? Mengapa engkau tidak mengikutinya? Mengapa engkau menolaknya? Engkau diperintahkan untuk mengikuti Al Qur’an, tetapi mengapa engkau mengikuti hawa nafsumu? Engkau disuruh beriman, tetapi mengapa engkau memilih kufur? Engkau disuruh taat, tetapi mengapa engkau memilih ma’shiyat? Bukankah para rosuul telah diutus dan Al Qur’an telah diturunkan?….” dan seterusnya, dan seterusnya.

Para Rosuul sudah diutus, para ‘Ulama, para da’i dan para penyampai sampai dengan hari ini bahkan hingga Hari Kiamat nanti akan ada dan terus-menerus menyampaikan alasan / Hujjah kepada ummat manusia. Maka bagaimana lagikah manusia dapat membantah keadilan putusan Allooh سبحانه وتعالى di hari Akherat kelak? Sungguh, tak akan sanggup ia membantahnya.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 165:

رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

Artinya:
(Mereka Kami utus) selaku Rosuul-rosuul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allooh sesudah diutusnya rosuul-rosuul itu. Dan adalah Allooh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 7280 :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

Artinya:
Dari Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwasanya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang menolak.”
Dikatakan: “Siapakah yang menolak ya Rosuulullooh?
Beliau bersabda, “Barangsiapa yang mentaatiku, maka dia pasti masuk surga, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dialah orang yang menolak.”

II. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah Pembawa Rahmat dari Allooh سبحانه وتعالى & Islam adalah ajaran kasih-sayang

Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berikutnya adalah sebagai pembawa rahmat dari Allooh سبحانه وتعالى untuk seluruh alam semesta ini, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Anbiyaa’ (21) ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya:
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

Diutusnya Nabi Muhammad bin ‘Abdullooh bin ‘Abdul Muththolib Al Qurosyi صلى الله عليه وسلم tidak lain hanyalah untuk menjadi “Rahmat bagi semesta alam”. Oleh karena itu, jangan ada diantara kita kaum Muslimin yang salah paham dan berburuk sangka kepada Allooh سبحانه وتعالى. Syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pastilah untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia itu sendiri, bahkan tidak hanya untuk manusia saja tetapi untuk seluruh alam semesta.

Makna “Rahmat” ini hendaknya dikembalikan definisinya menurut Allooh سبحانه وتعالى, bukan menurut hawa nafsu manusia. Karena kalau makna “Rahmat” ditinjau menurut ukuran manusia maka akan ada unsur subyektivitas, karena hawa nafsu manusia yang satu dengan yang lain adalah berbeda-beda.

Oleh karena itu pula, diantara ciri khas Islam adalah merupakan ajaran kasih-sayang. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 6494, syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan Hadits ini shohiih li ghoirihi, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أهل الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ أهل السَّمَاء

Artinya:
Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh (Allooh) Yang Maha Penyayang. Maka sayangilah penduduk bumi niscaya penduduk langit pun akan menyayangi kalian.”

Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 4943 dan Al Imaam At Turmudzy no: 1924 dari Shohabat ‘Abdulloh bin ‘Amr رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِي الاَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَآءِ

Artinya:
Para penyayang itu akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Sayangilah olehmu sekalian makhluk yang ada di bumi, niscaya akan menyayangi kamu sekalian makhluk yang ada di langit.”

Jangankan kepada manusia, kepada hewan pun kita harus punya rasa kasih sayang. Oleh karena itu, bahkan ketika menyembelih hewan Qurban maka Allooh سبحانه وتعالى memerintahkan manusia untuk menyembelih hewan tersebut dengan cara yang sebaik-baiknya (ihsan). Perhatikanlah Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1955, dari Syaddad bin Aus رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

Artinya:
Sesungguhnya Allooh mewajibkan berbuat baiklah dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan baik. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan nyamankanlah proses penyembelihannya.”

Itulah Islam ajaran kasih sayang, yang sampai dengan perkara sekecil-kecilnya yakni antara lain keadaan sang hewan qurban pun turut mendapat perhatian dalam syari’at Islam.

Jelaslah bahwa ajaran Islam merupakan wujud rahmat Allooh سبحانه وتعالى. Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang diutus Allooh سبحانه وتعالى adalah seorang yang penyayang, dan ini terbukti dalam sirroh (sejarah) kehidupan beliau صلى الله عليه وسلم yang dapat kita tela’ah dalam kitab-kitab sirroh.

Oleh karena itu, perlu pula kita waspadai adanya upaya / makar dari musuh-musuh Allooh سبحانه وتعالى yang akhir-akhir ini semakin gencar menghembuskan fitnah dan syubhat mereka seakan-akan Islam itu adalah identik dengan terorisme. Hal itu tak lain adalah karena tidak berimannya mereka terhadap Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم.

III. Menjadi Saksi di Hari Akhirat

Diantara misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم antara lain adalah menjadi Saksi bagi manusia kelak di Hari Akhirat. Hal ini adalah berdasarkan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Hajj (22) ayat 78 :

جَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

Artinya:
Dan berjihadlah kamu di jalan Allooh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrohim. Dia (Allooh) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, agar Rosuul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah sholat (selalu), tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allooh. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”

Diberitakan pula dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6426, dari Shohabat ‘Uqbah bin ‘Aamir رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّي فَرَطٌ لَكُمْ وَأَنَا شَهِيْدٌ عَلَيْكُمْ وَإِنِّي وَاللهِ لَأَنْظُرُ إِلَى حَوْضِي الآنَ

Artinya:
Sesungguhnya aku akan berada di depan kalian (ketika mendatangi telaga pada hari kiamat nanti) dan aku akan menjadi saksi bagi kalian, demi Allooh, sungguh aku sedang melihat telagaku saat ini.”

Berarti, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم akan menjadi saksi bagi ummatnya di Hari Akhirat kelak; dan semoga kita semua termasuk ummat yang mendapatkan persaksian dari Rosuul kita Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Kemudian dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ahmad no: 11575 dan syaikh Syu’aib Al Arnaa’uth mengatakan, “Sanadnya shohiih, sesuai dengan syarat shohiih Al Bukhoory dan Muslim”, dan Al Imaam Ibnu Majah no: 4284, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam “As Silsilah As Shohiihah” no: 2448 , dari Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, beliau berkata bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

يَجِيءُ النَّبِيُّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَعَهُ الرَّجُلُ , وَالنَّبِيُّ وَمَعَهُ الرَّجُلانِ وَأَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ فَيُدْعَى قَوْمُهُ فَيُقَالُ لَهُمْ : هَلْ بَلَّغَكُمْ هَذَا ؟ فَيَقُولُونَ : لا فَيُقَالُ لَهُ : هَلْ بَلَّغْتَ قَوْمَكَ ؟ فَيَقُولُ : نَعَمْ , فَيُقَالُ لَهُ : مَنْ يَشْهَدُ لَكَ ؟ فَيَقُولُ : مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ ؛ فَيُدْعَى مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ ؛ فَيُقَالُ لَهُمْ : هَلْ بَلَّغَ هَذَا قَوْمَهُ ؟ فَيَقُولُونَ : نَعَمْ ؛ فَيُقَالُ : وَمَا عِلْمُكُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : جَاءَنَا نَبِيُّنَا فَأَخْبَرَنَا أَنَّ الرُّسُلَ قَدْ بَلَّغُوا , فَذَلِكَ قَوْلُهُ : ( وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا ) قَالَ : يَقُولُ : عَدْلا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Artinya:
“Seorang Nabi akan datang pada hari kiamat dan bersamanya seorang lelaki (– pengikut Nabi tersebut – pen.), dan (ada pula) seorang Nabi yang datang dengan dua orang lelaki (– pengikut –) atau lebih banyak dari itu, lalu kaumnya diseru dan ditanyakan kepada mereka: “Apakah dia ini telah menyampaikan risalah kepada kalian?
Maka mereka menjawab: “Tidak.”
Lalu ditanyakan kepada Nabi tadi: “Apakah engkau telah menyampaikan kepada kaummu?
Dia pun menjawab: “Ya, sudah.”
Kemudian dikatakan kepadanya: “Siapa yang bersaksi untukmu?
Lalu dia menjawab: “Muhammad dan ummatnya”.
Kemudian Muhammad dan umatnya diseru; seraya ditanyakan kepada mereka: “Apakah dia ini telah menyampaikan risalah kepada kaumnya?
Merekapun menjawab: “Ya, benar”; dan dikatakan: “Apa yang kalian ketahui?
Mereka menjawab: “Telah datang kepada kami Nabi dan meng-khobar-kan kepada kami bahwa sesungguhnya mereka para Rosuul telah menyampaikan risaalah, yang demikian itu firman Allooh Ta’aalaa: “Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan”, dia berkata: Rosuulullooh bersabda, ‘Yang dimaksud dengan umat pertengahan adalah umat yang adil agar mereka menjadi saksi bagi para umat manusia dan Rosuulullooh menjadi saksi bagi kalian semua’.”

Adapun penafsiran “agar kalian menjadi saksi bagi umat manusia” sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsiir 1/181 maksudnya adalah : “Agar kalian (ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم) kelak di hari kiamat menjadi saksi atas umat-umat terdahulu, karena mereka semua mengakui akan keutamaan dan kelebihan kalian.”

IV. Memberi Kabar Gembira dan Ancaman

Diantara misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم antara lain juga adalah untuk memberikan kabar gembira / motivasi dan juga untuk memberikan peringatan / ancaman, yang keduanya telah disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم secara berimbang (proporsional).

Hal ini adalah sebagaimana dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 119, Allooh سبحانه وتعالى berfirman :

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ

Artinya:
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.”

Maksud “dengan kebenaran” dalam ayat diatas adalah bahwa Allooh سبحانه وتعالى mengutus Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dengan benar-benar, sungguh-sungguh, dan ‘tidak main-main’. Juga “dengan kebenaran” artinya adalah bahwa Allooh سبحانه وتعالى mengutus Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan dibekali kebenaran berupa kabar gembira dari Allooh سبحانه وتعالى dan juga kebenaran berupa peringatan / ancaman dari Allooh سبحانه وتعالى.

Sebagai contoh, yang merupakan kabar gembira dari Allooh سبحانه وتعالى adalah sebagaimana dalam Hadits Qudsi Riwayat Al Imaam Muslim no: 1520 dari ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه bahwa :

وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً

Artinya:
Tidaklah seseorang bersuci dengan sempurna, kemudian bersengaja pergi ke masjid dari masjid-masjid yang ada, kecuali Allooh catatkan baginya setiap langkah yang dia langkahkan sebagai suatu kebajikan dan Allooh angkat dengannya satu tingkat dan Allooh hapus dengannya satu kesalahan.”

Dengan kabar gembira tersebut, maka kita ummat Islam akan menjadi suka (gemar) pergi ke masjid untuk sholat berjama’ah, karena diberi kabar gembira, diberi motivasi oleh Allooh سبحانه وتعالى berupa pahala kebajikan, diangkatnya derajat serta dihapuskannya suatu kesalahan.

Contoh lain adalah hadits yang memberi kabar gembira / memberi motivasi tentang betapa luasnya ampunan Allooh سبحانه وتعالى bagi orang yang telah bergelimang dalam dosa (sekalipun itu dosa kekufuran, maupun dosa-dosa besar lainnya seperti membunuh, berzina, minum khomr, dan lain sebagainya), akan tetapi jika orang itu masih mau bertaubat kepada Allooh سبحانه وتعالى sebelum nyawanya sampai di kerongkongan (sebelum matinya), maka Allooh سبحانه وتعالى masih membuka pintu taubat baginya. Hal ini adalah sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 3470 dan Al Imaam Muslim no: 2766, dari Shohabat Abu Saa’id Al Khudryرضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

أنّ نَبِيَّ الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وتِسْعينَ نَفْساً ، فَسَأَلَ عَنْ أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ ، فَأَتَاهُ . فقال : إنَّهُ قَتَلَ تِسعَةً وتِسْعِينَ نَفْساً فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ ؟ فقالَ : لا ، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ . فقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ مِئَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فقالَ : نَعَمْ ، ومَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ بِهَا أُناساً يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ ، ولاَ تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ . فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ : جَاءَ تَائِباً ، مُقْبِلاً بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى ، وقالتْ مَلائِكَةُ العَذَابِ : إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيراً قَطُّ ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ – أيْ حَكَماً – فقالَ : قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ أدنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ ، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ الرَّحمةِ ))

Artinya:
“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjukkan kepada seorang rahib. Maka ia pun mendatanginya seraya berkata, “Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?
Rahib itu pun menjawabnya, “Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.”
Lalu orang tersebut membunuh rahib itu sehingga genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia bertanya kembali tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Maka ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, “Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?
Orang ‘alim itu pun menjawab, “Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Pergilah dari tempat ini ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allooh Ta’aalaa, maka sembahlah Allooh bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang ‘alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab.
Malaikat rahmat berkata, “Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allooh.”
Namun malaikat adzab berkata, “Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun.”
Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka.
Malaikat ini berkata, “Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jarak mana yang lebih dekat lah yang lebih berhak atas orang ini.”
Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya, ruh-nya pun dicabut oleh malaikat rahmat.”

Atau dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 3540, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Artinya:
Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”

Hadits-hadits seperti diatas memberi kabar gembira / motivasi bagi kaum Muslimin yang merasa dirinya bergelimang dalam dosa dan kesalahan untuk tidaklah boleh berputus asa dari Rahmat Allooh سبحانه وتعالى, karena Rahmat Allooh سبحانه وتعالى itu sangatlah luas.

Adapun contoh yang merupakan peringatan / ancaman dari Allooh سبحانه وتعالى yang disampaikan melalui Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah sebagaimana dalam Hadits shohiih riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6857 atau no: 2766 dan Al Imaam Muslim no: 89, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِجْتَنِـبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَـاتِ، قَالُوا: يَـا رَسُولَ اللهِ وَمَـاهُنَّ؟ قَـالَ: الشَّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَـتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهَ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَـا، وَأَكْلُ مَـالِ الْيَتِيْـمِ، وَالتَّوَ لَّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَـذْفُ الْمُحْصَنَـاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ .

Artinya:
Hindarilah (oleh kalian) tujuh perkara yang membinasakan.”
Mereka bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullooh?
Beliau bersabda, “Menyekutukan Allooh, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allooh kecuali dengan cara yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan melemparkan tuduhan zina kepada wanita mukminah yang terjaga kesucian dan kehormatannya dari perbuatan dosa sementara mereka tidak mengetahui tentang hal itu.’”

Dengan adanya peringatan sebagaimana dalam hadits diatas, maka kaum Muslimin akan menjadi takut untuk terjerumus kedalam 7 (tujuh) perkara yang membinasakan tersebut.

Daliil lain yang menjelaskan bahwa diantara misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan adalah QS. Saba’ (34) ayat 28, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

Artinya:
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari ayat diatas adalah:

(1) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus untuk seluruh ummat manusia. Dengan demikian, kalau ada orang yang tidak beriman kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم yang merupakan utusan Allooh سبحانه وتعالى, maka seakan-akan ia bukan tergolong manusia lagi (menurut Allooh سبحانه وتعالى); karena bahkan dalam ayat lain (QS. Al A’roof (7) ayat 179), orang yang tidak beriman itu diserupakan dengan hewan ternak :

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Artinya:
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allooh) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allooh), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allooh). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.

(2) Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah sebagai pembawa berita gembira dan juga sebagai pemberi peringatan keras; akan tetapi kebanyakan manusia (mayoritas manusia) adalah jaahil / tidak mengetahui hal ini. Maknanya, kalau saja mayoritas manusia itu mau mempercayai / meyakini Al Qur’an dan As Sunnah maka niscaya mereka itu akan selamat di dunia dan di akherat nanti. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Thoohaa (20) ayat 123:

قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى

Artinya:
Dia (Allooh) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka ketahuilah barangsiapa mengikut petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”

QS. Thoohaa (20) ayat 123, di dalamnya terkandung suatu bentuk tahdziir (kewaspadaan) bagi orang-orang yang tidak mau mengikuti petunjuk Allooh سبحانه وتعالى, maka mereka itu dijamin Allooh سبحانه وتعالى akan sesat dan celaka. Akan tetapi, sayangnya kebanyakan manusia tidak mengetahui hal ini (QS. Saba’ (34) ayat 28). Oleh karena itu, janganlah kita menjadi kebanyakan (mayoritas) manusia yang tidak tahu. Tetapi jadilah manusia yang sedikit (minoritas), namun mengetahui petunjuk Allooh سبحانه وتعالى, meng-imani-nya, mengamalkannya serta mendakwahkannya kepada orang lain disekitar kita.

Daliil berikutnya adalah QS. Faathir (35) ayat 24, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَإِنْ مِنْ أُمَّةٍ إِلا خَلا فِيهَا نَذِيرٌ

Artinya:
Sungguh, Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada satu pun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi peringatan.”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diutus untuk membawa kabar gembira dan juga untuk memberikan peringatan / ancaman. Oleh karena itu, bagi siapapun yang hendak menyampaikan dakwah tentang kebenaran Al Islam hendaknya ia mengikuti contoh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yakni ketika berdakwah maka dalam prakteknya ia harus BERIMBANG (proporsional) antara menyampaikan berita gembira dengan menyampaikan peringatan / ancaman.

Apabila ada orang / kelompok yang dalam dakwahnya, mereka itu tidak ataupun jarang memberikan kabar gembira bagi kaum Muslimin, dan lebih mengutamakan / bertumpu pada penyampaian peringatan / ancaman; maka orang / kelompok seperti ini dapat terjerumus kedalam golongan Khowarij. Kekeliruan golongan Khowarij ketika berdakwah adalah ia akan menjadikan kaum Muslimin yang tidak masuk kedalam kelompok mereka itu dengan mudahnya ia cap sebagai orang kaafir yang ber-wala’ kepada thoghuut (syaithoon) sehingga ia pun kemudian terjerumus kepada memudah-mudahkan menghalalkan darah kaum Muslimin (diluar kelompoknya). Ini adalah berbahaya, karena dapat berdampak saling membunuh diantara sesama kaum Muslimin.

Kebalikannya adalah golongan Murji’ah, yakni orang / kelompok yang dalam dakwahnya, mereka itu tidak ataupun jarang menyampaikan peringatan / ancaman Allooh سبحانه وتعالى terhadap kaum Muslimin yang dalam realitanya kehidupannya bisa jadi telah sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Orang / kelompok ini dalam berdakwah lebih mengutamakan / bertumpu pada penyampaian berita gembira, sehingga kaum Muslimin terus-menerus dipupuk sifat optimisme-nya, akan tetapi akibat kurang menyampaikan ayat dan Hadits yang berupa peringatan / ancaman maka obyek dakwah menjadi kurang memiliki rasa takut ketika ber-ma’shiyat terhadap Allooh سبحانه وتعالى. Kelompok Murji’ah berkeyakinan bahwa meskipun seseorang itu berlumuran dosa dan ma’shiyat maka ia akan tetap dianggapnya sebagai mukmin, sekalipun orang tersebut telah melakukan perkara-perkara pembatal keimanan.

Dua golongan ini bertolak belakang. Apabila Murji’ah menganggap mudah, maka Khowarij sangatlah keras. Keduanya adalah keliru, karena Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah berada di tengah-tengah (diantara) kedua golongan tersebut; tidak keras sekali, tetapi juga tidak lunak sekali. Oleh karena itu dalam berdakwah, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bersikap seimbang (proporsional), menempatkan sikap wala’ dan baro’ dengan benar. Kepada orang yang jelas-jelas memusuhi dan memerangi Al Islam, ia akan bersikap baro’ dan tegas; sebaliknya kepada sesama kaum Muslimin yang telah berjuang menolong serta membela Al Islam maka ia akan bersikap wala. Demikianlah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, ia akan menempatkan wala’ dan baro’-nya dengan benar.

Sedangkan golongan Khowarij dapat terjatuh kepada sikap keras yang berlebih-lebihan, sehingga bahkan terhadap sesama kaum Muslimin, ataupun sesama Mujahiddin yang telah berjuang menolong, membela Al Islam, serta berupaya berjihad menegakkan kalimat “Laa Ilaaha Illallooh”; namun hanya karena tidak berada dalam kelompoknya, maka ia (Khowarij ini) akan men-cap mereka sebagai orang sesat dan kaafir, lalu ia memudahkan diri menghalalkan darah mereka dan membunuh mereka. Perhatikanlah peringatan Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 93-94 :

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا (٩٣) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (٩٤

Artinya:
(93) “Dan barang siapa yang membunuh seorang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya. Allooh murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
(94) “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allooh, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu, “Kamu bukan seorang yang beriman” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allooh ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allooh memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allooh Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Jangankan terhadap sesama kaum Muslimin, ataupun sesama Mujahiddin yang berjuang membela Al Islam, bahkan terhadap orang kaafir yang telah mengucapkan kalimat “Laa Ilaaha Illallooh” pun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم melarang untuk membunuhnya. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 96, dari Shohabat ‘Usamah bin Zaid bin Haritsah رضي الله عنه, beliau berkata:

بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْحُرَقَةِ مِنْ جُهَيْنَةَ فَصَبَّحْنَا الْقَوْمَ فَهَزَمْنَاهُمْ وَلَحِقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ رَجُلًا مِنْهُمْ فَلَمَّا غَشِينَاهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَكَفَّ عَنْهُ الْأَنْصَارِيَّ وَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَّى قَتَلْتُهُ قَالَ فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِي يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا قَالَ فَقَالَ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ

Artinya:
“Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Aku dan seorang dari kaum Anshor bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka (musuh). Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: “Laa ilaaha illallooh.”
Maka shohabat Anshor menahan diri daripadanya (tidak menyakitinya sama sekali), sedangkan aku lalu menusuknya dengan tombakku sehingga aku membunuhnya. Setelah kita datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, kemudian beliau صلى الله عليه وسلم bertanya padaku: “Apakah kamu membunuhnya setelah dia mengucapkan, Laa Ilaaha Illallooh (Tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi / disembah kecuali Allooh)?
Aku menjawab, “Wahai Rosuulullooh, dia mengucapkan hal tersebut hanya sebagai tameng.”
Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Apakah kamu membunuhnya setalah dia mengucapkan kalimat tersebut?
Dan beliau صلى الله عليه وسلم masih saja mengulangi (pertanyaan itu) atasku hingga aku berandai-andai bahwa aku belum masuk Islam pada saat itu.”

Dalam riwayat lain disebutkan:
Lalu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan Laa ilaaha illallooh, mengapa engkau membunuhnya?
Aku (‘Usamah) menjawab: “Ya Rosuulullooh, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata.”
Beliau صلى الله عليه وسلم. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkan itu karena takut senjata ataukah tidak.”
Beliau صلى الله عليه وسلم mengulang-ulang ucapannya itu sehingga aku berharap bahwa aku masuk Islam mulai hari itu saja.

Akibat kurangnya menyerap, memahami, mengamalkan serta mendakwahkan ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadits yang berupa berita gembira / pemberi motivasi terhadap kaum Muslimin, maka seseorang dapat terjerumus kepada golongan Khowarij yang memiliki sikap keras yang berlebih-lebihan, dimana sikap keras ini bahkan sampai-sampai tertuju kepada sesama kaum Muslimin, atau sesama Mujahidin yang telah nyata dan jelas berjuang membela diinullooh.

Sebaliknya, golongan Murji’ah dapat terjatuh kepada sikap lunak dan memudah-mudahkan yang juga diluar batas, sehingga bahkan terhadap pihak yang telah nyata-nyata memusuhi dan memerangi Al Islam, ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan mereka. Ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan orang-orang yang nyata-nyata membela kepentingan orang-orang kaafir dari kalangan Yahudi dan Nashroni yang memerangi Al Islam dan kaum Muslimin. Ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan orang-orang yang menghalalkan untuk mencaci maki istri-istri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم maupun mengkafirkan para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (dari kalangan Syi’ah Roofidhoh). Ia tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan orang-orang yang berkeyakinan bahwa ada Nabi lain setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم (dari kalangan Ahmadiyah). Ia (golongan Murji’ah) tetap wala’, loyal dan bersahabat dengan kaum Syi’ah Roofidhoh maupun Ahmadiyah karena menganggap mereka tetap sebagai mukmin dan muslim, sekalipun dalam keyakinannya kaum Syi’ah Roofidhoh dan Ahmadiyah itu telah nyata-nyata jatuh kedalam pembatal keimanan.

Perhatikanlah betapa Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 54 menjelaskan bahwa diantara karakteristik orang yang beriman itu adalah ia dapat menempatkan sikap wala’ dan baro’-nya dengan tepat. Orang yang beriman itu akan bersikap lemah lembut dan wala’ terhadap sesama Mukmin, adapun terhadap orang kafir yang memusuhi / memerangi Al Islam dan kaum Muslimin maka ia akan bersikap keras / baro’ :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allooh akan mendatangkan suatu kaum yang Allooh mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allooh, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allooh, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allooh Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”

Maknanya, bukanlah karakteristik orang yang beriman apabila ia justru ber-wala’ terhadap orang-orang kaafir, dan sebaliknya bahkan bersikap keras terhadap orang Mukmin. Bukan pula karakteristik orang yang beriman, apabila ia justru membenci syari’at jihad untuk meninggikan kalimat “Laa Ilaaha Illallooh” atau ia tidak suka terhadap dakwah para da’i yang menjelaskan tentang keutamaan berjihad di jalan Allooh سبحانه وتعالى akibat takutnya dirinya terhadap celaan orang yang suka mencela.

Bahkan diantara karakteristik orang yang beriman adalah ia justru tidak suka menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashroni sebagai pemimpin-pemimpin bagi dirinya karena ia takut terhadap ancaman Allooh سبحانه وتعالى bahwa ia dapat dimasukkan kedalam golongan Yahudi dan Nashroni apabila ia berbuat demikian, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 51 berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashroni menjadi pemimpin-pemimpin-(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim.”

Dengan demikian, akibat kurangnya menyerap, memahami, mengamalkan serta mendakwahkan ayat-ayat Al Qur’an maupun Hadits yang berupa peringatan / ancaman, karena lebih condong kepada ayat dan Hadits yang memberi kabar gembira saja, maka sikap ini dapat menyebabkan seseorang dapat terjerumus kepada golongan Murji’ah.

Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bersikap seimbang (proporsional) dalam menyampaikan berita gembira / motivasi dan menyampaikan peringatan / ancaman ketika ia berdakwah.

V. Tabligh Ar Risaalah

Diantara misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah menyampaikan Risaalah (Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى) yang merupakan esensi utama dari ke-Rosuul-annya. Ketika menerima Risaalah maka Risaalah tersebut bukanlah untuk diri beliau صلى الله عليه وسلم sendiri, akan tetapi harus disampaikan kepada ummatnya.

Karena itu, terdapat perbedaan definisi para ‘Ulama tentang Nabi dan Rosuul. “Nabi” berasal dari kata “Naba” (نبأ), adalah: “Seseorang yang menerima Risaalah (Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى), tetapi ia tidak diperintahkan untuk menyampaikan Risaalah tersebut kepada ummatnya”.

Adapun “Rosuul”, berasal dari kata “Irsal” (إرسال), adalah: “Seseorang yang menerima Risaalah (Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى), tetapi ia diperintahkan untuk menyampaikan Risaalah tersebut kepada ummatnya”.
Meskipun demikian, definisi ini masih kurang tepat.

Yang tepat adalah:
– “Nabi adalah orang yang menerima Risaalah (Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى), dan diperintahkan untuk menyampaikan ajaran yang sama yang merupakan ajaran dari Nabi-Nabi sebelumnya.”
– Sedangkan: “Rosuul, ada unsur Tajdid (pembaharuan) dari ajaran Rosuul terdahulu. Rosuul diutus dengan membawa syari’at baru untuk menyempurnakan syari’at lama dari Rosuul-Rosuul terdahulu.”

Setiap Nabi belum tentu merupakan Rosuul, akan tetapi setiap Rosuul pastilah Nabi. Oleh karena itu jumlah Nabi adalah jauh lebih banyak dari jumlah Rosuul. Jumlah Nabi ada 120.000 orang sedangkan jumlah Rosuul ada 313 orang, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ibnu Hibban no: 361, dari Shohabat Abu Dzar رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم ketika ditanya tentang jumlah Nabi dan Rosuul sebagai berikut:

يا رسول الله كم الأنبياء قال مائة ألف وعشرون ألفا قلت يا رسول الله كم الرسل من ذلك قال ثلاث مائة وثلاثة عشر جما غفيرا قال قلت يا رسول الله من كان أولهم قال آدم

Artinya:
Ya Rosuulullooh, berapa bilangan para Nabi?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “120.000 Nabi.”
Kemudian aku bertanya, “Berapa bilangan Rosuul?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “313 dari kalangan para Nabi.
Lalu aku bertanya lagi, “Ya Rosuul, siapa Nabi pertama dari kalangan mereka?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Adam عليه السلام.”

Akan tetapi jika kita merujuk pada fatwa Lajnah Daa’imah no: 5611 Jilid 4 no: 477, yang ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul Aziiz bin Baaz, syaikh Abdur Rozaq Afiifi, syaikh ‘Abdullooh Hudayyan, dan syaikh ‘Abdullooh bin Qu’uud pada saat ditanya tentang berapa tepatnya jumlah Nabi dan Rosuul, mereka menjawab, “Tidak ada yang mengetahui berapa jumlah mereka kecuali Allooh سبحانه وتعالى. Karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Ghoofir (40) ayat 78:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ فَإِذَا جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ

Artinya:
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rosuul sebelum engkau (Muhammad), diantara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan diantaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rosuul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allooh. Maka apabila telah datang perintah Allooh, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang bathil.”

Dan yang dikenal dari mereka adalah Nabi yang disebutkan di dalam Al Qur’an atau disebutkan dalam Hadits yang Shohiih. Sementara Hadits Ibnu Hibban diatas, bahkan beberapa Hadits yang menyebutkan tentang bilangan Nabi dan Rosuul adalah tidak ada yang shohiih. Diantara para Imam yang menyatakan tidak shohiihnya riwayat tentang Jumlah Nabi dan Rosuul adalah Ibnu Athiyyah pada saat menafsirkan QS. An Nisaa’ (4) ayat 164, dimana beliau mengatakan, ‘Ayat ini menunjukkan banyaknya Nabi tanpa dibatasi bilangan’, dan menutup penjelasannya dengan menjelaskan riwayat yang menyebutkan bilangan Nabi-Nabi adalah tidak shohiih [Tafsir Al Muharror Al Wajiiz 2/223].”

Dengan demikian, dapatlah kita pahami bahwa :
Misi yang diemban oleh Nabi ‘Isa عليه السلام adalah sama dengan misi yang diemban oleh Nabi Musa عليه السلام, ataupun Nabi Ibrohim عليه السلام dan juga Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Mereka semua mengajarkan satu pokok yang sama, yakni: diinul Islam, yang merupakan ajaran Tauhiid. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 2365, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه :

الأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلاَّتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ …

Artinya:
Para Nabi itu bersaudara dari satu keluarga, ibu mereka berbeda-beda tapi agama mereka satu.”

Meskipun sama pada pokoknya (yaitu diinul Islam yang berlandaskan pada ajaran Tauhiid), akan tetapi syari’at (hukum) yang dibawa oleh Nabi Musa عليه السلام untuk kaum Nabi Musa عليه السلام pada masa Nabi Musa عليه السلام adalah berbeda dengan syari’at (hukum) yang dibawa oleh Nabi ‘Isa عليه السلام untuk kaum Nabi ‘Isa عليه السلام pada masa Nabi ‘Isa عليه السلام. Dan syari’at-syari’at tersebut kemudian disempurnakan dengan diutusnya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rosuul terakhir (penutup), dimana syari’at yang dibawa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم berlaku untuk seluruh manusia di muka bumi (jadi bukan lagi berlaku hanya untuk kaum tertentu pada masa tertentu seperti Nabi / Rosuul sebelumnya).

Hal ini sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 335, dari Shohabat Jaabir ibni ‘Abdillahرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي المَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

Artinya:
Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku; Aku ditolong dengan rasa takut (pada musuh) dari jarak perjalanan satu bulan, dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan alat bersuci. Maka dimana saja salah seorang dari ummatku mendapati waktu sholat hendaklah ia sholat, dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku, aku diberikan (hak) syafa’at, dan para Nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.”

Dengan demikian, hendaknya kita pahami dan kita yakini bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diutus Allooh سبحانه وتعالى sebagai Nabi dan Rosuul terakhir, yang artinya adalah bahwa ajaran beliau صلى الله عليه وسلم, dan syari’at yang dibawa beliau صلى الله عليه وسلم dijamin Allooh سبحانه وتعالى akan bisa menjawab berbagai keadaan ummat / berbagai tantangan perubahan zaman, bahkan hingga tegaknya Hari Kiamat nanti. Oleh karena itu, sangatlah keliru apabila ada orang / sekelompok orang yang terkena syubhat dari paham Liberalisme sehingga mereka beranggapan bahwa syari’at Islam itu boleh diubah-ubah sekehendak manusia karena mereka menganggap syari’at Islam sudah tidak sesuai perkembangan zaman. Pemahaman seperti ini sangatlah keliru, oleh karena Allooh سبحانه وتعالى telah menjadikan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rosuul terakhir, dan itu berarti syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pasti dijamin Allooh سبحانه وتعالى akan dapat menjawab berbagai tantangan zaman. Dan jaminan ini Allooh سبحانه وتعالى berikan sebagaimana dalam firman-Nya pada QS. Al Maa’idah (5) ayat 3:

…الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا …

Artinya:
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu….

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Diantara salah satu misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah menyampaikan Risaalah / Wahyu dari Allooh سبحانه وتعالى. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 67 :

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Artinya:
Wahai Rosuul! Sampaikanlah (semua) apa yang diturunkan Robb-mu kepadamu. Jika tidak kamu lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allooh memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”

Berdasarkan ayat diatas, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah penyampai Risaalah dari Allooh سبحانه وتعالى. Dan beliau صلى الله عليه وسلم menyampaikan apa adanya kepada ummatnya, tidak ditambah-tambah dan tidak dikurang-kurangi. Oleh karena itu, para Ustadz, para da’i, para Kyai, para ‘Ulama hendaknya berlaku demikian pula; sampaikan apa yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم apa adanya, jangan ditambah-tambah dan jangan pula dikurang-kurangi. Karena menambah dan mengurangi dalam urusan diin itulah yang menjadi penyebab munculnya Bid’ah.

Oleh karena itu, Ahlul Bid’ah (orang-orang yang melakukan ke-Bid’ah-an), mereka itu menganggap ada suatu amalan (dalam urusan diin ini) yang tidak diajarkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tidak dicontohkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, tidak diperintahkan Allooh سبحانه وتعالى tetapi dianggap baik oleh mereka. Lalu darimanakah asal-usul amalan tersebut apabila tidak diperintahkan Allooh سبحانه وتعالى dan tidak diajarkan / dicontohkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم? Apakah diin ini buatan manusia ataukah berasal dari Wahyu? Kalau berasal dari Wahyu, mengapa tidak mengikuti saja apa yang diajarkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tanpa menambah-nambah dan mengurang-nguranginya? Sikap menganggap baik suatu amalan yang tidak ada contohnya dan tidak ada ajarannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu, adalah sama saja dengan mereka (Ahlul Bid’ah) menuduh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak menyampaikan Risaalah dengan lengkap. Dan jelas bertentangan dengan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 3 diatas bahwa Islam ini telah sempurna, tidak perlu lagi ditambah-tambah atau dikurang-kurangi.

Justru adalah suatu nikmat yang besar bagi kita kaum Muslimin adalah mencukupkan diri untuk Ittiba (mengikuti) Sunnah Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Kemudian di akhir ayat QS. Al Maa’idah (5) ayat 67 tersebut, Allooh سبحانه وتعالى menegaskan: “Sesungguhnya Allooh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

Maknanya bila dikaitkan dengan kalimat sebelumnya adalah: Apabila Al Islam yang disampaikan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu ditolak, maka pihak yang menolaknya itu adalah orang-orang yang kaafir. Mereka itu kaafir karena menolak / tidak mau menerima apa yang disampaikan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan orang-orang kaafir tidak akan diberi petunjuk / hidayah oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Oleh karena itu, kita kaum Muslimin apabila mendengar firman Allooh سبحانه وتعالى dan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka hendaknya kita menerimanya, sami’na wa atho’na, dan melaksanakannya.

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hanyalah menyampaikan, dan demikian para ‘Ulama pewaris Nabi adalah hanya menyampaikan apa adanya. Janganlah kita termasuk kelompok yang menolak sehingga kita kemudian tidak diberi petunjuk / hidayah oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Kemudian dalam QS. Asy Syuuroo (42) ayat 48, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ وَإِنَّا إِذَا أَذَقْنَا الإنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً فَرِحَ بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَإِنَّ الإنْسَانَ كَفُورٌ

Artinya:
Jika mereka berpaling, maka (ingatlah) Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Dan sungguh, apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat dari Kami dia menyambutnya dengan gembira; tetapi jika mereka ditimpa kesusahan karena perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar), sungguh, manusia itu sangat ingkar (kepada nikmat).”

Maksud daripada ayat diatas adalah ketika kita kaum Muslimin dalam berdakwah menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah kepada orang disekitar kita, lalu dakwah kita itu ditolak oleh manusia dengan berbagai bantahan dan alasan mereka, maka hendaknya kita menyadari bahwa misi kita berdakwah itu hanyalah menyampaikan. Sampaikan saja Al Qur’an dan As Sunnah itu apa adanya, tentulah dengan cara yang sebaik mungkin / hikmah; namun hendaknya kita menyadari pula bahwa hidayah itu adalah milik Allooh سبحانه وتعالى. Kita tidak dituntut Allooh سبحانه وتعالى bila orang yang kita dakwahi itu menolak / tidak mau menerima. Tugas kita hanyalah menyampaikan apa adanya.

VI. Dakwah

Misi lain dari diutusnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah untuk berdakwah (menyeru, mengundang, memanggil, dan mengajak) manusia kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Hal ini sebagaimana dalam QS. Yusuf (12) ayat 108, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Artinya:
Katakanlah (Muhamad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allooh dengan hujjah yang nyata, Mahasuci Allooh, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”

Dengan demikian, bila kita kaum Muslimin ingin Ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم, maka hendaknya kita menjadikan dakwah sebagai jalan hidup kita. Mengajak, menyeru manusia ke jalan Allooh سبحانه وتعالى. Dan dakwah haruslah diatas Ilmu (diin), haruslah dilandasi oleh hujjah. Sampaikanlah Al Qur’an, As Sunnah dengan pemahaman yang benar dari kalangan Shohabat, Tabi’iin, Tabi’ut Tabi’iin dan para ‘Ulama yang mu’tabar.

Berdakwah haruslah dengan ‘Ilmu karena sebagaimana dikatakan oleh Shohabat Mu’adz bin Jabbal رضي الله عنه :

العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ

Artinya:
Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.”

Adapun dakwah tanpa ‘Ilmu itu justru dapat berbahaya karena dapat menyesatkan orang lain dari jalan Allooh سبحانه وتعالى; bisa jadi akibat kurangnya ‘Ilmu yang dimiliki, atau akibat kurangnya hikmah dalam berdakwah dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dalam Hadits Shohiih Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 3606 :

عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

Artinya:
Dari Hudzaifah bin Al Yamaan رضي الله عنه berkata, “ Orang-orang bertanya pada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejahatan, karena takut hal itu menimpaku.”
Maka aku katakan, “Wahai Rosuulullooh, sesungguhnya dulu kita berada dalam kejahiliyahan (kebodohan) dan kejahatan, lalu Allooh datangkan pada kami kebaikan (–Islam –pent) ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan datang kejahatan?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya.”
Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kejahatan itu akan muncul lagi kebaikan?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Tetapi di dalamnya terdapat noda.”
Aku bertanya lagi, “Noda apakah itu?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Yaitu suatu kaum yang berpedoman bukan dengan pedomanku. Kamu tahu dari mereka dan kamu ingkari.”
Aku bertanya lagi, “Lalu apakah setelah kebaikan itu akan muncul lagi kejahatan?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya. Yaitu para da’i (penyeru) kepada pintu-pintu jahannam. Maka barangsiapa yang memenuhi panggilan mereka, niscaya mereka akan mencampakkan-nya pada jahannam itu.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rosuulullooh, gambarkanlah kepada kami tentang mereka.
Lalu beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mereka adalah dari kalangan kita. Berkata dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Apa yang kau perintahkan padaku, jika hal itu menimpaku?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Berpegang teguhlah dengan jama’ah muslimin, dan Imaam mereka (– kelompok yang berpegang teguh dengan Al Haq – pent).”
Aku bertanya, “Jika mereka tidak punya jama’ah dan tidak punya Imaam?
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Maka tinggalkan semua golongan itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati, sedangkan kamu berada dalam keadaan demikian.”

Perlu diketahui bahwa dakwah itu bukan profesi. Siapa saja yang mengaku ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, hendaknya ia ikut berdakwah, walaupun dalam batas kemampuannya masing-masing. Berdakwah itu tidak harus dalam bentuk ceramah, tetapi bisa dalam bentuk apa saja, contohnya: Setelah mengetahui dan memahami ayat maupun hadits berkenaan dengan jilbab yang sesuai syari’at maka seorang ibu mengamalkan kandungan ayat dan hadits tersebut. Ia memakai jilbab yang syar’ie, dan kemudian mengajak anak-anaknya untuk memakai jilbab seperti dirinya. Maka pada hakekatnya sang Ibu telah berpartisipasi dalam dakwah diantara keluarganya.

Itu contoh sederhana, betapa siapapun dari kalangan kaum Muslimin dapat berpartisipasi dalam dakwah menyeru manusia kepada Allooh سبحانه وتعالى sesuai dengan cara dan bidang yang ia mampu. In syaa Allooh dalam pertemuan yang akan datang, kita akan membahas tentang “Peran serta umumnya kaum Muslimin dalam dakwah”.

Dalam QS. Al Jumu’ah (62) ayat 2, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

Artinya:
Dialah yang mengutus seorang Rosuul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Dari ayat diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa diantara misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah mengajarkan kepada ummatnya Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dengan demikian, seorang dai / ustadz / kyai ketika berdakwah, hendaklah ia mengikuti jejak Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yakni ia harus berbekal ‘ilmu Al Qur’an dan As Sunnah yang cukup sebelum mentransformasikan ilmunya tersebut kepada ummat.

Dari ayat diatas, dapat pula kita ambil pelajaran bahwa ada 3 (tiga) tugas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, yaitu:

(1) Membacakan ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى (Al Qur’an)
(2) Men-sucikan hati / jiwa ummatnya, agar tidak syirik
(3) Mengajarkan Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Kemudian juga dalam ayat yang lain yakni QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 164, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

Artinya:
Sungguh, Allooh telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Allooh mengutus seorang Rosuul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al Qur’an) dan Hikmah (As Sunnah). Sesungguhnya sebelum itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Maknanya, merupakan suatu karunia yang besar bagi orang-orang yang beriman dengan diutusnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang tugasnya adalah :
(1) Membacakan ayat-ayat Allooh سبحانه وتعالى (Al Qur’an)
(2) Men-sucikan hati / jiwa ummat Islam
(3) Mengajarkan Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Abu Daawud no: 3641 dan Al Imaam At Turmudzy no: 2682, dari Shohabat Abu Darda رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :

إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Artinya:
Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.”

Maka, manusia dari segi ‘Ilmu (diin) ada 3 tingkatan, yakni:
(1) Awam
(2) Tholibul ‘Ilmi
(3) Mujtahid

Sekian dulu bahasan kita kali ini, Misi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang lainnya akan kita bahas dalam pertemuan yang akan datang, mudah-mudahan bermanfaat. Dan kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, Senin malam, 21 Dzulqo’dah 1435 H – 15 September 2014 M.

—– 0O0 —–

 Silahkan download PDF : Misi Rosuul (Bagian-2) AQ15092014 FNLE

No comments yet

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: